Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Glomerulonefritis akut pasca-streptokokus merupakan contoh klasik dari

sindrom nefritis akut. Mulainya mendadak dari hematuria makroskopik, edema,

hipertensi dan berbagai derajat insufisiensi ginjal. Sindrom nefritik akut paling sering

disebabkan oleh glomerulonefritis akut pasca-streptokokus, oleh karena itu istilah

sindrom nefritik sering disamakan dengan glomerulonefritis akut.1,2

Di Negara berkembang glomerulonefritis akut pasc-streptokokus (GNAPS)

masih sering dijumpai dan merupakan penyebab lesi ginjal non supuratif terbanyak

pada anak. GNAPS dapat terjadi secara endemik atau sporadik. Paling sering

didapatkan pada anak berumur 2-10 tahun. Laki-laki lebih sering terkena disbanding

perempuan dengan perbandingan 2:1.3,4

Glomerulonefritis akut pasca-streptokokus menyertai infeksi tenggorokan atau

kulit oleh karena nefritogenik dari streptokokus beta-hemolitikus grup A tertentu.

Cuaca mempengaruhi glomerulonefritis akut pasca-streptokokus, dimana pada cuaca

dingin biasanya menyertai faringitis streptokokus, sedangkan di cuaca panas biasanya

menyertai infeksi kulit atau pioderma streptokokus.1

Selain faktor kuman, kejadian GNAPS dipengaruhi juga oleh berbagai faktor

pejamu seperti umur, jenis kelamin, keadaan sosioekonomi dan genetik.4


BAB II

PAMBAHASAN

A. Anatomi ginjal
Ginjal merupakan organ saluran kemih yang terletak di dalam rongga

retroperitoneum sedikit di atas ketinggian umbilicus dan kisaran panjang serta

beratnya kira-kira 6 cm dan 24 g pada bayi cukup bulan sampai 12 cm atau

lebih dan 150 g pada orang dewasa. Bentuknya menyerupai kacang dengan

sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu

tempat struktur-struktur pembuluh darah, system limfatik, system saraf, dan

ureter menuju dan meninggalkan ginjal.1,5

Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)

dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal

sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12),

sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12.

Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2

(kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah

pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal

kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.5


Syntopi ginjal

Ginjal kiri Ginjal kanan

Anterior Dinding dorsal gaster Lobus kanan hati


Pankreas Duodenum pars
Limpa descendens
Vasa lienalis Fleksura hepatica
Usus halus Usus halus
Fleksura lienalis

Posterior Diafragma, m.psoas major, m. quadratus lumborum,


m. transversus abdominis(aponeurosis), n.subcostalis,
n.iliohypogastricus, a.subcostalis, aa.lumbales 1-2(3),
iga 12 (ginjal kanan) dan iga 11-12 (ginjal kiri).

Gambar 1. Ginjal6

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula

ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam


medulla banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil

dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus proksimalis, tubulus kontortus

distalis dan duktus kolengentes. Setiap ginjal mengandung sekitar satu juta

nefron ( glomerulus dan tubulus terkait ). Pada manusia pembentukan nefron

telah sempurna pada saat lahir, tetapi maturitas fungsional belum terjadi

sempurna di kemudian hari. Karena tidak ada nefron yang dibentuk setelah

lahir, hilangnya nefron secara progresif dapat menyebabkan insufisiensi

ginjal.1,5

Gambar 2. Anatomi ginjal dan nefron7


Anyaman kapiler glomerulus yang berperan sebagai mekanisme penyaring

ginjal dilapisi oleh sel endothelium yang mempunyai sitoplasma yang

sangat tipis yang berisi banyak lubang (fenestrasi).

Membrane basalis glomerulus mempunyai 3 lapisan :

1. Lamina densa
2. Lamina rara interna
3. Lamina rara eksterna

Membrane basalis glomerulus membentuk lapisan berkelanjutan antara sel

endotel dan sel mesangium. Mesangium dapat berperan sebagai struktur

pendukung dan mungkin berperan dalam pengaturan aliran darah

glomerulus, filtrasi dan pembuangan makromolekul.

Kapsula Bowman, yang mengelilingi glomerulus, terdiri dari :

1. Membrane basalis
2. Sel-sel epitel parietalis

Ginjal mendapatkan aliran darah dari a. renalis yang merupakan cabang

langsung dari aorta abdominalis, sedangkan vena dialirkan melalui vena

renalis yang langsung bermuara ke vena cava inferior. System arteri ginjal

merupakan end arteri yang berarti arteri yang tidak mempunyai

anastomosis dengan arteri lainnya.

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan

simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus

major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk

vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui

n.vagus.
B. Filtrasi glomerulus
Ginjal melakukan fungsinya yang paling penting dengan cara

menyaring plasma dan memisahkan zat dari filtrate dengan kecepatan yang

bervariasi, bergantung pada kebutuhan tubuh. Ginjal menjalankan fungsinya

yang multiple, antara lain :8


Ekskresi produk sisa metabolic dan bahan kimia asing
Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit
Pengaturan osmolaritas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit
Pengaturan tekanan arteri
Pengaturan keseimbangan asam-basa
Sekresi, metabolism, dan ekskresi hormone
Glukoneogenesis

Filtrasi glomerulus merupakan langkah awal dari pembentukan urine.

Filtrasi glomerulus adalah hasil akhir dari gaya-gaya yang berlawanan

melewati dinding kapiler. Gaya ultrafiltrasi (tekanan hidrostatik glomerulus)

berasal dari tekanan arteri sistemik.


Saat darah melewati kapiler glomerulus, plasmanya difiltrasi melalui dinding

kapiler glomerulus. Seperti kebanyakan kapiler, kapiler glomerulus juga

relative impermeable terhadap protein, sehingga hasil akhir biasanya bersifat

bebas protein dan tidak mengandung elemen selular, termasuk sel darah

merah.

Tabel 1. Kemampuan filtrasi berbagai zat oleh kapiler glomerulus berdasarkan

berat molekulnya

Zat Berat molekul Kemampuan filtrasi


Air 18 1,0
Natrium 23 1,0
Glukosa 180 1,0
Inulin 5500 1,0
Mioglobin 17000 0,75
Albumin 69000 0,005

Membrane kapiler glomerulus mempunyai tiga lapisan utama :


1. Endotelium kapiler
2. Membrane dasar
3. Lapisan sel epithelial (podosit)
Lapisan-lapisan ini bersama-sama membentuk sawar filtrasi.

Gambar 3. Glomerulus9

Filtrasi glomerulus telah dimulai sekitar minggu ke-9 kehidupan janin,

namun tampaknya fungsi ginjal tidak diperlukan untuk homeostasis intrauteri

normal, plasenta berperan sebagai organ ekskresi utama. Setelah lahir,

kecepatan filtrasi glomerulus naik sampai pertumbuhan berhenti pada akhir

umur dekade ke-2. Kecepatan filtrasi glomerulus ditentukan oleh (1) jumlah
daya hidrostatik dan osmotic koloid pada membrane glomerulus, yang

menghasilkan tekanan filtrasi akhir, dan (2) koefisien filtrasi kapiler

glomerulus, Kf. dimana secara matematis, GFR merupakan hasil dari Kf dan

tekanan filtrasi akhir. Pada orang dewasa normal GFR nya sekitar 125 ml/

menit, atau 180 liter/ hari. 1,8


Filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal sendiri dipengaruhi oleh system

saraf simpatis, hormone dan autakoid ( zat vasoaktif yang dilepaskan dalam

ginjal dan bekerja secara lokal ), dan kontrol umpan balik lainnya yang

bersifat iinstrinstik terhadap ginjal.


Tabel 2. Hormone dan autakoid yang mempengaruhi GFR

Hormon dan Autakoid Pengaruh terhadap GFR


Norepinefrin
Epinefrin
Endotelin
Angiotensin II (mencegah )
Nitrat oksid
Prostaglandin

C. Definisi Sindrom Nefritis Akut


Sindrom nefritik akut merupakan sekumpulan tanda yang berkaitan

dengan gangguan pada ginjal, khususnya gangguan pada glomerulus. Sindrom


ini ditandai dengan gejala utama yaitu, hematuria, hipertensi, edema dan

berbagai tingkat insufisiensi ginjal. 9


Penyakit glomerulonefritis akut pasca-streptokokus adalah contoh

klasik sindrom nefritis akut, maka dari itu istilah sindrom nefritis akut sering

disamakan dengan glomerulonefritis akut. 1,9


Glomerulonefritis merupakan suatu istilah umum yang sering

digunakan untuk berbagai penyakit dan kelainan histopatologis yang

menunjukan adanya peradangan pada kapiler glomerulus. Glomerulonefritis

akut (GNA) merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak. Meskipun

penyakit ini dapat mengenai semua umur, tetapi GNA paling sering di

dapatkan pada anak berumur 2-10 tahun. 4,10


Glomerulonefritis akut pasca streptokokus pada umumnya didahului infeksi

saluran nafas bagian atas atau infeksi kulit oleh kuman Streptococcus

Hemolyticus grup A.

D. Etiologi
Timbulnya penyakit ini didahului oleh infeksi ekstra-renal, terutama di

traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh strain nefritogenik dari

kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe 12, 4, 16, 25, dan 49.

Faktor-faktor yang memungkinkan bahwa hanya strain streptokokus tertentu

saja yang menjadi nefritogenik tetap belum jelas. 1,11


Dua jenis telah dijelaskan, yang melibatkan serotipe yang berbeda :

Serotipe 12 - nefritis poststreptococcal yang disebabkan oleh infeksi saluran

pernapasan atas, yang terjadi terutama di musim dingin

Serotipe 49 - nefritis poststreptococcal karena infeksi kulit, biasanya diamati

pada musim panas dan gugur dan lebih umum di wilayah selatan Amerika
Serikat

PSGN biasanya berkembang 1-3 minggu setelah infeksi akut dengan strain

nephritogenic spesifik grup A streptokokus beta-hemolytic. Insiden GN adalah

sekitar 5-10% pada orang dengan faringitis dan 25% pada mereka dengan

infeksi kulit.12
Hubungan antara GNA dan infeksi Streptokokus ini dikemukakan

pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :11
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A
3. Meningkatnya tingkat titer anti-streptolisin pada serum penderita

E. Epidemiologi
Statistic di Amerika Serikat menunjukan bahwa glomerulonefritis

merupakan 10-15% dari penyakit glomerular. Meskipun wabah sporadis,

kejadian PSGN telah menurun selama beberapa dekade terakhir. Faktor yang

bertanggung jawab atas penurunan ini mungkin termasuk penyediaan layanan

kesehatan yang lebih baik dan peningkatan kondisi sosial ekonomi.


Sekitar 25-30% kasus GN dapat menyebabkan stadium akhir penyakit

ginjal. Sekitar seperempat dari pasien datang dengan sindrom nefritis

akut. Kebanyakan kasus dapat menyebabkan stadium akhir gagal ginjal yang

terjadi dalam beberapa minggu atau bulan dari onset sindrom nefritis

akut. Episode asimtomatik PSGN melebihi episode gejala dengan rasio 3-

4:1.12

Sebuah tinjauan sistematis terbaru oleh Jackson et al menunjukkan

variasi yang signifikan dalam kejadian global APSGN, dengan insiden

tertinggi 239 per 10000 Aborigin Australia dan insiden terendah 0,04 per

100000 di sebuah penelitian di Italia untuk usia kurang dari 60 tahun.


Epidemi poststreptococcal glomerulonefritis terjadi terutama di

negara-negara berkembang di daerah-daerah seperti Afrika, Hindia Barat, dan

Timur Tengah. Alasan untuk perubahan epidemiologi ini berhubungan dengan

status gizi masyarakat, penggunaan yang lebih umum untuk profilaksis

antibiotik, dan mungkin, perubahan potensi nephritogenic dari streptokokus.

Di antara infeksi epidemi dengan nephritogenic streptokokus, tingkat serangan

klinis 10-12%.

Mortalitas / Morbiditas

Kematian dini sangat jarang terjadi pada anak-anak (<1%) tetapi

secara signifikan lebih umum pada orang dewasa (25%). Ini adalah sekunder

untuk gagal jantung kongestif dan azotemia.

Gagal jantung kongestif lebih umum ditemukan pada orang dewasa (43%)

dibandingkan pada anak-anak (<5%).

Nefrotik proteinuria lebih sering terjadi pada orang dewasa (20%)

dibandingkan pada anak-anak (4-10%).

Sekitar 83% orang dewasa mengalami azotemia, dibandingkan dengan 25-

40% anak-anak.

Enam penelitian kohort melaporkan tingkat kematian kasus dari APSGN,

dengan 3 mengungkapkan kasus kematian 0%, 2 studi dari India melaporkan


angka kasus kematian sebesar 1,4% dan 2%, dan satu studi dari Turki

melaporkan kasus kematian 0,08% .

Prognosis jangka panjang anak-anak dengan APSGN telah menjadi subyek

dari beberapa penelitian. Data yang diperoleh dari penelitian yang diterbitkan

sebelum tahun 2000 dengan 5 - 18 tahun tindak lanjut menunjukkan urinalisis

abnormal pada 17,4%, proteinuria pada 13,8%, hipertensi pada 13,8%, dan

azotemia pada 1,3%.

Ras

Tidak ada predileksi rasial diakui.

Seks

Kasus klinis APSGN dua kali lebih banyak ditemukan pada laki-laki

daripada perempuan. Jika penyakit dilihat dari klinis, maka kedua jenis

kelamin sama. Tingkat kejadian familial hampir 40%, tetapi tidak ada penanda

genetik yang telah diidentifikasi.

Usia

Kondisi ini biasanya mempengaruhi anak-anak berusia 2-12 tahun.

Serangkaian besar melaporkan bahwa 5% lebih muda dari 2 tahun dan 10%

berusia lebih dari 40 tahun.13


Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988

melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan,

terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung

(17,6%), dan Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan

perempuan 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).3

F. Pathogenesis
Adanya periode laten antara infeksi streptokok dengan gambaran klinis dari

kerusakan glomerulus menunjukan bahwa proses imunologi memegang

peranan penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut

pasca streptokok merupakan salah satu contoh dari penyakit komplek imun.
Pada penyakit komplek imun, antibodi dari tubuh (host) akan bereaksi dengan

antigen-antigen yang beredar dalam darah (circulating antigen) dan

komplemen untuk membentuk circulating immunne complexes. Untuk

pembentukkan circulating immunne complexes ini diperlukan antigen dan

antibodi dengan perbandingan 20 : 1. Jadi antigen harus lebih banyak atau

antibodi lebih sedikit. Antigen yang beredar dalam darah (circulating antigen),

bukan berasal dari glomerulus seperti pada penyakit anti GBM, tetapi bersifat

heterolog baik eksogen maupun endogen.

Apabila pasien yang terinfeksi Streptococcus beta haemolyticus grup A

nefritogenik memberikan reaksi terhadap antigen streptokokus dengan

membuat antibodi. Reaksi antigen antibodi ini terjadi dalam sirkulasi atau in

situ dalam glomerulus, menyebabkan reaksi inflamasi yang menimbulkan

kerusakan ginjal. Reaksi ini dipicu oleh aktivasi plasminogen menjadi plasmin
oleh streptokinase dan diikuti oleh aktivasi komplemen, pengendapan

kompleks antigen-antibodi dalam glomerulus, dan ikatan antibodi

antistreptokokus dengan molekul protein ginjal (mimicry protein) yang mirip

antigen streptokokus. Imunitas humoral oleh antigen streptokokus

nefritogenik ditandai dengan pembentukan kompleks antigen-antibodi dan

adanya deposit kompleks imun dalam glomerulus. Proses imun akan

mengaktivasi komplemen melalui jalur klasik dan alternatif.14

Berbagai faktor seperti proses inflamasi, sel inflamasi, mediator inflamasi dan

komplemen berperan pada kerusakan glomerulus. Kerusakan glomerulus juga

dapat pula terjadi sebagai implikasi langsung akibat imunitas selular melalui

sel T yang tersensitisasi.15


Dalam keadaan normal komplemen berperan sebagai mekanisme pertahanan

humoral. Pada GN komlemen berperan sebagai pencegah masuk nya Ag,

tetapi dapat juga menginduksi reaksi inflamasi. Dua jalur aktivasi system

komplemen yaitu klasik dan alternative. Kompleks iimun yang mengandung

IgG atau IgM akan mengaktivasi jalur klasik sedangkan aktivasi jalur

alternative dipicu oleh kompleks imun yang mengandung IgA atau IgM.
Kerusakan glomerulus terjadi akibat terbentuknya fragmen komplemen aktif

yang berasal dari aktivitas system komplemen. Fragmen komplemen C3a,

C4a, C5a bersifat anafilatoksin sedangkan C5a mempunyai efek kemotaktik

terhadap leukosit. Endapan C3b pada MBG menyebabkan terjadinya

perlekatan sel inflamasi dengan C3b melalui reseptor komplemen CR1 yang

terdapat pada permukaan sel dan akan dilepaskan berbagai protease yang

dapat merusak glomerulus.15


Beberapa teori yang dikemukakan mengenai patogenesis GNAPS adalah

1. Pembentukan kompleks imun bersirkulasi (circulating immune

complex) dan kemudian terperangkap pada glomerulus,


2. Terdapat kemiripan molekul antara streptokokus dengan antigen ginjal,

(misalnya jaringan glomerulus normal bertindak sebagai autoantigen

dan bereaksi dengan antibodi bersirkulasi yang dibentuk terhadap

antigen streptokokus),
3. Pembentukan kompleks imun in situ antara antibodi streptokokus dan

antigen glomerulus,
4. Aktivasi komplemen secara langsung oleh deposit antigen

streptokokus dalam glomerulus

G. Manifestasi klinis
Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak dengan usia > 3

tahun. Penderita mengalami sindrom nefritis akut 1-2 minggu setelah infeksi

streptokokus. Beratnya kerusakan ginjal dapat bervariasi, mulai dari

hematuria mikroskopis sampai dengan gagal ginjal akut. Penderita juga dapat

mengalami berbagai tingkat edema, hipertensi dan oligouria, yang dapat

menjadi ensefalopati atau gagal jantung. Gejala-gejala tidak spesifik dapat

terjadi, seperti malaisie, letargi, nyeri perut atau pinggang,serta demam. Fase

akut biasanya membaik dalam waktu 1 bulan pasca infeksi, tetapi kelinan urin

dapat menetap selama lebih dari 1 tahun.1

Sudung dkk dalam penelitiannya mengemukakan bahwa Riwayat

infeksi saluran nafas akut didapatkan pada 80% pasien dan infeksi kulit pada

31,1% pasien. Edem, hipertensi, dan oliguria/auria merupakan gejala klinis

yang paling sering ditemukan. Hematuria makroskopik 64,4% pasien,


anuria/oliguria pada 68,9% pasien, edem pada 86,7% pasien dan hipertensi

86,7% pasien.4

H. Diagnosis
Urinalisis sering menunjukan adanya sel-sel darah merah dan

proteinuria, serta leukosit polimorfonuklear. Anemia normokromik ringan

dapat terjadi akibat hemodilusi atau hemolisis ringan. Kadar C3 serum

biasanya menurun.
Konfirmasi diagnosis memerlukan bukti yang jelas akan adanya

infeksi streptokokus. Untuk itu harus dikonfirmasi adanya peningkatan titer

antibody terhadap antigen streptokokus. Penentuan titer ASO mungkin kurang

membantu, karena titer ini jarang meningkat pada pascainfeksi streptokokus

kulit. Titer antibody yang paling baik diukur adalah titer terhadap antigen

DNAse B. pilihan lainnya adalah uji Streptozime, DNAse B, hialuronidase,

streptokinase, dan NADase.1


Penegakan diagnosis terhadap anak dengan Sindrom Nefritik Akut

dapat ditegakan dengan adanya bukti infeksi streptokokus baru, dan kadar C3

yang rendah, diagnosis klinis glomerulonefritis pascastreptokokus dibenarkan

dan biopsy ginjal biasanya tidak diindikasi.1

I. Diagnosis banding
Diagnosis banding dari penyakit ini meliputi beberapa penyebab yang dapat

menimbulakan sindrom nefritik.

Tabel 3. Diagnosis banding SNA


Penyakit Manifestasi klinis pada Lesi histologis yang biasa
giinjal ditemukan
Glomerulonefritis pasca Sindrom nefritik, hematuria, Glomerulonefritis endokapiler :
streptokokus proteinuria glomerulonefritis difus dan
proliferative pada sel mesangial
dan endotel yang diduga
disebabkan deposisi kompleks
imun insitu akibat tertanam nya
antigen streptokokus
Nefropati IgA Sindrom nefritik dengan Glomerulonefritis
hematuria mikroskopis mesangioproliferatif :
maupun makroskopis proliferasi sel secara fokal atau
difus yang terutama terjadi
pada mesangium, diduga akibat
stimulasi dari deposit IgA
polimer
Henoch Schonlen purpura Sindrom nefritik, hematuria, Proliferasi sel mesangial dapat
nephritis (HSP) proteinuria, sindrom nefrotik berhubungan dengan
glomerular cresent (sel epitel
terproliferasi yang setengah
melingkari glomerulus),
nekrosis kapiler, dan vaskulitis
leukositosiklasik yang diduga
akibat perbedaan ukuran
deposit IgA
Lupus eritematoosus sistemik Sindrom nefritik, sindrom WHO tipe II: glomerulonefritis
nefrotik, hematuria, proliferative fokal yang
proteinuria mencakup proliferasi seluler
pada daerah mesangian dan
endokapiler pada < 50%
glomerulus
WHO tipe IV:
glomerulonefritis proleferatif
difus yang mencakup
proliferasi mesangial dan
endokapiler pada >50%
glomerulus, terkadang
berhubungan dengan terjadinya
nekrosis pada pembentukan
crescent

J. Pemeriksaan penunjang
Titer antistreptolisin dan anti-nikotinamid adenin dinukleotidase meningkat

pada 80% pasien nefritis pasca faringitis, sedangkan titer antihialuronidase

dan antideoksiribonuklease B meningkat pada 80-90% pasien

glomerulonefritis pasca infeksi kulit.


Titer antibodi akan meningkat dalam 1-5 minggu setelah infeksi dan akan

normal dalam beberapa bulan. Antibodi IgG terhadap fraksi C protein M

streptokokus merupakan petanda diagnostik yang lebih realistis terhadap

GNAPS sebab kadarnya tetap meningkat secara bermakna setelah kadar

antibodi streptokokus yang lain sudah normal.


Pada GNAPS, aktivasi sistem komplemen diketahui dengan mengukur kadar

komplemen hemolitik (CH50) total, C3, dan C4. Lebih dari 90% pasien

GNAPS akan mengalami penurunan C3 dan CH50 sedangkan C4 normal atau

sedikit menurun yang mengindikasikan adanya aktivasi melalui jalur

alternatif. Kadar IgG dan IgM serum meningkat pada 90% pasien GNAPS.
Terdapat tiga pemeriksaan antibodi streptokokus yang lazim dilakukan yaitu

pemeriksaan titer antistreptolisin O (ASO), titer anti-DNAse-B (ADB), dan

uji streptozim. Jika memungkinkan dapat juga dilakukan pemeriksaan

antihialuronidase. Antistreptolisin O dilakukan untuk mendeteksi infeksi

Streptokokus beta hemolitikus grup A. Streptokokus grup A menghasilkan

enzim streptolisin O yang dapat merusak sel darah merah. Oleh karena

streptolisin O bersifat antigenik, maka tubuh memproduksi antistreptolisin O

yang merupakan antibodi netralisasi. Antibodi ASO akan terdapat dalam darah
satu minggu hingga dua bulan setelah awitan infeksi. Titer ASO yang

tinggi tidak spesifik terhadap setiap penyakit infeksi streptokokus, tetapi

mengindikasikan ada atau pernah terinfeksi streptokokus. Puncak peningkatan

titer ASO terjadi pada minggu ketiga setelah awitan fase akut dan 6 bulan

setelah awitan hanya 30% yang menunjukkan nilai abnormal. Peningkatan

lemak lipoprotein beta darah dapat menetraliser streptolisin O dan

menyebabkan positif palsu pada pemeriksaan ASO. Antibiotik dan steroid

dapat menekan produksi ASO. Nilai normal ASO pada anak 6 bulan 2 tahun

adalah 50 Todd unit/ml, 2-4 tahun 160 Todd unit/ml, 5-12 tahun 170-330 Todd

unit/ml, dan dewasa 160 Todd unit/ml. Titer ASO akan meningkat pada 75-

80% GNAPS pasca faringitis dan pada 50% GNAPS pasca impetigo.
Pemeriksaan anti-DNAse-B (ADB) dilakukan untuk mendeteksi antigen

Streptococcus beta haemolyticus grup A dan akan meningkat pada sebagian

besar pasien GNAPS. Pemeriksaan ADB sering dilakukan bersamaan dengan

pemeriksaan ASO dan dapat mendeteksi 95% infeksi streptokokus.

Pemeriksaan ASO lebih direkomendasikan daripada ADB tetapi kombinasi

ASO dan ADB lebih baik daripada ASO sendiri atau ADB. Antibiotik dapat

menurunkan kadar anti-DNAse-B. Nilai normal ADB pada anak prasekolah

60 unit, usia sekolah 170 unit, dan dewasa 85 unit.


Pemeriksaan streptozim merupakan uji skrining untuk mendeteksi sekaligus

beberapa antibodi terhadap antigen streptokokus seperti DNAse, NADase,

streptokinase, streptolisin O, dan hialuronidase. Pemeriksaan ini mudah,

cepat, dan tidak dipengaruhi oleh faktor yang menyebabkan positif palsu

seperti pada pemeriksaan ASO. Kelemahannya adalah tidak dapat mendeteksi


jenis antigen yang meningkat dan kadar antibodi dalam nilai border line

meskipun sudah bermakna. Nilai normal streptozim <100 unit.


Pada keadaan awal, titer antibodi streptokokus belum meningkat sehingga

dibutuhkan pemeriksaan serial dan pemeriksaan serial lebih bermanfaat

dibandingkan dengan pemeriksaan tunggal. Peningkatan titer 2-3 kali

menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Perlu diketahui bahwa peningkatan

titer antibodi terhadap streptokokus bukan berarti glomerulonefritis akut,

karena diagnosis glomerulonefritis akut ditegakkan berdasarkan gambaran

klinis dan perjalanan penyakit. Biakan usap tenggorok dan kulit dilakukan

untuk menemukan kuman streptokokus, tetapi biasanya hasilnya negatif sebab

umumnya pasien sudah mendapat antibiotik sebelumnya.14

Anda mungkin juga menyukai