Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

Gangguan haid atau disebut juga dengan perdarahan uterus disfungsional merupakan
keluhan yang sering menyebabkan seorang perempuan datang berobat ke dokter atau tempat
pertolongan pertama lainnya. Keluhan gangguan haid bervariasi dari ringan sampai berat dan
tidak jarang menyebabkan rasa frustasi baik bagi penderita maupun dokter yang
merawatnya.Hampir semua wanita pernah mengalami gangguan haid selama masa hidupnya.
Gangguan ini dapat berupa kelainan siklus atau perdarahan. Masalah ini dihadapi oleh
wanita usia remaja, reproduksi dan klimakterik. Haid yang tidak teratur pada masa 3-5 tahun
setelah menarche dan pramenopause (3-5 tahun menjelang menopause) merupakan keadaan
yang lazim dijumpai. Tetapi pada masa reproduksi (umur 20-40 tahun), haid yang tidak
teratur bukan merupakan keadaan yang lazim, karena selalu dihubungkan dengan keadaan
abnormal. Perdarahan abnormal dari uterus tanpa disertai kelainan organik, hematologik,
melainkan hanya merupakan gangguan fungsional disebut sebagai perdarahan uterus
disfungsional. Berdasarkan gejala klinis perdarahan uterus disfungsional dibedakan dalam
bentuk akut dan kronis.Sedangkan secara kausal perdarahan uterus disfungsional mempunyai
dasar ovulatorik (10%) dan anovulatorik (70%).

Perdarahan uterus disfungsional akut umumnya dihubungkan dengan keadaan


anovulatorik, tetapi perdarahan uterus disfungsional kronis dapat terjadi pula pada siklus
anovulatorik. Walaupun ada ovulasi tetapi pada perdarahan uterus disfungsional anovulatorik
ditemukan umur korpus luteum yang memendek, memanjang atau insufisiensi. Pada
perdarahan uterus disfungsional anovulatorik, akibat tidak terbentuknya korpus luteum aktif
maka kadar progesteronnya rendah dan ini menjadi dasar bagi terjadinya perdarahan.

Siklus menstruasi normal berlangsung selama 28 7 hari dan berlangsung 4 2 hari,


dan keluar darah rata-rata adalah 40 20 ml. Perdarahan uterus abnormal (PUA)
didefinisikan sebagai perubahan frekuensi menstruasi, durasi aliran atau jumlah darah yang
keluar. Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah diagnosis pengecualian ketika tidak
ada kelainan patologi pada panggul atau menyebabkan medis lain. PUD biasanya ditandai

1
dengan aliran menstruasi yang berkepanjangan dengan atau tanpa perdarahan yang berat. Ini
mungkin terjadi dengan atau tanpa ovulasi.

Menorrhagia (hypermenorrhoea) didefinisikan sebagai siklus perdarahan menstruasi


yang terjadi selama beberapa siklus berturut-turut selama pada tahun reproduksi. Secara
obyektif menorrhagia didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 80 ml per siklus,
persentil ke-90 di sebuah studi dari 476 wanita Gothenberg diterbitkan oleh Hallberg et al.
pada tahun 1966. Perdarahan bulanan lebih dari 60 ml dapat mengakibatkan anemia dengan
defisiensi zat besi dan dapat mempengaruhi kualitas hidup. Penderita perdarahan uterus
disfungsional akut biasanya datang dengan perdarahan banyak, sehingga cepat ditangani
karena merupakan keadaan gawat darurat dan memerlukan perawatan di rumah sakit.
Sedangkan perdarahan uterus disfungsional kronis dengan perdarahan sedikit-sedikit dan
berlangsung lama bukan merupakan keadaan gawat darurat. Meskipun tidak darurat tetapi
perdarahan uterus disfungsional kronis justru memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh
sehubungan dengan dampak jangka panjang yang ditimbulkannya seperti anemia sekunder,
yang dapat menganggu fungsi reproduksi.

2
BAB II

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

II.1. Pengertian
Perdarahan uterus abnormal dari uterus baik dalam jumlah, frekuensi maupun
lamanya, yang terjadi didalam atau diluar haid sebagai wujud klinis gangguan
fungsional mekanisme kerja poros hipotalamus hipofisis ovarium - endometrium
tanpa kelainan organik alat reproduksi.

II.2. Etiologi
a. Perdarahan Ovulatoar

Perdarahan ini terjadi 10 % dari perdarahan disfungsional dengan siklus


pendek(polimenorea) atau panjang (oligomenorea) dan untuk menegakkan
diagnosis dapat dilakukan kuretase pada masa mendekati siklus haid. Jika karena
perdarahan lama dan siklus haid tidak teratur dan tidak dapat dikenali lagi maka
kurve suhubadan basal dapat menolong.
Etiologi :
1. Korpus Luteum Persisten
Perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan pembesaran ovarium.
Korpus lutheum persisten dapat menyebabkan pelepasan endometrium tidak
teratur (irregular shedding). Irregular shedding dibuat dengan kerokan yang
tepat waktunya menurut Mc lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada
waktu itu dijumpai endometrium dalam tipe skresi disamping tipe non skresi.

2. Insufisiensi Korpus Luteum


Dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia, polimenorea.
Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan
LH-releasing factor. Diagnosis dibuat apabila hasil biopsi endometrial dalam
fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya
didapat pada hari siklus yang bersangkutan.

3. Apopleksia Uteri

3
Pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah uterus

4. Kelainan darah
Anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme
pembekuan darah.

b. Perdarahan Anovulatoar
Dengan terjadinya penurunan kadar estrogen dapat timbul perdarahan yang
kadang bersifat siklik, kadang tidak teratur sama sekali. Fluktuasi kadar estrogen
ada sangkut pautnya dengan jumlah folikel. Folikel folike lini mengeluarkan
estrogen sebelum mengalami atresia dan kemudian diganti oleh folikel-folikel
baru. Endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi perubahan menjadi
hiperplasia kistik.
Etiologi
1. Sentral : psikogenik, neurogenik, hipofisis
2. Perifer : ovarial
3. Konstitusional : kelainan gizi, metabolik, penyakit endokrin

Perdarahan uterus disfungsional biasanya berhubungan dengan satu dari


tiga keadaan ketidak seimbangan hormonal, berupa: estrogen breakthrough
bleeding, estrogen withdrawal bleeding dan progesterone breakthrough
bleeding.Pada perdarahan uterus disfungsional ovulatorik perdarahan abnormal
terjadi pada siklus ovulatorik dimana dasarnya adalah ketidakseimbangan
hormonal akibat umur korpus luteum yang memendek atau memanjang,
insufisiensi atau persistensi korpus luteum.Perdarahan uterus disfungsional pada
wanita dengan siklus anovulatorik muncul sebagai perdarahan reguler dan
siklik.Sedang pada perdarahan uterus disfungsional anovulatorik perdarahan
abnormal terjadi pada siklus anovulatorik dimana dasarnya adalah defisiensi
progesterone dan kelebihan progesterone akibat tidak terbentuknya korpus luteum
aktif, karena tidak terjadinya ovulasi. Dengan demikian khasiat estrogen terhadap
endometrium tak ber lawan.Hampir 80% siklus mens anovulatorik pada tahun

4
pertama menars dan akan menjadi ovulatorik mendekati 18-20 bulan setelah
menars.

II.3. Gejala klinis


Perdarahan rahim yang terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah perdarahan
biasanya sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Pada siklus
ovulasi biasana perdarahn spontan,teratur dan lebih bisa diramalkan serta sering kali
disertai rasa tidak nyaman sedangkan pada anovulasi merupakan kebalikan nya.
Selain itu gejala yang dapat timbul diantara nya seperti mood ayunan,kekeringan atau
kelembutan vagina serta juga dapat menimbulkan rasa lelah yang berlebihan.

II.4 Klasifikasi

Perdarahan uterus disfungsional dikatakan akut jika jumlah per darahan pada
satu saat lebih dari 80 ml,terjadi satu kali atau berulang dan memerlukan tindakan
penghentian perdarahan segera. Sedangkan perdarahan uterus disfungsional kronis
jika perdarahan pada satu saat kurang dari 30 ml terjadi terus menerus atau tidak tidak
hilang dalam 2 siklus berurutan atau dalam 3 siklus tak berurutan, hari perdarahan
setiap siklusnya lebih dari 8 hari, tidak memerlukan tindakan penghentian perdarahan
segera, dan dapat terjadi sebagai kelanjutan perdarahan uterus disfungsional akut.

II.5. Diagnosis

Anamnesa yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu ditanyakan :


a. Bagaimana mulanya perdarahan
b. Apakah didahului siklus yang pendek-pendek atau oligomenorea / amenorea
c. Sifat perdarahan
d. Lama perdarahan.

Pada pemeriksaan umum perlu diperlihatkan tanda-tanda yang menunjukan ke arah


kemungkinan :
a. Penyakit metabolik
b. Penyakit endokrin

5
Pada pemeriksaan ginekologik dilihat ada tidaknya faktor kelainan organik yang
menyebabkan perdarahan abnormal. Pada wanita dalam masa pubertas tidak perlu
dilakukan kerokan. Pada wanita berumur 20 sampai 40 tahun dilakukan kerokan,
kemungkinan besar penyebabnya adalah kehamilan terganggu, polip, mioma
submukosum dan sebagainya. Pada wanita pramenopause dilakukan kerokan untuk
memastikan ada tidaknya tumor ganas.

Pemeriksaan menyeluruh pada perut dan panggul sangat penting. Sitologi serviks
harus diperoleh jika diindikasikan. Hitung darah lengkap (CBC feritin) diperlukan
untuk menentukan derajat anemia.pemeriksaan lain yang harus dipertimbangkan
meliputi: thyrotropin stimulating hormone, ketika gejala lain muncul dari disfungsi
tiroid , prolaktin, pada hari 21 hingga 23 progesteron diperiksa untuk verifikasi status
ovulasi, folikel stimulating hormone dan luteinizing hormon untuk memverifikasi
status menopause atau untuk mendukung diagnosis penyakit ovarium polikistik, dan
profil koagulasi saat menorrhagia hadir pada masa pubertas atau jika ada klinis
kecurigaan untuk koagulopati.

II.6. Pemeriksaan penunjang


a. Penilaian atas endometrium
Penilaian endometrium dilakukan untuk mendiagnosis keganasan atau kondisi
pra-keganasan dan untuk mengevaluasi pengaruh hormonal endometrium..
Pemeriksaan endometrium harus dipertimbangkan pada semua wanita di atas 40
tahun dengan perdarahan abnormal atau wanita yang beresiko tinggi terkena
kanker endometrium,termasuk: nulliparity dengan riwayat infertilitas, perdarahan
yang tidak teratur, obesitas ( 90 kg); ovarium polikistik; riwayat keluarga dengan
kanker endometrium dan kolon, dan menggunakan terapi tamoxifen. Hal ini juga
penting untuk mengevaluasi histopatologi endometrium pada wanita yang tidak
memiliki perbaikan dalam pendarahannya. Pada SOGC pedoman Diagnosis
Kanker Endometrium pada Wanita Dengan Perdarahan vagina abnormal (2000)
meninjau dengan membuktikan pengambilan sampel endometrium yang berisi
algoritma yang menunjukkan kursus manajemen dalam penilaian endometrium.

b. Ultrasonografi
Transvaginal sonografi (TVS) untuk menilai ketebalan endometrium dan
mendeteksi polip dan myomata dengan sensitivitas 80 % dan spesifisitas 69 %.
Meskipun ada bukti bahwa ketebalan endometrium mungkin menjadi indikasi

6
patologi pada wanita pascamenopause, seperti untuk wanita di tahun-tahun
reproduksinya. Meta-analisis dari 35 penelitian menunjukkan bahwa pada
menopause wanita, ketebalan endometrium 5 mm pada USG dan memiliki
sensitivitas 92 persen untuk mendeteksi penyakit endometrium serta 96 persen
untuk mendeteksi cancer. Hal ini tidak membantu ketika ketebalan antara 5 dan 12
mm.

II.7. Penatalaksanaan

Pada dasarnya tujuan penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional adalah:


1. Memperbaiki keadaan umum
2. Menghentikan perdarahan
3. Mengembalikan fungsi hormon reproduksi.Yang meliputi: pengembalian
siklus haid abnormal menjadi normal, pengubahan siklus anovulatorik menjadi
ovulatorik atau perbaikan suasana sehingga terpenuhi persyaratan untuk
pemicuan ovulasi.
4. Menghilangkan ancaman keganasan

Pada perdarahan uterus disfungsional langkah pertama yang harus dikerjakan


adalah memperbaiki keadaan umum, termasuk pengatasan anemia. Langkah kedua
adalah menghentikan perdarahan, baik secara hormonal maupun operatif. Setelah
keadaan akut teratasi, sebagai langkah ketiga, dilakukan upaya pengembalian fungsi
normal siklus haid dengan cara mengembalikan keseimbangan fungsi hormon
reproduksi.

Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat


banyak dalam hal ini penderita diistirahatkan dan diberi transfusi dan dilakukan
pemeriksaan untuk meyakinkan tidak adanya abortus inkompletus dan perdarahan
diyakini berasal dari uterus, maka dapat diberikan terapi hormonal.

Dibagi dalam 2 pengobatan :

1. Manajemen medis

7
Usia, keinginan untuk mempertahankan kesuburan, hidup bersama kondisi
medis, dan keinginan pasien adalah pertimbangan penting. Untuk masing-masing
metode yang disarankan, pasien harus menyadari risiko dan kontraindikasi untuk
memungkinkan pilihan informasi. Derajat kepuasan pasien dapat dipengaruhi oleh
keberhasilan, harapan, biaya, ketidaknyamanan, dan efek samping.

a. Non-steroid anti-inflammatory

Prostaglandin pada endometrium meningkat pada wanita dengan


perdarahan menstruasi yang hebat. Non-steroid anti-inflammatory drugs
(NSAID) menghambat cyclo-oxygenase dan mengurangi level prostaglandin
pada endometrium. Dalam percobaan, NSAID dapat menurunkan kehilangan
darah pada menstruasi pada 20 - 50 percent. NSAID juga meningkatkan
dismenore lebih dari 70 persen dari pasien. Terapi harus mulai pada hari
pertama menstruasi dan dilanjutkan selama lima hari atau sampai berhentinya
menstruasi. (I A)

b. Agen antifibrinolytic

Asam traneksamat (cyclokapron), dapat menurunan sintetis dari Asam


amino lisin, menyebabkan efek antifibrinolytic melalui reversible blokade
pada plasminogen. Obat ini tidak memiliki efek pada pembekuan darah atau
dysmenorrhea. Sepertiga perempuan mengalami efek samping, antara lain
mual dan kram kaki. Traneksamat Asam 1 g setiap enam jam untuk empat hari
pertama dari siklus menstruasi dapat mengurangi kehilangan darah menstruasi
hingga 40 persen.

c. Danazol

Danazol adalah steroid sintetik dengan sifat androgenik ringan,


menghambat steroidogenesis di ovarium dan memiliki efek pada jaringan
endometrium serta mengurangi kehilangan darah menstruasi hingga 80 persen.
Terapi danazol (100-200 mg per hari), 20 persen pasien melaporkan amenore
dan 70 persen melaporkan oligomenore. Sekitar 50 persen dari pasien
8
melaporkan tidak ada efek samping dengan danazol sedangkan 20 persen lagi
melaporkan efek sampingnya sedikit. keluhan yang paling umum adalah berat
badan naik 2-6 kilogram dalam 60 persen pasien. Yang direkomendasikan
pengobatan adalah 100 hingga 200 mg sehari selama 3 bulan.

d. Progestin

Percobaan terkontrol menunjukkan bahwa progestin siklik menjadi


kurang efektif dalam mengontrol perdarahan berat pada menstruasi yang
teratur bila dibandingkan dengan NSAID dan asam traneksamat. Progestin
berguna untuk wanita dengan siklus yang tidak teratur dan dengan siklus
anovulasi bila diberikan selama 12 sampai 14 hari setiap bulan .
Medroxyprogesterone asetat diberikan untuk kontrasepsi untuk menginduksi
amenore dalam tahun pertama pada 80 persen wanita,dan sebanyak 50 persen
dengan perdarahan yang tidak teratur.

e. Kombinasi pil kontrasepsi oral

Penurunan perdarahan menstruasi dengan penggabungan pil komninasi


kontrasepsi oral (OC) adalah hasil dari induksi atrofi endometrium. Sebuah uji
coba terkontrol secara acak pada wanita yang menggunakan OC yang
mengandung 30 mg etinil estradiol menunjukkan terjadi pengurangan 43
persen pada kehilangan darah pada menstruasi. Dua studi kasus kontrol telah
menemukan bahwa pengguna OC jarang mengalami perdarahan menstruasi
yang banyak dan anemia. keuntungan tambahan pada OC adalah sebagai
kontrasepsi oral dan dapat pengurangan dismenore.

f. Sistem progestin intrauterin

Perangkat Progesteron intrauterine (IUD) dilaporkan dapat mengurangi


perdarahan yang hebat pada masa menstruasi . Yang terbaru sistem intrauterin
levonorgestrel (LNG-IUS) yang berbentuk T-shaped IUD yang melepaskan

9
sejumlah levonorgestrel (20 mg / 24 jam) dari reservoir steroid sekitar batang
vertikalnya. Hal ini sedang menjalani pemeriksaan klinis di Kanada.

g. GnRH agonis

Agonis GnRH menginduksi kondisi hypoestrogenic reversibel dengan


mengurangi total volume uterus 40 - 60 percent. Myomas dan pembesaran
volume rahim memperluas ke tingkat pretreatment dalam beberapa bulan
penghentian dari therapy. Agonis GnRH efektif dalam mengurangi kehilangan
darah menstruasi pada wanita perimenopause, tetapi dibatasi oleh efeknya
yaitu hot flashes dan pengurangan densitas tulang.

2. Manajemen Bedah

a. Dilatasi dan kuret

Tidak ada laporan dari percobaan terkontrol acak yang


membandingkan D & C dan pengobatan potensial lainnya untuk sembuh dari
menorrhagia. Penelitian hanya dilakukan untuk mengukur kehilangan darah
sebelum dan setelah D & C dimana ditemukan pengurangan sementara darah
menstruasi segera setelah prosedur, namun, kerugiannya dapat kembali ke
tingkat sebelumnya atau dapat lebih banyak keluar darah pada menstruasi
berikutnya setelah pengobatan. D&C mungkin memiliki peran diagnostik
ketika biopsi endometrium tidak meyakinkan dan gejalanya menetap.

b. Histerektomi

Risiko utama operasi harus ditimbang. Histerektomi adalah solusi


permanen untuk pengobatan menorrhagia dan perdarahan uterus abnormal dan
berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien. Bagi wanita yang telah
melahirkan anak dapat memilih tindakan ini dan telah mencoba konservatif
Terapi tanpa hasil yang dapat diterima, histerektomi seringkali pilihan terbaik.

BAB IV

KESIMPULAN

10
Gangguan haid atau disebut juga dengan perdarahan uterus disfungsional
merupakan keluhan yang sering menyebabkan seorang perempuan datang berobat ke
dokter atau tempat pertolongan pertama lainnya. Keluhan gangguan haid bervariasi
dari ringan sampai berat dan tidak jarang menyebabkan rasa frustasi baik bagi
penderita maupun dokter yang merawatnya.Hampir semua wanita pernah mengalami
gangguan haid selama masa hidupnya. Perdarahan uterus abnormal dari uterus baik
dalam jumlah, frekuensi maupun lamanya, yang terjadi didalam atau diluar haid
sebagai wujud klinis gangguan fungsional mekanisme kerja poros hipotalamus
hipofisis ovarium - endometrium tanpa kelainan organik alat reproduksi.

Perdarahan uterus disfungsional akut umumnya dihubungkan dengan keadaan


anovulatorik, tetapi perdarahan uterus disfungsional kronis dapat terjadi pula pada
siklus anovulatorik. Walaupun ada ovulasi tetapi pada perdarahan uterus disfungsional
anovulatorik ditemukan umur korpus luteum yang memendek, memanjang atau
insufisiensi. Pada perdarahan uterus disfungsional anovulatorik, akibat tidak
terbentuknya korpus luteum aktif maka kadar progesteronnya rendah dan ini menjadi
dasar bagi terjadinya perdarahan.
Pada perdarahan uterus disfungsional langkah pertama yang harus dikerjakan
adalah memperbaiki keadaan umum, termasuk pengatasan anemia. Langkah kedua
adalah menghentikan perdarahan, baik secara hormonal maupun operatif. Setelah
keadaan akut teratasi, sebagai langkah ketiga, dilakukan upaya pengembalian fungsi
normal siklus haid dengan cara mengembalikan keseimbangan fungsi hormon
reproduksi.

Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat


banyak dalam hal ini penderita diistirahatkan dan diberi transfusi dan dilakukan
pemeriksaan untuk meyakinkan tidak adanya abortus inkompletus dan perdarahan
diyakini berasal dari uterus, maka dapat diberikan terapi hormonal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S. Ilmu Kandungan, Edisi 3, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, 2011 :


161-173.

11
2. Ginekologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-UNPAD Bandung, Elstar Offset
Bandung.

3. Cunningham F.G. et al, Abnormal Uterine Bleeding at Williams Obstetric, 21st


edition. McGrawHill: London, 2001.

12

Anda mungkin juga menyukai