Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DENGAN

COAGULATION INTRAVASCULAR DISEMINATA (DIC)

Disusun oleh :
Ns. Sondang Ida Sihite, S.Kep.

INSTALASI PERAWATAN INTENSIF DAN LUKA BAKAR


RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan anugrah dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul Asuhan Keperawatan Kritis dengan DIC (Disseminated Intravaskular
Coagulation) sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan.
Dalam penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini agar
menjadi lebih baik sehingga dapat memberikan manfaat.
Dalam penulisan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam pendidikan.

Jakarta, 20 April 2021


Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................ i
Daftar Isi.......................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................
1.1.1 Tujuan Umum .................................................................................................. 2
1.1.2 Tujuan Khusus ................................................................................................. 2
1.2 Ruang lingkup masalah ............................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN TEORI ........................................................................................... 3
2.1 Definisi DIC................................................................................................................ 3
2.2 Prinsip Anatomi dan Fisiologis Darah (Homeostatik) ............................................... 3
2.3 Patofisiologi................................................................................................................ 9
2.4 Etiologi........................................................................................................................ 11
2.5 Manifestasi klinis........................................................................................................ 11
2.6 Pemeriksaan penunjang .............................................................................................. 12
2.7 Penatalaksanaan medis................................................................................................ 14
BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN .......................................................... 16
3.1 Pengkajian .................................................................................................................. 16
3. 2 Pathway ..................................................................................................................... 17
3.3 Masalah Keperawatan................................................................................................. 18
3.4 Rencana Tindakan ...................................................................................................... 19
BAB 4 PENUTUP ........................................................................................................... 23
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 23
4.2 Saran ........................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC) dapat terjadi hampir pada semua orang
tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Diperkirakan DIC terjadi 1% dari semua pasien
yang dirawat di rumah sakit dan rata-rata di rawat diruang perawatan intensif. Menurut survey
yang dilakukan oleh Tali Siegal, dkk pada tahun 1987 dari 118 kasus yang memenuhi kriteria
laboratorium untuk menegakkan diagnosis DIC, Etiologi yang paling sering adalah: Infeksi
menyeluruh (39,8%), trauma (16,9%), keganasan (6,8%) dan kasus bedah (6,8%). Manifestasi
klinis utama yang tampaknya hanya terkait dengan DIC adalah (dalam urutan frekuensi yang
menurun): Pendarahan (64,4%), disfungsi ginjal (24,6%), disfungsi hati (18,6%), disfungsi
pernapasan (16,1%), syok (14,4%), fenomena tromboemboli (6,8%) dan keterlibatan sistem
saraf pusat (1,7%). Dalam Sari (2013) Di Amerika Serikat kira-kira terjadi 18.000 kasus DIC
pada tahun 1994. DIC dapat terjadi pada 30%-50% pasien dengan sepsis. Sedangkan angka
mortalitasnya tergantung pada tingkat keparahan penyakit yang didahului dan koagulopatinya.
Pada studi terbaru yang dilakukan oleh Japanese Association for Acute Medicine (JAAM),
memperlihatkan bahwa pasien sepsis dengan DIC mempunyai angka kematian lebih tinggi
daripada pasien trauma dengan DIC (34,7% : 10.5%). Di negara berkembang, tingkat ini bisa
melebihi 90%. Akan tetapi, data prevalensi dan insidensi mengenai DIC ini masih sangat sedikit
termasuk pula di Indonesia.
Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya,
ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan. Koagulasi
intravaskular diseminata atau lebih populer dengan istilah aslinya, Koagulasi intravaskuler
diseminata (DIC) adalah defek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan koagulasi
simultan (Cecily,2009). Koagulasi intravaskuler diseminata adalah suatu koagulopati komsumtif
yang pada proses tersebut terdapat aktivasi pembekuan dan fibrinolisis yang tidak terkontrol
berkaitan dengan penyakit yang mendasarinya (Schwartz,2005).
Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik yang akan melepaskan faktor-
faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif akan mengaktivasi beberapa
langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan

1
2

darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya
koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada mikrovaskular. Fase awal DIC
ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary fibrinolysis. Pembentukan fibrin
yang terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun menyebabkan perdarahan dan
terjadi efek anti hemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien akan mudah berdarah di
mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter, atau insisi bedah.
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan diagnosis kompleks yang
melibatkan komponen pembekuan darah akibat penyakit lain yang mendahuluinya. Keadaan ini
menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan koagulopati konsumtif yang parah. Banyak
penyakit dengan beraneka penyebab dapat menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan penyakit
yang berakhir dengan DIC akan memiliki prognosis yang buruk. Meski DIC merupakan
keadaan yang harus dihindari, pengenalan tanda dan gejala berikut penatalaksanaannya menjadi
hal mutlak yang tak hanya harus dipahami oleh dokter namun dari tenaga medis lainnya seperti
perawat dan berbagai disiplin.

1.2 Tujuan Penulisan


1.1.1 Tujuan Umum
Sebagai gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien kritis dengan Coagulation
Intravascular Diseminata (DIC)
1.1.2 Tujuan Khusus
1) Gambaran konsep dasar penyakit Coagulation Intravascular Diseminata (DIC)
2) Gambaran konsep Asuhan Keperawatan pada pasien Coagulation Intravascular
Diseminata (DIC)
3) Gambaran dalam melakukan asuhan keperawatan kritis pada pasien Coagulation
Intravascular Diseminata (DIC)
3.2 Ruang Lingkup Masalah
1) Pasien dengan diagnosa medis Coagulation Intravascular Diseminata (DIC)
2) Pasien dengan manifestasi klinis dan penilaian laboratorium untuk menegakkan
Coagulation Intravascular Diseminata (DIC)
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
DIC adalah suatu kejadian sekunder yang disebabkan oleh infeksi, sepsis, trauma,
keganasan, kasus kehamilan, syok dan lain lain, yang mengakibatkan tercetusnya koagulasi
intravaskuler disertai konsumsi trombosit dan faktor pembekuan intravaskuler berlebihan
dengan formasi trombin. Bersama dengan itu, terjadi aktifasi system fibrinolitik, sehingga
dihasilkan fibrin degradation products (FDP) dan D-dimer. (Benyamin AF, Sudoyo Aw, 2012)
Koagulasi Intravaskuler Menyeluruh (KIM) yang biasa disebut Disseminated
Intravascular Coagulation adalah suatu syndrome yang ditandai dengan aktifasi sistem koagulasi
menyeluruh serta terus menerus yang mengakibatkan terbentuknya deposit fibrin intravaskuler,
oklusi trombotik, pada pembuluh darah kecil maupun sedang. Oklusi trombotik tersebut
menyebabkan suplai darah ke organ tubuh terganggu sehingga mengakibatkan gangguan
hemodinamik dan metabolisme yang akhirnya terjadi gangguan fungsi organ multiple. Disat
yang sama terjadi juga defisiensi trombosit dan faktor faktor koagulasi sebagai akibat dari
hiperkonsumtif, akibat dari peoses tersebut diatas gambaran klinis yang hasilkan berupa
thrombosis intravaskuler atau perdarahan. (Harjianti T, 2012)

2.2 Prinsip Anatomi dan Fisiologis Darah (Homeostatik)


Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC (Disseminated
Intravascular Coagulation)
2.2.1 Darah
Darah merupakan bagian dari cairan ekstrasel yang berfungsi : Mengangkut oksigen dari
paru – paru, Bahan nutrisi dari saluran cerna, Mengangkut hormon dari kelenjar endokrin. Bahan
tersebut diangkut keseluruh sel, dimana bahan tersebut akan berdifusi dari kapiler ke jaringan
interstitiel selanjutnya masuk kedalam sel untuk digunakan dalam aktivitas sel. Bahan yang
dihasilkan dari metabolisme sel akan dikeluarkan dan diangkut oleh darah untuk diekskresi.
1) Fungsi Darah :
a. Fungsi transport
b. Fungsi regulasi

3
4

c. Fungsi pertahanan tubuh


2) Komposisi darah :
a. Plasma 55 % dari volume darah
b. Sel darah 45 % dari volume darah
3) Komposisi plasma :
a. Air ; (90-92 %) sebagai pelarut, absorbsi dan pelepasan panas
b. Protein
a) Albumin ; dihasilkan di hati berfungsi mempertahankan tekanan osmotik agar
normal (25 mmHg)
b) Globulin ; berfungsi untuk respon imun
c) Fibrinogen ; berfungsi untuk pembekuan darah
4) Komposis sel darah
a. Leukosit ; Granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil), Agranulosit (monosit, limfosit)
b. Eritrosit
c. Trombosit
a) Granulosit : berasal dari sel induk di sumsum tulang merah dari mieloblas
menjadi mielosit sebelum berdiferensiasi menjadi salah satunya
b) Neutrofil : fungsi utamanya melindungi terhadap benda asing yang masuk tubuh
khususnya kuman dan melenyapkan bahan limbah. Sel-sel ini tertarik ketempat
infeksi ke tempat infeksi oleh substansi kimia yang dilepaskan oleh sel-sel cedera
c) Eosinofil : banyak diantaranya bermigrasi keluar pembuluh darah menuju daerah
tubuh yang terpapar misal, jar ikat dibawah kulit, membran mukosa saluran nafas
dan cerna, pelapis vagina dan rahim. Fungsi eosinofil melindungi tubuh terhadap
bahan asing (parasit).
d) Basofil : sel ini menggetahkan histamin, yang menimbulkan vasodilatasi dan
meningkatkan permeabilitas dinding kapiler. Hal ini mempermudah fagosit dan
substansi protektif lain spt zat anti, tiba dicelah jaringan bersama sel mast
mengumpul didaerah radang yang menyembuh.
e) Agranulosit : disebut demikian karena di dalam sitoplasmanya tidak terdapat
granula
5

f) Monosit : sel mononuklir besar asal sumsum tulang merah. Beredar didalam
darah, berfungsi terutama di jaringan sesudah berkembang menjadi makrofag.
Keduanya menghasilkan interleukin 1 yang bekerja pada hipotalamus, menaikkan
suhu badan pada infeksi dengan kuman, merangsang pembentukan globulin oleh
hati dan meningkatkan produksi limfosit T aktif.
g) Limposit : ada dua jenis limposit. limposit-T, diaktifkan o/ timosin dalam kel
timus dan limposit-B, diaktifkan dalam jaringan limpoid. Sebagian beredar dalam
darah dan lainnya menetap di jaringan limpoid, bila limposit aktif bertemu anti
gen maka masing2 dapat berkembang menjadi sel efektor yang menghadapi anti
gen itu dan sel memori yang menetap dalam jaringan limpoid (apabila serangan
kedua, sudah dikenali).
h) Eritrosit : sel ini berbentuk cakram bikonkaf, tanpa inti, berdiameter 7-8
mikrometer. Eritrosit mengandung hemoglobin yang memberinya warna merah
i) Hemoglobin : protein kompleks terdiri atas protein, globin dan pigmen hem
(mengandung besi). Jadi besi penting untuk Hb. Kebutuhan besi pria dan wanita
berbeda karena pria hanya kehilangan 1 mg besi/hari sedangkan wanita
kehilangan sampai 20 mg besi selama menstruasi normal.
j) Trombosit : merupakan keping darah, asalnya dari sel megakariosit dalam
sumsum tulang merah. Jumlah normalnya berkisar antara 200.000 – 350.000 per
mm3 darah. Fungsinya : berkaitan pembekuan darah. Pada penyakit demam
berdarah, jumlahnya sangat menurun (dikatakan trombositopeni) dan pasien
cenderung berdarah dibawah kulit (purpura) atau di selaput lendir.
5) Proses pembentukan sel darah
a. Terjadi awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan sebagian kecil pada limpa.
Pada minggu ke 20 masa embrional mulai terjadi pada sumsum tulang.
b. Semakin besar janin peranan pembentukan sel darah terjadi pada sumsum tulang
c. Setelah lahir semua sel darah dibuat disumsum tulang, kecuali limposit yang juga
dibentuk dikelenjar limpe, thymus dan lien
d. Setelah usia 20 tahun sumsum tulang panjang tidak memproduksi lagi sel darah
kecuali bagian proximal humerus dan tibia.
6

2.2.2 Faktor-faktor pembekuan darah


No. Faktor Nama Asal dan Fungsi

I Fibrinogen Protein plasma yang disintetis dalam hati,


diubah menjadi fibrin.

II Protrombin Protein plasma yang diintetis dalam hati, diubah


menjadi trombin
III Tromboplastin Lipoprotein yang dilepas jaringan rusak;
mengaktivasi faktor VII untuk pembentukan
trombin.

IV Ion Kalsium Ion anorganik dalam plasma, didapat dari


makannan dan tulang; diperlukan dalam seluruh
pembekuan darah.

V Proakselerin Protein plasma yang disintesis dalam hati;


(faktor labil) diperlukan untuk mekanisme ekstrinsik dan
intrinsik.

VI “tidak lagi Fungsinya dipercaya sama dengan fungsi faktor


dianggap dalam V
skema hemostasis

VII Prokonvertin Protein plasma (globulin) yang disintetis dalam


(akselerator hati; diperlukan dalam mekanisme intrinsik
konversi serum
protrombin)

VIII Faktor Protein plasma (enzim) yang disintetis dalam


antihemolitik hati (memerlukan vitamin K); berfungsi dalam
mekanisme ekstrinsik.

IX Plasma Protein plasma yang disintetis dalam hati


tromboplastin (memerlukan vitamin K); berfungsi dalam
mekanisme ekstrinsik.

X Faktor Protein plasma yang disintetis dalam hati


stuart- (memerlukan vitamin K); berfungsi dalam
power mekanisme ekstrinsik dan intrinsik.
7

XI Antoseden Protein plasma yang disintesis dalam hati;


tromboplastin berfungsi dalam mekanisme intrinsik
plasma

XII Faktor hageman Protein plasma yang disintesis dalam hati;


berfungsi dalam mekanisme intrinsik

XIII Faktor Protein yang ditemukan dalam plasma dan


penstabilan fibrin trombosit; hubungan silang filamen-filamen
fibrin.

Menurut Corwin 2009 Reaksi koagulasi melibatkan serangkaian faktor atau protein
koagulasi yang diaktifkan yang mengakibatkan koagulasi (pembekuan) darah. Terdapat 13
protein yang terlibat dalam jalur koagulasi; sebagian diaktifkan di jalur intrinsik dan sebagian
diaktifasi di jalur ekstrinsik. Pada kebanyakan kondisi fisiologis; proses koagulasi terjadi
pertama kali melalui jalur ekstrinsik; dengan aktifnya jalur ekstrinsik kemudian memperkuat
jalur ekstrinsik. Kedua jalur tersebut pada akhirnya bekerjasama dan berfungsi dengan
pengaktifan salah satu protein, yaitu faktor X; penggabungan faktor intrinsik dan ekstrinsik
pada faktor X ini di sebut jalur akhir. Faktor X bertanggung jawab untuk mengubah
pprotrombin protein plasma menjadi thrombin. Thrombin adalah katalis kunci yang mengatur
perubahan fibrinogen menjadi fibrin yang menyebabkan koagulasi. Thrombin juga bekerja
sebagai umpan balik positif untuk menstimulasi protein yang terlibat dalam produksinya
sendiri, yang selanjutnya membentuk kaskade koagulasi.
Jalur intrinsic dimulai dengan aktivasi faktor koagulasi dalam darah, faktor XII yang
juga disebut faktor Hageman. Faktor XII diaktifkan apabila faktor ini kontak dengan jaringan
vascular yang rusak. Pada akhirnya, aktivasi faktor XII memicu terjadinya perubahan
protrombin menjadi trombin. Faktor XI dan IX merupakan langkah intermediet yang penting
dalam kaskade, dan faktor V dan VIII merupakan kofaktor yang penting. Jika terjadi
kekurangan salah satu faktor ini dapat mengganggu proses koagulasi.
Jalur ekstrinsik merupakan proses yang menstimulasi koagulasi dimulai dengan
pelepasan faktor III ke sirkulasi yang juga disebut faktor jaringan atau tromboplastin, dari sel
endhotelial vaskular yang cedera.ketika faktor jaringan bertemu dengan faktor koagulasi
lainnya yang bersirkulasi dalam plasma, faktor VII (disebut juga faktor pengonversi protrombin
8

serum), kaskade ekstrinsik distimulasi, yang akhirnya menghasilkan faktor X. jalur ekstrinsik
juga dapat mengaktifasi jalur intrinsik melalui aktifasi faktor IX.
Darah tidak secara teru menerus dan secara berlebihan membeku meskipun faktor XII
dan VII selalu ada di dalam sirkulasi karena sel endotel yang sehat bersifat halus dan utuh.
Dengan demikian sel-sel tersebut tidak secara langsung mengaktifkan faktor XII atau
menghasilkan faktor jaringan dan mengaktifasi faktor VII. Endotel vaskular yang sehat
menolak faktor-faktor pembekuan dan trombosit.
Hanya jika endotel rusak oleh trauma, infeksi, gaya-gaya akibat hipertensi kronis, atau
penimbunan lemak dan kolestrol yang dapat memicu pembekuan.
Karena beberapa faktor pembekuan dihasilkan di hati dalam reaksi yang selalu
melibatkan vitamin K, penyakit hati dan defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembentukan
faktor-faktor koagulasi dan menyebabkan perdarahan.

Gambar: Diagram sederhana menggambarkan jalur ekstrinsik dan intrinsik dalam proses
koagulasi.
9

2.3 Patofisiologi
Sindrom koagulasi sementara ini mengakibatkan transformasi fibrinogen menjadi bekuan
fibrin dan seringkali disertai dengan hemoragi akut. Anehnya, KID adalah gangguan perdarahan
yang diakibatkan oleh peningkatan kecenderungan untuk membeku. Sindrom ini dicetuskan
oleh penjamu yang mengalami disequlibrium fisiologis yang mengakibatkan aktivasi koagulasi
dan fibrinolisis sistemik. Status disequlibrium fisiologis yang beraksi sebagai faktor-faktor
pencetus pada KID termasuk sindrom crush, abrupsio plasenta, aborsi septik, leukimia,
karsinoma, tansfusi darah inkompatibel, dan syok endotoksik.
Pada semua keadaan ini, adanya sel-sel yang cedera atau lisis mengakibatkan pelepasan
fospolipid jaringan ke dalam aliran darah, yang dapat memicu jaras intrinsik. Curah jantung
rendah yang berkepanjangan seperti yang terlihat pada bypass kardiopulmonal atau syok
hemoragik yang berkepanjangan yang diakibatkan oleh cedera lapisan endotel pembuluh darah,
yang juga dapat memicu jaras intrinsik. Abnormalitas endotelium vaskulas sekunder terhadap
kondisi-kondisi seperti luka bakar, vaskulitis, sepsis, intervensi pembedahan besar juga dapat
memicu KID.
Mengesampingkan peristiwa pencetus pada KID, stimulus pemicu merangsang aktivitas
koagulasi sistemik, mengakibatkan difusi pembentukan fibrin intravaskular dan deposisi fibrin
pada mikrosirkulasi. Hasil akhirnya adalah akumulasi bekuan pada kapiler tubuh, dengan
10

panjang total melebihi 100.000 mil pada rata-rata orang dewasa. Jumlah sekuestrasi bekuan
darah dalam kapiler karena KID sangat besar. Karena cepatnya pembentukan trombin
intravaskuler, faktor-faktor pembekuan secara efektif dihabiskan pada proses pembekuan kapiler
pada kecepatan yang melebihi faktor penambahan. Trombinyang bersirkulasi tetap dalam ruang
ekstravaskuler menunggu kedatangan substrat dan fibrinogennya. Ketersediaan penghambat,
antitrombin III, sangat berkurang oleh pembentukan trombin yang berlebihan.
Aktivasi mekanisme koagulasi juga mengaktivasi sistem fibrinolitik. Ingat bahwa faktor
XII, trombin, sel-sel endotel dan substansi jaringan menstimulasi pelepasan aktivator
plasminogen. Perubahan fibrin dan fibrinogen yang diaktifkan pada PDF yang bergabung
dengan fungsi dari platelet dan pembentukan bekuan fibrin. Jadi, pasien mempunyai kombinasi
pengekalan diri trombik dan aktivitas perdarahan yang terjadi secara simultan dalam berespon
terhadap peristiwa pencetus.
Hampir secara keseluruhan, terdapat hipotensi arterial, yang yang sering berakaitan
dengan sistem aktivasi kalikrein dan komplemen. Kalikrein menghidupkan aktivasi faktor XII
menjadi XIIa, yang lebih meningkatkan aktivitas pembekuan. Selin itu, kalikrein melepaskan
kinin yang meningkatkan permeabilitas vaskular dan vasodilatasi, dengan demikian
meningkatkan hipotensi. Aktivasi sistem komplemen mengakibatkan peningkatan sistem
permeabilitas vaskuler dan lisis eritrosit, glanulosit dan platelet. Aktivitas ini menghasilkan
fospolid, yang menyediakan bahan bakar untuk mempercepat aktivitas pembekuan dengan
mengaktivasi faktor XII.
Vasokonstriksi arteriole dan dilatasi kapiler terjadi sebagai akibat aktivasi kalikrein dan
sistem komplemen. Darah kemudian dialihkan ke sisi vena, melintasi kapiler yang berdilatasi
karena terbukanya pirau arteriovenosa (AV). Kapiler yang berdilatasi ini kini berisi darah
statis,di mana penumpukan hasil sampingan metabolik membuat asidosis darah. Sekarang
terdapat tiga kondisi prokoagulasi bersamaan pada kapiler darah: asidosis; stagnasi darah dan
adanya substansi penunjang koagulasi.
Perdarahan pada pasien KID bukan saja akibat peningkatan pembekuan, yang
mengakibatkan konsumsi terhadap faktor-faktor pembekuan, tetapi juga disebabkan karena
peningkatan fibrinolisis dan berkurangnya antitrombin III. Sebagaimana yang telah disebutkan,
konsentrasi trombin diatur oleh antitrombin III, dan pada KID antitrombin III tidak dapat
mengikuti pembentukan trombin yang berlebihan. Trombin yang bersirkulasi ini terus
11

mengaktivasi perubahan plasminogen menjadi plasmin, yang memperbesar diatesis perdarahan.


(Hudak &Gallo, 2010)
2.4 Etiologi Masalah
Menurut Corwin (2009) Rangsangan klasik yang menimbulkan DIC adalah proses
infeksi, pembedahan, obstretik, atau traumatik yang menyababkan bahan tromboplastik masuk
ke dalam sirkulasi. Proses-proses ini mencakup emboli cairan amnion, trauma, atau operasi
skala besar, terutama yang melibatkan otak, paru, atau sistem genitourinaria, luka bakar yang
parah dan keadaan-keadaan yang sel-sel darahnya mengalami destruksi intravaskuler seperti
reaksi transfusi hemolitik, toksemia bakteri, dan leukimia promielositik akut.
Sepsis generalisa dan penyakit hati yang parah dapat menyebabkan DIC yang akut atau
muncul perlahan. Keadaan lain yang berkaitan dengan KIM/DIC menurut Harjianti (2012)
yaitu:
1) Sepsis/Infeksi yang berat
2) Trauma (Neurotrauma)
3) Kerusakan organ
4) Keganasan (pada dan Hematologi)
5) Rekasi tranfusi yang berat (penyakit rematologi : Lupus)
6) Komplikasi Obtetri
a. Embolus cairan amnion
b. Retensi plasenta
c. Hemolysis, syndrome HELLP, eklamsia
d. Kematian fetus dalam kandungan
7) Kelaian vaskuler
a. Syndrome Kassabach darah besar
b. Aneurisma pembuluh darah besar
8) Gangguan fungsi hepar yang berat
9) Reaksi toksik berat (penolakan organ transplantasi)

2.5 Manifestasi Klinis


Pasien dengan KID menunjukan berbagai kumpulan masalah dan mempunyai potensi
untuk bertambah lagi. Tiga gejala utama dari koagulasi intravaskuler diseminata adalah:
12

1) Perdarahan umum
2) Iskemia yang disebabkan oleh trombi, perubahan hemodinamik, dan kekacauan
metabolik yang turut berperan terhadap terjadinya gagal multiorgan.
3) Anemia.

Tanda dan gejala lainnya yang bisa ditemukan:


1) Perdarahan dari area pungsi, luka, dan membran mukosa pada pasien yang mengalami
syok, komplikasi obstetrik, sepsis (infeksi yang meluas), atau kanker. Jika perdarahan
terjadi di bawah kulit, lesi vaskuler akan tampak.
2) Perubahan tingkat kesadaran yang mengindikasikan trombus sereberal
3) Distensi abdomen yang mengisyaratkan terjadi perdarahan saluran cerna.
4) Sianosis dan takipnea (peningkatan frekuensi pernapasan) akibat buruknya perfusi dan
oksigenasi jaringan umum terjadi. Bercak-bercak di kulit menunjukan iskemia jaringan.
5) Hematuria (darah dalam urine) akibat perdarahan atau oliguria (penurunan pengeluaran
urine) akibat perfusi ginjal yang buruk.
6) Nyeri

Gejala berdasarkan berat dan luasnya keterlibatan organ:


1) Ginjal: Oliguria, anuria
2) Sistem saraf pusat : Perubahan status mental
3) Kulit : berbintik, lesi nekrotik; sianosis.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Harjianti (2012) Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
1) Protombin time (PT) (Memanjang)
2) Activated partial thromboplastin time (aPTT) (Memanjang)
3) Kadar trombosit (Menurun)
4) Kadar fibrinogen (Menurun)
5) Kadar faktor pembekuan (V, VIII) (Menurun)
6) Fibrinogen Degradation products (FDP) (Meningkat)
7) Kadar D-dimer (Meningkat)
13

8) Kadar fibrin (Meningkat)


9) Kadar plasmin (Meningkat)
10) USG Doppler : untuk mendeteksi thrombosis vena atau Arteri

ALGORITMA

Apakah Pasien Menderita Penyakit Tertentu Dan


Dicurigai Adanya KIM?

Tidak Menggunakan Algoritma Ini Nilai *Global Coagulation Test *(Jumlah


Trombosit, PT, aPTT, Fibrinogen, FDP

Nilai *Global Coagulation Test*


Tes :Nilai :
Jumlah Trombosit >100.000/ml= 0
50.000- 100.000/ml= 1
< 50.000= 2
D-Dimer /FDP<500 = 0
500 – 1000 = 2
>1000 = 3
PT<3 Detik = 0
4 – 6 Detik= 1
>6 Detik = 2
Kadar Fibrinogen >100 mg /dL = 0
< 100mg/dL = 1

*skor > 5 : sesuai overt DIC, ulangi skoring tiap hari


*skor <5 : curiga non – overt DIC, ulangi 1-2 hari kemudian
14

2.7 Penatalaksanaan Medis


Dasar penatalaksanaan DIC adalah pengobatan pada gangguan-gangguan utama DIC.
Pasien lebih mudah meninggal akibat DIC daripada thrombosis atau perdarahan. Namun
demikian, pengobatan spesifik pada DIC dapat berhasil dan jika terjadi perdarahan maka
dianjurkan untuk meningkatkan blood products-nya. Umumnya untuk meningkatkan blood
products ini kita dapat menggunakan platelet, fresh frozen plasma (FFP – sumber dari faktor
koagulasi) dan cyroprecipitate (sumber fibrinogen). Namun dalam hal ini harus diperhatikan
jumlah platelet dan hasil tes koagulasi terlebih dahulu.
Sampai saat ini yang menjadi kontroversial adalah penggunaan inhibitor koagulasi dan
fibrinolisis. Walaupun heparin dapat mengurangi pemakaian faktor pembekuan dan fibrinolisis
sekunder, namun heparin dapat meningkatkan resiko perdarahan dikarenakan efek
antikoagulannya. (Sembiring, 2010). Menurut Hudak &Gallo, (2010) berikut penatalaksanaan
pada pasien DIC :
1) Menghilangkan penyebab
Pada DIC, faktor-faktor yang mengaktivasi faktor-faktor pembekuan harus “dimatikan”.
Jika status awal ekulibrium fisiologis adalah syok septik, maka harus dilakukan
pemulihan volume dan diberikan terapi antibiotik untuk melenyapkan peristiwa pencetus.
2) Meminimalkan perdarahan lebih lanjut
Prioritas penatalaksaan kedua adalah untuk memperkecil resiko terjadinya perdarahan
lebih lanjut dengan melindungi pasien terhadap trauma atau prosedur – prosedur
traumatik, jika memungkinkan. Prioritas penatalaksanaan ketiga ditujukkan untuk
memperbaiki defisiensi pembekuan dengan meberikan terapi komponen. Perhatian juga
harus diarahkan kepada perbaikan hipovolemia, hipotensi, hipoksia, dan asidosis, yang
semua mempunyai efek prokoagulan. Diperlukan pula perbaikan defisiensi hemostatik
yang membahayakan mekanisme pembekuan.
3) Terapi pengganti
Darah atau PRC diberikan untuk mengganti darah yang keluar. Bila dalam pengobatan
yang baik, jumlah trombosit tetap rendah dalam waktu sampai seminggu berarti tetap
15

mungkin terjadi perdarahan terus atau ulangan, sehingga dalam keadaan ini perlu
diberikan platelet concentrate.

4) Terapi heparin
Heparin dapat memperlambat koagulasi dan dapat memulihkan protein – protein
koagulasi. Heparin melakukan hal tersebut dengan menggabungkan heparin dengan
antitrombin III, dan dengan adanya trombin, membentuk kombinasi yang dapat berubah
dimana trombin menjadi tidak aktif. Selain itu, kombinasi heparin dan antitrombin III
menetralkan faaktor – faktor XII, XI, IX, dan X yang teraktivasi, sehingga memblok
kemajuan urutan faktor – faktor koagulasi yang teraktivasi. Heparin menghambat
agregasi platelet yang dimediasi trombin dengan menetralkan efek – efek trombin. Oleh
karenanya pemberian heparin menghambat pembentukan trombin, interaksi trombin –
fibrinogen, serta agregasi platelet. Dosis heparin yang diperlukan untuk mengobati DIC
harus sesuai dengna status klinis dan kebutuhan pasien secara individual. Terdapat
anjuran untuk pemberian heparin baik rute subkutan maupun intravena. Ahli yang
menganjurkan pemberian intravena menyukai infus kontinu dengan rentang dosis dari
20.000 sampai 30.000 U dalam 24 jam. Ahli yang menganjurkan pemberian subkutan
heparin memilih dosis rendah 2.500 – 5000 U setiap 4 atau 8 jam. Heparin terus
diberikan sampai penyebab pencetus utama disingkirkan dan data-data klinis maupun
laboratorium menunjukkan bahwa pasien dalam proses penyembuhan.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Menurut Stillwell (2011) pemeriksaan untuk Koagulasi Intravasukar Diseminata (DIC)
adalah :
1) Pemeriksaan Fisik : bergantung pada kondisi yang mendasari
(1) TTV : HR > 100 x/menit, TD < 90 mmHg, pernapasan > 20 x/menit.
(2) Neuroligis : gelisah, ansietas, perubahan tingkat kesadaran, kejang, tidak berespon.
(3) Kulit : jari tangan dan kaki dingin dan berbintik-bintik, ekimosis, ptekia, perdarahan gusi.
(4) Kardiovaskular : takikardi dan murmur mungkin teramati.
(5) Pulmoner : dispnea, takipnea, hemoptisis.
(6) Gastrointestinal : hematemesis, melena, nyeri tekan abdomen.
(7) Ginjal : haluaran urin < 0,5 ml/kg/jam, hematuri.
(8) Lain-lain : perdarahan dari beberapa orifisium.
2) Temuan Diagnostik
Gambaran klinis merupakan dasar untuk menegakkan diagnosa. Awitan perdarahan yang
mendadak (ptekie, purpura, ekimosis, rembesan dari area pungsi) dan trombosis (gangren,
sianosis akral, nekrosis kulit, trombosis vena profunda).
Temuan lainnya adalah :
(1) Trombosit < 100.000/ mm3
(2) PT > 15 detik
(3) PTT > 40 detik
(4) Fibrinogen < 150 mg/dl
(5) Produk split fibrin > 8μg/ml
(6) Produk degradasi fibrin > 1:40
(7) Penurunan antitrombin III
(9) Hasil pemeriksaan protrombin sulfat positif

16
17

3.2 Pathway
Penyakit Dasar

Stimulus

Kerusakan jaringan Kerusakan endotel Kerusakan endotel

Endotoksin Endotoksinn

Faktor XII activation


Trombin (jalur instrisik)

Penumpukan fibrin Aktivasi plasminogen


intravaskular
Konsumsi trombosit

Plasmin
Trombositopenia
Trombosis Fibrinolisis Degradasi faktor koagulasi

Fibrin degradation product


Anemia hemolitik Iskemia jaringan
(FDP) (inhibisi trombin dan Perdarahan
agregasi trombosit)

MK : Resiko Perfusi jaringan


(perifer, renal, serebral, GI dan
pulmoner) tidak efektif
18

Perdarahan

Aktivasi system komplemen Aktivasi kalikrein


Ptekie, purpura, ekimosis
Peningkatan permeabilitas Melepas kinin perdarahan membrane mukosa
vaskuler, lisis eritrosit perdarahan masif berbagai
granulosit & platelet organ
Meningkatkan permeabilitas
Menghasilkan fosfolipid vascular & vasodilatasi Penurunan sel-sel darah
sebagai bahan bakar untuk (Hb, trombosit, dll)
mempercepat aktivitas Hipotensi
pembekuan Ikatan HbO2 menurun

Hasil samping metabolik Perfusi inadekuat termasuk


menumpuk di vaskuler perfusi ke pulmonal MK: Kurang volume cairan

Asidosis darah Ketidakseimbangan perfusi MK: Syok hipovolemik


dan ventilasi

Kolaps alveoli MK : Resiko perdarahan


(Aktual)
MK: gangguan pertukaran gas

Anemia Trombositopenia

3.3 Masalah Keperawatan


1) Resiko Perdarahan (Aktual)
2) Gangguan pertukaran gas
3) Resiko Perfusi jaringan (perifer, renal, serebral, GI dan pulmoner) tidak efektif
4) Penurunan cardiac output
5) Kekurangan volume cairan
19

3.4 Rencana Tindakan


No Diagnosa keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Resiko Perdarahan (Aktual)  Circulation Status :  Bleeding Precaution
yang berhubungan dengan Blood Coagulation  Bleeding Reduction
abnormalitas profil darah  Blood Product Administration
(faktor koagulasi) Diharapkan pasien  Medication Administration
 Defining Characteristics mampu mencapai status
 Perdarahan aktif sirkulasi : koagulasi  Observasi penyebab DIC
 Abnormalitas waktu darah yang adekuat  Monitor komponen koagulasi
pembekuan dengan kriteria hasil  Monitor hematokrit (Hct) dan
 Bekuan darah hemoglobin (Hgb)
1. Pasien menunjukkan  Periksa kulit terhadap tanda
penurunan episode perdarahan. Catat adanya
perdarahan dan hematom ptekie, purpura, hematom,

2. Pasien mampu aliran darah dari tempat insersi

mempertahankan level IV kateter, drain, luka, dan

profil koagulasi, seperti perdarahan dari mukosa

PPT, PT, fibrinogen, membran

produk fibrin, waktu  Observasi tanda perdarahan

perdarahan eksterna dari gastrointestinal


(GI) dan genitourinari (GU)
3. Efek samping terapi
 Catat adanya hemoptisis atau
medikasi dapat dikurangi
darah yang diperoleh selama
melalui pengkajian
tindakan suction
berkelanjutan dan
 Observasi tanda perdarahan
intervensi dini
internal, seperti nyeri atau
perubahan tingkat kesadaran
 Monitor HR dan TD, observasi
tanda hipotensi ortostatik
 Jika pasien mendapat terapi
20

heparin, maka observasi adanya


peningkatan perdarahan dari
tempat pemasangan IV kateter,
traktus GI/GU, traktus
respiratori, atau luka, purpura
baru, ptekie, atau hematom
2  Gangguan pertukaran gas  Respiratory Status :  Respiratory monitoring
yang berhubungan dengan Gas Exchange  Oxygen therapy
perubahan kapasitas  Ventilation assistance
pengangkutan oksigen Diharapkan pasien
dalam darah mampu mencapai status  Observasi RR, ritme dan
 Defining Characteristics respirasi : pertukaran gas kedalaman
o Konfusi yang adekuat dengan  Observasi takikardi, napas
o Somnolen kriteria hasil pendek, penggunaan muskulus
o Gelisah assesorius

o Iritabilitas 1. Pasien mampu  Observasi suara napas, batuk


mempertahankan dan adanya sputum bercampur
o Hiperkapnea
pertukaran gas yang darah
o Hipoksia/ hipoksemia
optimal yang  Observasi adanya perubahan
o Abnormalitas
ditunjukkan dengan tingkat kesadaran
pernapasan (frekuensi,
ABG normal,  Gunakan oksimeter nadi untuk
ritme, kedalaman)
saturasi oksigen 90 memonitor saturasi oksigen,
o Dispnea
% atau lebih monitor ABGs.
o Abnormalitas gas
2. Tidak ada penurunan
darah arteri
tingkat kesadaran
yang lebih lanjut
3. Pernapasan dan HR
normal

3 Kekurangan volume cairan  Fluid balance :  Fluid monitoring


yang berhubungan dengan hydration, TTV  Monitoring hemodynamic
kehilangan volume cairan  Fluid resucitation
21

melalui perdarahan abnormal. Diharapkan pasien  Bleeding precaution


 Defining Characteristics mampu mencapai  Bleeding reduction
 Takikardi/ HR lemah keseimbangan cairan :  Shock management : volume
dan cepat hidrasi dan TTV yang  Emergency care
 Hipotensi/ ortostatik adekuat dengan kreteria  Hypovolemia management
 Kapilary revil lambat hasil
atau > 3 detik  Observasi secara dini tanda
 Tekanan nadi lemah 1. Volume cairan hipovolemi, termasuk

 Takipnea normal yang perubahan tingkat kesadaran


ditunjukkan dengan  Monitor HR, TD, dan tekanan
 Urin output mungkin
tekanan darah sistolik nadi. Gunakan monitor
normal atau kurang (<20
lebih besar dari 90 intraatrial sesuai instruksi.
ml/ jam)
mmHg  Monitor adanya hipotensi
 Kulit teraba dingin
2. Tidak terdapat ortostatik
 Penurunan turgor kulit
hipotensi ortostatik  Monitor keseimbangan cairan
 Pasien merasa haus
3. HR 60-100 x/menit dan catat turgor kulit serta
 Mukosa membran
4. Urin output lebih dari mukosa membran
kering
30 ml/jam  Jika pasien terpasang monitor
 Sakit kepala atau pusing
5. Turgor kulit normal hemodinamik, maka monitor
 Perubahan tingkat
Central Venous Pressure (CVP)
kesadaran
dan cardiac output.
4  Penurunan cardiac output  Cardiac pump  Invasive hemodynamic
yang berhubungan dengan effectiveness, monitoring
kehilangan volume cairan circulation status,  Hemodynamic regulation
akibat kehilangan faktor- tissue perfusion  Emergency care
faktor koagulasi karena  Shock management :
perdarahan, disritmia, Diharapkan pasien hypovolemia
asidosis laktat dan trombi mampu mencapai pompa  Observasi warna kulit,
intravaskular jantung yang efektif temperatur, kelembapan dan
 Defining Characteristics untuk memenuhi perfusi adanya sianosis
o Takikardi yang adekuat dengan  Observasi HR, TD, dan tekanan
22

o Hipotensi kriteria hasil nadi. Gunakan monitoring


o Kapilary revil lambat intraarterial sesuai order.
atau > 3 detik 1. Pasien memelihara  Monitor pulsasi perifer dan
o Tekanan nadi lemah cardiac output yang sentral termasuk capilari refil.
o Urin output menurun adekuat, ditunjukkan  Monitor adanya perubahan
(<30 ml/ jam) dengan pulsasi tingkat kesadaran
o Kulit teraba dingin perifer kuat  Monitor urin output
2. HR 60-100 x/menit  Monitor RR, ritme dan suara
o Perubahan tingkat
dengan irama reguler napas
kesadaran
3. Urin output Urin  Monitor adanya disritmia
o Abnormalitas ABG :
output ≥ 30 ml/jam jantung
asidosis dan
4. Kulit hangat  Jika pasien terpasang monitor
hipoksemia
5. Tingkat kesadaran hemodinamik, maka monitor
o Kelemahan
normal Central Venous Pressure
o Disritmia jantung
(CVP) dan cardiac output.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih dikenal sebagai
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu gangguan pembekuan darah
yang didapat, berupa kelainan trombohemoragic sistemik yang hampir selalu disertai dengan
penyakit primer yang mendasarinya. Karakteristik ditandai oleh adanya gangguan hemostasis
yang multipel dan kompleks berupa aktivasi pembekuan darah yang tidak terkendali dan
fibrinolisis (koagulopati konsumtif). DIC merupakan salah satu kedaruratan medik, karena
mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera.
DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta
usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah
gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan. Percobaan
pengobatan klinik maupun penilaian hasil percobaan karena etiologi beragam dan beratnya DIC
juga bervariasi. Yang utama adalah mengetahui dan melakukan pengelolaan penderita
berdasarkan penyakit yang mendasarinya dan keberhasilan mengatasi penyakit dasarnya akan
menentukan keberhasilan pengobatan.

4.2 Saran
Saran dari penulis yaitu diharapkan pembaca dapat mengaplikasikan tentang proses
asuhan keperawatan kepada pasien dengan penyakit DIC.

23
DAFTAR PUSTAKA

Benyamin AF, Sudoyo Aw,dkk.2012. Eimed papdi kegawatdaruratan penyakit dalam


(emergency in internal medicine) Buku 1.Jakarta: InternaPublishing
Carolyn M.Hudak, Barbara M. Gallo.2010.Keperawatan kritis pendekatan holistic vol.2.Jakarta:
EGC
Corwin, Elizabeth J.2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media.
Harjianti, Tutik., dkk.2012. Eimed papdi kegawatdaruratan penyakit dalam (emergency in
internal medicine) Buku 2.Jakarta: InternaPublishing
Sembiring. 2010. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC),
http://www.morphostlab.com/artikel/disseminated-intravascular-coagulation-dic.html,
diakses pada tanggal 26 September 2019
Stillwell, SusanB.2011.Pedoman keperawatan kritis edisi 3. Jakarta : EGC
Sari, Lucky Putri Arum .2013. Perbedaan mortalitas antara pasien sepsis dan sepsis komplikasi
disseminted intravascular coagulation di ICU RSUP dr. Kariadi. Skripsi. Diakses pada
tanggal 14 Oktober 2019 melalui link http://eprints.undip.ac.id/44037/1/Luck
Tali Siegal, Uri Seligsohn, dkk. 1978. Clinical and Laboratory Aspects of Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC): A Study of 118 Cases. Thromb Haemost 1978;
39(01): 122-134. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2019 melalui link
https://www.thieme-connect.com/products/ejournals/abstract/10.1055/s-0038-1646662
Marianne Chulay, Suzanne M. 2010. AACN Essentials of Critical Care Nursing Pocket
Handbook. the United States. MC Growill Medical

24

Anda mungkin juga menyukai