DISUSUN OLEH
Sarah A J.Ruimassa
711440117081
TINGKAT III/B
T/A 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
I. KONSEP TEORI
A. Definisi
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal
ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun
pada dewasa (Buku Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002)..
B. Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen,
retroperitoneal antara vertebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-
kadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal
terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di
korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor.
Pada daerah korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan
distal.
C. Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan
komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan
volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi
dan sekresi tubulus.
1. Fungsi ekskresi
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol
dengan mengubah ekskresi air.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3ˉ.
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam
stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin
Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat
gromerulus menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus
sebagai suatu barier filtrasi. Sel endotel, membran basal dan sel epitel
dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion negatif yang kuat.
Muatan anion ini adalahhasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan (heparan-
sulfat) dan glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam
daragh relatif memiliki isoelektrik yang rendah dan membawa muatan
negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh dinding kapiler gromerulus
yang muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.
F. Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan
pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu
antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal
spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan
bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis
terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan
terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit
polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis
dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis
glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu
proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya
sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus
menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine
yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan
hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang
terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan
sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop
imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Streptococus A
Nyeri akut
Kelebihan volume
sakit
cairan decubitus
kepala/pusing
Kerusakan intergritas
kulit
Gambar : 1.2. Pathways glomerolusnefrotik Akut (GNA)
H. Klasifikasi
1. Glomerulonefritis Primer
a. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui
etiologinya dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari
hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30%
pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 %
berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan
hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45%
menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan
25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas,
sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca
streptococcus atau nefropati IgA.
b. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan
tertentu atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati
membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus
eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai
pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom
nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar
antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak
dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin.
Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik
merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan
hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
2. Glomerulonefritis Sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik
yaitu glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab
tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik
terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis
pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-
kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.
I. Etiologi
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus
timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan
oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25,
49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14
hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi
kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.
Sterptolisin O
Adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis
dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi
tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk
beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup
dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah.
Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody
yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus
yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat
hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes
kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang
melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya
infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi
yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang
hipersensitifitas.
Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar
koloni sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar
darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh
penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan
hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan
sterptokokus.
J. Gejala Klinis
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala
ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat. Kerusakan pada
rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna
merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi
Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di
seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada
gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium,
zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium.
Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita,
meskipun edema paling nyata dibagian anggota GFR biasanya menurun
(meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air,
natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan
azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan
natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem
periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh
ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat
peradangan glomerulus, apakah disertai dengan payah jantung kongestif,
dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.
Gambar 0- 6 Proses terjadinya Proteinuria dan Hematuria
K. Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan
sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet,
granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain.
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda
gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan
gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total
hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam
minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan
kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan
biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi
antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat
dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim,
ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa
antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada
75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa
starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum
diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji
serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi
sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus
biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum
meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer
2-3 kali berarti adanya infeksi.
L. Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi
sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka
dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing,
muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah
lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki
basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang
bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga
disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap
dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping
sintesis eritropoetik yang menurun.
M. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi
penyembuhan kelainan di glomerulus.
N. Gambaran Patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat
titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua
glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.
Keterangan gambar :
Keterangan gambar :
P. Diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai
pada pasien dengan gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul
mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus.
Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi
streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3
mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan
lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal
penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan
nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak
segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut
pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi
bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara
pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari
setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada
nefropati-IgA.
A. Pengkajian
Anamnesa
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif
lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Penyakit
cenderung timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan
pada stadium yang sudah lanjut, ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul.
Pada pengkajian ditemukannya klien yang mengalami glomerulonefritis
kronik bersifat incidental pada saat pemeriksaan dijumpai hipertensi atau
peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum (Mutaqqin dan Sari, 2012).
Identitas
sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun atau lebih sering pada pria
Riwayat penyakit
Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus
eritematosus (penyakit autoimun lain).
Sekarang :
Adanya keluan kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar
mata dan seluruh tubuh, tidak nafsu makan, mual , muntah dan diare
yang dialami klien.
Pemeriksaan Fisik
Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan (malaise)
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot
Sirkulasi
Tanda : hipertensi, pucat,edema.
Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
Makanan atau cairan
Gejala : edema, anoreksia, mual, muntah
Tanda : penurunan keluaran urine
Pernafasan
Gejala : nafas pendek
Tanda :Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman
(pernafasan kusmaul)
Nyeri (kenyamanan)
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
Pengkajian berpola
Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi
kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema
pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Perlukaan pada kulit dapat terjadi
karena uremia.
Pola eliminasi :
Gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak
dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada
tubulus yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria,
anuria, proteinuri, hematuria.
Pola Aktifitas dan latihan :
Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia.
Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung
dan dan tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk
dimulai bila tekanan ddarah sudah normaal selama 1 minggu.
Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus
Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa
gatal. Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati
hipertensi.
Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan
perawatan yang lama.
Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh serta anak
mengalami kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan.
Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat Pada laboratorium :
Hb menurun ( 8-11 )
Ureum dan serum kreatinin meningkat.
Ureum
Laki-laki : 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam
Wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam
Serum kreatinin
Laki-laki : 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl
Wanita : 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl
Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus
koligentes)
Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin , Eritrosit ,
leukosit )
Pemeriksaan darah
LED meningkat.
Kadar HB menurun.
Albumin serum menurun (++).
Ureum & kreatinin meningkat.
Titer anti streptolisin meningkat.
Q. Diagnosa Keperawatan
3. Perubahan status Klien akan menunjukkan 1. Sediakan makan dan karbohidrat 1. Diet tinggi karbohidrat biasanya lebih
nutrisi (kurang dari peningkatan intake yang tinggi. cocok dan menyediakan kalori
kebutuhan tubuh) ditandai dengan porsi 2. Sajikan makan sedikit-sedikit tapi esensial.
berhubungan dengan akan dihabiskan minimal sering, termasuk makanan kesukaan 2. Menyajikan makan sedikit-sedikit tapi
anorexia. 80%. klien. sering, memberikan kesempatan bagi
3. Batasi masukan sodium dan protein klien untuk menikmati makanannya,
sesuai order. dengan menyajikan makanan
kesukaannya dapat meningkatkan
nafsu makan.
3. Sodium dapat menyebabkan retensi
cairan, pada beberapa kasus ginjal
tidak dapat memetabolisme protein,
sehingga perlu untuk membatasi
pemasukan cairan.
4. Intoleransi aktivitas Klien akan menunjukkan 1. Buat jadwal atau periode istirahat 1. Dengan periode istirahat yang
berhubungan dengan adanya peningkatan setelah aktivitas. terjadwal menyediakan energi untuk
fatigue. aktivitas ditandai dengan 2. Sediakan atau ciptakan lingkungan menurunkan produksi dari sisa
adanya kemampuan yang tenang, aktivitas yang metabolisme yang dapat meningkatkan
untuk aktivitas atau menantang sesuai dengan stres pada ginjal.
meningkatnya waktu perkembangan klien. 2. Jenis aktivitas tersebut akan
beraktivitas. 3. Buat rencana atau tingkatan dalam menghemat penggunaan energi dan
keperawatan klien agar tidak mencegah kebosanan.
dilakukan pada saat klien sementara 3. Tingkatan dalam
dalam keadaan istirahat pada malam perawatan/pengelompokan dapat
hari. membantu klien dalam memenuhi
kebutuhan tidurnya.
5. Risiko kerusakan Klien dapat 1. Sediakan kasur busa pada tempat 1. Menurunkan risiko terjadinya
integritas kulit mempertahankan tidur klien. kerusakan kulit.
berhubungan dengan integritas kulit ditandai 2. Bantu merubah posisi klien tiap 2 2. Dapat mengurangi tekanan dan
immobilisasi dan dengan kulit tidak pucat, jam. memperbaiki sirkulasi, penurunan
edema. tidak ada kemerahan, 3. Mandikan klien tiap hari dengan risiko terjadinya kerusakan kulit.
tidak ada edema dan sabun yang mengandung pelembab. 3. Deodorant/sabun berparfum dapat
keretakan pada 4. Dukung/beri sokongan dan menyebabkan kulit kering,
kulit/bersisik. elevasikan ekstremitas yang menyebabkan kerusakan kulit.
mengalami edema. 4. Meningkatkan sirkulasi balik dari
5. Jika klien laki-laki, skrotum dibalut. pembuluh darah vena untuk
mengurangi pembengkakan.
5. Untuk mengurangi kerusakan kulit.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA
GLOMERULONEFRITIS
PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Nama Lengkap : Tn.L.M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur / Tanggal Lahir : 52 Tahun
Kawin / Belum Kawin : Kawin
Agama : Kristen
Suku / Bangsa : Minahasa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Nomor RM :-
Alamat : Bitung
RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan pasien buang air kecil bercampur darah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan bahwa ia kencing darah dan tampak terlihat menggigil, pasien juga
mengatakan merasa mual seperti ingin muntah, tidak ada nafsu makan dan juga merasakan
sakit kepala. Tampak terdapat pembengkakan pada area bagian wajah dan periorbital
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah di rawat di rumah sakit.
PEMERIKSAAN FISIK
1. TTV
TD : 140/90 mmHg
N : 84 x/menit
R : 20 x/menit
SB : 37,8ºC
2. Head to Toe
Kepala : Tampak bersih, tidak ada ketombe,
Mata : Tampak simetris kiri dan kanan, tidak ada konjungtivitis
Hidung : Tampak kedua lubang hidung simetris kiri dan juga kanan, tampak bersih
Dan juga tidak ada serumen
Telinga : Tampak tidak ada serumen, tampak simetris kiri dan kanan
Mulut : Tampak
Dada : Dada dan toraks : -
Abdomen : -Genital : atropi testikuler (-), amenore (-) Ekstremitas : Capitally revil
time > 3 detik (-), kuku rapuh dan kusam serta tipis (-), kelemahan pada
tungkai (-), edema (+), akral dingin (-) kram otot dan nyeri otot (+), nyeri
kaki (-), mengalami keterbatasan gerak sendi (-)
Kulit : ekimosis (-), kulit kering (-), bersisik(-), warna kulit abu-abu (-),
mengkilat atau hiperpigmentasi (-), gatal (pruritus) (+), kuku tipis dan
rapuh (-), memar (purpura) (-), edema (+)
Bawah :-
Pengkajian berpola
Pola nutrisi dan metabolic : pasien mengatakan sewaktu sakit pola makan
berkurang,tidak ada nafsu makan
Pola eliminasi : pasien mengatakan BAB 2x sehari dan BAK 6-7x sehari dengan
kencing berwarna merah bercampur darah
Pola Aktifitas dan latihan :pasien mengatakan sebelum sakit pasien beraktifitas
seperti biasa
Pola tidur dan istirahat :klien mengatakan pasien biasa tidur 8 jm/hari ,pasien
tidak mempunyai pengantar tidur, pasien tidak pernah mengkonsumsi obat tidur
Kognitif & perseptual :Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik
kasar dan rasa gatal. Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi
ensefalopati hipertensi.
Persepsi diri :Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema
dan perawatan yang lama.
Hubungan peran : klien adalah seorang ibu dan seorang isteri
Nilai keyakinan :Klien selalu berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan.
Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat Pada laboratorium :
Lab :WBC : 11200
Urinalisis (protein Urine: 90 mg/dl)
ANALISA DATA
Kelebihan volume
cairan
3. DS :
Vasospasme Nyeri akut
- Pasien mengatakan sakit kepala
pembuluh darah
DO:
TD : 140/90 mmHg
N : 84x/menit Ensefalopati
hipertensi
SB : 37.8 c
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d proteinuria dan hematuria di
tandai dengan kencing darah di sertai menggigil dan mual muntah
2. Kelebihan volume cairan b/d edema di tandai dengan udema pada wajah dan periorbital
3. Nyeri akut b/d ensefalopati hipertensi di tandai dengan sakit kepala
Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
kriteriahasil
1.Ketidaksei Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi makanan
mbangan tindakan keperawatan 2. Kaji kemampuan pasien 1. Untuk mengetahui adanya
nutrisi selama 3x8jam untuk mendapatkan nutrisi alergi terhadap makanan
kurang dari diharapkan yang dibutuhkan 2. Untuk mengetahui nutrisi
kebutuhan kebutuhan nutrisi 3. Monitor adanya penurunan yang dibutuhkan
tubuh pasien dapat teratasi berat badan 3. Untuk mengetahui berat
dengan kriteria hasil : 4. Monitor mual dan muntah badan pasien
Mampu 5. Kolaborasi dengan ahli gizi 4. Untuk mengetahui adanya
mengidentifik untuk menentukan jumlah mual muntah
asikan kalori dan kebutuhan nutrisi 5. Untuk mengetahui jumlah
kebutuhan pasien kalori dan kebutuhan
nutrisi nutrisi
Menunjukkan
peningkatan
fungsi
pengecapan
dari menelan
Tidak terjadi
penurunan
berat badan
yang berarti
2.kelebihan Setelah dilakukan 1.monitor TTV pasien 1.untuk mengetahui TTV dalam
volume tindakan keperawatan 2. monitor masukan makanan atau batas normal
cairan selama 3x8jam cairan dan hitung intake kalori 2.untuk mengetahui jumlah intake
diharapkan kelebihan harian 3.untuk mengetahui adanya
volume cairan dapat 3.monitor tanda dan gejala dari udema
teratasi dengan udema 4.catat jumlah intake dan ouput
kriteria hasil: 4.catat jumlah intake dan ouput
-keseimbangan
masukan dan
haluaran selama 24
jam berat jenis urine
dalam batas normal
-tidak ada udem pada
tubuh pasien
3.Nyeri akut Setelah dilakukan 1.kaji skala nyeri 1.untuk mengetahaui skala nyeri
tindakan keperawatan 2.anjurkan Teknik distraksi 2.untuk mengalihkan perhatian
selama 3x8jam 3.kolaborasi dengan tim media 3.kolaborasi pemberian obat
diharapkan nyeri akut dalam pemberian obat analgetik
dapat teratasi dengan
kriteria hasil:
-menunjukan tingkat
nyeri
-memperlihatkan
teknik relaksasi
secara individual
yang efektif untuk
mencapai
kenyamanan