Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN Tn. L.M DENGAN DIAGNOSA GLOMERULONEFRITIS

DISUSUN OLEH

Sarah A J.Ruimassa

711440117081

TINGKAT III/B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

PRODI D-III / JURUSAN KEPERAWATAN

T/A 2020
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP TEORI

A. Definisi
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal
ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun
pada dewasa (Buku Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002)..

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.


Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai
proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus,
tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga
terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard
Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak
penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya
menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.

Glomerulonefritis juga disebut dengan glomerulonefritis akut post


sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang
mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering
mengenai anak-anak.

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada


ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat
infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah
yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang
mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh
suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis
akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya
gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.

B. Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen,
retroperitoneal antara vertebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-
kadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal
terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di
korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor.
Pada daerah korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan
distal.

Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada


bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin
permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan
menghilang dengan bertambahnya umur.

Gambar 0- 1 Anatomi Ginjal

Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus


yang berhubungan dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron
selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah
lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur
yang sudah ada disertai maturasi fungsional.
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus
proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga
kapsula bowman juga disebut badan malphigi. Meskipun ultrafiltrasi
plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan
urine tidak kalah pentingnya.

Gambar 0- 2 Perdarahan Pada Ginjal

C. Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan
komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan
volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi
dan sekresi tubulus.

Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :

1. Fungsi ekskresi
 Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol
dengan mengubah ekskresi air.
 Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3ˉ.
 Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
 Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
 Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
 Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam
stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
 Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
 Degradasi insulin.
 Menghasilkan prostaglandin

Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan


plasma darah dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah
melalui ginjal. Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah
hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain.
Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung
untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.

Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi


yang tidak diperlukan dalam tubuh adalah :

1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus


yang akan menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang
tidak diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi
yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan
kapiler peritubulus.

Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma


dan substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-
substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung
melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi
urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-
substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang
disekresi.

D. Sistem Glomerulus Normal


Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus
dan diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada
perbatasan korteks dan medula (“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang
terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens,
membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata, dan
kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan
keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler. Diseberangnya
terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus proximalis.
Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang
oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel
mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar.
Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai
sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel
viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan
sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau “foot processes”. Maka
itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan
podosit terdapatmembrana basalis glomeruler (GBM = glomerular
basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh
lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana
basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar
ialahlamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai
Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng,
yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis
ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler,
dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler. Dalam keadaan
patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk
bulan sabit (”crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial,
dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.

Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :

1. Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek


berada dibagian luar korteks.
2. Glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang
panjang sampai ke bagian dalam medula. Glomerulus semacam
ini berada di perbatasan korteks dan medula dan merupakan 20%
populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi air dan
slut.

Gambar 0- 3 Bagian-bagian Nefron

Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang


berfungsi sebagai penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel
endotel, mempunyai sitoplasma yang sangat tipis, yang mengandung
banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A. Membran
basal glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan,
antara sel endotel dengan mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.

Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :

1. Lamina dense yang padat (ditengah)


2. Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel
endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel
epitel

Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan


membentuk tonjolan sitoplasma foot process yang berhubungan dengan
lamina rara eksterna. Diantara tonjolan-tonjolan tersebut adalah celah-
celah filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 A. Pori-pori
tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphgrma. Mesangium
(sel-sel mesangial dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler
gromerulus dan membentuk bagian medial dinding kapiler. Mesangium
berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan mungkin bereran
dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada
glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler maupun dengan transpor
melalui saluran-saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular.
Gambar 0- 4 Kapiler Glomerulus Normal

Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat
gromerulus menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus
sebagai suatu barier filtrasi. Sel endotel, membran basal dan sel epitel
dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion negatif yang kuat.
Muatan anion ini adalahhasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan (heparan-
sulfat) dan glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam
daragh relatif memiliki isoelektrik yang rendah dan membawa muatan
negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh dinding kapiler gromerulus
yang muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.

Gambar 0- 5 Anatomi Sistem Ginjal


E. Fisiologi
Filtarasi glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma
disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut
yang bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit,
glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat
molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000
(seperti albumin dan globulin). Filtrat dikumpulkan dalam ruang bowman
dan masuk ke dalam tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin.

Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate


(GFR) merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih
berfungsi yang juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN
GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus
dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.

F. Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan
pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu
antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal
spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan
bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis
terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan
terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit
polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis
dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis
glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu
proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya
sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus
menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine
yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan
hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang
terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan
sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop
imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.

Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap


merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus,
kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada
subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran
basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam
kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen
glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun,
ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa
mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan
molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen
komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam
endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin
ini terkadang dapat diidentifikasi.

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah


kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin
minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi
sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan
membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika
kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon
cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan
pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun
subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata,
dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan
masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang
dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi
deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui,
walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah
satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus
simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding
kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang
tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke
mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun


terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme
pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian,
deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan
kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada
glomerulonefritis akut post steroptokokus.

Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada


binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai
penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada


membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam
tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus
mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat
anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.
G. Pathway

Streptococus A

Luka jaringan muskuluskeletal

Peredaran darah kapiler

Sampai pada ginjal

Bakteri streptococcus hidup

Reaksi antigen-antibodi ginjal

Poliferasi sel dan kerusakan glomerulus


GFR menurun keruskan membran kapiler

Retensi Na+ Air proteinuria dan hematuria

Vasospasma pembuluh Edema Ketidakseimbangan nutrisi


Darah kurang dari kebutuhan
Bed rest tubuh
ensefalopati hipertensi

Nyeri akut
Kelebihan volume
sakit
cairan decubitus
kepala/pusing

Kerusakan intergritas
kulit
Gambar : 1.2. Pathways glomerolusnefrotik Akut (GNA)
H. Klasifikasi
1. Glomerulonefritis Primer

a. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui
etiologinya dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari
hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30%
pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 %
berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan
hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45%
menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan
25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas,
sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca
streptococcus atau nefropati IgA.

b. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan
tertentu atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati
membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus
eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai
pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom
nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar
antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak
dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin.
Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik
merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan
hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.

2. Glomerulonefritis Sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik
yaitu glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab
tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik
terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis
pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-
kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.

I. Etiologi
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus
timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan
oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25,
49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14
hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi
kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.

Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada


tahun 1907 dengan alasan bahwa :

1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.


2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A.
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor


alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman
Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi
yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus,
penyebab lain diantaranya:

1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus


Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae,
Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus,
influenza, parotitis epidemika dl
3. Parasit : malaria dan toksoplasma
Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang
secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa
pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih
dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh
Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies
nama S. pyogenes S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan
dua hemolisin, yaitu:

 Sterptolisin O
Adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis
dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi
tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk
beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup
dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah.
Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody
yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus
yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini  menghambat
hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes
kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang
melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya
infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi
yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang
hipersensitifitas.

 Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar
koloni sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar
darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh
penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan
hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan
sterptokokus.
J. Gejala Klinis
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala
ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat. Kerusakan pada
rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna
merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi
Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di
seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada
gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium,
zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium.
Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita,
meskipun edema paling nyata dibagian anggota GFR biasanya menurun
(meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air,
natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan
azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan
natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem
periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh
ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat
peradangan glomerulus, apakah disertai dengan payah jantung kongestif,
dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.
Gambar 0- 6 Proses terjadinya Proteinuria dan Hematuria

Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari


pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali.
Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap
tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan
penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi
dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap
ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala
gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare
tidak jarang menyertai penderita GNA.

Gejala klinis yang sering terjadi :

1. Riwayat infeksi pada tenggorokan atau kulit sebelumnya. Pada


beberapa kasus, penderita sering tidak menyadari atau adanya
infeksi pada tenggorokan atau kulit sebelumnya.
2. Terdapat darah pada urin. Darah pada urin dapat bersifat
makroskopik dan mikroskopik. Pada makroskopik dapat
langsung terlihat dengan mata telanjang, di mana urin berwarna
merah hingga kecoklatan sedangkan pada mikroskopik tidak
dapat dilihat langsung dengan mata telanjang dan urin tampak
normal sehingga membutuhkan  bantuan mikroskop. Pada
beberapa kasus dapat hingga menyebabkan anemia atau
kekurangan sel darah merah.
3. Terdapat protein pada urin sehingga urin dapat tampak keruh dan
berbusa. Karena protein keluar melalui urin maka kadar protein
di dalam darah menjadi rendah.
4. Bengkak pada tubuh. Umumnya paling sering terlihat pada
daerah kelopak mata lalu ke wajah dan seluruh tubuh. Bengkak
pada tubuh dapat hilang timbul sehingga sering kali tidak
disadari oleh penderita . Misalnya pada pagi hari terjadi bengkak
di kelopak mata, siangnya bengkak hilang dan sorenya
ditemukan pada kaki karena penderita sering berdiri. Karena
bengkak sering ditemukan pada kelopak mata, seringkali
penderita mengira matanya mengalami kelainan.
5. Tekanan darah meningkat.
6. Buang air kecil yang jarang dan sedikit.
7. Gejala lain seperti demam, mual, muntah, lemas, malas makan,
dan pucat dapat juga ditemukan pada penderita.

K. Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan
sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet,
granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain.
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda
gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan
gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total
hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam
minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan
kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan
biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi
antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat
dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim,
ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa
antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada
75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa
starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum
diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji
serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi
sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus
biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum
meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer
2-3 kali berarti adanya infeksi.

L. Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi
sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka
dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing,
muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah
lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki
basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang
bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga
disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap
dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping
sintesis eritropoetik yang menurun.

M. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi
penyembuhan kelainan di glomerulus.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat


mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada
ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu
dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap
perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini
tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan
mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin
masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10
hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah
nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan
karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang
anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi
kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis
selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti
dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1
g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak
diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa
bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah,
maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada
penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan
kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung,
edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi,
pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat
cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral
diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin
sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi
diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan
peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium
sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek
toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus
dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya
dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus
(tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka
pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya
menolong juga.

N. Gambaran Patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat
titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua
glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.

Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga


mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di
samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel
polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron
akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan
humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama,
komplemen dan antigen Streptococcus.

Gambar 0- 7 Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya


pembesaran 25x

Keterangan gambar :

Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya


(hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25×). Gambar menunjukkan
pembesaran glomerular yang membuat pembesaran ruang urinari dan
hiperselluler. Hiperselluler terjadi karena proliferasi dari sel endogen dan
infiltrasi leukosit PMN.

Gambar 0- 8 Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya


pembesaran 40x
Gambar 0- 9 Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop electron

Keterangan gambar :

Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop elektron.


Gambar menunjukjan proliferasi dari sel endothel dan sel mesangial juga
infiltrasi leukosit yang bergabung dengan deposit electron di subephitelia.

O. Perjalanan Penyakit Dan Prognosis


Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya
mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat
pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi
normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan
menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal
kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan
menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi
normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap
terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar
pasien.

Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut


pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun.
Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi
ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang
persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok
pada dewasa kurang baik.
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap
(proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama
12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan
kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang
glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain
menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara
cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan
hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti
secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya
pembentukan glomerulosklerosis  kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal
kronik.

P. Diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai
pada pasien dengan gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul
mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus.
Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi
streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3
mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan
lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal
penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan
nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak
segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut
pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi
bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara
pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari
setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada
nefropati-IgA.

Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis


berupa hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal.
Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut
adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan
glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan
glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.

Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan


penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan
cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih lebih jarang terlihat
pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada
glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak
lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan
glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik
yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8
minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada
glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl
sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd.

Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada


glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain non-
nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis membranoproliferatif.
Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi
ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan
fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau
memburuk, biopsi merupakan indikasi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian
 Anamnesa
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif
lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Penyakit
cenderung timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan
pada stadium yang sudah lanjut, ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul.
Pada pengkajian ditemukannya klien yang mengalami glomerulonefritis
kronik bersifat incidental pada saat pemeriksaan dijumpai hipertensi atau
peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum (Mutaqqin dan Sari, 2012).
 Identitas
sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun atau lebih sering pada pria
 Riwayat penyakit
 Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus
eritematosus (penyakit autoimun lain).
 Sekarang :
Adanya keluan kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar
mata dan seluruh tubuh, tidak nafsu makan, mual , muntah  dan diare
yang dialami klien.
 Pemeriksaan Fisik
 Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan (malaise)
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot
 Sirkulasi
Tanda : hipertensi, pucat,edema.
 Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
 Makanan atau cairan
Gejala : edema, anoreksia, mual, muntah
Tanda : penurunan keluaran urine
 Pernafasan
Gejala : nafas pendek
Tanda :Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman
(pernafasan kusmaul)
 Nyeri (kenyamanan)
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
 Pengkajian berpola
 Pola nutrisi  dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi
kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema
pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Perlukaan pada kulit dapat terjadi
karena uremia.
 Pola eliminasi :
Gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak
dapat diekskresi  dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada
tubulus yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria,
anuria, proteinuri, hematuria.
 Pola Aktifitas dan latihan :
Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia.
Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung
dan  dan tekanan darah mutlak selama 2  minggu dan mobilisasi  duduk
dimulai  bila tekanan ddarah sudah normaal selama 1 minggu. 
 Pola  tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus
 Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar  dan rasa
gatal. Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati
hipertensi.
 Persepsi diri :
Klien  cemas  dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan 
perawatan yang  lama.
 Hubungan peran :
Anak  tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh  serta anak
mengalami kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
 Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan.
 Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat Pada laboratorium :
 Hb menurun ( 8-11 )
 Ureum dan serum kreatinin meningkat.
 Ureum
Laki-laki : 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam
Wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam
 Serum kreatinin
Laki-laki : 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl
Wanita : 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl
 Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
 Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus
koligentes)
 Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin , Eritrosit ,
leukosit )
 Pemeriksaan darah
 LED meningkat.
 Kadar HB menurun.
 Albumin serum menurun (++).
 Ureum & kreatinin meningkat.
 Titer anti streptolisin meningkat.
Q. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan retensi air dan


hipernatremia.
2. Peningkatan volume cairan berhubungan dengan oliguri.
3. Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh)
berhubungan dengan anorexia.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue.
5. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
dan edema.
Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Tujuan & KH Intervensi Rasional
1. Gangguan perfusi Klien akan menunjukkan 1. Monitor dan catat tekanan darah 1. Untuk mendeteksi gejala dini
jaringan berhubungan perfusi jaringan serebral setiap 1-2 jam/hari selama fase akut. perubahan tekanan darah dan
dengan retensi air dan normal ditandai dengan 2. Jaga kebersihan jalan napas, siapkan menentukan intervensi selanjutnya.
hipernatremia. tekanan darah dalam suction. 2. Serangan dapat terjadi karena
batas normal, penurunan 3. Atur pemberian anti hipertensi, kurangnya perfusi oksigen ke otak.
retensi air, tidak ada 3. Anti hipertensi dapat diberikan karena
monitor reaksi klien.
tanda-tanda tidak terkontrolnya hipertensi yang
4. Monitor status volume cairan setiap
hipernatremia.
1-2 jam, monitor urine output (N: 1-2 dapat menyebabkan kerusakan ginjal.
ml/kgBB/jam. 4. Monitor sangat perlu karena perluasan
5. Kaji status neorologis (tingkat volume cairan dapat menyebabkan
kesadaran, refleks, respon pupil) tekanan darah meningkat.
setiap 8 jam. 5. Untuk mendeteksi secara dini
6. Atur pemberian diuretic: Esidriks, perubahan yang terjadi pada status
lasix sesuai order. neurologis, memudahkan intervensi
selanjutnya.
6. Diuretic dapat meningkatkan ekskresi
cairan.
2. Peningkatan volume Klien dapat 1. Timbang berat badan tiap hari, 1. Peningkatan berat badan merupakan
cairan berhubungan mempertahankan volume monitor output urine tiap 4 jam. indikasi adanya retensi cairan,
dengan oliguri. cairan dalam batas 2. Kaji adanya edema, ukur lingkar penurunan output urine merupakan
normal ditandai dengan perut setiap 8 jam, dan untuk anak indikasi munculnya gagal ginjal.
urine output 1-2 laki-laki cek adanya pembengkakan 2. Peningkatan lingkar perut dan
ml/kgBB/jam. pada skrotum. pembengkakan pada skrotum
3. Monitor reaksi klien terhadap terapi merupakan indikasi adanya ascites.
diuretic, terutama bila menggunakan 3. Diuretic dapat menyebabkan
tiazid/furosemide. hipokalemia, yang membutuhkan
4. Monitor dan catat intake cairan. penanganan pemberian potassium.
5. Kaji warna, konsentrasi dan berat 4. Klien mungkin membutuhkan
jenis urine. pembatasan pemasukan cairan dan
6. Monitor hasil tes laboratorium. penurunan laju filtrasi glomerulus, dan
juga membutuhkan pembatasan intake
sodium.
5. Urine yang keruh merupakan indikasi
adanya peningkatan protein sebagai
indikasi adanya penurunan perfusi
ginjal.
6. Peningkatan nitrogen, ureum dalam
darah, dan kadar kreatinin merupakan
indikasi adanya gangguan fungsi
ginjal.

3. Perubahan status Klien akan menunjukkan 1. Sediakan makan dan karbohidrat 1. Diet tinggi karbohidrat biasanya lebih
nutrisi (kurang dari peningkatan intake yang tinggi. cocok dan menyediakan kalori
kebutuhan tubuh) ditandai dengan porsi 2. Sajikan makan sedikit-sedikit tapi esensial.
berhubungan dengan akan dihabiskan minimal sering, termasuk makanan kesukaan 2. Menyajikan makan sedikit-sedikit tapi
anorexia. 80%. klien. sering, memberikan kesempatan bagi
3. Batasi masukan sodium dan protein klien untuk menikmati makanannya,
sesuai order. dengan menyajikan makanan
kesukaannya dapat meningkatkan
nafsu makan.
3. Sodium dapat menyebabkan retensi
cairan, pada beberapa kasus ginjal
tidak dapat memetabolisme protein,
sehingga perlu untuk membatasi
pemasukan cairan.

4. Intoleransi aktivitas Klien akan menunjukkan 1. Buat jadwal atau periode istirahat 1. Dengan periode istirahat yang
berhubungan dengan adanya peningkatan setelah aktivitas. terjadwal menyediakan energi untuk
fatigue. aktivitas ditandai dengan 2. Sediakan atau ciptakan lingkungan menurunkan produksi dari sisa
adanya kemampuan yang tenang, aktivitas yang metabolisme yang dapat meningkatkan
untuk aktivitas atau menantang sesuai dengan stres pada ginjal.
meningkatnya waktu perkembangan klien. 2. Jenis aktivitas tersebut akan
beraktivitas. 3. Buat rencana atau tingkatan dalam menghemat penggunaan energi dan
keperawatan klien agar tidak mencegah kebosanan.
dilakukan pada saat klien sementara 3. Tingkatan dalam
dalam keadaan istirahat pada malam perawatan/pengelompokan dapat
hari. membantu klien dalam memenuhi
kebutuhan tidurnya.

5. Risiko kerusakan Klien dapat 1. Sediakan kasur busa pada tempat 1. Menurunkan risiko terjadinya
integritas kulit mempertahankan tidur klien. kerusakan kulit.
berhubungan dengan integritas kulit ditandai 2. Bantu merubah posisi klien tiap 2 2. Dapat mengurangi tekanan dan
immobilisasi dan dengan kulit tidak pucat, jam. memperbaiki sirkulasi, penurunan
edema. tidak ada kemerahan, 3. Mandikan klien tiap hari dengan risiko terjadinya kerusakan kulit.
tidak ada edema dan sabun yang mengandung pelembab. 3. Deodorant/sabun berparfum dapat
keretakan pada 4. Dukung/beri sokongan dan menyebabkan kulit kering,
kulit/bersisik. elevasikan ekstremitas yang menyebabkan kerusakan kulit.
mengalami edema. 4. Meningkatkan sirkulasi balik dari
5. Jika klien laki-laki, skrotum dibalut. pembuluh darah vena untuk
mengurangi pembengkakan.
5. Untuk mengurangi kerusakan kulit.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA
GLOMERULONEFRITIS

 PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
 Nama Lengkap : Tn.L.M
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur / Tanggal Lahir : 52 Tahun
 Kawin / Belum Kawin : Kawin
 Agama : Kristen
 Suku / Bangsa : Minahasa
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : Swasta
 Nomor RM :-
 Alamat : Bitung

B. Identitas Penaggung Jawab


 Nama Lengkap : Ny.B.S
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Umur / Tanggal Lahir : 50 tahun
 Kawin / Belum Kawin : Kawin
 Agama : Kristen
 Suku / Bangsa : Siau
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : IRT
 Alamat : Bitung
 Hub dengan pasien : Istri

RIWAYAT KESEHATAN
1.      Keluhan Utama
Pasien mengatakan pasien buang air kecil bercampur darah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan bahwa ia kencing darah dan tampak terlihat menggigil, pasien juga
mengatakan merasa mual seperti ingin muntah, tidak ada nafsu makan dan juga merasakan
sakit kepala. Tampak terdapat pembengkakan pada area bagian wajah dan periorbital
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah di rawat di rumah sakit.

PEMERIKSAAN FISIK
1. TTV
TD : 140/90 mmHg
N : 84 x/menit
R : 20 x/menit
SB : 37,8ºC
2. Head to Toe
Kepala : Tampak bersih, tidak ada ketombe,
Mata : Tampak simetris kiri dan kanan, tidak ada konjungtivitis
Hidung : Tampak kedua lubang hidung simetris kiri dan juga kanan, tampak bersih
Dan juga tidak ada serumen
Telinga : Tampak tidak ada serumen, tampak simetris kiri dan kanan
Mulut : Tampak
Dada : Dada dan toraks : -
Abdomen : -Genital : atropi testikuler (-), amenore (-) Ekstremitas : Capitally revil
time > 3 detik (-), kuku rapuh dan kusam serta tipis (-), kelemahan pada
tungkai (-), edema (+), akral dingin (-) kram otot dan nyeri otot (+), nyeri
kaki (-), mengalami keterbatasan gerak sendi (-)
Kulit : ekimosis (-), kulit kering (-), bersisik(-), warna kulit abu-abu (-),
mengkilat atau hiperpigmentasi (-), gatal (pruritus) (+), kuku tipis dan
rapuh (-), memar (purpura) (-), edema (+)

Genetalia : terpasang kateter


Ekstremitas :

Atas : Terdapat edema di wajah dan periorbital

Bawah :-

 Pengkajian berpola
 Pola nutrisi  dan metabolic : pasien mengatakan sewaktu sakit pola makan
berkurang,tidak ada nafsu makan
 Pola eliminasi : pasien mengatakan BAB 2x sehari dan BAK 6-7x sehari dengan
kencing berwarna merah bercampur darah
 Pola Aktifitas dan latihan :pasien mengatakan sebelum sakit pasien beraktifitas
seperti biasa
 Pola  tidur dan istirahat :klien mengatakan pasien biasa tidur 8 jm/hari ,pasien
tidak mempunyai pengantar tidur, pasien tidak pernah mengkonsumsi obat tidur
 Kognitif & perseptual :Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik
kasar  dan rasa gatal. Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi
ensefalopati hipertensi.
 Persepsi diri :Klien  cemas  dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema
dan  perawatan yang  lama.
 Hubungan peran : klien adalah seorang ibu dan seorang isteri
 Nilai keyakinan :Klien selalu berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan.

 Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat Pada laboratorium :
 Lab :WBC : 11200
 Urinalisis (protein Urine: 90 mg/dl)

ANALISA DATA

NO ANALISIS DATA ETIOLOGI PROBLEM

1 DS: Kerusakan membran Ketidakseimbangan


kapiler nutrisi kurang dari
-pasien mengatakan kencing darah
kebutuhan tubuh
yang di sertai menggigil

-mual muntah Proteinuria dan


hematuria
DO:

Pasien tampak lemah


Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
2. DS :- Kelebihan volume
DO : cairan
Retensi Na+Air
- Terdapat edema pada wajah
dan periorbital
- Wbc : 11200
- Urin : 90 mg/dl Edema

Kelebihan volume
cairan

3. DS :
Vasospasme Nyeri akut
- Pasien mengatakan sakit kepala
pembuluh darah
DO:

TD : 140/90 mmHg

N : 84x/menit Ensefalopati
hipertensi
SB : 37.8 c

Nyeri akut sakit


kepala

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d proteinuria dan hematuria di
tandai dengan kencing darah di sertai menggigil dan mual muntah
2. Kelebihan volume cairan b/d edema di tandai dengan udema pada wajah dan periorbital
3. Nyeri akut b/d ensefalopati hipertensi di tandai dengan sakit kepala

Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
kriteriahasil
1.Ketidaksei Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi makanan
mbangan tindakan keperawatan 2. Kaji kemampuan pasien 1. Untuk mengetahui adanya
nutrisi selama 3x8jam untuk mendapatkan nutrisi alergi terhadap makanan
kurang dari diharapkan yang dibutuhkan 2. Untuk mengetahui nutrisi
kebutuhan kebutuhan nutrisi 3. Monitor adanya penurunan yang dibutuhkan
tubuh pasien dapat teratasi berat badan 3. Untuk mengetahui berat
dengan kriteria hasil : 4. Monitor mual dan muntah badan pasien
 Mampu 5. Kolaborasi dengan ahli gizi 4. Untuk mengetahui adanya
mengidentifik untuk menentukan jumlah mual muntah
asikan kalori dan kebutuhan nutrisi 5. Untuk mengetahui jumlah
kebutuhan pasien kalori dan kebutuhan
nutrisi nutrisi
 Menunjukkan
peningkatan
fungsi
pengecapan
dari menelan
 Tidak terjadi
penurunan
berat badan
yang berarti

2.kelebihan Setelah dilakukan 1.monitor TTV pasien 1.untuk mengetahui TTV dalam
volume tindakan keperawatan 2. monitor masukan makanan atau batas normal
cairan selama 3x8jam cairan dan hitung intake kalori 2.untuk mengetahui jumlah intake
diharapkan kelebihan harian 3.untuk mengetahui adanya
volume cairan dapat 3.monitor tanda dan gejala dari udema
teratasi dengan udema 4.catat jumlah intake dan ouput
kriteria hasil: 4.catat jumlah intake dan ouput
-keseimbangan
masukan dan
haluaran selama 24
jam berat jenis urine
dalam batas normal
-tidak ada udem pada
tubuh pasien

3.Nyeri akut Setelah dilakukan 1.kaji skala nyeri 1.untuk mengetahaui skala nyeri
tindakan keperawatan 2.anjurkan Teknik distraksi 2.untuk mengalihkan perhatian
selama 3x8jam 3.kolaborasi dengan tim media 3.kolaborasi pemberian obat
diharapkan nyeri akut dalam pemberian obat analgetik
dapat teratasi dengan
kriteria hasil:
-menunjukan tingkat
nyeri
-memperlihatkan
teknik relaksasi
secara individual
yang efektif untuk
mencapai
kenyamanan

Implementasi dan Evaluasi keperawatan

No hari/tangga Implementasi Evaluasi


l
1. 22-06-20 1. Kaji adanya alergi makanan S: pasien mengatakan kencing darah
08.20 2. Kaji kemampuan pasien untuk -pasien mengatakan mual mutah
09.40 mendapatkan nutrisi yang
10.45
dibutuhkan O : Tampak badan pasien masih
11.05
3. Monitor adanya penurunan berat lemah
badan
4. Monitor mual dan muntah A : masalah belum teratasi
14.00
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan P : lanjutkan intervensi
kebutuhan nutrisi pasien
2. 15.00 1. monitor TTV pasien
2.monitor masukan makanan atau
16.00 cairan dan hitung intake kalori
harian S:-
3.monitor tanda dan gejala dari O : Terdapat edema pada wajah dan
periorbital
udema
17.00 4.catat jumlah intake dan - Wbc : 11200
18.00 ouput - Urin : 90 mg/dl

A : Masalah belum teratasi

19.00 P : Lanjutkan intervensi


3. 1.kaji skala nyeri
2.anjurkan Teknik distraksi
3.kolaborasi dengan tim media
S:Pasien mengatakan sakit kepala
20.00
dalam pemberian obat analgetik
O: P:Nyeri
Q:seperti ditusuk
R:dibagian belakang kepala
S:skla nyeri 6
T:hilang timbul
A: Masalah belum Teratasi
P : lanjutkan Intervensi

1. 23-06-20 1. Kaji adanya alergi makanan S: pasien mengatakan kencing darah


08.00 2.Kaji kemampuan pasien untuk mulai berkurang
09.00 mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan -mual mutah berkurang
3.Monitor adanya penurunan berat badan O : Tampak badan pasien masih
10.00
4.Monitor mual dan muntah lemah
5.Kolaborasi dengan ahli gizi untuk A : masalah belum teratasi
11.00
menentukan jumlah kalori dan kebutuhan P : lanjutkan intervensi
nutrisi pasien
2. 12.00 1. monitor TTV pasien
13.00 2.monitor masukan makanan atau S : -
cairan dan hitung intake kalori O : Terdapat edema pada wajah dan
periorbital
harian
- Wbc : 11200
14.00 3.monitor tanda dan gejala dari - Urin : 90 mg/dl
udema
15.00 A : Masalah belum teratasi
4.catat jumlah intake dan
P : Lanjutkan intervensi
ouput

S:Pasien mengatakan sakit kepala


3. 17.00 1.kaji skala nyeri
berkurang
18.00 2.anjurkan Teknik distraksi O: P:Nyeri
19.00 3.kolaborasi dengan tim media Q:seperti ditusuk
dalam pemberian obat analgetik R:dibagian belakang kepala
S:skala nyeri 5
T:hilang timbul
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan Intervensi

1. 24-06-20 1. Kaji adanya alergi makanan S: pasien mengatakan kencing darah


07.00 2.Kaji kemampuan pasien untuk berkurang
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan – pasien mengatakan mual mutah
08.00 3.Monitor adanya penurunan berat badan hilang
4.Monitor mual dan muntah O : Tampak badan pasien masih
5.Kolaborasi dengan ahli gizi untuk lemah
09.00 menentukan jumlah kalori dan kebutuhan A : masalah teratasi
nutrisi pasien P : lanjutkan intervensi

2. 10.00 1. monitor TTV pasien


2.monitor masukan makanan atau
11.00 cairan dan hitung intake kalori S : -
harian O : Terdapat edema pada wajah dan
periorbital
12.00 3.monitor tanda dan gejala dari
- Wbc : 11200
13.00 udema - Urin : 90 mg/dl
A : Masalah teratasi
4.catat jumlah intake dan
P : Lanjutkan intervensi
ouput

S:Pasien mengatakan sakit kepala


3. 15.00
hilang
16.00 1.kaji skala nyeri
O: P:Nyeri
2.anjurkan Teknik distraksi
Q:seperti ditusuk
3.kolaborasi dengan tim media
R:dibagian belakang kepala
17.00 dalam pemberian obat analgetik
S:skala nyeri 4
T:hilang timbul
A : Masalah teratasi
P : lanjutkan intervensi

Anda mungkin juga menyukai