Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN Tn.P.I DENGAN DIAGNOSA


“GLOMERULONEFRITIS”

DISUSUN OLEH :

NIKITA WENDY RORIMPANDEY

711440117067

Tingkat III/B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO


PRODI D-III / JURUSAN KEPERAWATAN
2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN

GLOMERULONEFRITIS

A. Definisi

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa (Buku Ajar Nefrologi
Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah
untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus,
bukan pada struktur ginjal yang lain.

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.Peradangan dimulai


dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun
lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami
kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh
Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit
dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk
glomerulonefritis.

Glomerulonefritis juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS)


adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi
kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini
sering mengenai anak-anak.

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri
atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptococcus.Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan
berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang
disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis.Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis
akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi,
patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.

B. Patofisiologi

Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.Diduga terdapat


suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur
membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam
darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis
terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi

2
mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan
trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak
endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).Sebagai respon terhadap lesi yang
terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya
sel-sel epitel.Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein
dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal,
mengakibatkan proteinuria dan hematuria.Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi
inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai
bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada
pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi
PMN.

Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator


utama pada cedera.Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat
tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus
sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel.Baik antigen
atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan
komponen glomerulus.Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun,
ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium,
subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola
nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta
komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam
endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang
dapat diidentifikasi.

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit.
Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan
mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara
sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika
kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa
glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel.Pada kasus
penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi
menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal
dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk
pada sisi epitel.

3
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun
dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari
kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil
cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang
dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak
sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes
juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen
bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi
spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus
terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada
glomerulonefritis akut post steroptokokus.

Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan
hipotesis sebagai berikut :

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis


glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis
ginjal.

C. Klasifikasi

 Glomerulonefritis Primer

1. Glomerulonefritis membranoproliferasif

Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak
spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30%
pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya
menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab,
sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga
penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.

4
2. Glomerulonefritis membranosa

Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah


pengobatan dengan obat tertentu.Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada
hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik.Glomerulopati membranosa jarang dijumpai
pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik.Umur rata-rata
pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan
awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun.Tidak ada perbedaan jenis kelamin.
Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai
lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan
hipertensi 30%.

 Glomerulonefritis Sekunder

Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis


pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta
hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia
sekolah. Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata,
kadang-kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.

D. Etiologi

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta
hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60
menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala
klinis.Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.

Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan
bahwa :

1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.


2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A.
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab
glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari
streptokokus, penyebab lain diantaranya:

5
1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,
Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella
typhi dll
2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis
epidemika dl
3. Parasit : malaria dan toksoplasma

 Streptokokus

Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk
pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya.Merupakan golongan bakteri yang
heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh
Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes S.
pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:

1. Sterptolisin O

Adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi
(mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen.Sterptolisin O
bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong
cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O
bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah
infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini 
menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif
untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap
abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya
kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.

2. Sterptolisin S

Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh
pada permukaan lempeng agar darah.Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat
dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan
dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.

6
E. Gejala Klinis

Gambaran klinis dapat bermacam-macam.Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang


anak datang dengan gejala berat.Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus
mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang
telah dikemukakan sebelumnya.Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi
Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh
tubuh.Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung.Edema
yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang
mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi
edema dan azotemia.Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan
natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun
edema paling nyata dibagian anggota GFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma
ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin
berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga
berperan pada retensi air dan natrium.Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah
terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh
ketika menjelang siang.Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan
glomerulus, apakah disertai dengan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan
pembatasan garam.

Gambar 0- 1 Proses terjadinya Proteinuria dan Hematuria

Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama,
kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat
kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa
minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu
badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-

7
kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang
mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,
konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.

Gejala klinis yang sering terjadi :

1. Riwayat infeksi pada tenggorokan atau kulit sebelumnya. Pada beberapa kasus,
penderita sering tidak menyadari atau adanya infeksi pada tenggorokan atau kulit
sebelumnya.
2. Terdapat darah pada urin. Darah pada urin dapat bersifat makroskopik dan
mikroskopik. Pada makroskopik dapat langsung terlihat dengan mata telanjang, di mana
urin berwarna merah hingga kecoklatan sedangkan pada mikroskopik tidak dapat dilihat
langsung dengan mata telanjang dan urin tampak normal sehingga membutuhkan  bantuan
mikroskop. Pada beberapa kasus dapat hingga menyebabkan anemia atau kekurangan sel
darah merah.
3. Terdapat protein pada urin sehingga urin dapat tampak keruh dan berbusa. Karena
protein keluar melalui urin maka kadar protein di dalam darah menjadi rendah.
4. Bengkak pada tubuh. Umumnya paling sering terlihat pada daerah kelopak mata
lalu ke wajah dan seluruh tubuh. Bengkak pada tubuh dapat hilang timbul sehingga sering
kali tidak disadari oleh penderita . Misalnya pada pagi hari terjadi bengkak di kelopak
mata, siangnya bengkak hilang dan sorenya ditemukan pada kaki karena penderita sering
berdiri. Karena bengkak sering ditemukan pada kelopak mata, seringkali penderita
mengira matanya mengalami kelainan.
5. Tekanan darah meningkat.
6. Buang air kecil yang jarang dan sedikit.
7. Gejala lain seperti demam, mual, muntah, lemas, malas makan, dan pucat dapat
juga ditemukan pada penderita.

F. Gambaran Laboratorium

Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik


ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik,
leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan
lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal
ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang
tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik

8
total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam
minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin
menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif
komplomen.

Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit.Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba.Beberapa uji serologis
terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara
lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim
cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen
sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan
GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi
sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila
semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi
sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau
antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer
antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara
seri.Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.

G. Komplikasi

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang
terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di
perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh
darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.

9
H. Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di


glomerulus.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan
terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai
timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang
anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat
kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB
dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan
rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan
makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa
untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan
gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak
0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka
selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium
sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung
dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat
dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan
dan adakalanya menolong juga.

10
I. Pathway

Infeksi/Penyakit

(Streptococus þ hemoliticus group A)

Masuk melalui peredaran darah


kapiler sampai ke ginjal

Reaksi antigen-antibodi ginjal

Polifersi sel dan kerusakan glomerulus GFR Menurun

Kebocoran kapiler glomerulus


Retensi Na + Ntrium

Kelelahan
Anemia Hematuria Edema
(fatique)

Gangguan Eliminasi Urin Hipervolemia

Intoleransi Aktivitas
Proteinuria

Diet rendah Hipoalbuminemia


protein

Difusi cairan ke
ekstra sel

Retensi cairan di
Defisit Nutrisi rongga perut

Mual-muntah Menekan isi


Anoreksia
perut

11
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PADA KLIEN GLOMERULONEFRITIS

A. Pengkajian

1. Genitourinaria :

 Urine keruh

 Proteinuria

 Penurunan urine output

 Hematuri

1. Kardiovaskuler :

 Hipertensi

2. Neurologis :

 Letargi

 Iritabilitas

 Kejang

3. Gastrointestinal

 Anorexia

 Vomitus

 Diare

4. Hematologi :

 Anemia

 Azotemia

 Hiperkalemia

5. Integumen

 Pucat

 Edema

12
B. Diagnosis Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan retensi air dan


hipernatremia.
2. Hipervolemi berhubungan dengan oliguri.
3. Deficit nutrisi berhubungan dengan anorexia.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue.
5. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi dan edema.

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis Tujuan & KH Intervensi Rasional

13
1. Gangguan perfusi Klien akan 1. Monitor dan 1. Untuk mendeteksi
jaringan menunjukkan catat tekanan gejala dini
berhubungan perfusi jaringan darah setiap 1-2 perubahan
dengan retensi air serebral normal jam/hari selama tekanan darah dan
dan ditandai dengan fase akut. menentukan
hipernatremia. tekanan darah 2. Jaga kebersihan intervensi
dalam batas normal, jalan napas, selanjutnya.
penurunan retensi siapkan suction. 2. Serangan dapat
air, tidak ada tanda- 3. Atur pemberian terjadi karena
tanda anti hipertensi, kurangnya perfusi
hipernatremia. monitor reaksi oksigen ke otak.
klien. 3. Anti hipertensi
4. Monitor status dapat diberikan
volume cairan karena tidak
setiap 1-2 jam, terkontrolnya
monitor urine hipertensi yang
output (N: 1-2 dapat
ml/kgBB/jam. menyebabkan
5. Kaji status kerusakan ginjal.
neorologis 4. Monitor sangat
(tingkat perlu karena
kesadaran, perluasan volume
refleks, respon cairan dapat
pupil) setiap 8 menyebabkan
jam. tekanan darah
6. Atur pemberian meningkat.
diuretic: 5. Untuk mendeteksi
Esidriks, lasix secara dini
sesuai order. perubahan yang
terjadi pada status
neurologis,
memudahkan
intervensi
selanjutnya.
14
6. Diuretic dapat
meningkatkan
ekskresi cairan.
2. Peningkatan Klien dapat 1. Timbang berat 1. Peningkatan berat
volume cairan mempertahankan badan tiap hari, badan merupakan
berhubungan volume cairan monitor output indikasi adanya
dengan oliguri. dalam batas normal urine tiap 4 jam. retensi cairan,
ditandai dengan 2. Kaji adanya penurunan output
urine output 1-2 edema, ukur urine merupakan
ml/kgBB/jam. lingkar perut indikasi
setiap 8 jam, munculnya gagal
dan untuk anak ginjal.
laki-laki cek 2. Peningkatan
adanya lingkar perut dan
pembengkakan pembengkakan
pada skrotum. pada skrotum
3. Monitor reaksi merupakan
klien terhadap indikasi adanya
terapi diuretic, ascites.
terutama bila 3. Diuretic dapat
menggunakan menyebabkan
tiazid/furosemid hipokalemia, yang
e. membutuhkan
4. Monitor dan penanganan
catat intake pemberian
cairan. potassium.
5. Kaji warna, 4. Klien mungkin
konsentrasi dan membutuhkan
berat jenis pembatasan
urine. pemasukan cairan
6. Monitor hasil dan penurunan
tes laju filtrasi
laboratorium. glomerulus, dan
juga

15
membutuhkan
pembatasan intake
sodium.
5. Urine yang keruh
merupakan
indikasi adanya
peningkatan
protein sebagai
indikasi adanya
penurunan perfusi
ginjal.
6. Peningkatan
nitrogen, ureum
dalam darah, dan
kadar kreatinin
merupakan
indikasi adanya
gangguan fungsi
ginjal.
3. Perubahan status Klien akan 1. Sediakan makan 1. Diet tinggi
nutrisi (kurang menunjukkan dan karbohidrat karbohidrat
dari kebutuhan peningkatan intake yang tinggi. biasanya lebih
tubuh) ditandai dengan 2. Sajikan makan cocok dan
berhubungan porsi akan sedikit-sedikit menyediakan
dengan anorexia. dihabiskan minimal tapi sering, kalori esensial.
80%. termasuk 2. Menyajikan
makanan makan sedikit-
kesukaan klien. sedikit tapi sering,
3. Batasi masukan memberikan
sodium dan kesempatan bagi
protein sesuai klien untuk
order. menikmati
makanannya,
dengan

16
menyajikan
makanan
kesukaannya
dapat
meningkatkan
nafsu makan.
3. Sodium dapat
menyebabkan
retensi cairan,
pada beberapa
kasus ginjal tidak
dapat
memetabolisme
protein, sehingga
perlu untuk
membatasi
pemasukan
cairan.
4. Intoleransi Klien akan 1. Buat jadwal 1. Dengan periode
aktivitas menunjukkan atau periode istirahat yang
berhubungan adanya peningkatan istirahat setelah terjadwal
dengan fatigue. aktivitas ditandai aktivitas. menyediakan
dengan adanya 2. Sediakan atau energi untuk
kemampuan untuk ciptakan menurunkan
aktivitas atau lingkungan produksi dari sisa
meningkatnya yang tenang, metabolisme yang
waktu beraktivitas. aktivitas yang dapat
menantang meningkatkan
sesuai dengan stres pada ginjal.
perkembangan 2. Jenis aktivitas
klien. tersebut akan
3. Buat rencana menghemat
atau tingkatan penggunaan
dalam energi dan

17
keperawatan mencegah
klien agar tidak kebosanan.
dilakukan pada 3. Tingkatan dalam
saat klien perawatan/pengel
sementara ompokan dapat
dalam keadaan membantu klien
istirahat pada dalam memenuhi
malam hari. kebutuhan
tidurnya.
5. Risiko kerusakan Klien dapat 1. Sediakan kasur 1. Menurunkan
integritas kulit mempertahankan busa pada risiko terjadinya
berhubungan integritas kulit tempat tidur kerusakan kulit.
dengan ditandai dengan klien. 2. Dapat mengurangi
immobilisasi dan kulit tidak pucat, 2. Bantu merubah tekanan dan
edema. tidak ada posisi klien tiap memperbaiki
kemerahan, tidak 2 jam. sirkulasi,
ada edema dan 3. Mandikan klien penurunan risiko
keretakan pada tiap hari dengan terjadinya
kulit/bersisik. sabun yang kerusakan kulit.
mengandung 3. Deodorant/sabun
pelembab. berparfum dapat
4. Dukung/beri menyebabkan
sokongan dan kulit kering,
elevasikan menyebabkan
ekstremitas kerusakan kulit.
yang mengalami 4. Meningkatkan
edema. sirkulasi balik
5. Jika klien laki- dari pembuluh
laki, skrotum darah vena untuk
dibalut. mengurangi
pembengkakan.
5. Untuk
mengurangi

18
kerusakan kulit.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS
GLOMERULONEFRITIS

A. Pengkajian
a. Identitas klien
1. Nama : Tn.P.I
2. Jenis Kelamin : Laki laki
3. Usia : 47 tahun
4. Alamat : Manado
5. Agama : Kristen
6. Pekerjaan : Swasta

b. Status Kesehatan
1. Keluhan Utama: Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan kencing darah
2. Riwayat Kesehatan Sekarang: pasien mengalami kencing darah sejak 30 menit sebelum
MRS, pasien mengalami kencing darah disertai menggigil, mual dan muntah, anoreksia
dan sakit kepala. Pasien tampak edema pada wajah dan periorbital
3. Riwayat Kesehatan Dahulu: Pasien menderita penyakit hipertensi sejak 8 tahun yang
lalu. Pasien tidak mengalami infeksi di saluran cerna, kulit dan telinga sebelumnya
4. Riwayat Penyakit Keluarga: Pasien mengatakan ibunya meninggal karena penyakit
hipertensi.

c. Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola Persepsi terhadap Kesehatan dan Penyakit
Pada saat pasien mengalami hematuri pasien langsung mengambil tindakan untuk
memeriksakan dirinya ke RS
2. Pola Nutrisi – Metabolisme
Pasien mengatakan suka mengonsumsi ikan asin. Pasien mengatakan merasa mual dan
muntah sehingga mengalami anoreksia. TB : 170cm BB : 80kg, IMT = 27,68 Kg/m2
3. Pola Eliminasi
Pasien mengatakan saat buang air kecil berwarna merah pekat

19
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien mengatakan merasa kelelahan. Pasien mengalami keterbatasan dalam perawatan
diri seperti mandi, toileting, berpakaian, bergerak di tempat tidur dan berpindah.

Kemampuan dalam perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan/minum 
Mandi 
Toileting 

Berpakaian 
Mobilitas ditempat tidur 
Berpindah 
Ambulasi/ROM 
Keterangan : 0 : mandiri, 1 : dengan alat, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain
dan alat, 4 : tergantung total
5. Pola Istirahat dan Tidur

Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan atau masalah saat tidur

6. Pola Kognitif – Perseptual


Tingkat kesadaran pasien baik, pasien merasakan sensasi nyeri pada bagian kepala
dengan intensitas ringan. Suhu tubuh pasien 37,8⁰C.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pasien tidak mengalami gangguan konsep diri.
8. Pola Peran – Hubungan
Pasien mampu berorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat dengan baik.Hubungan
pasien dengan keluarga, tenaga medis dan orang disekitarnya terjalin dengan baik.
9. Pola Seksual – Reproduksi
Pasien tidak mengalami gangguan seksual/reproduksi.
10. Pola Koping –Toleransi Stress
Keluarga selalu mendukung dan menjaga pasien agar cepat sembuh.
11. Pola Nilai – Keyakinan
Pasien meyakini bahwa penyakitnya adalah takdir dan kehendak Tuhan.Pasien masih
bisa menjalankan ibadahnya sesuai dengan keyakinannya.

d. Pemeriksaan Fisik

20
1. Keadaan Umum: Lemah dan lemas.
2. Kesadaran: Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran dan tingkat kesadaran
kompos mentis.
3. Tanda-tanda vital
Tekanan darah: 140/90 mmHg, Nadi: 84x/m,Suhu badan: 37,8⁰C, dan Respirasi: 20x/m.
4. Kepala
Tidak ada kelainan pada bagian kepala.
5. Wajah
Terdapat udema pada bagian wajah
6. Mata
Terdapat pembengkakan di daerah atau sekitar mata, sclera tidak ikterik tidak kuning,
konjungtiva anemis, gerakan bola mata normal
7. Hidung dan Sinus
Tidak ada kelainan. Hidung tampak simetris dan tidak adanya nyeri tekan.
8. Leher
Pada kelenjar tiroid tidak mengalami pembengkakan.
9. Dada
Bentuk dada simetris.
10. Abdomen
Tidak ada pembengkakan di abdomen.
11. Genetalia dan Anus
Tidak ditemukan kelainan pada organ genetalia dan anus.
12. Ekstremitas
Pada ekstremitas tidak terdapat kelainan/normal.

e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalisis: Protein Urin: 90mg/dL
b. Pemeriksaan Darah: WBC: 11.200mcL

B. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan


21
a. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah Keperawatan


1 DS: Hipervolemia Hipervolemia berhubungan

Pasien mengatakan saat dengan gangguan

buang air kecil urine mekanisme regulasi cairan


Edema
berwarna merah pekat tubuh

Retensi Na + Natrium

DO:
GFR menurun
Tampak adanya udem
pada wajah dan
Polifersi sel dan
periorbital
kerusukan glomerulus
IMT : 27,68

Reaksi antigen-antibodi
ginjal

Masuk melalui
peredaran darah kapiler
sampai ke ginjal

Streptpcocus b
hemoliticus group

Infeksi/penyakit

2 DS: Gangguan Eliminasi Gangguan eliminasi urin

Pasien mengatakan saat Urin berhubungan dengan

buang air kecil urine kebocoran kapiler

berwarna merah pekat glomerolus


Hematuria

22
DO : Kebocoran kapiler

Protein urine : glomelurus


90mg/dL

Polifersi sel dan


kerusakan glomerulus

Reaksi antigen-antibodi
ginjal

Masuk melalui
peredaran darah kapiler
sampai ke ginjal

Streptococcus b
hemoliticus group

Infeksi/penyakit
3 DS : Defisit nutrisi Defisit nutrisi berhubungan

Pasien mengatakan dengan kurangnya asupan

merasa mual, muntah makanan


Anoreksia
dan anoreksia

Mual –
DO:

Tampak pasien muntah


Menekan isi perut

Retensi cairan di
rongga perut

Difusi cairan ke ekstra

23
sel

Hipoalbuminemia

Proteinuri

Kebocoran kapiler
glomerulus

Polifersi sel dan


kerusakan glomerulus

Reaksi antigen-antibodi
ginjal

Masuk melalui
peredaran darah kapiler
sampai ke ginjal

Streptococus b
hemoliticus group

Infeksi/Penyakit

DS: Intoleransi aktivitas Intoleransi aktivitas

4 Pasien mengatakan berhubungan dengan

merasa kelelahan. kelemahan

Pasien mengalami
Kelelahan (fatigue)
keterbatasan dalam
perawatan diri
Anemia
seperti mandi,
24
toileting,
berpakaian, bergerak
di tempat tidur dan
Hematuria
berpindah.

DO: - Pasien tampak


lemah dan aktivitas di
bantu
Kebocoran kapiler
glomerulus

Polifersi sel dan


kerusakan glomerulus

Reaksi antigen-antibodi
ginjal

Masuk melalui
peredaran darah kapiler
sampai ke ginjal

Streptococus b
hemoliticus group

Infeksi/Penyakit

C. Diagnose keperawatan

25
1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi cairan
tubuh di tandai dengan
DS : Pasien mengatakan saat buang air kecil urine berwarna merah pekat.

DO: Tampak adanya udem pada wajah dan periorbital, IMT : 27,68

2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan kebocoran kapiler glomerolus


di tandai dengan
DS: Pasien mengatakan saat buang air kecil urine berwarna merah pekat

DO : Protein urine : 90mg/dL

3. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan ditandai


dengan
DS : Pasien mengatakan merasa mual, muntah dan anoreksia
DO: Tampak pasien muntah
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan di tandai dengan
DS: Pasien mengatakan merasa kelelahan. Pasien mengalami keterbatasan dalam
perawatan diri seperti mandi, toileting, berpakaian, bergerak di tempat tidur dan
berpindah.

DO: Pasien tampak lemah dan aktivitas di bantu

D. Intervensi keperawatan

No Diagnose keperawatan Luaran Intervensi


1. Hipervolemia berhubungan Setelah dilakukan 1 .Manajemen hipervolemia :
dengan gangguan mekanisme intervensi Observasi
regulasi cairan tubuh di tandai keperawatan selama
- Periksa tanda dan gejala
dengan … maka
hipervolemia (mis. Ortopnea, dispnea,
DS : Pasien mengatakan saat keseimbangan cairan
edema, JVP/CVP meningkat, reflex
buang air kecil urine berwarna meningkat dengan KH
hepatojugular positif, suara nafas
merah pekat. :
tambahan)
DO: 1. Edema
- Identifikasi penyebab hipervolemia
menurun
Tampak adanya udem pada - Monitor status hemodinamik (mis.
wajah dan periorbital, IMT : Frekuensi jantung, tekanan darah,
27,68 MAP, CVP, PAP, PCWP, CO,CI),

26
jika tersedia

- Monitor intake dan output cairan

- Monitor tanda hemokonsentrasi (mis.


Kadar natrium, BUN, hematokrit,
berat jenis urin)

- Monitor tanda peningkatan tekanan


onkotik plasma (mis. Kadar protein
dan albumin meningkat)

- Monitor kecepatan infuse secara


ketat

- Monitor efek samping diuretic (mis.


Hipotensi ortostatik, hipovolemia,
hipokalemia, hiponatremia)

Terapeutik

- Timbang berat badan setiap hari pada


waktu yang sama

- Batasi asupan cairan dan garam

- Tinggikan kepala tempat tidur 30-400

Edukasi

- Anjurkan melapor jika haluaran


urine <0,5ml/Kg/Jam dalam 6 jam

- Anjurkan melapor jika BB


bertambah >1Kg dalam sehari

- Ajarkan cara mengukur dan mencatat


asupan dan haluaran cairan

- Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian diuretic

- Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat

27
diuretic

- Kolaborasi pemberian
continous renal replacement
therapy (CRRT), jika perlu
2. Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan 1. Manajemen eliminasi urin
berhubungan dengan tindakan Observasi
kebocoran kapiler glomerolus keperawatan… maka
- Identifikasi tanda dan gejala
di tandai dengan eliminasi urin
retensi atau inkontinensia urine
DS: membaik dengan KH :
- Identifikasi factor yang
Pasien mengatakan saat buang 1. Karakteristik urine menyebabkan retensi atau
air kecil urine berwarna membaik inkontinensia urine
merah pekat
- Monitor eliminasi urine (mis.
DO : Frekuensi, konsistensi, aroma,
Protein urine : 90mg/dL volume dan warna)

Terapeutik

- Catat waktu-waktu dan


haluaran berkemih

- Batasi asupan cairan, jika


perlu

- Ambil sampel urine tengah


(midstream) atau kultur

Edukasi

- Ajarkan tanda dan gejala


infeksi saluran kemih

- Ajarkan mengukur asupan


cairan dan haluan urine

- Ajarkan mengambil specimen


urine midstream

- Ajarkan mengenali tanda


berkemih dan waktu yang tepat
untuk berkemih

28
- Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
panggul/berkemihan

- Ajarkan minum yang cukup,


jika tidak ada kontraindikasi

- Anjurkan mengurangi minum


menjelang tidur

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat


supositoria uretra, jika perlu
3. Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan 1. Manajemen nutrisi
dengan kurangnya asupan tindakan keperawatan Observasi
makanan ditandai dengan … maka status nutrisi
- Identifikasi status nutrisi
DS : membaik dengan KH :
- Identifikasi alergi dan
Pasien mengatakan merasa 1. Napsu makan
intoleransi makanan
mual, muntah dan anoreksia membaik
- Identifikasi makanan yang
DO: 2. Porsi makanan yang
disukai
dihabiskan meningkat
Tampak pasien muntah - Identifikasi kebutuhan kalori
dan jenis nutrient

- Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastrik

- Monitor asupan makanan

- Monitor berat badan

- Monitor hasil pemeriksaan


laboraturium

Terapeutik

- Lakukan oral hygiene sebelum


makan, jika perlu

- Fasilitasi menetukan pedoman


diet (mis. Piramida makanan)

- Sajikan makanan secara

29
menarik dan suhu yang sesuai

- Berikan makanan yang tinggi


serat untuk mencegah
konstipasi

- Berikan makanan tinggi kalori


dan tinggi protein

- Berikan suplemen makanan,


jika perlu

- Hentikan pemberian makanan


melalui selang nasogastrik jika
asupan oral dapat di toleransi

Edukasi

- Anjurkan posisi duduk, jika


mampu

- Ajarkan diet yang di


programkan

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetic), jika
perlu

- Kolaborasi dengan ahli gizi


untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Manajemen energy
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi
kelemahan di tandai dengan … maka toleransi
- Identifikasi gangguan fungsi
DS: aktivitas meningkat
tubuh yang mengakibatkan
dengan KH :
Pasien mengatakan merasa kelelahan
kelelahan. Pasien mengalami 1. keluhan lelah - Monitor kelelahan fisik dan
keterbatasan dalam perawatan menurun
30
diri seperti mandi, toileting, 2. Perasaan lemah emosional
berpakaian, bergerak di menurun - Monitor pola dan jam tidur
tempat tidur dan berpindah. 3. Kemudahan - Monitor lokasi dan

DO: Pasien tampak lemah dan aktivitas sehari-hari ketidaknyamanan selama

aktivitas di bantu meningkat melakukan aktivitas

Terapeutik

- Sediakan lingkungan nyaman


dan rendah stimulus (mis.
Cahaya, suara, kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
- Fasilitasi duduk disisi tempat
tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan

Edukasi

- Anjurkan tirah baring

- Anjurkan melakukan aktivitas


secara bertahap

- Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang

- Ajarkan strategi koping untuk


mengurangi kelelahan

Kolaborasi

- Kolaborasi dengan ahli gizi


tentang cara meningkatkan
asupan makanan

31

Anda mungkin juga menyukai