Disusun oleh :
Ns. Sondang Ida Sihite, S.Kep.
Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan anugrah dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul Asuhan Keperawatan Kritis dengan DIC (Disseminated Intravaskular
Coagulation) sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan.
Dalam penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini agar
menjadi lebih baik sehingga dapat memberikan manfaat.
Dalam penulisan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam pendidikan.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................ i
Daftar Isi.......................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................
1.1.1 Tujuan Umum .................................................................................................. 2
1.1.2 Tujuan Khusus ................................................................................................. 2
1.2 Ruang lingkup masalah ............................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN TEORI ........................................................................................... 3
2.1 Definisi DIC................................................................................................................ 3
2.2 Prinsip Anatomi dan Fisiologis Darah (Homeostatik) ............................................... 3
2.3 Patofisiologi................................................................................................................ 9
2.4 Etiologi........................................................................................................................ 11
2.5 Manifestasi klinis........................................................................................................ 11
2.6 Pemeriksaan penunjang .............................................................................................. 12
2.7 Penatalaksanaan medis................................................................................................ 14
BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN .......................................................... 16
3.1 Pengkajian .................................................................................................................. 16
3. 2 Pathway ..................................................................................................................... 17
3.3 Masalah Keperawatan................................................................................................. 18
3.4 Rencana Tindakan ...................................................................................................... 19
BAB 4 PENUTUP ........................................................................................................... 23
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 23
4.2 Saran ........................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya
koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada mikrovaskular. Fase awal DIC
ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary fibrinolysis. Pembentukan fibrin
yang terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun menyebabkan perdarahan dan
terjadi efek anti hemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien akan mudah berdarah di
mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter, atau insisi bedah.
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan diagnosis kompleks yang
melibatkan komponen pembekuan darah akibat penyakit lain yang mendahuluinya. Keadaan ini
menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan koagulopati konsumtif yang parah. Banyak
penyakit dengan beraneka penyebab dapat menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan penyakit
yang berakhir dengan DIC akan memiliki prognosis yang buruk. Meski DIC merupakan
keadaan yang harus dihindari, pengenalan tanda dan gejala berikut penatalaksanaannya menjadi
hal mutlak yang tak hanya harus dipahami oleh dokter namun dari tenaga medis lainnya seperti
perawat dan berbagai disiplin.
2.1 Definisi
DIC adalah suatu kejadian sekunder yang disebabkan oleh infeksi, sepsis, trauma,
keganasan, kasus kehamilan, syok dan lain lain, yang mengakibatkan tercetusnya koagulasi
intravaskuler disertai konsumsi trombosit dan faktor pembekuan intravaskuler berlebihan
dengan formasi trombin. Bersama dengan itu, terjadi aktifasi system fibrinolitik, sehingga
dihasilkan fibrin degradation products (FDP) dan D-dimer. (Benyamin AF, Sudoyo Aw, 2012)
Koagulasi Intravaskuler Menyeluruh (KIM) yang biasa disebut Disseminated
Intravascular Coagulation adalah suatu syndrome yang ditandai dengan aktifasi sistem koagulasi
menyeluruh serta terus menerus yang mengakibatkan terbentuknya deposit fibrin intravaskuler,
oklusi trombotik, pada pembuluh darah kecil maupun sedang. Oklusi trombotik tersebut
menyebabkan suplai darah ke organ tubuh terganggu sehingga mengakibatkan gangguan
hemodinamik dan metabolisme yang akhirnya terjadi gangguan fungsi organ multiple. Disat
yang sama terjadi juga defisiensi trombosit dan faktor faktor koagulasi sebagai akibat dari
hiperkonsumtif, akibat dari peoses tersebut diatas gambaran klinis yang hasilkan berupa
thrombosis intravaskuler atau perdarahan. (Harjianti T, 2012)
3
4
f) Monosit : sel mononuklir besar asal sumsum tulang merah. Beredar didalam
darah, berfungsi terutama di jaringan sesudah berkembang menjadi makrofag.
Keduanya menghasilkan interleukin 1 yang bekerja pada hipotalamus, menaikkan
suhu badan pada infeksi dengan kuman, merangsang pembentukan globulin oleh
hati dan meningkatkan produksi limfosit T aktif.
g) Limposit : ada dua jenis limposit. limposit-T, diaktifkan o/ timosin dalam kel
timus dan limposit-B, diaktifkan dalam jaringan limpoid. Sebagian beredar dalam
darah dan lainnya menetap di jaringan limpoid, bila limposit aktif bertemu anti
gen maka masing2 dapat berkembang menjadi sel efektor yang menghadapi anti
gen itu dan sel memori yang menetap dalam jaringan limpoid (apabila serangan
kedua, sudah dikenali).
h) Eritrosit : sel ini berbentuk cakram bikonkaf, tanpa inti, berdiameter 7-8
mikrometer. Eritrosit mengandung hemoglobin yang memberinya warna merah
i) Hemoglobin : protein kompleks terdiri atas protein, globin dan pigmen hem
(mengandung besi). Jadi besi penting untuk Hb. Kebutuhan besi pria dan wanita
berbeda karena pria hanya kehilangan 1 mg besi/hari sedangkan wanita
kehilangan sampai 20 mg besi selama menstruasi normal.
j) Trombosit : merupakan keping darah, asalnya dari sel megakariosit dalam
sumsum tulang merah. Jumlah normalnya berkisar antara 200.000 – 350.000 per
mm3 darah. Fungsinya : berkaitan pembekuan darah. Pada penyakit demam
berdarah, jumlahnya sangat menurun (dikatakan trombositopeni) dan pasien
cenderung berdarah dibawah kulit (purpura) atau di selaput lendir.
5) Proses pembentukan sel darah
a. Terjadi awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan sebagian kecil pada limpa.
Pada minggu ke 20 masa embrional mulai terjadi pada sumsum tulang.
b. Semakin besar janin peranan pembentukan sel darah terjadi pada sumsum tulang
c. Setelah lahir semua sel darah dibuat disumsum tulang, kecuali limposit yang juga
dibentuk dikelenjar limpe, thymus dan lien
d. Setelah usia 20 tahun sumsum tulang panjang tidak memproduksi lagi sel darah
kecuali bagian proximal humerus dan tibia.
6
Menurut Corwin 2009 Reaksi koagulasi melibatkan serangkaian faktor atau protein
koagulasi yang diaktifkan yang mengakibatkan koagulasi (pembekuan) darah. Terdapat 13
protein yang terlibat dalam jalur koagulasi; sebagian diaktifkan di jalur intrinsik dan sebagian
diaktifasi di jalur ekstrinsik. Pada kebanyakan kondisi fisiologis; proses koagulasi terjadi
pertama kali melalui jalur ekstrinsik; dengan aktifnya jalur ekstrinsik kemudian memperkuat
jalur ekstrinsik. Kedua jalur tersebut pada akhirnya bekerjasama dan berfungsi dengan
pengaktifan salah satu protein, yaitu faktor X; penggabungan faktor intrinsik dan ekstrinsik
pada faktor X ini di sebut jalur akhir. Faktor X bertanggung jawab untuk mengubah
pprotrombin protein plasma menjadi thrombin. Thrombin adalah katalis kunci yang mengatur
perubahan fibrinogen menjadi fibrin yang menyebabkan koagulasi. Thrombin juga bekerja
sebagai umpan balik positif untuk menstimulasi protein yang terlibat dalam produksinya
sendiri, yang selanjutnya membentuk kaskade koagulasi.
Jalur intrinsic dimulai dengan aktivasi faktor koagulasi dalam darah, faktor XII yang
juga disebut faktor Hageman. Faktor XII diaktifkan apabila faktor ini kontak dengan jaringan
vascular yang rusak. Pada akhirnya, aktivasi faktor XII memicu terjadinya perubahan
protrombin menjadi trombin. Faktor XI dan IX merupakan langkah intermediet yang penting
dalam kaskade, dan faktor V dan VIII merupakan kofaktor yang penting. Jika terjadi
kekurangan salah satu faktor ini dapat mengganggu proses koagulasi.
Jalur ekstrinsik merupakan proses yang menstimulasi koagulasi dimulai dengan
pelepasan faktor III ke sirkulasi yang juga disebut faktor jaringan atau tromboplastin, dari sel
endhotelial vaskular yang cedera.ketika faktor jaringan bertemu dengan faktor koagulasi
lainnya yang bersirkulasi dalam plasma, faktor VII (disebut juga faktor pengonversi protrombin
8
serum), kaskade ekstrinsik distimulasi, yang akhirnya menghasilkan faktor X. jalur ekstrinsik
juga dapat mengaktifasi jalur intrinsik melalui aktifasi faktor IX.
Darah tidak secara teru menerus dan secara berlebihan membeku meskipun faktor XII
dan VII selalu ada di dalam sirkulasi karena sel endotel yang sehat bersifat halus dan utuh.
Dengan demikian sel-sel tersebut tidak secara langsung mengaktifkan faktor XII atau
menghasilkan faktor jaringan dan mengaktifasi faktor VII. Endotel vaskular yang sehat
menolak faktor-faktor pembekuan dan trombosit.
Hanya jika endotel rusak oleh trauma, infeksi, gaya-gaya akibat hipertensi kronis, atau
penimbunan lemak dan kolestrol yang dapat memicu pembekuan.
Karena beberapa faktor pembekuan dihasilkan di hati dalam reaksi yang selalu
melibatkan vitamin K, penyakit hati dan defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembentukan
faktor-faktor koagulasi dan menyebabkan perdarahan.
Gambar: Diagram sederhana menggambarkan jalur ekstrinsik dan intrinsik dalam proses
koagulasi.
9
2.3 Patofisiologi
Sindrom koagulasi sementara ini mengakibatkan transformasi fibrinogen menjadi bekuan
fibrin dan seringkali disertai dengan hemoragi akut. Anehnya, KID adalah gangguan perdarahan
yang diakibatkan oleh peningkatan kecenderungan untuk membeku. Sindrom ini dicetuskan
oleh penjamu yang mengalami disequlibrium fisiologis yang mengakibatkan aktivasi koagulasi
dan fibrinolisis sistemik. Status disequlibrium fisiologis yang beraksi sebagai faktor-faktor
pencetus pada KID termasuk sindrom crush, abrupsio plasenta, aborsi septik, leukimia,
karsinoma, tansfusi darah inkompatibel, dan syok endotoksik.
Pada semua keadaan ini, adanya sel-sel yang cedera atau lisis mengakibatkan pelepasan
fospolipid jaringan ke dalam aliran darah, yang dapat memicu jaras intrinsik. Curah jantung
rendah yang berkepanjangan seperti yang terlihat pada bypass kardiopulmonal atau syok
hemoragik yang berkepanjangan yang diakibatkan oleh cedera lapisan endotel pembuluh darah,
yang juga dapat memicu jaras intrinsik. Abnormalitas endotelium vaskulas sekunder terhadap
kondisi-kondisi seperti luka bakar, vaskulitis, sepsis, intervensi pembedahan besar juga dapat
memicu KID.
Mengesampingkan peristiwa pencetus pada KID, stimulus pemicu merangsang aktivitas
koagulasi sistemik, mengakibatkan difusi pembentukan fibrin intravaskular dan deposisi fibrin
pada mikrosirkulasi. Hasil akhirnya adalah akumulasi bekuan pada kapiler tubuh, dengan
10
panjang total melebihi 100.000 mil pada rata-rata orang dewasa. Jumlah sekuestrasi bekuan
darah dalam kapiler karena KID sangat besar. Karena cepatnya pembentukan trombin
intravaskuler, faktor-faktor pembekuan secara efektif dihabiskan pada proses pembekuan kapiler
pada kecepatan yang melebihi faktor penambahan. Trombinyang bersirkulasi tetap dalam ruang
ekstravaskuler menunggu kedatangan substrat dan fibrinogennya. Ketersediaan penghambat,
antitrombin III, sangat berkurang oleh pembentukan trombin yang berlebihan.
Aktivasi mekanisme koagulasi juga mengaktivasi sistem fibrinolitik. Ingat bahwa faktor
XII, trombin, sel-sel endotel dan substansi jaringan menstimulasi pelepasan aktivator
plasminogen. Perubahan fibrin dan fibrinogen yang diaktifkan pada PDF yang bergabung
dengan fungsi dari platelet dan pembentukan bekuan fibrin. Jadi, pasien mempunyai kombinasi
pengekalan diri trombik dan aktivitas perdarahan yang terjadi secara simultan dalam berespon
terhadap peristiwa pencetus.
Hampir secara keseluruhan, terdapat hipotensi arterial, yang yang sering berakaitan
dengan sistem aktivasi kalikrein dan komplemen. Kalikrein menghidupkan aktivasi faktor XII
menjadi XIIa, yang lebih meningkatkan aktivitas pembekuan. Selin itu, kalikrein melepaskan
kinin yang meningkatkan permeabilitas vaskular dan vasodilatasi, dengan demikian
meningkatkan hipotensi. Aktivasi sistem komplemen mengakibatkan peningkatan sistem
permeabilitas vaskuler dan lisis eritrosit, glanulosit dan platelet. Aktivitas ini menghasilkan
fospolid, yang menyediakan bahan bakar untuk mempercepat aktivitas pembekuan dengan
mengaktivasi faktor XII.
Vasokonstriksi arteriole dan dilatasi kapiler terjadi sebagai akibat aktivasi kalikrein dan
sistem komplemen. Darah kemudian dialihkan ke sisi vena, melintasi kapiler yang berdilatasi
karena terbukanya pirau arteriovenosa (AV). Kapiler yang berdilatasi ini kini berisi darah
statis,di mana penumpukan hasil sampingan metabolik membuat asidosis darah. Sekarang
terdapat tiga kondisi prokoagulasi bersamaan pada kapiler darah: asidosis; stagnasi darah dan
adanya substansi penunjang koagulasi.
Perdarahan pada pasien KID bukan saja akibat peningkatan pembekuan, yang
mengakibatkan konsumsi terhadap faktor-faktor pembekuan, tetapi juga disebabkan karena
peningkatan fibrinolisis dan berkurangnya antitrombin III. Sebagaimana yang telah disebutkan,
konsentrasi trombin diatur oleh antitrombin III, dan pada KID antitrombin III tidak dapat
mengikuti pembentukan trombin yang berlebihan. Trombin yang bersirkulasi ini terus
11
1) Perdarahan umum
2) Iskemia yang disebabkan oleh trombi, perubahan hemodinamik, dan kekacauan
metabolik yang turut berperan terhadap terjadinya gagal multiorgan.
3) Anemia.
ALGORITMA
mungkin terjadi perdarahan terus atau ulangan, sehingga dalam keadaan ini perlu
diberikan platelet concentrate.
4) Terapi heparin
Heparin dapat memperlambat koagulasi dan dapat memulihkan protein – protein
koagulasi. Heparin melakukan hal tersebut dengan menggabungkan heparin dengan
antitrombin III, dan dengan adanya trombin, membentuk kombinasi yang dapat berubah
dimana trombin menjadi tidak aktif. Selain itu, kombinasi heparin dan antitrombin III
menetralkan faaktor – faktor XII, XI, IX, dan X yang teraktivasi, sehingga memblok
kemajuan urutan faktor – faktor koagulasi yang teraktivasi. Heparin menghambat
agregasi platelet yang dimediasi trombin dengan menetralkan efek – efek trombin. Oleh
karenanya pemberian heparin menghambat pembentukan trombin, interaksi trombin –
fibrinogen, serta agregasi platelet. Dosis heparin yang diperlukan untuk mengobati DIC
harus sesuai dengna status klinis dan kebutuhan pasien secara individual. Terdapat
anjuran untuk pemberian heparin baik rute subkutan maupun intravena. Ahli yang
menganjurkan pemberian intravena menyukai infus kontinu dengan rentang dosis dari
20.000 sampai 30.000 U dalam 24 jam. Ahli yang menganjurkan pemberian subkutan
heparin memilih dosis rendah 2.500 – 5000 U setiap 4 atau 8 jam. Heparin terus
diberikan sampai penyebab pencetus utama disingkirkan dan data-data klinis maupun
laboratorium menunjukkan bahwa pasien dalam proses penyembuhan.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Menurut Stillwell (2011) pemeriksaan untuk Koagulasi Intravasukar Diseminata (DIC)
adalah :
1) Pemeriksaan Fisik : bergantung pada kondisi yang mendasari
(1) TTV : HR > 100 x/menit, TD < 90 mmHg, pernapasan > 20 x/menit.
(2) Neuroligis : gelisah, ansietas, perubahan tingkat kesadaran, kejang, tidak berespon.
(3) Kulit : jari tangan dan kaki dingin dan berbintik-bintik, ekimosis, ptekia, perdarahan gusi.
(4) Kardiovaskular : takikardi dan murmur mungkin teramati.
(5) Pulmoner : dispnea, takipnea, hemoptisis.
(6) Gastrointestinal : hematemesis, melena, nyeri tekan abdomen.
(7) Ginjal : haluaran urin < 0,5 ml/kg/jam, hematuri.
(8) Lain-lain : perdarahan dari beberapa orifisium.
2) Temuan Diagnostik
Gambaran klinis merupakan dasar untuk menegakkan diagnosa. Awitan perdarahan yang
mendadak (ptekie, purpura, ekimosis, rembesan dari area pungsi) dan trombosis (gangren,
sianosis akral, nekrosis kulit, trombosis vena profunda).
Temuan lainnya adalah :
(1) Trombosit < 100.000/ mm3
(2) PT > 15 detik
(3) PTT > 40 detik
(4) Fibrinogen < 150 mg/dl
(5) Produk split fibrin > 8μg/ml
(6) Produk degradasi fibrin > 1:40
(7) Penurunan antitrombin III
(9) Hasil pemeriksaan protrombin sulfat positif
16
17
3.2 Pathway
Penyakit Dasar
Stimulus
Endotoksin Endotoksinn
Plasmin
Trombositopenia
Trombosis Fibrinolisis Degradasi faktor koagulasi
Perdarahan
Anemia Trombositopenia
4.1 Kesimpulan
Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih dikenal sebagai
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu gangguan pembekuan darah
yang didapat, berupa kelainan trombohemoragic sistemik yang hampir selalu disertai dengan
penyakit primer yang mendasarinya. Karakteristik ditandai oleh adanya gangguan hemostasis
yang multipel dan kompleks berupa aktivasi pembekuan darah yang tidak terkendali dan
fibrinolisis (koagulopati konsumtif). DIC merupakan salah satu kedaruratan medik, karena
mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera.
DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta
usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah
gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan. Percobaan
pengobatan klinik maupun penilaian hasil percobaan karena etiologi beragam dan beratnya DIC
juga bervariasi. Yang utama adalah mengetahui dan melakukan pengelolaan penderita
berdasarkan penyakit yang mendasarinya dan keberhasilan mengatasi penyakit dasarnya akan
menentukan keberhasilan pengobatan.
4.2 Saran
Saran dari penulis yaitu diharapkan pembaca dapat mengaplikasikan tentang proses
asuhan keperawatan kepada pasien dengan penyakit DIC.
23
DAFTAR PUSTAKA
24