Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

KOAGULOPATI INTRAVASKULER DISEMINATE (DIC)

DISUSUN OLEH :

Ade Indra Mawan (17111024110643)

Aditya Septiadinata (17111024110165)

Ayu Permata Sari (17111024110172)

Devi Rahmalia Safitri (17111024110182)

Intania Ayuningtias (17111024110201)

Machzelina (17111024110263)

Ryska Andarista Ayu Ningtias (17111024110251)

Tri Sundari (17111024110263)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SAMARINDA

2019
KATA PENGANTAR

     Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan

makalah” DIC” ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga

kami berterima kasih pada Bapak Taufik selaku Dosen mata kuliah keperawatan

kritis dan Penggerak Mula yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

      Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di

dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami

harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan

di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa

sarana yang membangun.

      Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang

membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami

sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila

terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan

saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Samarinda, Oktober 2019

Penyusun

4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................... ..............................................................i

DAFTAR ISI ...............................................................................................ii

BAB 1 : PENDAHULUAN .........................................................................1

A. Latar Belakang .........................................................................1

B. Permasalahan .........................................................................3

C. Tujuan ....................................................................................3

BAB 2 : PEMBAHASAN .........................................................................4

A. Definisi.............................................................................................4

B. Etiologi.................................................…………..............................6

C. Klasifikasi ………………………………………………………. ...........7

D. Patofisiologi......................................................................................7

E. Pathway..........................................................................................10

F. Manifestasi Klinis .... ......................................................................12

G. Penatalaksanaan............................................................................13

H. Pemeriksaan diagnostik..................................................................14

I. Komplikasi.......................................................................................15

BAB 3 : ASUHAN KEPERAWATAN........................................................14

A. Pengkajian ..................................................................................14

B. Pemeriksaan Fisik..........................................................................14

C. Diagnosa berdasarkan prioritas......................................................15

D. Intervensi.........................................................................................15

E. Implementasi dan evaluasi..............................................................15


BAB 4 : PENUTUP.....................................................................................16

A. Kesimpulan......................................................................................16

B. Saran................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................17

6
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis

kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait

dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat

trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.( Susanne G. 2002)

Koagulasi intravaskular diseminata atau lebih populer dengan istilah

aslinya, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan diagnosis

kompleks yang melibatkan komponen pembekuan darah akibat penyakit

lain yang mendahuluinya. Keadaan ini menyebabkan perdarahan

secara menyeluruh dengan koagulopati konsumtif yang parah.

Banyak penyakit dengan beraneka penyebab dapat menyebabkan

DIC, namun bisa dipastikan penyakit yang berakhir dengan DIC akan

memiliki prognosis malam. Meski DIC merupakan keadaan yang harus

dihindari, pengenalan tanda dan gejala berikut penatalaksanaannya

menjadi hal mutlak yang tak hanya harus dikuasai oleh hematolog, namun

hampir semua dokter dari berbagai disiplin.( Sean Stitham,.2008)

DIC merupakan kelainan perdarahan yang mengancam nyawa,

terutama disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma

masif, serta sepsis bakterial. Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau

jaringan nekrotik yang akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah.

Endotoksin dari bakteri gram negatif akan mengaktivasi beberapa

langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan memicu

pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan

endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang

berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada mikrovaskular. Fase awal


DIC ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary

fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah

trombosit yang terus menurun menyebabkan perdarahan dan terjadi

efek antihemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien akan mudah

berdarah di mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter,

atau insisi bedah. Akan terjadi akrosianosis, trombosis, dan perubahan pre

gangren pada jari, genital, dan hidung akibat turunnya pasokan darah karena

vasospasme atau mikrotrombin.( Levi M. 2005).

B. Permasalahan

Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya asuhan

keperawatan ini adalah bagaimana seharusnya tindakan asuhan

keperawatan pada kasus Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)?

C. Tujuan

Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah:

1. Tujuan Umum

Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah sistem imun

2. Tujuan Khusus

a. Memperoleh gambaran mengenai Disseminated Intravascular

Coagulation

(DIC)

b. Mahasiswa mampu memahami penyebab Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC)

c. Mahasiswa mampu mengetahui gejala Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC)

8
d. Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien

dengan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)


BAB II

PEMBAHASAN

a. DEFINISI

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah kelainan

trombohemoragik sistemik kompleks yang mempengaruhi penurunan fibrin

intravascular dan konsumsi prokoagulan dan platelet, yang secara klinis

dikarakteristikkan sebagai koagulasi intravascular dan perdarahan (Becker.

J.U, 2011)

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah sindrom

patologis yang didapat, ditandai dengan aktivasi jalur koagulasi yang

memicu keadaan hiperkoagulasi sistemik. Keadaan hiperkoagulabel ini

menyebabkan deposisi fibrin yang mengganggu aliran darah ke organ,

menyebabkan kegagalan organ. Pada saat yang sama, peningkatan

konsumsi trombosit dan faktor koagulasi menghasilkan perdarahan klinis.

DIC sendiri bukanlah penyakit tetapi selalu merupakan komplikasi dari

penyakit yang mendasarinya (Solfstra, 2003).

Disseminated Intravascular Coagulation adalah gangguan dimana

terjadi koagulasi atau fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat terjadi pada

sembarang malignansi, tetapi yang paling umum berkaitan dengan

malignansi hematologi seperti leukemia dan kanker prostat, traktus GI dn

paru-paru. Proses penyakit tertentu yang umumnya tampak pada pasien

kanker dapat juga mencetuskan DIC termasuk sepsis, gagal hepar dan

anfilaksis. ( Brunner & Suddarth, 2002)

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) atau dalam bahasa

Indonesia dikenal dengan Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID)

merupakan suatu sindrom patologiklinis yang menyebabkan berbagai


10
komplikasi. Hal ini ditandai dengan aktivasi sistemik jalur menuju dan

mengatur koagulasi, yang dapat mengakibatkan generasi bekuan fibrin yang

dapat menyebabkan kegagalan organ bersamaan dengan konsumsi

trombosit dan faktor koagulasi yang dapat mengakibatkan klinis perdarahan

(Taylor, 2011)

b. ETIOLOGI

Penyebab DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan akut atau kronis.

DIC pun dapat merupakan akibat dari kelainan tunggal atau multipel.

a) DIC akut:

Infeksi : Bakteri (gram negatif, gram positif, ricketsia), virus (HIV, varicella,

CMV, hepatitis, virus dengue), fungal (histoplasma), parasit (malaria)

1. Keganasan : Hematologi (AML), Metastase (mucin secreting

adenocarcinoma)

2. Trauma berat : aktivasi tromboplastin jaringan.

3. Reaksi Hemolitik, Reaksi transfuse, Gigitan ular, Penyakit hati, Acute

hepatic failure, luka bakar.

b) DIC kronik:

1. Keganasan : rumor solid, lekemi,

2. Obstetri : intrauterin fetal death, abrasio plasenta

3. Hematologi : sindrom mieloproliferatif

4. Vaskular : rematoid artritis, penyakit Raynaud

5. Cardiovascular - infark miokard

6. Inflamasi; ulcerative colitis, penyakit crohn, sarcoidosis

Pada kasus infeksi, sepsis, endotoksin mengaktivasi system koagulasi

merangsang pelepasan sitokin tumor necrosis alpha (TNF -α), interleukin

(IL-1) dan komplemen yang menyebabkan gangguan/ kerusakan endotel.

Pada viremia, mekanisme yang berkaitan dengan DIC adalah reaksi


antigen-antibodi yang mengaktivasi faktor XII, reaksi pelepasan trombosit

atau pengelupasan endotel dengan melibatkan kolagen sub endotel dan

membrana basalis (Levi, 1999).

Pada kasus keganasan terutama tumor padat, keadaan ini disebabkan oleh

penekanan oleh tumor tersebut, factor jaringan dan factor koagulan yang

dilepaskan oleh sel tumor tersebut atau melalui aktivasi sel endotel oleh

sitokin (IL1, vascular endothelial growth factor/VEGF, TNF) (Franchini,

2006).

Pada pasien dengan kasus obstetri seperti solusio plasenta, jaringan atau

enzim dari plasenta dilepaskan ke dalam uterus dan sirkulasi sistemik,

menyebabkan aktivasi sistem koagulasi (Brick, 2002) .

Beberapa penyakit autoimun, penyakit kardiovaskular dapat menyebabkan

DIC derajat ringan (low-grade DIC) atau DIC kompensata. Mekanisme

terjadinya tidak jelas, tetapi mungkin disebabkan oleh syok, hipoksia, dan

asidosis yang mengakibatkan gangguan endotel aktivasi faktor pembekuan

(Brick, 2002).

c. KLASIFIKASI

Terdapat 2 tipe klinis DIC yaitu akut dan kronik.

a. DIC akut

DIC akut berkembang ketika sejumlah besar prokoagulan (faktor jaringan)

memasuki sirkulasi pada jangka waktu yang singkat (beberapa jam hingga

beberapa hari), sangat besar kemampuan tubuh untuk mengisi faktor

koagulasi dan predisposisi pasien terhadap perdarahan. DIC akut terjadi

pada endotoksemia, trauma jaringan luas, wanita hamil dengan komplikasi

pre-eklampsi, atau terlepasnya jaringan plasenta. DIC akut juga terjadi pada

penderita dengan hipotensi atau syok oleh berbagai sebab (misalnya pada

tindakan operasi, stroke luas, atau serangan jantung (Kusuma, 2009).


12
b. DIC kronik

Pada DIC kronik, jumlah dari faktor jaringan yang terlibat lebih kecil,

sehingga stimulasi lebih kurang kuat dari sistem koagulasi dan

memungkinkan tubuh untuk mengkompensasi penggunaan protein

koagulasi dan trombosit. DIC kronik biasanya berkembang secara perlahan

dalam waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan dengan manifestasi

klinik lebih bersifat trombotik.

DIC kronik sring terjadi pada penyakit kanker (sindroma trousseau),

aneurisme aorta, dan penyakit inflamasi kronis. Pada penderita dengan

penyakit kanker, faktor resiko yang penting adalah usia lanjut, laki-laki,

kanker lanjut dan nekrosis pada tumor. Kebanyakan DIC kronik terjadi pada

penederita kanker jenis adenokarsinoma paru, payudara, prostat atau

kolorektal (Green, 2004).

D. PATOFISOLOGI

Koagulasi intravaskular diseminata (disseminated intravascular

coagulation, DIC) adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan

perdarahan dan koagulasi simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal

dari proses koagulasi normal sehingga selanjutnya terbentuk trombi

mikrovaskular yang tersebuar luas dan kehabisan faktor pembekuan.

Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis, trauma

multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai dua

proses koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi

terakselerasi dan tidak terkendali. Pada mulanya, cedera pada jaringan

yang disebabkan oleh penyakit primer (mis, infeksi atau trauma)


mengaktifkan mekanisme yang membebaskan trombin, yang diperlukan

untuk pembentukan fibrin pembekuan, ke dalam sirkulasi. Trombin juga

mengaktifkan proses yang diperlukan untuk perombakan fibrin dan

fibrinogen sehingga terbentuk fibrin dan prduk degradasi fibrinogen

(fibrinogen degradation products, FDP). FDP dalam sirkulasi bekerja sebagai

antikoagulan. DIC ditandai dengan tiga gejala utama berikut : (1) perdarahan

umum ; (2) iskemia yang disebabkan oleh trombi, perubahan

hemodinamik, dan kekacauan metablik, yang turut berperan terhadap

terjadinya gagal multiorgan, dan (3) anemia. Prognosi bergantung pada

berbagai faktor yang mencakup beratnya kondisi primer dan sekunder.

( Farid 2007 )

14
E. PATHWAY

16
d. Sistem respirasi

1) Pada keadaan DIC berat dapat mengakibatkan

gagal nafas yang dapat menyebabkan kematian

e. Sistem Gastrointestinal

1) Hematemesis

2) Hematochezia

f. Sistem Genitourinaria

1) Hematuria

2) Oliguria

3) Metrorhagia

4) Perdarahan uterus

g. Sistem dermatologi

1) Petechiae

2) Jaundice (akibat disfungsi hati atau hemolysis)

3) Purpura

4) Bulae hemoragik

5) Akralsianosis

6) Nekrosis kulit pada ekstremitas bawah

7) Infark lokal atau gangrene

8) Hematoma dan mudah terjadinya perdarahan

pada tempat luka

9) Trombosis

18
G. Penatalaksanaan

Penyebab dan manifestasi klinis KID yang amat heterogen

membuat pendekatan terapi KID menjadi sulit. Tata laksana KID

adalah terapi kondisi yang mendasarinya, terapi pengganti dan

suportif, serta kontrol mekanisme yang mendasarinya (Franchini M.

et al, 2006).

Penatalaksanaan KID yang utama adalah mengobati

penyakit yang mendasari terjadinya KID. Jika hal ini tidak dilakukan,

pengobatan terhadap KID tidak akan berhasil. Kemudian

pengobatan lainnya yang bersifat suportif dapat diberikan.

a. Antikoagulan

Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan

menghentikan proses pembekuan, baik yang disebabkan

oleh infeksi maupun oleh penyebab lain. Meski

pemberian heparin juga banyak diperdebatkan akan

menimbulkan perdarahan, namun dalam penelitian klinik

pada pasien KID, heparin tidak menunjukkan komplikasi

perdarahan yang signifikan.

Dosis heparin yang diberikan adalah 300-500 u/jam

dalam infus kontinu.

Indikasi :

1) Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat


2) Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah

diatasi

3) Terdapat tanda-tanda thrombosis dalam

mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati, sindroma gagal

nafas.

Dosis :

100 iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam

(750-1250 iu/jam) kontinu, dosis selanjutnya

disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali kontrol.

Low molecular weight heparin dapat menggantikan

unfractionated heparin.

b. Plasma dan Trombosit

Pemberian baik plasma maupun trombosit harus

bersifat selektif. Trombosit diberikan hanya kepada

pasien KID dengan perdarahan atau pada prosedur

invasive dengan kecenderungan perdarahan. Pemberian

plasma juga patut dipertimbangkan, karena di dalam

plasma hanya berisi faktor-faktor pembekuan tertentu

saja, sementara pada pasien KID terjadi gangguan

seluruh faktor pembekuan.

c. Penghambat pembekuan (AT III)

Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID,

meski biaya pengobatan ini cukup mahal.

20
Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT

III<70%

Dosis :

1) Dosis awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap

8 jam dengan infus kontinu selama 3-5 hari.

2) Rumus :

a) 1 iu x BB (kg) x ∆ AT III, dengan target AT III >

120%

b) ∆ AT III x 0,6 x BB (kg), dengan target AT III >

125%

d. Obat-obat antifibrinolitik

Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan

perdarahan, tetapi pada pasien KID pemberian

antifibrinolitik tidak dianjurkan. Karena obat ini akan

menghambat proses fibrinolysis sehingga fibrin yang

terbentuk akan semakin bertambah, akibatnya KID yang

terjadi akan semakin berat.

Pada pasien dengan perdarahan berat, terapi

antifibrinolitik dapat dipertimbangkan, terutama pada

kasus APL dan beberapa kasus KID pada kanker prostat.

Pada kasus yang lain, belum terdapat bukti yang dapat

mendukung pemberian antifibrinolitik (Levi M, 2007).


Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk DIC selain

mengobati penyakit mendasarinya, misalnya jika karena

infeksi, maka bom antibiotik diperlukan untuk fase akut,

sedangkan jika karena komplikasi obstetrik, maka janin

harus dilahirkan secepatnya.

Transfusi trombosit dan komponen plasma hanya

diberikan jika keadaan pasien sudah sangat buruk

dengan trombositopenia berat dengan perdarahan masif,

memerlukan tindakan invasif, atau memiliki risiko

komplikasi perdarahan. Terbatasnya syarat transfusi ini

berdasarkan pemikiran bahwa menambahkan komponen

darah relatif mirip menyiram bensin dalam api kebakaran,

namun pendapat ini tidak terlalu kuat, mengingat akan

terjadinya hiperfibrinolisis jika koagulasi sudah maksimal.

Sesudah keadaan ini merupakan masa yang tepat untuk

memberi trombosit dan komponen plasma, untuk

memperbaiki kondisi perdarahan.

Satu-satunya terapi medikamentosa yang dipakai

ialah pemberian antitrombosis, yakni heparin. Obat kuno

ini tetap diberikan untuk meningkatkan aktivitas

antitrombin III dan mencegah konversi fibrinogen menjadi

fibrin. Obat ini tidak bisa melisis endapan koagulasi,

namun hanya bisa mencegah terjadinya trombogenesis

22
lebih lanjut. Heparin juga mampu mencegah reakumulasi

clot setelah terjadi fibrinolisis spontan. Dengan dosis

dewasa normal heparin drip 4-5 U/kg/jam IV infus

kontinu, pemberian heparin harus dipantau minimal

setiap empat jam dengan dosis yang disesuaikan. Bolus

heparin 80 U tidak terlalu sering dipakai dan tidak

menjadi saran khusus pada jurnal-jurnal hematologi.

Namun pada keadaan akut pemberian bolus dapat

menjadi pilihan yang bijak dan rasional. Apalagi ancaman

DIC cukup serius, yakni menyebabkan kematian hingga

dua kali lipat dari risiko penyakit tersebut tanpa DIC.

Semakin parah kondisi DIC, semakin besar pula risiko

kematian yang harus dihadapi.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

DIC sering dapat dilakukan dengan kombinasi test berikut:

1. Jumlah trombosit

2. Appt dan PT (prothrombin time)

3. Faktor koagulasi dan inhibitor

4. (misalnya, anti ihrombin dan protein C)

5. D-dimer test atau FDP ( fibrin degradation product)


I. KOMPLIKASI

1. acute respiratory distress syndrome (ARDS)

2. penurunan fungsi ginjal

3. gangguan susunan saraf pusat

4. gangguan hati

5. ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan

6. peningkatan enzyme jantung : ischemia,aritmia

7. purpura fulminant

8. insufisiensi adrenal

9. kematian lebih dari 50%

24
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A.Pengkajian

1. Adanya faktor-faktor predisposisi:

a) Septicemia (penyebab paling utama)

b) Komplikasi obstetric

c) SPSD (sibdrom distress pernafasaan dewasa )

d) Luka bakar berat dan luas

e) Neoplasia

f) Gigitan ular

g) Penyakit Hepar

h) Trauma

B. Pemeriksaan Fisik
Data dasar dan data focus yang dapat ditemukan meliputi

pendarahan abnormal pada semua system dan prosedur invasive,

antara lain :

1. Kulit dan membrane mukosa perembesan difusi darah atau

plasma, ptekiae, purpura yang teraba, bula hemoragi, hemoragi

subkutan, hematoma, luka bakar karena plester, sianosis akral.

2. Sistem GI mual, muntah, uji guaiak positif pada emesis / aspirasi

nasogastrik dan feses, nyeri hebat pada abdomen, peningkatan

lingkar abdomen.

3. Sistem urinaria hematuria, oliguria

4. Sistem pernafasan  dispnea, takipnea, sputum mengandung

darah

5. Sistem kardiovaskular  hipotensi meningkat, hipotensi postural,

frekuensi jantung meningkat, nadi perifer tak teraba

6. Sistem syaraf perifer  perubahan tingkat kesadaran, gelisah,

ketidakstabilan vasomotor

7. Sistem musculoskeletal  nyeri otot, sendi dan punggung

8. Pendarahan sampai hemoragi  insisi operasi, uterus postpartum,

fundus mata

9. Prosedur invasive  suntikan, iv, kateter arterial dan selang

nasogastrik atau dada, dan lain-lain

26
C. DIAGNOSA BERDASARKAN PRIORITAS

1. Nyeri akut

2. Ansietas

3. Resiko kerusakan integritas kulit

D. INTERVENSI

No Diagnosa tujuan intervensi

keperawat

an

1. Nyeri Setelah dilakukan M

a
Kontrol nyeri
n
kriteria hasil:
a

- Mengenali j

kapan nyeri e

terjadi 5 m

- Mengegamba e

rkan faktor n

penyebab 5

- Menggunaka n

n tindakan y

e
pencegahan r

5 i

1.1 lakukan pengkajian nyeri

1.2 observasi adanya petunjuk

nonverbal mengenai
Ket:
ketidaknyamanan terutama
 Tidak pernah
pada mereka yang tidak
menunjukan
dapat berkomunikasi secara
1
efektif
 Jarang
1.3 gunakan strategi komunikasi
menunjukan
terapeutik untuk menegtahui
2
pengalaman nyeri dan
 Kadang – sampaikan penerimaan
kadang pasien terhadap nyeri.
menunjukan

 Sedang

menujukan 4

 Secara

konsisten

menujukan 5
2. Ansietas Setelah dilakukan Pengurangan kecemasan

Tingkat 2.1 jelaskan semua prosedur

28
kecemasan termasuk sensai yang akan

dirasakandan yang mungkin


Indikator:
akan dialmi klien selama
 tidak dapat
prosedur.
beristrahat 5
2.2 berikan informasi faktual
 perasaan
tekait diagnosis, keperawatan
gelisah 5
dan prognosis
 otot tegang 5

 peningkatan

tekanan

darah 5

 peningkatan

prekuensi

nadi 5

 peningkatan

perkuensi

pernapasan 5

Ket:

1 = berat

2 = cukup berat

3 = sedang

4 = ringan

5 = tidak ada
3. Ririko Setelah dilakukan Pelindungan infeksi

gangguan
Integritas 3.1 Monitor tanda dan gejala
intergritas
jaringan:kulit & infeksi sistemik dan lokal
kulit
membran mukosa 3.2 Monitor kerentanan terhadap

infeksi
Indikator:

 Perfusi

jaringan 5

 Integritas kulit

ket :

1 = sangat

teganggu

2 = banyak

terganggu

3 = cukup

terganggu

4 = sedikit

terganggu

5 = tidak

terganggu

30
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

No. Tanggal Implementasi Evaluasi

Diagnosi

s Kep.

1.1 Melakukan pengkajian nyeri

1.2 Mengobservasi adanya

petunjuk nonverbal

mengenai ketidaknyamanan

Nyeri terutama pada mereka yang

tidak dapat berkomunikasi

secara efektif

1.3 Menggunakan strategi

komunikasi terapeutik untuk

menegtahui pengalaman

nyeri dan sampaikan

penerimaan pasien terhadap

nyeri.

Ansietas 2.1 Menjelaskan semua


prosedur termasuk sensai yang

akan dirasakandan yang

mungkin akan dialmi klien

selama prosedur.

2.2 Memberikan informasi

faktual tekait diagnosis,

keperawatan dan prognosis

Risiko 3.1 Memonitor tanda dan gejala

gangguan infeksi sistemik dan lokal

integritas
3.2 Memonitor kerentanan
kulit
terhadap infeksi

32
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

DIC adalah suatu sindrom ditandai dengan adanya perdarahan

atau kelainan pembekuan darah sehingga terjadi gangguan aliran

darah yang menyebabkan kerusakan pada berbagai organ.

Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan salah satunya

adalah resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan

berhubungan dengan hemoragi sekunder. Dari diagnose tersebut,

intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah memantau

hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital, dan perubahan sisi

baru dan potensial.

B. Saran

Setelah membaca makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat

mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan DIC

dengan tepat sehingga dapat mencegah terjadinya

kegawatdaruratan dan komplikasi yang tidak diinginkan.


DAFTAR PUSTAKA

Anthony F. Jerant, A Randomized Trial of Telenursing to Reduce

Hospitalization for Heart Failure: Patient-Centered Outcomes and Nursing

Indicators, dalam

http://www.haworthpress.com/store/toc/J027v22n01_TOC.pdf?

sid=F92MP1MXXT1X8JN4VF 1BXJ22VPX12U5&, diperoleh tanggal 15

Maret 2008

Carpenito.  (1985).  Nursing diagnosis application to clinical

practice. J.B.  Lippincott Co.,. Philadephia .

Hariyati, S. T. (1999). Hubungan antara pengetahuan aspek hukum

dari perawat dan karakteristik perawat terhadap kualitas dokmentasi

keperawatan di RS.Bhakti Yudha, Tidak dipublikasikan

34
http://www.fik.ui.ac.id/pkko/files/UJIAN%20SIM%202%20ON

%20LINE.doc. Perawat dan Teknologi Informasi, diakses dari tanggal 12

Maret 2008

Jasun, (2006),  Aplikasi Proses Keperawatan Dengan Pendekatan

Nanda NOC dan NIC Dalam Sistem Informasi Manajemen Keperawatan

Di Banyumas

Taylor, F., et al., Towards definition, clinical and laboratory criteria,

and a scoring system for disseminated intravascular coagulation.

THROMBOSIS AND HAEMOSTASIS-STUTTGART-, 2001. 86(5): p.

1327-1330.

Kusuma, B. and T.K. Schulz, Acute Disseminated Intravascular

Coagulation. Hospital Physician, 2009. 45: p. 35-40.

Green, D. and C.A. Ludlam, Fast Facts: Bleeding Disorders2004:

Health Press.

Levi, M. and H. Ten Cate, Disseminated intravascular coagulation.

New England Journal of Medicine, 1999. 341(8): p. 586-592.


Franchini, M., G. Lippi, and F. Manzato, Recent acquisitions in the

pathophysiology, diagnosis and treatment of disseminated intravascular

coagulation. Thromb J, 2006. 4(4): p. 1-9.

Bick, R.L., Disseminated intravascular coagulation: a review of

etiology, pathophysiology, diagnosis, and management: guidelines for

care. Clinical and applied thrombosis/hemostasis: official journal of the

International Academy of Clinical and Applied Thrombosis/Hemostasis,

2002. 8(1): p. 1-31.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,

alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made

karyasa, EGC, Jakarta.

Becker, Joseph.U, 2011. Disseminated Intravascular Coagulation In

Emergency

Medicine. http://www.emedicine.medscape.com/article/779097-overview.

Tanggal 5 Desember 2011

Solfstra S, Spek C, Ten Cate H. Disseminated intravascular

coagulation. The Hematology Journal.2003;4:295-302.

Kurniawan, A. (2015). Koagulasi Intravaskuler Diseminata pada

Kanker. Indonesian Journal of Cancer, 9, (3), 119-125

36
Franchini M, Lippi G, Manzato F. (2006). Recent acquisitions in the

pathophysiology, diagnosis, and treatment of disseminated intravascular

coagulation. Thrombosis Journal, 4, (4), 1-9

Mannucci PM, Levi M. (2007). Prevention and treatment of major

blood loss. N Engl J Med, 356:2301-11

Anda mungkin juga menyukai