Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis
yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan
utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan
atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang
mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui
merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon
imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di
rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya
(26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan
Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak
pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau
secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi.
Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah,
biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan,
10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

B. Tujuan
Dapat memahami tentang pengertian, penyebab, tanda gelaja, proses
perjalanan penyakit, pemeriksaan penunjang serta penatalaksanaan dari
glomerulonefritis.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Medis
1. Anatomi ginjal

Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen,


retroperitoneal antara vetebra lumbal 1 dan 4. pada neonatus kadang-kadang
dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12
lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya
yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks terdaat
glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal.
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi
lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin
permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang
dengan bertambahnya umur.

Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang


berhubungan dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada
janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan
selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai
maturasi fungsional.
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus
proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula
bowman juga disebut badan maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di
glomerulus tetapi peranan tubulus dala pembentukan urine tidak kalah
pentingnya.

2
Gambar 2. Perdarahan pada ginjal
a. Fungsi Ginjal

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan


ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini
dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.

Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :


1)Fungsi ekskresi
a) Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan

mengubah ekskresi air.


b) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan

kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3ˉ


c) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam

rentang normal.
d) Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein

terutama urea, asam urat dan kreatinin.

2)Fungsi non ekskresi


a) Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
b) Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam

stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.


c) Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
d) Degradasi insulin.

3
e) Menghasilkan prostaglandin

Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan


plasma darah dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah
melalui ginjal. Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil
akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu
ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk
berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak
diperlukan dalam tubuh adalah :
a) Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam
glomerulus yang akan menghasilkan cairan filtrasi.
b) Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi
yang tidak diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi
yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler
peritubulus.

Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan


plasma dan substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi.
Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan
plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke
dalam cairan tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari
bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi dan juga
sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.

b. Sistem glomerulus normal

Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan
diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan
korteks dan medula (“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang terletak perifer.
Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang
dalam keadaan normal tidak nyata , dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola
efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler.

4
Diseberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus
proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut,
ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel
mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di
sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma
yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak
di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai
pedunculae atau “foot processes”. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai
podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapatmembrana basalis glomeruler
(GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi
seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana
basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialahlamina rara
interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam
berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis
simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis
glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub
tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi
membentuk bulan sabit (” crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau
sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.

Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :


a) glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada
dibagian luar korteks.
b) glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang
sampai ke bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan
korteks dan medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting
untuk reabsoprsi air dan slut.

5
Gambar 3. Bagian-bagian nefron

Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi


sebagai penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel,
mempunyai sitoplasma yang sangat tipis, yang mengandung banyak lubang
disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A. Membran basal glomerulus
membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel endotel
dengan mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
a) Lamina dense yang padat (ditengah)
b) Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina densa
dan sel endotel
c) Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa
dan sel epitel

Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan


membentuk tonjolan sitoplasma foot process yang berhubungan
dengan lamina rara eksterna. Diantara tonjolan-tonjolan tersebut
adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300
A. Pori-pori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit
diaphgrma. Mesangium (sel-sel mesangial dan matrik) terletak
dianatara kapiler-kapiler gromerulus dan membentuk bagian medial
dinding kapiler. Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler
glomerulus dan mungkin bereran dalam pembuangan makromolekul
(seperti komplek imun) pada glomerulus, baik melalui fagositosis
intraseluler maupun dengan transpor melalui saluran-saluran
intraseluler ke regio jukstaglomerular.

6
Gambar 4. Kapiler gomerulus normal

Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada
filtrat gromerulus menyatakan efektivitas dari dinding kapiler
glomerulus sebagai suatu barier filtrasi. Sel endotel, membran basal
dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion
negatif yang kuat. Muatan anion ini adalahhasil dari 2 muatan
negatif :proteoglikan (heparan-sulfat) dan glikoprotein yang
mengandung asam sialat. Protein dalam daragh relatif memiliki
isoelektrik yang rendah dan membawa muatan negatif murni.
Karena itu, mereka ditolak oleh dinding kapiler gromerulus yang
muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.

7
Gambar 5. Anatomi system ginjal

c. Fisiologi
1)Filtarasi glomerulus

Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma


disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang
bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa,
fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah
kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperti albumin dan
globulin). Filtrat dikumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam
tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR)
merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi
yang juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya
SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling
dalam kapiler tersebut.

2. Defenisi
8
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal
tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada
dewasa ( Buku Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi
glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa
kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur
ginjal yang lain.

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.


Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria
dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron
pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal.
Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827
sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai
etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk
glomerulonefritis.
Glomerulonefritis juga disebut dengan glomerulonefritis akut post
sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang
mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering
mengenai anak-anak.
Glomerulonefritis kronik ( GNK ) adalah suatu gejala yang
menggambarkan penyakit peradangan pada glomerulos tahap akhir, yang
ditandai dengan kerusakan glomerulos secara progresif lambat akibat
glomerulonefritis yang perkembangannya perlahan – lahan dan membahayakan
serta berlangsung lama (10 – 30 tahun).
Glomerulonefritis kronis ialah diagnosis klinis berdasarkan
ditemukannya hematuria dan proteinuria yang menetap. ( Arief mansjoer, dkk.
2000 )
9
Glomerolusnefritis Kronis adalah suatu kondisi peradangan yg lam dari
sel-sel glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerolonefritis akut yg
tidak membaik atau timbul secara spontan. (Arif muttaqin & kumala Sari, 2011)

3. Etiologi

Penyebab dari Glomerulo nefritis Kronis yaitu :


a. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta
hemoliticus group A).
b. Keracunan.
c. Diabetes Melitus
d. Trombosis vena renalis.
e. Hipertensi Kronis
f. Penyakit kolagen
g. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemukan pada stadium
lanjut.

Penyakit ini ditemukan pada semua usia, tetapi sering terjadi pada usia awal
sekolah dan jarang pada anak yang lebih muda dari 2 tahun. Lebih banyak pria
dari pada wanita (2 : 1). Timbulnya GNK didahului oleh akut (infeksi ekstra
renal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman
streptokokkus beta hemolitikus gol A). Faktor lain yang dapat menyebabkan
adalah factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi.

Penyakit ini timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan
pada stadium yang sudah lanjut, ketika gejala – gejala insufiensi ginjal timbul
(ginjal atrofi). Manifestasi renal karena penyakit – penyakit sistemik seperti :
SLE, DM, Amyloid disease. GNK merupakan penyebab utama penyakit renal
tahap akhir

Menurut data yang sampai saat ini dikumpulkan oleh Indonesian


Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi
terbanyak sebagai berikut: glomerulonefritis (25%), diabetes melitus
(23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
a. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal


progresif dan difus yang seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik.
Glomerulonefritis berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik
10
seperti lupus eritomatosus sistemik, poliartritis nodosa,
granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis (glomerulopati) yang
berhubungan dengan diabetes mellitus (glomerulosklerosis) tidak
jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan penyakit ginjal
kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amilodois
sering dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun seperti
tuberkulosis, lepra, osteomielitis arthritis rheumatoid dan myeloma
(Sukandar, 2006).
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit
ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum
memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus
(Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan,
glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.
Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari
ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila
kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes
melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006).
Gambaran klinis glomerulonefritis mungkin tanpa
keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin
atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus
memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006).
b. Diabetes melitus

Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo


(2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great
imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh
dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat
bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti
minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering
ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat
11
berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang
tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya
(Waspadji, 1996).
c. Hipertensi.

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan


tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg (Mansjoer, 2001). Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi
esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau
idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal
(Sidabutar, 1998).
Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nephrosclerosis)
merupakan salah satu penyebab penyakit ginjal kronik. Insiden
hipertensi esensial berat yang berakhir dengan gagal ginjal kronik
kurang dari 10% (Sukandar, 2006).
d. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi


cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista.
Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua
ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan
genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit.
Ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering
didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit
ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh
karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun.
Glomerulonefritis, hipertensi esensial, dan pielonefritis
merupakan penyebab paling sering dari PGK, yaitu sekitar 60%.
Penyakit ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal
polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15-
20% (Sukandar,
2006).

Kira-kira 10-15% pasien-pasien penyakit ginjal kronik


disebabkan penyakit ginjal kongenital seperti sindrom Alport,
12
penyakit Fabbry, sindrom nefrotik kongenital, penyakit ginjal
polikistik, dan amiloidosis (Sukandar, 2006).
Pada orang dewasa penyakit ginjal kronik yang berhubungan
dengan infeksi saluran kemih dan ginjal (pielonefritis) tipe
uncomplicated jarang.

4. Patogenisis

Tidak diketahui namun terjadi perubahan pada parenkim ginjal


berhubungan dengan hipertensi infeksi intermitan atau sering kambuh pada
parenkim. Tampilannya jaringan ginjal atrofi dan fungsi masa nefron menurun
secara bermakna, parenkim cortex tipis tetapi calculus dan pelvis normal, pada
biopsi atrofi tahap akhir menunjukan hyalinisasi glomerulus, tubulus berkurang,
fibrosis intersititium, pada pemeriksaan mikroskopik terdapat efek – efek sisa
endapan immune kompleks.

5. Manifestasi Klinik

Glomerulonefritis kronis ditandai dengan kerusakan glomerulus secara


progresif lambat akibat glomerulonefritis yang berlangsung lama. Gejala utama
yang ditemukan adalah :
a. Kadang-kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai
terjadi gagal ginjal.
b. Hematuri
c. Edema, penurunan kadar albumin
d. Hipertensi, Kadang-kadang ada serangan ensefalopatihipertensi
e. Peningkatan suhu badan
f. Sakit kepala, lemah, gelisah
g. Mual, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun
h. Ureum dan kreatinin meningkat
i. Oliguri dan anuria
j. Suhu subfebril
k. Kolestrol darah naik
l. Fungsi ginjal menurun
m. Ureum meningkat + kreatinin serum.
n. Anemia.
o. Gagal jantung kematian.
p. Selalu merasa haus dan miksi pada malam hari (nokturia)

Sakit kepala, pusing, dan pada umumnya terjadi gangguan pencernaan


Edema, susah bernapas, angina, hematuria, anemia

13
Dapat tanpa keluhan sampai terjadi gagal ginjal. Anaka lemah, lesu,
nyeri kepala, gelisah, mual, koma, dan kejang pada stadium akhir. Edema
seddikit, suhu subfebril. Bila pasien memasukin fase nefrotik dari
glomerulonefritis kronis, maka edema bertambah jelas, perbandingan albumin-
globulin terbalik, kolestrol darah meninggi. Fungsi ginjal menurun, ureum dan
kreatinin meningkat, dan anemia bertambah berat, diikuti tekanan darah yang
mendadak meningi. Kadang-kadang terjadi ensefalopati hipertensif dan gagal
jantung yang berakhir dengan kematian.

6. Klasifikasi
a. Glomerulonefritis Primer
Glomerulonefritis membranoproliferasif

Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya


dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik
sampai glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria
mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala
glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan
sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian
atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca
streptococcus atau nefropati IgA.

Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau
setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling
sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik.
Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden
2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada
berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah
dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan
sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan,
sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.

b. Glomerulonefritis sekunder

14
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering
adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama
menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca
streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang
disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.

7. Pemeriksaan laboratorium :
a. Urinalisis
b. Pemeriksaan darah lengkap
c. Biopsi ginjal untuk menunjukkan obstruksi kapiler glomerular dan
memastikan diagnosis.
Pada urin ditemukan albumin (+), silinder, eritrosit, leukosit hilang
timbul, berat jenis urin menetap pada 1008-1012. Pada darah ditemukan
LED, ureum, kreatinin dan fosfor serum yang meninggi serta kalsium
serum yang menurun, sedangkan kalium meningkat. Anemia tetap ada.
Uji fungsi ginjal menunjukkan fungsi ginjal menurun.

8. Patofisiologi

Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala,


sakit punggung, dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata
(kelopak), mual dan muntah-muntah. Pada keadaan ini proses kerusakan ginjal
terjadi menahun dan selama itu gejalanya tidak tampak. Akan tetapi pada
akhirnya orang-orang tersebut dapat menderita uremia (darah dalam air seni)
dan gagal ginjal.
Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal
sebagai tempat membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh
dan berbagai racun yang tidak diperlukan tubuh serta dikeluarkan sebagai urine
dengan jumlah setiap hari berkisar antara 1-2 liter. Selain fungsi tersebut, ginjal
berfungsi antara lain mempertahankan kadar cairan tubuh dan elektrolit (ion-
ion), mengatur produksi sel-darah merah. Begitu banyak fungsi ginjal sehingga
bila ada kelainan yang mengganggu ginjal, berbagai penyakit dapat
ditimbulkan.
15
Glomerulonefritis merupakan berbagai kelainan yang menyerang sel-sel
penyerang ginjal (sel glomerulus). Glomerulonefritis menahun adalah penyakit
paling sering menimbulkan gagal ginjal dikemudian hari. Kelainan ini terjadi
akibat gangguan utama pada ginjal (primer) atau sebagai komplikasi penyakit
lain (sekunder), misalnya komplikasi penyakit diabetes mellitus, keracunan
obat, penyakit infeksi dan lain-lain. Pada penyakit ini terjadi kebocoran protein
atau kebocoran eritrosit.
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal
tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada
dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab
yang tidak jelas dan sebagian besar tampak bersifat imunologis.
Glomerulonefritis menunjukkan kelainan yang terjadi pada glomerulus,bukan
pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan
interstitial maupun sistem vaskulernya.

Gambar 2.7.1 Proses terjadinya proteinuria dan hematuria

9. Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal


ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi
toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah
sebelum terjadinya penurunan LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak
terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi
dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat
terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-
30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak bermanfaat
(Suwitra, 2006). Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan
penurunan LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk
mengetahui kondisi komorbid (superimposed factors) yang dapat

16
memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain,
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi
traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obatan nefrotoksik, bahan
radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya (Suwitra, 2006).
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit ginjal kronik sesuai dengan
derajatnya,

1)Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah


atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen (Sukandar, 2006).
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt,
sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu
dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kgbb/hari, yang 0,35-0,50 gr
diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang
diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari, dibutuhkan pemantauan yang
teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan
kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan
karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi tapi dipecah
menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama dieksresikan
melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion
hydrogen, posfat, sulfat, dan ion unorganik lain juga dieksresikan melalui
ginjal (Suwitra, 2006). Pemberian diet tinggi protein pada pasien penyakit
ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion
anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang
disebut uremia. Pembatasan protein akan mengakibatkan berkurangnya
sindrom uremik (Suwitra, 2006).
Masalah penting lain adalah, asupann protein berlebihan (protein
Overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa
peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus
hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi
ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan
asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang
sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hyperfosfatemia
(Suwitra, 2006).
2)Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk PGK harus adekuat dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi (Sukandar, 2006).
3)Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
4)Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari
LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

b. Terapi simtomatik
1)Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada PGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama
17
(chief complaint) dari PGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi
mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu
program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik (Sukandar, 2006).
2) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
3) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.

c. Hipertensi

Pemberian obat antihipertensi, selain bermanfaat untuk memperkecil risiko


kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat perburukan
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan
hipertrofi glmerulus. Beberapa studi membuktikann bahwa, pengendalian
tekanan darah mempunyai peran sama pentingnya dengan pembatasan
asupan protein, dalam memperkecil hipertensi intraglomerulus dan
hipertrofi glomerulus. Selain itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait
dengan derajat proteinuria, yang merupakan faktor risiko terjadinya
perburukan fungsi ginjal (Suwitra, 2006).

d. Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular


yang diderita. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal
yang penting, karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik
disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam
pencegahan danterapi terhadap penyakit kardiovaskular adalah,
pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia,
pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia, dan terapi terhadap
kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait
dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik
secara keseluruhan (Suwitra, 2006).
e. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
 Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk
mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi
dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien PGK yang belum tahap
akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi
dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang
termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan
cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,

18
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg%
dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat
(Sukandar, 2006).

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan


sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.
Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya
adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal (Rahardjo, 2006).
 Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory


Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di
Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang
tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita
penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGTA (gagal
ginjal tahap akhir) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi
untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari
pusat ginjal (Sukandar, 2006).

f. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Menurut (Sukandar, 2006) pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
 Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih
seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya
mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
 Kualitas hidup normal kembali
 Masa hidup (survival rate) lebih lama
 Kompllikasi terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
 Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
19
Medik :
a. Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.
Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.
b. Pengawasan hipertenasi antihipertensi.Pemberian antibiotik untuk
infeksi.
c. Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup pasien.

Keperawatan :
Disesuaikan dengan keadaan pasien. Pasien dianjurkan secara
teratur untuk senantiasa kontrol pada ahlinya Program diet ketat tetapi
cukup asupan gizinya.,Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan
aktivitas sesuai kemampuannya.dan Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati
untuk mencegah berlanjut ke sindrom nefrotik atau GGK.

10. Komplikasi

Komplikasi dari Glomerulonefritis adalah :


a. Oliguri sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi
sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia
dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat
pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis (bila
perlu).
b. Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing,
muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme
pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
c. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah tetapi juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesardan terjadi
gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
d. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis
eritropoietik yang menurun.
e. Gagal Ginjal Akut (GGA)
20
B. Konsep Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Keadaan umum :

a. Riwayat :
1) Identitas anak: nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.
2) Riwayat kesehatan yang lalu: pernahkah sebelumnya anak sakit seperti ini
3) Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami,
imunisasi, hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan.
4) Pola kebiasaan sehari – hari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola

istirahat tidur, aktivitas atau bermain, dan pola eliminasi.


b. Riwayat penyakit saat ini:
1) Keluhan utama
2) Alasan masuk rumah sakit
3) Faktor pencetus
4) Lamanya sakit
c. Pengkajian sistem
1) Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada (adanya

edema).
2) b. Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada
tidaknya cyanosis, diaphoresis.
3) Sistem pernafasan : kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronki, retraksi

dada, cuping hidung.


4) Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku ( mood, kemampuan

intelektual,proses pikir ), sesuaikah dgn tumbang? Kaji pula fungsi sensori,


fungsi pergerakan dan fungsi pupil.
5) Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya hepatomegali

/ splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang air besar.


6) Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.

d. Pengkajian keluarga
1) Anggota keluarga
21
2) Pola komunikasi
3) Pola interaksi
4) Pendidikan dan pekerjaan
5) Kebudayaan dan keyakinan
6) Fungsi keluarga dan hubungan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan hipernatremia
b. Resiko kelebihan volume cairan b/d penurunan volume urine, retensi cairan
dan natrium
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anorexia
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue.
e. Gangguan istirahat/tidur b/d edema.
f. Resiko gangguan integritas kulit factor resiko gangguan turgor kulit (edema)
g. Gangguan citra diri b.d perubahan struktur tubuh (edema)

Diagnosa disesuaikan dengan diagnosa PPNI

1. Gangguan integritas jaringan ( D. 0129 )


2. Resiko ketidakseimbangan cairan ( D.0036 )
3. Defisit nutrisi ( D.0019 )
4. Intoleransi aktivitas ( D.0056 )
5. Gangguan pola tidur ( D.0055 )
6. Gangguan citra tubuh ( D . 0083 )

3. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan integritas jaringan ( D. 0129 )
/ Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan retensi air dan
hipernatremia

Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukkan perfusi jaringan


serebral normal ditandai dengan tekanan darah dalam batas normal,
penurunan retensi air, tidak ada tanda-tanda hipernatremia.

Intervensi :
22
a. Monitor dan catat Tekanan Darah setiap 1 – 2 jam perhari
selama fase akut.
Rasional: untuk mendeteksi gejala dini perubahan Tekanan Darah
dan menentukan intervensi selanjutnya.
b. Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction.

Rasional: serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen


ke otak

c. Atur pemberian anti Hipertensi, monitor reaksi klien.


Rasional: Anti Hipertensi dapat diberikan karena tidak
terkontrolnya Hipertensi yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal
d. Monitor status volume cairan setiap 1 – 2 jam, monitor urine
output (N : 1 – 2 ml/kgBB/jam).

Rasional: Monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan


dapat menyebabkan tekanan darah meningkat.

e. Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon


pupil) setiap 8 jam.
Rasional: Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi
pada status neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya.
f. Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order.
Rasional: Diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan.
g. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan sesuai
indikasi.
Rasional: Memaksimalkan transport oksigen kejaringan.

2. Resiko ketidakseimbangan cairan ( D.0036 )


/ Resiko kelebihan volume cairan b/d penurunan volume urine, retensi
cairan dan natrium
Kriteria Evaluasi: Klien dapat mempertahankan volume cairan
dalam batas normal ditandai dengan urine output 1 - 2 ml/kg BB/jam.

Intervensi:

a. Timbang BB tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam.


Rasional: Peningkatan BB merupakan indikasi adanya retensi cairan,
penurunan output urine merupakan indikasi munculnya gagal ginjal.
b. Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk anak
laki-laki cek adanya pembengkakan pada skrotum

23
Rasional: Peningkatan lingkar perut dan Pembengkakan pada skrotum
merupakan indikasi adanya ascites.
c. Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila
menggunakan tiazid/furosemide.
Rasional: Diuretik dapat menyebabkan hipokalemia, yang
membutuhkan penanganan pemberia potassium.
d. Monitor dan catat intake cairan.
Rasional: Klien mungkin membutuhkan pembatasan pemasukan cairan
dan penurunan laju filtrasi glomerulus, dan juga membutuhkan
pembatasan intake sodium.
e. Kaji warna warna, konsentrasi dan berat jenis urine.
Rasional: Urine yang keruh merupakan indikasi adanya peningkatan
protein sebagai indikasi adanya penurunan perfusi ginjal.
f. Monitor hasil tes laboratorium
Rasional: Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah dan kadar kreatinin
indikasi adanya gangguan fungsi ginjal.

3. Defisit nutrisi ( D.0019 )


/ Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
anorexia.

Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukan peningkatan intake


ditandai dengan porsi akan dihabiskan minimal 80%.

Intervensi :

a. Sediakan makan dan karbohidrat yang tinggi.


Rasional: Diet tinggi karbohodrat biasanya lebih cocok dan
menyediakan kalori essensial.
b. Sajikan makan sedikit-sedikit tapi sering, termasuk makanan
kesukaan klien.
Rasional: Menyajikan makan sedikit-sedikt tapi sering, memberikan
kesempatan bagi klien untuk menikmati makanannya, dengan
menyajikan makanan kesukaannya dapat menigkatkan nafsu makan.
c. Batasi masukan sodium dan protein sesuai order.
Rasional: Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa
kasus ginjal tidak dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk
membatasi pemasukan cairan

24
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue.

Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukan adanya peningkatan


aktivitas ditandai dengan adanya kemampuan untuk aktivitas atau
meningkatnya waktu beraktivitas.

Intervensi :

a. Buat jadwal/periode istirahat setelah aktivitas.


Rasional: Dengan periode istirahat yang terjadual menyediakan energi
untuk menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang dapat
meningkatkan stress pada ginjal.
b. Sediakan / ciptakan lingkungan yang tenang, aktivitas yang
menantang sesuai dengan perkembangan klien.
Rasional: Jenis aktivitas tersebut akan menghemat penggunaan energi
dan mencegah kebosanan.
c. Buat rencana / tingkatan dalam keperawatan klien agar tidak
dilakukan pada saat klien sementara dalam keadaan istirahat pada
malam hari.
Rasional: Tingkatan dalam perawatan/pengelompokan dapat membantu
klien dalam memenuhi kebutuhan tidurnya.

5. Gangguan pola tidur ( D.0055 )


/ Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan immobilisasi dan edema.

Kriteria / Evaluasi: Klien dapat mempertahankan integritas kulit


ditandai dengan kulit tidak pucat, tidak ada kemerahan, tidak ada edema
dan keretakan pada kulit/bersisik.

Intervensi:

a. Sediakan kasur busa pada tempat tidur klien

Rasional: Menurunkan resiko terjadinya kerusakan kulit.

b. Bantu merubah posisi tiap 2 jam.

Rasional: Dapat mengurangi tekanan dan memperbaiki sirkulasi,


penurunan resiko terjadi kerusakan kulit.

c. Mandikan klien tiap hari dengan sabun yang mengandung pelembab.

Rasional: Deodoran / sabun berparfum dapat menyebabkan kulit kering,


menyebabkan kerusakan kulit.

25
d. Dukung / beri sokongan dan elevasikan ekstremitas yang mengalami
dema.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi balik dari pembuluh darah vena untuk
mengurangi pembengkakan.

6. Gangguan citra tubuh ( D . 0083 )


/ Gangguan citra diri b.d perubahan struktur tubuh (edema)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama (....x....) diharapkan


pasien dapat menerima kondisinya, dengan kh :
a. mengidentifikasi perasaan dan metode koping untuk persepsi negatif
pada diri sendiri.
b. menyatakan penerimaan terhadap situasi diri.

Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi dan pengobatan,
dan ansietas hubungan dg situasi saat ini.
Rasional: mengidentifikasi luas masalah dan perlunya intervensi.
b. Dorong menyatakan konflik kerja dan pribadi yang mungkin timbul,
dengar dg aktif.
c. membantu pasien mengidentifikasi dan solusi masalah.
membantu pasien mengidentifikasi dan solusi masalah.

26
.BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Glomerulonefritis merupakan peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah
sekaligus kapiler ginjal (Glamerulus), (Japaries, Willie, 1993).
Glomerulonefritis merupakan sindrom yang ditandai oleh peradangan dari
glumerulus diikuti pembentukan beberapa antigen (Engran, Barbara, 1999).
Glomerulonefritis dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Glumerulonefritis Akut merupakan penyakit yang mengenai
glomeruli kedua ginjal. Glumerulonefritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3
minggu setelah serangan infeksi streptococus.
b. Glumerulonefritis Kronik merupakan kerusakan glomeruli yang
mengalami pengerasan (sklerotik). Ginjal mengecil, tubula mengalami
atrofi, ada inflamasi interstisial yang kronik dan arteriosklerosis.

B. Saran

27
Dengan penulisan makalah ini, kelompok berharap agar dapat menambah ilmu
pengetahuan kepada pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis kepada pembaca semua
agar sudi kiranya memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun

28
1

Anda mungkin juga menyukai