Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN

S
SYNDROMA NEFROTIK

PROGRAM STUDI NERS (TAHAP AKADEMIK)


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung
kemih) dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur
cairan serta elektrolit dan komposisi asam- basa cairan tubuh, mengeluarkan produk
akhir metabolic dari dalam darah, dan mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk
sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal melalui ureter kedalam kandung
kemih tempat urine tersebut disimpan untuk sementara waktu. Pada saat urinasi
kandung kemih berkontraksi dan urine akan di ekskresikan dari tubuh lewat uretra.
Namun, fungsi masing-masing organ dari sistem perkemihan tersebut tidak luput
dari suatu masalah atau abnormal. Sehingga hal ini dapat menimbulkan beberapa
penyakit atau gangguan salah satunya berupa sindrom nefrotik.
Pada tahun 1905 Friedrich Muller menggunakan istilah nefrosis untuk
membedakan degenerasi lemak tubulus dengan glomerulus. Namun istilah nefrosis
sekarang tidak dipakai lagi. Tahun 1913 Munk melaporkan adanya butir-butir lipoid
(Lipoid droplets) dalam sedimen urin pasien dengan “nefritis parenkimatosa kronik”.
Kelainan ini ditemukan terutama atas dasar adanya lues dan diberikan istilah nefrosis
lipoid. Istilah sindrom nefrotik (SN) kemudian digunakan untuk menggantikan
istilah terdahulu yang menunjukkan suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa
menunjukkan satu penyakit yang mendasari.
Sindrom nefrotik (SN) adalah sindrom klinis akibat perubahan selektifitas
permeabilitas dinding kapiler glomerulus sehingga protein dapat keluar melalui urin.
Pada anak SN merupakan penyakit ginjal yang paling sering ditemukan. Di
Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun dengan perbandingan anak laki-laki
dan perempuan 2:1. Perbandingan kasus pada laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan, lebih banyak berlaku pada masa anak dan rasio tersebut berubah pada
SN yang dijumpai pada remaja dan usia dewasa. Divisi Nefrologi Anak Ilmu
Kesehatan Anak RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) mencatat sekitar 130 kasus baru
selama 4 tahun periode 2004-2008. Kami mendapatkan 68 kasus sindrom nefrotik
baru selama periode 6 tahun (2001-2007) dengan perbandingan laki-laki dan
perempuan 3:1. Ahmadzadeh dkk12 juga menyatakan lebih banyak ditemukan pada
laki-laki dibandingkan perempuan 2:1. (Nilawati. 2012)

2
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara menyeluruh mengenai konsep teori dan konsep asuhan
keperawatan tentang Sindrom Nefrotik
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
a. Mendefinisikan pengertian Sindrom Nefrotik
b. Mengidentifikasi etiologi Sindrom Nefrotik
c. Menjelaskan patofisiologi Sindrom Nefrotik
d. Mengidentifikasi manifestasi klinik Sindrom Nefrotik
e. Menjelaskan komplikasi Sindrom Nefrotik
f. Mengidentifikasi penatalaksanaan Sindrom Nefrotik
g. Mendeskripsikan pengkajian pada kasus Sindrom Nefrotik
h. Mendeskripsikan pathways keperawatan pada kasus Sindrom Nefrotik
i. Menegakkan diagnosa pada kasus Sindrom Nefrotik
j. Menyusun rencana tindakan keperawatan dan rasionalnya pada kasus
Sindrom Nefrotik

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI FISIOLOGI
1. ANATOMI
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak
retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan
vertebra.Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena
adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi
batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah
vertebra lumbalis III.Pada fetus dan infan, ginjal berlobulasi. Makin bertambah
umur, lobulasi makin kurang sehingga waktu dewasa menghilang.

Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-
piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid
dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang
puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks
minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks
mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar
ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula
hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu
unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus

4
distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal
mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta
glomeruli.Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus
ini filtrat dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285
mosmol.
Pada akhir tubulus proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun
konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah
melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas
melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya
menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak sepanjang
tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotic dengan
plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui
duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus
pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang
diekskresi sebagai urin atau kemih (Price,2005).

2. FISIOLOGI
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang
sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus.
Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang
mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
a. Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat
masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar
dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik.
Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula
filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas
pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas
permukaan tubuh anak.
b. Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-
zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana
diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya

5
100 ml/menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin
atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan
umur :
• 1-2 hari : 30-60 ml
• 3-10 hari : 100-300 ml
• 10 hari-2 bulan : 250-450 ml
• 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
• 1-3 tahun : 500-600 ml
• 3-5 tahun : 600-700 ml
• 5-8 tahun : 650-800 ml
• 8-14 tahun : 800-1400 ml
c. Faal Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan
reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-
zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang
direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat),
endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat
yang diekskresi asam dan basa organik.
d. Faal loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending
thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
e. Faal tubulus distalis dan duktus koligentes.
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara
reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen. (Arif
Mansjoer,2000)

B. DEFINISI
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi hal-
hal: Proteinuria masif> 3,5 gr/hr, Hipoalbuminemia, Edema, Hiperlipidemia.
Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler
glomelurus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus. (Muttaqin,
2012)

6
Sindrom nefrotik merupakan suatu kelainan glomerulus yang ditandai dengan
proteinuria, hipoproteinemia (hipoalbuminemia), dan edema. Pada keadaan
proteinuria banyak protein-binding berukuran sedang yang ikut terbuang melalui
urin selama SN relaps.(Garniasih, 2008)
Sindrom Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832).
Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan
kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri
glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria
masif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100
ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf,
2002).

7
C. ETIOLOGI
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 menurut muttaqin. 2012 adalah:
1. Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:
a. Glomerulonefritis
b. Nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti:
a. Diabetes mellitus
b. Sistema lupus eritematosus
c. Amyloidosis

Menurut Mansjoer, 2012 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui,
akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen
– antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten
terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal
dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit kolagen
seperti lupus eritematosusdiseminata, purpura anafilaktoid, Glumerulonefritis
akut atau kronik, Trombosis vena renalis, Bahan kimia seperti trimetadion,
paradion, penisilamin, garam emas, air raksa, Amiloidosis, penyakit sel sabit,
hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatifhipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotikidiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindromanefrotik primer. Berdasarkan
histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa
dan mikroskop elektron, terbagi menjadi :
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak footprosessus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding
kapiler glomerulus.
b. Nefropatimembranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.

8
c. Glomerulonefritisproliferatif
Glomerulonefritisproliferatifesudatifdifus. Terdapat proliferasi sel mesangial
dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang
menyebabkan kapiler tersumbat, dengan penebalan batang lobular, Terdapat
prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular,
Dengan bulan sabit ( crescent), Didapatkan proliferasi sel mesangial dan
proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
d. Glomerulonefritismembranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran
basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis
buruk.
e. Glomerulosklerosisfokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi
tubulus. Prognosis buruk.

D. PATOFISIOLOGI
Sindroma nefrotik disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder
akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung, akibat obat atau toksin dan
akibat penyakit sistemik. Sindroma nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik
glomerulonefritis yang ditandai dengan edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolestrolemia.
Teori glomerulus menganggap bahwa kerusakan primer terjadi pada tubulus
proksimal. Yang menjadi rusak akibat nefrotoksin untuk menyerap jumlah normal
natrium yang terfiltrasi. Makula densa mendeteksi adanya peningkatan natrium pada
cairan tubulus distal dan merangsang peningkatan produksi renin. Terjadi aktivasi
angiotensin II yang menyebabkan vasokonstriksi arteriol aferen sehingga
mengakibatkan penurunan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus. Kerusakan
pada glomerulus dikarenakan molekul protein yang berukuran besar yang seharusnya
tidak melalui glomerulus yang menyumbat lumen tubulus sehingga mengakibatkan
laju filtrasi glomerulus menurun dan mengakibatkan gagal ginjal (Muttaqin, 2011).
Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein
akibat kerusakan glomerulus. Dalam keaadan normal membran basal glomerulus
mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan kedua

9
berdasarkan muatan listrik (charge barrier ). Pada sindroma nefrotik, mekanisme
barrier akan terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menetukan lolos
tidaknya protein melalui membran basal glomerulus (Prodjosudjadi, 2006).
Perubahan fisiologi sindrom nefrotik adalah perubahan sel pada membran dasar
glomerular. Hal ini mengakibatkan membran tersebut menjadi hipermeabel (karena
berpori-pori) sehingga banyak protein yang terbuang dalam urine (proteinuria).
Banyaknya protein yang terbuang dalam urine mengakibatkan albumin serum
menurun (hipoalbuminemia). Kurangnya albumin serum mengakibatkan
berkurangnya tekanan osmotik serum. Tekanan hidrostatik kapiler dalam jaringan
seluruh tubuh menjadi lebih tinggi daripada tekanan osmotik kapiler. Oleh karena
itu, terjadi edema di seluruh tubuh. Semakin banyak cairan yang terkumpul dalam
jaringan (edema), semakin berkurang volume plasma yang menstimulasi sekresi
aldosteron untuk menahan natrium dan air. Air yang di tahan ini juga akan keluar
dari kapiler dan memperberat edema. (Baradero, dkk. 2009)
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin
hati, dan kehilangan protein melalui urin. Pada sindroma nefrotik hipoalbuminemia
disebabkan oleh proteinuria dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma.
Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan
sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi
timbulnya hipoalbuminemia (Prodjosudjadi, 2006).
Hipoalbuminemia merupakan faktor terjadinya edema pada sindroma nefrotik.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesrnya
cairan plasma sehingga terjadi hipovolemia dan ginjal melakukan kompensasi
dengan meningkatkan retensi air dan natrium. Mekanisme kompensasi ini akan
memperbaiki volume intravaskular tetapi juga mengeksaserbasi terjadinya
hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut. (Muttaqin, 2012)
Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan interstitial meningkat sehingga
terjadi edema. Peningkatan reabsorpsi natrium menyebabkan peningkatan reabsorpsi
air sehingga volume plasma meningkat. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat
kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium dan edema. Peningkatan
volume plasma akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung sehingga volume
sekuncup dan curah jantung meningkat. (Muttaqin, 2012)
Hiperlipidemia merupakan peningkatan profil lipid dalam darah yang sering
menyertai sindroma nefrotik. Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan

10
trigliserid bervariasi dari normal sampai sedikit meninggi. Hal ini disebabkan
peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya katabolisme.
(Muttaqin, 2012)

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda paling umum menurut Nursalam, 2006 adalah peningkatan cairan di dalam
tubuh, diantaranya adalah:
a. Edema periorbital, yang tampak pada pagi hari.
b. Pitting, yaitu edema (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas.
c. Penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura.
d. Penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
2. Hipertensi (jarang terjadi), karena penurunan voulume intravaskuler yang
mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem
renin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
3. Beberapa pasien mungkin mengalami dimana urin berbusa, akibat penumpukan
tekanan permukaan akibat proteinuria.
4. Hematuri
5. Oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), terjadi karena penurunan
volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang
mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
6. Malaise
7. Sakit kepala
8. Mual, anoreksia
9. Irritabilitas
10.Keletihan

F. KOMPLIKASI
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
2. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma.
3. Komplikasi yang bias timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.

11
4. Shock hipovolemik: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1
gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan
shock.
5. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan
di dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
6. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk ke dalam paru-
paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.
7. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
8. Kerusakan kulit
9. Peritonitis (berhubungan dengan asites)
10. Hipovolemia
(Muttaqin, 2012. Masjor, 2012. Suharyanto dkk, 2009)

G. PENATALAKSANAAN
1. Pentalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi
atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia,
mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang
lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya
dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan
diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya
edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan
hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu dipantau
kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan
intravaskuler berat.
c. Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC
d. Diuretikum
e. Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon,
furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron
seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi saluretik dan antagonis
aldosteron.
f. Kortikosteroid

12
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas
permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan
dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis
maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini
dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
3) Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30
mg, 20 mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan.
g. Lain – lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada
gagal jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000)
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa
harimungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi
edema. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga
thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan alas bantal pada kedua
kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang, karena jika bantal
melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema
hebat).
b. Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output
diukur secara cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi
kehilangan cairan dan berat badan harian.
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit.
Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester
atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester
harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan
scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi,
hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata
dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan
air hangat.

13
e. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen
dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus
plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
f. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung
mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga
merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan
siklofosfamid.
g. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat,
penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
h. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu
dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang
penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga
dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik.
Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat
mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul
pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn
sakit.
i. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk
mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi
keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian pasien).

H. PENGKAJIAN
1. Data demografi :
Nama :
Umur : lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th). Ini
dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik
sejak lahir.
Jenis Kelamin : anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak perempuan
dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi
perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase oedipal/falik dengan
ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya.
Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah genital.
Karena anak-anak pada masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan
kurang terjaga. Hal ini nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.

14
2. Riwayat Kesehatan :
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah adanya bengkak pada wajah
atau kaki.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji apakah
klien pernah menderita penyakit edema, apakah ada riwayat dirawat dengan
penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya.
Penting dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal
berikut: Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output, kaji onset
keluhan bengkak pada wajah dan kaki apakah disertai dengan adanya keluhan
pusing dan cepat lelah, kaji adanya anoreksia pada klien, kaji adanya keluhan
sakit kepala dan malaise
(Muttaqin, 2012)
3. Data pengkajian Pasien
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus
b. Sirkulasi
Tanda : Hipotensi/ hipertensi( termasuk hipertensi malignan, hipertensi
akibat kehamilan/ eklampsia) Disritmia jantung Nadi lemah/halus, hipotensi
ortostatik( hipovolemia) Nadi kuat( hipervolemia) Edema jaringan umum(
termasuk area periorbital, mata kaki, sakrum) Pucat, kecenderungan
perdarahan
c. Eleminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih biasanya : peningkatan frekuensi,
polyuria (kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/ oliguria(fase akhir)
Disuria, ragu- ragu, dorongan, dan retensi( inflamasi,/ obstruksi, infeksi).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi

15
Tanda : Perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan Oliguria( biasanya 12-21 hari); poliuria(2-6 L/hari)
d. Makananan/ Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan(edema), penurunan berat badan(
dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati.
Tanda : Perubahan turgor kulit/ kelembaban,Edema( umum, bagian
bawah)
e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pengelihatan kabur, Kram otot/ kejang; sindrom”
kaki gelisah”
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidak mampuan berkonsentrasi,hilang memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran( azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/ asam/ basa), Kejang,
aktivitas kejang, faskikulasi otot.
f. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala.
Tanda : Perilaku berhati- hati, gelisah
g. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman
(pernafasan Kussmaul); nafas amonia. Batuk produktif dengan sputum kental
merah muda ( edema paru).

h. Keamanan
Gejala : Adanya reaksi transfusi
Tanda : Demam(sepsis, dehidrasi), Pretekie, area kulit ekimosis,
Pruritus, kulit kering
i. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala : Riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu
urinarius, malignansi.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Urine

16
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine
kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin,
mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit
ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan
kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi
saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK).
Protein urin meningkat (nilai normal negatif).
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun.
Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat
sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis)
atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan
magnesium meningkat. Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin
menurun, kreatinin meningkat atau normal, trigliserida meningkat dan
gangguan gambaran lipid. Penurunan pada kadar serum dapat
menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan
asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun :
kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl).
Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia,
hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan
memasukkan jarum kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal
untuk menegakkan diagnosis.
c. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum
electrophoresis).
(Rubenstein. 2005)

KASUS :
An. S dirawat diruang Melati sejak 5 hari ynag lalu. Klien mengalami edema di
seluruh tubuh, muka tampak sembab. Menurut ibunya klien sudah 3x dirawat di RS
dengan keluhan yang sama. Hasil laboratorium menunjukkan adanya hipoalbumin

17
dengan albumin 1,4 gr/dl. Terdapat proteinuria +++, warna urin keruh, klien
mengalami peningatan BB 4,5 kg dalam stu bulan terakhir
• Data Subjektif :
1. Pasien merasa muka terasa sembab
2. Pasien mengatakan sudah 3x dirawat dengan keluhan yang sama
• Data Objektif :
1. Edema seluruh tubuh
2. Muka sembab
3. Warna urine keruh
4. Peningkatan BB
• Pemeriksaan penunjang :
1. Albumin : 1,4 gr/dL
2. Proteinuria +++

18
I. PATHWAYS
Glomerulonefritis kronis, Diabetes Melitus disertai glomerulosklerosi interkapiler,
amiloidosis ginjal, penyakit lupus erythematosis sistemik dan trombosis vena renal

Sindrom Nefrotik

Gangguan permeabilitas Penurunan Hilangnya protein


kapiler glomerulus dan tekanan osmotik dalam serum
filtrasi glomerulus

Aktivasi SRAA Sintesis


Protein dan albumin lipoprotein di hati
tidak terfiltrasi
glomerulus
Retensi garam dan Perpindahan dari Peningkatan
air vaskuler ke konsentrasi lemak
Proteinuria
interstitial dalam darah

Peningkatan
Hipoalbuminemia volume plasma
Edema Hiperlipidemia

Penurunan jumlah Aliran balik vena


Aterosklerosis
antibodi ke jantung Pada Mata

Rentan terhadap Mempengaruhi Pembengkakan Gagal Jantung


infeksi volume sekuncup pada periorbita

Resiko Tinggi Penurunan Curah


Infeksi Gangguan Citra
Jantung
Tubuh

Penurunan GFR Kelebihan


Volume Cairan

Gagal Ginjal
Akut

19
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder
terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan volume sekuncup

K. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL


Diagnosa 1 : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein
sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
Tujuan : pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan (pasien
mendapatkan volume cairan yang tepat
Kriteria hasil :
• Penurunan edema, ascites
• Kadar protein darah meningkat
• Output urine adekuat 600 – 700 ml/hari
• Tekanan darah dan nadi dalam batas normal
Intervensi Rasional
Kaji masukan yang relatif terhadap perlu untuk menentukan fungsi ginjal,
keluaran secara akurat. kebutuhan penggantian cairan dan
penurunan resiko kelebihan cairan.
Timbang berat badan setiap hari (ataui Mengkaji retensi cairan
lebih sering jika diindikasikan).
Kaji perubahan edema : ukur lingkar Untuk mengkaji ascites dan karena
abdomen pada umbilicus serta pantau merupakan sisi umum edema.
edema sekitar mata.
Atur masukan cairan dengan cermat. Agar tidak mendapatkan lebih dari
jumlah yang dibutuhkan
Pantau infus intra vena Untuk mempertahankan masukan yang
diresepkan
Kolaborasi : Berikan kortikosteroid Untuk menurunkan ekskresi proteinuria
sesuai ketentuan.

20
Berikan diuretik bila diinstruksikan Untuk memberikan penghilangan
sementara dari edema.

Diagnosa 2 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan


Tujuan :tidak terjadi gangguan citra tubuh
Kriteria hasil :
Menyatakan penerimaan situasi diri,
Memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga diri negatif
Dapat mengungkapkan perasaannya.
Intervensi Rasional
Kaji pengetahuan pasien terhadap Memberikan informasi untuk
adanya potensi kecacatan memformulasikan perencanaan.
yangberhubungan dengan pembedahan
dan perubahan.
Pantau kemampuan pasien untuk melihat Ketidakmampuan untuk melihat bagian
perubahan bentuk dirinya. tubuhnya yang terkena mungkin
mengindikasikan kesulitan dalam
koping.
Dorong pasien untuk mendiskusikan Memberikan jalan untuk
perasaan mengenai perubahan mengekpresikan dirinya.
penampilan
Diskusikan pilihan untuk rekontruksikan Meningkatkan control diri sendiri atas
dan cara-cara untuk membuat kehilangan.
penampilan yang kurang menjadi
menarik.

Diagnosa 3 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang


menurun
Tujuan : tidak menunjukkan adanya tanda infeksi
Kriteria hasil :
• Hasil laboratorium normal
• Tanda-tanda vital stabil
• Tidak ada tanda-tanda infeksi

21
Intervensi Rasional
Lindungi anak dari kontak individu Untuk meminimalkan pajanan pada
terinfeksi organism infektif
Gunakan teknik mencuci tangan yang Untuk memutus mata rantai penyebaran
baik infeksi
Jaga agar anak tetap hangat dan kering Karena kerentanan terhadap infeksi
pernafasan
Pantau suhu indikasi awal adanya tanda infeksi
Ajari orang tua tentang tanda dan gejala memberi pengetahuan dasar tentang
infeksi tanda dan gejala infeksi

Diagnosa 4 : Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan volume


sekuncup
Tujuan : penurunan curah jantung dapat teratasi
Kriteria hasil :
Status TTV menjadi normal
Tidak adanya edema paru, perifer dan tidak adanya asites
Intervensi Rasional
Pantau tekanan darah Untuk mengetahui keterlibatan tekanan
darah pada vaskuler
Catat adanya edema umum atau tertentu Dapat mengidentifikasi adanya
kerusakan ginjal dan vaskuler
Berikan posisi yang nyaman: Menurunkan resiko tekanan intracranial
meningggikan kepala tempat tidur
Kolaborasi pemberian diuretic, Mengurangi beban kerja jantung
vasodilator, pembatasan cairan, dan diet
Na

22
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri
glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Sindroma nefrotik disebabkan oleh
glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan
penghubung, akibat obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik. Sindroma nefrotik
merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis yang ditandai dengan
edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolestrolemia. Jika tidak ditangani
dengan tepat maka Sindroma Nefritik ini dapat menyebabkan komplikasi dan gagal
jantung.
Berbagai Manifestasi klinis yang muncul dapat memunculkan berbagai diagnosa
seperti kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder
terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus, gangguan citra tubuh berhubungan
dengan perubahan penampilan, resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan
tubuh yang menurun, dan penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan volume sekuncup.untuk mengatasi berbbagai permasalah diatas, salah
satu pengobatannya adalah dengan kolaborasi penggunaan diuretik untuk menangani
edema.

23

Anda mungkin juga menyukai