Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
 
1. Latar Belakang
Central Venous Pressure yang juga dikenal dengan singkatan CVP atau kita sebut sebagai
Tekanan Vena Sentral, pada beberapa penanganan kasus sangat diperlukan untuk mendukung
diagnosa, mengetahui kondisi pasien, serta monitoring resusitasi. CVP adalah suatu hasil dari
pengukuran tekanan vena sentral dengan jalan memasang suatu alat Central Venous
Catheter atau yang dikenal dengan singkatan CVC. CVC tersebut dapat dipasang pada
beberapa lokasi seperti pada vena jugularis interna, vena subklavia, vena basilika, vena
femoralis. Dimana masing-masing lokasi tersbut memiliki keuntungan dan kerugian dalam
hal tingkat kesulitan pemasangan, resiko pemsangan, kenyamanan pasien, perawatan CVC,
juga ketersediaan jenis CVC yang sesuai dengan lokasi pemasangan CVC tersebut.
Walaupun pada CVP yang kita nilai adalah suatu tekanan, dimana tekanan ini masih banyak
faktor-faktor lain yang menentukan selain volume, namun Central Venous Pressure ini maish
digunakan dalam hal mengestimasi kecukupan volume intravaskular. Meskipun saat ini sudah
ada beberapa metode lain yang lebih tepat dalam hal pengukuran volume intravaskular seperti
Stroke Volume Variation atau SVV, dengan menggunakan suatu alat khusus, tetap saja hal
tersebut bersifat invasif dan biaya yang cukup besar. Sehingga CVP masih diandalkan untuk
mengestimasi kecukupan volume di intravaskular.

 
1. Rumusan Masalah
2. Apa definisi dari CVP?
3. Apa tujuan pemasangan CVP?
4. Apa saja indikasi pemasangan CVP?
5. Bagaimana intepretasi dari pengukuran CVP?
6. Apa saja penyebab meningkatnya CVP?
7. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran CVP?
8. Apa komplikasi dari pemasangan CVP?
9. Bagaimana cara pengukuran CVP?
10. Bagaimana peran perawat dalam merawat pasien dengan pemasangan CVP?
11. Bagaimana pengukuran blood pressure?
12. Apa definisi invasive intra arterial blood pressure?
13. Bagaimana proses keperawatan pasien dengan CVP dan invasive intra arterial blood
pressure?
14. Tujuan
15. Tujuan umum
Mahasiswa dapat mengetahui konsp dasar dan proses asuhan keeprawatan pasien dengan
CVP dan invasive intra arterial blood pressure
2. Tujuan khusus
 Mahasiswa dapat menjekaskan definisi dari CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui tujuan pemasangan CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui indikasi pemasangan CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui intepretasi dari pengukuran CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui penyebab meningkatnya CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari pemasangan CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui cara pengukuran CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui peran perawat dalam merawat pasien dengan
pemasangan CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui pengukuran blood pressure?
 Mahasiswa dapat mengetahu definisi invasive intra arterial blood pressure?
 Mahasiswa dapat mengetahui proses keperawatan pasien dengan CVP dan invasive
intra arterial blood pressure?
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 
1. CVP (Central Venous Pressure)
2. Konsep CVP (Central Venous Pressure)
 Definisi
Tekanan vena sentral (central venous pressure, CVP) adalah tekanan intravaskular didalam
vena cava torakal. Tekanan vena sentral menggambarkan banyaknya darah yang kembali ke
dalam jantung dan kemampuan jantung untuk memompa darah kedalam sistem arterial.
Perkiraan yang baik dari tekanan atrium kanan, yang mana merupakan faktor yang
menentukan dari volume akhir diastolik ventrikel kanan. Tekanan vena sentral
menggambarkan keseimbangan antara volume intravaskular, venous capacitance, dan fungsi
ventrikel kanan.
CVP penting karena menggambarkan perubahan dalam sistem kardiovaskular. Termasuk
tekanan atrium kanan (selama vena cava tdak terhalang), dan secara tidak langsung, tekanan
akhir diastolik. Pengukuran CVP sering digunakan sebagai panduan untuk menentukan status
volume pasien dan kebutuhan cairan dan untuk memeriksa adanya tamponade.

 Indikasi pengukuran CVP


1. Kegagalan sirkulasi akut
2. Antisipasi transfusi darah massif untuk terapi penggantian cairan
3. Penggantian cairan yang hati‐hati pada pasien dengan gangguan jantung
4. Curiga adanya tamponade
 Interpretasi pengukuran tekanan vena sentral
CVP sangat berarti pada penderita yang mengalami shock dan penilaiannya adalah sebagai
berikut :

1. CVP Rendah : < 4 cmH2O


Beri darah atau cairan dengan tetesan cepat.
Bila CVP normal, tanda shock hilang -> shock hipovolemik
Bila CVP normal, tanda – tanda shock bertambah -> shock septik
1. CVP Normal : 4-10 cmH2O
Bila darah atau cairan dengan hati – hati dan dipantau pengaruhnya dalam sirkulasi.
Bila CVP normal, tanda – tanda shock negatif -> shock hipovolemik
Bila CVP bertambah naik, tanda shock positif -> septik shock, cardiogenik shock

1. CVP Sedang : 10-15 cmH2O


2. CVP Tinggi : > 15 cmH2O
Menunjukkan adanya gangguan kerja jantung (insufisiensi kardiak)
Terapi : obat kardiotonika (dopamin
 Penyebab meningkatnya CVP
1. Vasokonstriksi
2. Peningkatan tekanan darah
3. Kerusakan ventrikel kanan
4. Insufisiensi trikuspid
5. Tamponade perikardial
6. Emboli paru
7. Penyakit Obstruksi paru
8. Ventilasi tekanan positif
Penurunan CVP menunjukkan adanya Hipovolemia, vasodilatasi atau peningkatan tekanan
miokard

 Faktor‐faktor yang mempengaruhi pengukuran tekanan vena sentral


1. Volume darah vena sentral
2. Venous return/cardiac output
3. Volume darah total
4. Tonus vaskuler regional 4
5. Pemenuhan kompartemen sentral
6. Tonus vaskuler
7. Pemenuhan ventrikel kanan
8. Penyakit myokard
9. Penyakit perikard
10. Tamponade
11. Penyakit katup trikuspid
12. Stenosis
13. Regurgitasi
14. Ritme jantung
15. Ritme junctional
16. Fibrilasi atrium
17. Disosiasi atrioventrikular
18. Level transducer
19. Posisi pasien
20. Tekanan intrathorakal
21. Respirasi
22. Intermittent positive‐presure ventilation
23. Positive end‐expiratory pressure
24. Tension pneumothorax
25. Konsep Pemasangan CVP
 Definisi
CVP adalah memasukkan kateter poliethylene dari vena tepi sehingga ujungnya berada di
dalam atrium kanan atau di muara vena cava. CVP disebut juga kateterisasi vena sentralis
(KVS). Pengukuran tekanan vena central (CVP) merupakan alat yang berguna dalam
perawatan pasien yang sakit akut. Pengukuran CVP menunjukkan tekanan dalam vena besar
(vena kava superior dan vena kava inferior). Ini digunakan untuk memantau volume darah
yang bersirkulasi, fungsi ventrikuler kanan, dan arus balik vena sentral, meskipun tidak
mengukur secara langsung tekanan atrial kanan. (Grifin, 1999)  Pengukuran tekanan darah di
atrium kanan dan digunakan dalam situasi klinis untuk menggambarkan status cairan.
(Brooker, 2008). Pengukuran tekanan vena central adalah tekanan di dalam Atrium kanan dan
dalam vena – vena besar di toraks. Merupakan gambaran tekanan pengisian ventrike kanan
dan menunjukan sisi kanan jantung dalam mengatur beban cairan. (Smeltzer,2001)

 Tujuan pemasangan CVP


1. Untuk mengkaji status cairan intravaskuler pasien. (Mary E. Mancini, 2000 : 164)
2. Sebagai pemandu pemberian cairan pada pasien sakit yang serius
3. Sebagai pengukur volume efektif darah yang beredar (Smeltzer;2001:747748)
 Tempat penusukan
Pemasangan kateter CVP dapat dilakukan secara perkutan atau dengan cutdown melalui vena
sentral atau vena perifer, seperti

1. vena basilika
2. vena sephalika
3. vena jugularis interna/eksterna
4. vena subklavia.
 Indikasi untuk kateter vena sentral
1. Resusitasi cairan
2. Pemberian obat dan cairan
3. Pemberian makanan secara panenteral
4. Pengukuran tekanan vena sentral
5. Akses vena yang buruk
6. Pacu jantung (Jevon, 2008: 140)
 Komplikasi
Menurut Nuracmah, Elly (2000) dalam buku saku prosedur keperawatan medical bedah
dijelaskan bahwa komplikasi dari pemasangan cvp sebagai berikut:

1. Kelebihan cairan Ketidaktepatan pemasangan kateter pada atrium kanan


menyebabkan nilai CVP tidak akurat dan tidak sesuai dengan kondisi pasien, sehingga
pemberian terapi cairan beresiko berlebihan.
2. Infeksi pada tempat tusukan dan Sepsis Perawatan pada tempat pemasangan kateter
CVP pada tubuh pasien harus memperhatikan teknik steril, sehingga apabila tidak dilakukan
perawatan yang benar maka akan timbul sepsis akibat adanya infeksi dan ketidasterilan
perwatan pada tempat pemasangan kateter CVP.
3. Emboli udara
4. Hematoma
5. Hemotoraks
6. Pneumotoraks
7. Temponade jantung
 Gelombang CVP
Gelombang CVP terdiri dari, gelombang:
1. a= kontraksi atrium kanan, Jika gelombang naik diindikasikan mengelam,i kegagalan
ventrikel kanan atau stensis trikuspid
2. c= penutpan katub trikuspid (mengikuti kompleks QRS) dari kontraksi ventrikel
kanan,
3. x= enggambarkan relaksasi atrium triskuspid
4. v= penutupan katup trikuspid
5. y= pembukaan katup trikuspid

 Metode Pengukuran
Persiapan untuk Pengukuran

1. Persiapan Alat
2. Skala pegnukur
3. Selang penghubung (manometer line)
4. Standar infus
5. Three way stopcock
6. Pipa U
7. Set infus
8. Cara Merangkai
9. Menghubungkan set infus dg cairan NaCl 0,9%
10. Mengeluarkan udara dari selang infuse
11. Menghubungkan skala pengukuran dengan threeway stopcock
12. Menghubungkan three way stopcock dengan selang infuse
13. Menghubungkan manometer line dengan three way stopcock
14. Mengeluarkan udara dari manometer line
15. Mengisi cairan ke skala pengukur sampai 25 cmH2O
16. Menghubungkan manometer line dengan kateter yang sudah terpasang
17. Cara Pengukuran
18. Memberikan penjelasan kepada pasien
19. Megatur posisi pasien
20. Lavelling, adalah mensejajarkan letak jantung (atrium kanan) dengan skala pengukur
atau tansduser
21. Letak jantung dapat ditentukan dg cara membuat garis pertemuan antara sela iga ke
empat (ICS IV) dengan garis pertengahan aksila
22. Menentukan nilai CVP, dengan memperhatikan undulasi pada manometer dan nilai
dibaca pada akhir ekspirasi
23. Membereskan alat-alat
24. Memberitahu pasien bahwa tindakan telah selesai
 

 Peran Perawat
1. Sebelum Pemasangan
2. Mempersiapkan alat untuk penusukan dan alat-alat untuk pemantauan
3. Mempersiapkan pasien dan memberikan penjelasan, tujuan pemantauan, dan
mengatur posisi sesuai dengan daerah pemasangan
4. Saat Pemasangan
5. Memelihara alat-alat selalu steril
6. Memantau tanda dan gejala komplikasi yang dapat terjadi pada saat pemasangan
seperti ganguan irama jantug, perdarahan
7. Membuat klien merasa nyaman dan aman selama prosedur dilakukan
8. Setelah
9. Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara:
Melakukan Zero Balance: menentukan titik nol/letak atrium, yaitu pertemuan antara garis
ICS IV dengan midaksila

Zero balance: dilakukan pd setiap pergantian dinas , atau gelombang tidak sesuai dengan
kondisi klien,

Melakukan kalibrasi untuk mengetahui fungsi monitor/transduser, setiap shift, ragu terhadap
gelombang.

 
 

Gambar zero balance

1. Mengkorelasikan nilai yang terlihat pada monitor dengan keadaan klinis klien.
2. Mencatat nilai tekanan dan kecenderungan perubahan hemodinamik.
3. Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-obatan.
4. Mencegah terjadi komplikasi dan mengetahui gejala dan tanda komplikasi (seperti
Emboli udara, balon pecah, aritmia, kelebihan cairan,hematom, infeksi,penumotorak, rupture
arteri pulmonalis, dan infark pulmonal).
5. Memberikan rasa nyaman dan aman pada klien.
6. Memastikan letak alat-alat yang terpasang pada posisi yang tepat dan cara memantau
gelombang tekanan pada monitor dan melakukan pemeriksaan foto toraks (CVP, Swan gans).
7. Lakukan foto thorax bila diperlukan untuk melihat posisi CVP
X-ray pada dada dilakukan setelah pemasangan CVP untuk mengkonfirmasi bahwa posisinya
berada di dalam vena kava superior. Setelah insersi CVP, rontgen dada harus dilakukan
segera untuk menghindari terjadi pneumotoraks dan juga untuk memeriksa posisi ujung
kateter (SCV ideal). jika selama dan setelah insersi CVP ada tanda tanda kelainan klinis pada
pasien kemungkinan pneumotoraks harus diperhitungkan.

 
1. Konsep Invasife Blood Pressure
Tekanan darah merupakan tekanan yang disebabkan oleh laju aliran darah yang arahnya
tegak lurus terhadap dinding pembuluh darah. Tekanan darah yang umumnya disebut,
merupakan tekanan darah arteri. Tekanan darah merupakan faktor yang sangat penting pada
sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi
homeostatsis di dalam tubuh. Dan jika sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi, maka
terjadilah gangguan pada sistem transport oksigen, karbondioksida, dan hasil-hasil
metabolisme lainnya. Di lain pihak fungsi organ-organ tubuh akan mengalami gangguan
seperti gangguan pada proses pembentukan air seni di dalam ginjal ataupun pembentukan
cairan cerebrospinalis dan lainnya.  Satuan yang digunakan untuk pengukuran tekanan darah
adalah mmHg. Satu mmHg merupakan besar tekanan yang dapat dihasilkan dari cairan
setinggi 1 mm yang memiliki massa jenis sebesar 13.5951 gr/cm3 (yang merupakan massa
jenis dari air raksa dalam temperature 0oC).
Menurut Ibnu (1996) Terdapat beberapa pusat yang mengawasi dan mengatur perubahan
tekanan darah, yaitu :

1. Sistem syaraf yang terdiri dari pusat-pusat yang terdapat di batang otak, misalnya
pusat vasomotor dan diluar susunan syaraf pusat, misalnya baroreseptor dan kemoreseptor.
2. Sistem humoral atau kimia yang dapat berlangsung lokal atau sistemik, misalnya
rennin-angiotensin, vasopressin, epinefrin, norepinefrin, asetilkolin, serotonin, adenosine dan
kalsium, magnesium, hydrogen, kalium, dan sebagainya.
3. Sistem hemodinamik yang lebih banyak dipengaruhi oleh volume darah, susunan
kapiler, serta perubahan tekanan osmotik dan hidrostatik di bagian dalam dan di luar sistem
vaskuler.
 

Tekanan darah dapat diukur melalui dua cara yaitu secara non invasive dan invasive

1. Non Invasive Blood Pressure (NIBP)


Teknik pengukuran darah dengan menggunakan cuff atau manset, baik secara manual
maupun menggunakan mesin sebagaimana bedsidemonitor yang ada di unit pelayanan
Intensif. Ukuran manset harus disesuaikan dengan besarnya lengan pasien, karena ketidak
sesuaian ukuran manset akan mengurangi validitas hasil pengukuran. Data status
hemodinamik yang bisa didapatkan adalah:

1. Sistolik pressure adalah tekanan darah maksimal dari ventrikel kiri saat systole.
2. Diastolic pressure adalah gambaran dari elastisitas pembuluh darah dan kecepatan
darah saat dipompakan dalam arteri.
3. MAP (Mean Arterial Pressure) adalah tekanan rata-rata arteri, menggambarkan
perfusi rata-rata dari peredaran darah sistemik.
 

Nilai Tekanan Hemodinamik

NORMAL
VALUE ABBREVIATION DEFINITION RANGE FORMULA

Tekanan rata-
rata yang
dihasilkan
oleh tekanan
Mean darah arteri 2D + 1S
Arterial disaat akhir 70-90 3
Pressure MAP cardiac cycle mmHg

Banyaknya
darah yang
dipompakan
oleh ventrikel 5-6
Cardiac dalam satu L/min(at
out put CO menit. rest) HRXStroke volume

Banyaknya
darah yang
dipompakan
oleh ventrikel
Stroke di setiap kali
Volume SV denyutan 60-130ml  COHR       X   1000

Tekanan yang
dihasilkan
oleh volume
Central darah di 6-12 cm
Venous dalam jantung H2O4-15
pressure CVP sebelah kanan mmHg Hasil pengukuran
Sangat penting bagi kita untuk mempertahankan MAP diatas 60 mmHg, untuk menjamin
perfusi otak, perfusi arteria coronaria, dan perfusi ginjal tetap terjaga.

2. Invasive Blood Pressure (IBP)


Pengukuran tekanan darah secara invasive dapat dilakukan dengan melakukan insersi kanule
ke dalam arteri yang dihubungkan dengan tranduser. Tranduser ini akan merubah tekanan
hidrostatik menjadi sinyal elektrik dan menghasilkan tekanan sistolik, diastolic, maupun
MAP pada layar monitor. Setiap perubahan dari ketiga parameter diatas, kapanpun,dan
berapapun maka akan selalu muncul dilayar monitor. Ketika terjadi vasokonstriksi berat,
dimana stroke volume sangat lemah, maka pengukuran dengan cuff tidak akurat lagi. Maka
disinilah penggunaan IBP sangat diperlukan. Pada kondisi normal, IBP lebih tinggi 2-8
mmHg dari NIBP. Pada kondisi sakit kritis bisa 10-30 mmHg lebih tinggi dari NIBP.
1. Arteri line insertion
Arteri yang paling sering di gunakan untuk insersi kateter adalah arteri radial, brakialis, dan
arteri femoralis. Alternativ lain yang dapat digunakan namun jarang digunakan yaitu arteri
axilaris dan dorsalis pedis pada dewasa atau arteri temporalis dan umbilical pada neonatus.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan arteri yang akan di gunakan untuk
pemeriksaan IBP adalah :

 Hubungan ukuran arteri dengan ukuran kateter yang akan digunakan. Arteri yang
dipilih harus lebih besar untuk memudahkan kateter masuk tanpa menutup atau menghalangi
aliran darah.
 Akses arteri yang mudah. Sebaiknya menggunakan arteri yang mudah ditemukan dan
bebas dari kontaminasi zat sekresi tubuh.
 Aliran darah ke bagian distal tubuh ke tempat insersi dibutuhkan aliran kolateral yang
adekuat sehingga arteri kanul menjadi tersumbat
Arteri radialis adalah arteri yang paling sering digunakan untuk pengukuran tekanan darah
menggunakan kateter secara invasive karena lokasi arteri radialis yang berada pada
superfisial dan mudah untuk ditemukan. Sebelum memasukkan kateter ke dalam arteri radial
dilakukan pemeriksaan Allen’s test untuk mengetahui keadekuatan sirkulasi darah. Tekan
arteri ulnar dan radial hingga darah seolah – olah tersumbat, kemudian minta pasien untuk
melakukan gerakan menggengam dan melepas kepalan tangan bergantian sampai tangan
terlihat memucat, lepaskan tekanan arteri ulnar dan observasi pergantian warna yang terjadi.
Jika warna berubah kurang dari 7 detik, makan sirkulasi arteri ulnar dikatakan adekuat. Arteri
ulnar dikatakan lemah jika warna berubah antara 7 hingga 15 detik. Jika warna berubah lebih
dari 15 detik berarti sirkulasi pada arteri ulnar tidak adekuat yang berarti arteri radial tidak
dapat digunakan untuk pengukuran IBP. Pemeriksaan tekanan darah secara invasive
dilakukan dengan menggunakan teknik steril. Monitoring tekanan system dipasang dan
dibilas kemudian tranduser diatur dengan level nol sebelum kateter dimasukkan. Saat kateter
telah dimasukkan, kateter harus difiksasi dan dibalut.

 
 

1. Bentuk gelombang tekanan arteri


Bentuk normal gelombang arteri yaitu rapid upstroke dan akhir nyata diastole. Mekanisme
aktivitas systole dan diastole mengikuti elektik aktifitas dari depolarisasi dan repolarisasi,
berturut-turut. Awalan kenaikan upstroke dari bentuk gelombang menghasilkan sebagian dari
injeksi rapid dari darah yang berasal dari ventrikel kiri ke dalam aorta. Pada EKG maupun
bentuk gelombang arteri, QRS complek mendahului kecepatan tanjakan di tekanan arteri.

 
1. Komplikasi
 Infeksi
Pemeriksaan IBP membutuhkan ketelitian dalam penggunaan teknik steril baik selama insersi
kateter, pada lokasi insersi, sample darah dan pemeliharan kesterilan. Penggunaan sistem
monitoring yang tertutup meningkatkan resiko infeksi. Hal yang harud dilakukan selama
pemeriksaan IBP antara lain seperti pengkajian pada tempat insersi untuk melihat adanya
gejala infeksi, penggunaan teknik steril ketika penggantian balutan,

 Kehilangan darah secara tidak sengaja (accidental blood loss)


Kehilangan darah secara  tidak sengaja dari kateter arteri dapat menyebabkan kerusakan
besar. Ekstremitas yang digunakan sebagai tempat pengukuran harus di immobilisasi kecuali
di pergelangan tangan yang diberi papan.

 Kelemahan sirkulasi pada ekstremitas


Kelemahan sirkulasi pada ekstremitas dimana arteri diguanakan harus di monitor sesering
mungkin. Monitoring yang harus dilakukan yaitu pengkajian dengan melihat warna kulit,
sensasi yang diraskaan pasien, suhu tubuh dan pergerakan dari ekstremitas yang dibuat
setelah insersi kateter. Semua indikasi terjadinya kelemahan sirkulasi dapat digunakan
sebagai indikasi untuk pelepasan kateter.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
 
Asuhan Keperawatan Pasien dengan CVP
1. Pengkajian
1. Identitas klien
1. Nama :
2. Alamat :
3. Usia :
4. JenisKelamin :
5. Agama :
6. Status Perkawinan :
7. Pendidikan :
8. Pekerjaaan :
9. Suku/bangsa :
2. Keluhan utama:
Keluhan utama yang dirasakan pasien tergantung pada penyakit yang mengindikasikan
pemasangan Central Venous Pressure (CVP) untuk pemantauan hemodinamik.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien yang diindikasikan untuk dilakukan pemasangan alat Central Venous Pressure adalah
pasien yang mengalami resusitasicairan,  pemberian obat dan cairan, pemberian makanan
secara panenteral, pengukuran tekanan vena sentral, akses vena yang buruk, pacu jantung
4. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien sebelumnya pernah mengalami penyakit yang sama?
Apakah pasien pernah mengalami penyakit jantung koroner, hipertensi, dan penyakit jantung
lainnnya yang mengakibatkan ketidak stabilan tekanan darah dan diindikasikan untuk
dilakukan pemasangan  Central Venous Pressure (CVP)?
5. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada pasien dan keluarga apakah anggota keluarga yang lain pernah mengalami
penyakit yang sama dengan yang dialami oleh pasien saat ini?

6. Riwayat pengobatan masa lalu


Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh pasien? Tanyakan efek samping
yang pernah dialami seperti reaksi alergi yang timbul?

7. Life style dan aktivitas fisik


Tanyakan apakah pasien seringolahraga? Kegiatansehari-hari yang dilakukan pasien? Apakah
pasien merokok dan minumalkohol?

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik setelah dilakukan pada pemasangan Central venous catheter harus
dilaukan secara rutin. Perubahan warna, sensasi, pembengkakan, kemerahan, dan pergerakan
pada area disekitar pemasangan kateter vena harus dikaji secara rutin. Tanda- tanda tersebut
bisa megindikasikan adanya infeksi dan penurunan sirkulasi pada area pemasangan kateter.
Pemasangan kateter vena untuk prosedur CVP dilakukan pada vena jugularis, vena
antekubital, vena subklavia, vena femralis, dan vena brakialis.
 

1. Analisa Data
No. Data Etiologi MasalahKepewatan

1. Data subjektif: Pasca pemasangan Nyeri


·    Pasien mengeluh kateter vena
nyeri pada daerah  
pemasangan kateter Adanya luka insisi
vena akibat
pemasangan invasive
Data objektif: Central venous
·    Adanya bekas luka catheter
insisi akibat  
pemasangan kateter
vena Terpotongnya sarafdi
sekitar tenpat insisi
·    Tanda vital pasien

·    P :Nyeri di daerah


insisi pemsangan
kateter vena. Q : nyeri  
biasanya bersifat Kerusakan kontinuitas
hilang timbul jaringan
·    R : pemasangan
kateter biasanya pada
vena jugularis, vena
antekubital, vena
subklavia, vena
femralis, dan vena
brakialis.

·    S : skala nyeri yang


dirasakan pasien 0-10

·    T : nyeri dirasakan  


saat bergerak. Nyeri

   

Pasca pemasangan
kateter vena

 
Penuruan curah
jantung

Data subjektif: –
Data objektif:
·     CRT > 3 detik  
Suplai oksigen ke
·     Perubahan sensasi, ekstremitas menurun
warna, suhu, dan
gerakan pada  
ekstremitas setelah Sianosis, CRT < 3
pemasangan kateter detik
vena menandakan
adanya kekurangan  
suplai oksigen pada Gangguan perfusi
ekstremitas jaringan perifer

    Gangguan perfusi
2. jaringan perifer

3. Data subjektif:– Pasca pemasangan Resiko infeksi


Data objektif: kateter vena
·      Adanya luka insisi  
pemasangan kateter Adanya luka insisi
akibat
pemasangan invasive
Central venous
vena catheter
 
·      Port de Port de
entrée  mikroorganism entrée mikroorganism
e dari luka insisi akibat e
pemasangan invasive
Central venous
catheter
·      Tanda-tanda vital  
pada pasein, suhu Suhu↑,
biasanya meningkat pembengkakan, dan
kemerahan di area
·      Kemerahan dan pemsangan kateter
pembekakan di area
sekitar pemasangan  
kakater. Resiko infeksi

   

 
1. DiagnosaKeperawatan
2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kontinuitas jaringan yang ditandai dengan luka
insisi pada pemasangan kateter vena
3. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
pada eksterimtas yang di tandai dengan sianosis
4. Resko infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme yang ditandai
dengan kemerahan, pembekakan dan peningkatan suhu pada area sekitar insisi
 

1. Intervensi Keperawatan
2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kontinuitas jaringan yang ditandai dengan luka
insisi pada pemasangan kateter vena
Tujuan                            : Dalam waktu 1×24 jam kenyamanan pasien terpenuhi.

Kriteria hasil                   : a. Nyeri berkurang bahkan hilang

1. TTV kembali normal


2. Skala nyeri berkurang
 

Intervensi Rasional

Jelaskan dan bantu klien dengan Pendekatan dengan


tindakan pereda nyeri non- menggunakan relaksasi dan non-
farmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam
farmakologi dan non-invasif. mengurangi nyeri.

Akan melancarkan peredaran


Ajarkan relaksasi : teknik-teknik darah, sehingga kebutuhan O2
untuk menurunkan ketegangan oleh jaringan akan terpenuhi,
otot rangka, yang dapat sehingga akan mengurangi
menurunkan intensitas nyeri nyerinya.

Ajarkan metode distraksi selama Mengalihkan perhatian nyerinya


nyeri ke hal-hal yang menyenangkan.

Istirahat akan merelaksasi


semua jaringan sehingga akan
Berikan kesempatan waktu meningkatkan kenyamanan.
istirahat bila terasa nyeri dan  
berikan posisi yang nyaman

Pengetahuan yang akan dimiliki


membantu mengurangi
nyerinya. Dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan
Tingkatkan pengetahuan klien terhadap rencana
tentang: sebab-sebab nyeri, dan teraupetik.
menghubungkan berapa lama  
nyeri akan berlangsung.
 

2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai oksigen


pada eksterimitas yang ditandai dengan sianosis
Tujuan             : dalam waktu 1×24 jam perfusi jaringan klien kembali ke normal

Kriteria Hasil   : a. Klien tampak tidak lemas

1. CRT normal
2. Klien tidak mengalami sianosis
3. Ekstremitas hangat dan merah
 

Intervensi Rasional

Perfusi serebral secara langsung


Monitor perubahan tiba-tiba berhubungan dengan curah
atau gangguan mental kontinu jantung, dipengaruhi oleh
(camas, bingung, letargi, elektrolit/variasi asam basa,
pinsan). hipoksia atau emboli sistemik.
Observasi adanya pucat, Vasokonstriksi sistemik
sianosis, belang, kulit diakibatkan oleh penurunan
dingin/lembab, catat kekuatan curah jantung mungkin
nadi perifer. dibuktikan oleh penurunan
  perfusi kulit dan penurunan
nadi.

Indikator adanya trombosis vena


Kaji tanda Homan (nyeri pada dalam.
betis dengan posisi dorsofleksi),  
eritema, edema.

Menurunkan stasis vena,


Dorong latihan kaki aktif/pasif. meningkatkan aliran balik vena
  dan menurunkan resiko
tromboplebitis.

Pompa jantung gagal dapat


mencetuskan distres pernafasan.
Pantau pernafasan. Namun dispnea tiba-
  tiba/berlanjut menunjukkan
komplikasi tromboemboli paru.

Kaji fungsi GI, catat anoreksia, Penurunan aliran darah ke


penurunan bising usus, mesentrika dapat mengakibatkan
mual/muntah, distensi abdomen, disfungsi GI, contoh kehilangan
konstipasi peristaltik

Penurunan pemasukan/mual
terus-menerus dapat
Pantau masukan dan perubahan mengakibatkan penurunan
keluaran urine. volume sirkulasi, yang
  berdampak negatif pada perfusi
dan organ
 
3. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme yang ditandai
dengan kemerahan, pembekakan dan peningkatan suhu pada area sekitar insisi
Tujuan             : Dalam 3×24 jam klien bebas dari infeksi

Kriteria hasil    : a. Tidak ada tanda-tanda infeksi

1. TTV dalam batas normal


 

Intervensi Rasional

Pantau tanda-tanda vital. Mengidentifikasi tanda-tanda


peradangan terutama bila suhu
tubuh meningkat.

Kaji tanda – tanda infeksi dan


lakukan perawatan terhadap
prosedur invasif.
Lakukan perawatan luka dengan
teknik aseptik. Untuk mengurangi risiko infeksi
nosokomial.

Penurunan Hb dan peningkatan


jumlah leukosit dari normal bisa
terjadi akibat terjadinya proses
Monitor leukosit dan LED infeksi.

Mempertahankan status nutrisi


Dorongan untuk nutrisi yang serta mendukung system
optimal immune

Bila perlu berikan antibiotik Mencegah atau membunuh


sesuai advise. pertumbuhan mikroorganisme
 
1. Evaluasi
2. Kenyamanan pasien terpenuhi.
3. Perfusi jaringan klien kembali ke normal
4. Klien bebas dari infeks
 

 
 

ASKEP KASUS
Kasus semu:
Tn. A masuk ke RS Y dalam keadaan hipovolemik. pasien dipasang CVP untuk resusitasi
cairan. Pemansangan CPV dipertahankan selama beberapa hari untuk memantau keadaan
pasien. Pada hari ke-4 pasien mengalami hipotensi, ansietas dengan tanda vital; S: 37,8oC,
TD: 90/70 mmHg, N: 88x/menit, RR: 24x/menit.
 

1. Pengkajian
2. Identitas klien
3. Nama : Tn. Y
4. Alamat : Surabaya
5. Usia : 35 tahun
6. Jenis Kelamin : Pria
7. Agama : Islam
8. Status Perkawinan : Sudah menikah
9. Pendidikan : Perguruan tinggi
10. Pekerjaaan : PNS
11. Suku/bangsa : Jawa
12. Keluhan utama:
Pasien masuk ke ICU dalam keadaan dalam keadaan hipotensi (80/70 mmHg).

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien  mengalami penurunan kesadaran, kulit pasien pucat dan dingin, sehingga oleh
keluarga langsung dibawa ke RS Y.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mempunyai riwayat gagal ginjal akut (kemungkinan karena nekrosis tubular akut
akibat interaksi antara syok, sepsis, dan pemberian obat yang nefrotoksik)

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang pernah mengalami penyakit yang sama.

6. Riwayat Pengobatan Masa Lalu


Dulu pasien mengkonsumsi stretomisin untuk mengatasi batuk yang tidak kunjung berhenti,
tetapi sekarang sudah dihentikan.
7. Pemeriksaan fisik
TTV;

S           : 37,8oC
TD        : 90/70 mmHg

N           : 88x/menit

RR        : 24x/menit.

1. Analisa Data
Masalah
Kepewata
No. Data Etiologi n

Data subjektif: Pasca pemasangan


Pasien mengeluh kateter vena
nyeri kepala ringan ↓

Data objektif: Kateter tidak


–      Pasien tampak tersambung dengan
bingung benar

–      TD : 90/70 ↓

–      N : 88 x/menit Muncul emboli udara

–      Sianosis ↓
PK.
– PK: Emboli udara Emboli
1. Udara

2. Data subjektif: Pasca pemasangan Resiko


Pasien mengeluh kateter vena infeksi
tidak nyaman pada ↓
daerah pemasangan
kateter vena Adanya luka insisi
akibat
Data objektif: pemasangan invasive
–      Tampak eritema Central venous
pada daerah sekitar catheter
insersi cateter ↓

–      Suhu pasien Port de


37,8oC entrée mikroorganis
me

Suhu sedikit naik,


dan kemerahan di
area pemsangan
kateter

–      Test ↓
laboratorium; 
leukosit normal Resiko infeksi

1. Diagnosa Keperawatan
2. PK Emboli udara
3. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme
4. Intervensi
1. PK Emboli udara
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam klien bebas dari tanda-tanda
emboli udara

Kriteria Hasil:

1. Tidak terjadi dypsnea, chest pain, muntah, pusing dan bingung


 

Intervensi:

Intervensi Rasional

Meningkatkan sirkulasi oksigen


Beri oksigen 100% dengan cepat

Periksa keutuhan dan kepatenan Mencegah masuknya udara pada


kateter kateter

Hanya kateter tertutup / katup-


tip, seperti Groshong, bisa
terbuka ke udara tanpa risiko
emboli, Pastikan untuk menjaga Mencegah masuknya udara pada
kateter lain dijepit kateter

Posisikan pasien dalam posisi Posisi ini membantu perangkap


tendenburg yaitu posisi miring udara di puncak atrium kanan
  daripada memasuki ventrikel
kanan dan, dari sana, pindah ke
sistem arteri paru
 

2. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme yang ditandai


dengan kemerahan, pembekakan dan peningkatan suhu pada area sekitar insisi
Tujuan : Dalam 3×24 jam klien bebas dari infeksi

Kriteria hasil    :

1. Tidak ada tanda-tanda infeksi


2. TTV dalam batas normal
Intervensi:

Intervensi Rasional

Mengidentifikasi tanda-tanda
peradangan terutama bila suhu
Pantau tanda-tanda vital. tubuh meningkat.

Penggantaian dreesing dan cairan Mencegah berkembangnya


IV secara rutin bakteri

Sebagai teknik pencegahan


Pertahankan teknik steril pada infeksi memungkinkan situs
pemasukkan kateter dan inspeksi dan mengurangi
penggantian dreesing kondisi kolonisasi bakteri kulit

Kaji tanda – tanda infeksi dan


lakukan perawatan terhadap
prosedur invasif.
Lakukan perawatan luka dengan
teknik aseptik. Untuk mengurangi risiko
infeksi nosokomial.

Penurunan Hb dan peningkatan


jumlah leukosit dari normal
bisa terjadi akibat terjadinya
Monitor leukosit dan LED proses infeksi.

Mempertahankan status nutrisi


Dorongan untuk nutrisi yang serta mendukung system
optimal immune

Bila perlu berikan antibiotik Mencegah atau membunuh


sesuai advise. pertumbuhan mikroorganisme
 
 

1. Evaluasi
2. Tidak terjadi infeksi
3. Tidak terdapat tanda-tanda emboli udara
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Invasive Intraarterial Blood Pressure
1. Pengkajian
2. Identitasn klien
3. Nama :
4. Alamat :
5. Usia :
6. jenis Kelamin             :
7. Agama :
8. Status Perkawinan :
9. Pendidikan :
10. Pekerjaaan :
11. Suku/bangsa :
12. Keluhan utama:
keluhan utama yang dirasakan pasien tergantung pada penyakit yang mengindikasikan
pemasangan invasive intra arterial blood pressure untuk pemantauan hemodinamik yaitu
tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan MAP (Mean Arteial Pressure) yang akan
muncul pada layar monitor.
10. Riwayat penyakit sekarang
Pasien yang diindikasikan untuk dilakukan pemasangan invasive intra arterial blood
pressure adalah pasien yang ketika dikakukan pengukuran tekanan daah dengan manset tidak
akurat karena adanya vasokonstriksi berat dimana stroke volume lemah, maka
penggunaan invasive blood pressure sangat diperlukan. Biasanya pada kasus ketidakstabilan
jantung, ketidakstabilan tekanan darah, CABG (coronary artery bypass graftig),
PTCA (percuitaneous transluminal coronary angioplasty), angina pectoris (Infark miokard),
penyakit jantung koroner.
11. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien sebelumnya pernah mengalami penyakit yang sama?
Apakah pasien pernah mengalami penyakit jantung koroner, hipertensi, dan penyakit jantung
lainnnya yang mengakibatkan ketidakstabilan tekanan darah dan diindikasikan untuk
dilakukan pemasangan invasive intra arterial blood pressure?
12. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada pasien dan keluarga apakah anggota keluarga yang lain pernah mengalami
penyakit yang sama dengan yang dialami oleh pasien saat ini?

13. Riwayat pengobatan masa lalu


Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh pasien? Tanyakan efek samping
yang pernah dialami seperti reaksi alergi yang timbul?

14. Lifestyle dan aktivitas fisik


Tanyakan apakah pasien sering olahraga? Kegiatan sehari-hari yang dilakukan pasien?
Apakah pasien merokok dan minum alkohol?

15. Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik setelah dilakukan pada pemasangan kateter arteri (invasive intra-arterial
blood pressure) harus dilaukan secara rutin. Perubahan warna, sensasi, pembengkakan,
kemerahan, dan pergerakan pada area disekitar pemasangan kateter arteri harus dikaji secara
rutin. Tanda- tanda tersebut bisa megindikasikan adanya infeksi dan penurunan sirkulasi pada
ekstremitas. Pemasangan kateter arteri untuk prosedur invasive intra-arterial blood
pressure dilakukan pada arteri radialis, brakialis, dan femularis. Alternatif arteri lain pada
orang dewasa di arteri aksilaris dan arteri dorsalis pedis sedangkan pada balita pada arteri
temporal dan arteri umbilikal.
 

1. Analisa Data
Masalah
Kepewata
No. Data Etiologi n

1. Data subjektif: Pasca pemasangan Nyeri


·    Pasien mengeluh kateter arteri
nyeri pada daerah  
pemasangan kateter Adanya luka insisi
arteri akibat
pemasangan invasive
Data objektif: intra arterial blood
·    Adanya bekas luka pressure
insisi akibat  
pemasangan kateter
arteri Terpotongnya saraf di
sekitar tenpak insisi
·    Tanda vital pasien

·    P : Nyeri di daerah


insisi pemsangan
kateter arteri. Q :
nyeri biasanya bersifat
hilang timbul

·    R : pemasangan
kateter biasanya pada
arteri radialis,
brakialis, dan
femularis. Alternatif
arteri lain pada orang
dewasa di arteri
aksilaris dan arteri
dorsalis pedis
sedangkan pada balita
pada arteri temporal
dan arteri umbilikal.

·    S : skala nyeri  


yang dirasakan pasien Kerusakan kontinuitas
0-10 jaringan

·    T : nyeri dirasakan  


saat bergerak. Nyeri

   

2. Data subjektif: – Pasca pemasangan Gangguan


Data objektif: kateter arteri perfusi
·     CRT > 3 detik jaringan
perifer
·     Perubahan
sensasi, warna, suhu,  
dan gerakan pada Penuruan curah
ekstremitas setelah jantung
pemasangan kateter
arteri menandakan
adanya kekurangan
suplai oksigen pada
ekstremitas  
Suplai oksigen ke
ekstremitas menurun
 
 
Sianosis, CRT < 3
detik

 
Gangguan perfusi
jaringan perifer

Pasca pemasangan
kateter arteri
 
Adanya luka insisi
Data subjektif: – akibat
Data objektif: pemasangan invasive
·      adanya luka insisi intra arterial blood
pemasangan kateter pressure
arteri  

·      Port de Port de
entrée mikroorganism entrée mikroorganism
e dari luka insisi e
akibat
pemasangan invasive
intra arterial blood
pressure  
·      Tanda-tanda vital Suhu meningkat,
pada pasein, suhu pembengkakan, dan
biasanya meningkat kemerahan di area
pemsangan kateter
·      Kemerahan dan arteri
pembekakan di area
sekitar pemasangan  
kakater arteri. Resiko infeksi

    Resiko
3. infeksi
 

1. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kontinuitas jaringan yang ditandai
dengan luka insisi pada pemasangan kateter arteri
2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen pada eksterimtas yang ditandai dengan sianosis, CRT<3 detik
3. Resko infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme yang
ditandai dengan kemerahan, pembekakan dan peningkatan suhu pada area sekitar.
 

1. Intervensi Keperawatan
2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kontinuitas jaringan
Tujuan               : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam, nyeri berkurang
bahkan hilang

Kriteria hasil    : nyeri berkurang, Tekanan darah normal, nadi normal, dan pasien lebih rileks
yang ditandai dengan pernapasan normal.

Intervensi :

1. Manajemen nyeri keperawatan atur posisi relaksasi pasien


Rasional : mobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan yang menyebabkan
pergeseran jaringan yang menjadi unsure utama penyebab nyeri

1. Ajarkan teknik relaksasi distraksi saat nyeri


Rasional : menurunkan stimulus nyeri

1. Kolaborasi pemberian Analgesik


Rasional : analgesik memblok lintasan nyeri

1. Kaji dengan pendekatan P,Q,R,S,T


Rasional : Membantu tentukan nyeri dan intervensi selanjutnya.

1. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, masase sekitar nyeri.


Rasional : Membantu mengurangi rasa nyeri

1. Monitor TTV
Rasional : Ketahui adanya peningkatan TTV sebagai salah satu indikasi nyeri.

1. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman


Rasional : Meningkatkan kenyamanan

2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai oksigen


pada eksterimitas yang ditandai dengan sianosisa
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam, perfusi jaringan adekuat

Kriteria Hasil : CRT < 2 detik

Intervensi :

1. Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya)


Rasional : Tingginya gelombang T, Panjangnya interval PR dan Lebarnya kompleks QRS
dihubungkan dengan serum Kalium ; Pernapasan kusmaul dihubungkan dengan acidosis,
kejang yang mungkin terjadi dihubungkan dengan rendahnya calcium

1. Selidiki adanya tanda anemis


Rasional : mengetahui penyebab

1. Observasi adanya edema ekstremitas


Rasional : edema merupakan penyebab
1. Dorong latihan aktif dengan rentang gerak sesuai toleransi
Rasional : meningkatkan sirkulasi perifer

1. Kolaborasi pemberian O2
Rasional : meningkatkan suplai O2

3. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme yang ditandai


dengan kemerahan, pembekakan dan peningkatan suhu pada area sekitar.
Tujuan : dalam 2x 24 jam terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak dan tidak terjadi
infeksi

Kriteria Hasil : TTV normal, tidak ada tanda tanda peradangan dan infeksi di area sekitar luka

Intervensi :

1. Lakukan perawatan luka steril secara berkala


Rasional :tekhnik perawatan luka steril dapat mengurangi kontaminasi infeksi

1. Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai indikasi


Rasional : menurunkan terjadinya infeksi

1. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin).


Rasional : Deteksi awal terhadap komplikasi dengan intervensi yang tepat dapat mencegah
kerusakan jaringan yang permanen.

1. Evaluasi
 

1. Dalam 2×24 jam nyeri berkurang, Tekanan darah normal, nadi normal, dan pasien
lebih rileks yang ditandai dengan pernapasan normal.
2. Perfusi jaringan adekuat yang di tandai dengan CRT <2 detik.
3. TTV normal, tidak ada tanda tanda peradangan dan infeksi di area sekitar luka
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB IV
PENUTUP
 
1. Kesimpulan
Tekanan vena sentral (central venous pressure, CVP) adalah tekanan intravaskular didalam
vena cava torakal. Tekanan vena sentral menggambarkan banyaknya darah yang kembali ke
dalam jantung dan kemampuan jantung untuk memompa darah kedalam sistem arterial. CVP
adalah memasukkan kateter poliethylene dari vena tepi sehingga ujungnya berada di dalam
atrium kanan atau di muara vena cava. CVP disebut juga kateterisasi vena sentralis (KVS).
Pengukuran tekanan vena central (CVP) merupakan alat yang berguna dalam perawatan
pasien yang sakit akut. Pengukuran CVP menunjukkan tekanan dalam vena besar (vena kava
superior dan vena kava inferior).

Tekanan darah dapat diukur melalui dua cara yaitu secara non invasive dan invasive. Invasive
blood pressure disebut juga invasive intra arterial blood pressure. Pengukuran tekanan darah
secara invasive dapat dilakukan dengan melakukan insersi kanule ke dalam arteri yang
dihubungkan dengan tranduser. Tranduser ini akan merubah tekanan hidrostatik menjadi
sinyal elektrik dan menghasilkan tekanan sistolik, diastolic, maupun MAP pada layar
monitor.

1. Saran
Sebagai perawat professional kita harus mampu memberikan asuhan keperawatan kritis yang
tepat pada klien dengan kondisi gawat. Termasuk memberikan asuhan keperawatan pada
apsien dengan innvasive intra arterial blood pressure dan CVP. Selain itu pemahaman
terhadap konsep holism, komunikasi, dan kerjasama tim dalam keperawatan kritis penting
untuk menunjang perawatan terhadap klien agar kondisi klien lebih baik dan status kesehatan
meningkat sehingga angka kematian dapat ditekan semaksimal mungkin.

 
 
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Booker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC

Burchell, P. L., & Powers, K. A. (2011). Focus on Central Venous Pressure


Monitoring. Lippincott Williams & Wilkins , 39-43.
 

Central Vascular Access Team Catheter Care Guidelines diakses


dari http://www.plymouthhospitals.nhs.uk/ourservices/clinicaldepartments/Documents/PHNT
%20CVAD%20Guidelines%20%20November_%202011.pdf pada tanggal 5 April 2015
pukul 00.13 WIB
 
Cole, Elaine. 2008. Measuring Central Venous Pressure. Senior lecturer ED/Trauma, City
University Bartsand the London NHS Trust diakses dari www.CETL.org.uk pukul 00.00
WIB
 

http://anaesthesiaconference.kiev.ua/downloads/CVP_2002.pdf diakses tanggal 4 April 2015


pukul 00.15
Manchini, Mary E. 2000. Prosedur Keperawatan Darurat.Jakarta: EGC

McConachie, Ian . 2006. Handbook Of Icu Therapy ed 2 .


Morton, P. G., & Fontaine, D. K. (2009). Critical Care Nursing a holistic Approach Ninth
Edition. South America: Wolthers Kluwer Health.
Nuracmah, Elly. 2000. Buku saju prosedur keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC

Parry, Anne Grifin. 1994. Ketrampilan dan Prosedur Dasar. Alih Bahasa Monica Ester.
1999. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzzane C dkk. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa Waluyo
Agung dkk. 2002. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai