Anda di halaman 1dari 84

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung

kemih) dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur

cairan serta elektrolit dan komposisi asam- basa cairan tubuh, mengeluarkan produk

akhir metabolic dari dalam darah, dan mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk

sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal melalui ureter kedalam kandung kemih

tempat urine tersebut disimpan untuk sementara waktu. Pada saat urinasi kandung

kemih berkontraksi dan urine akan di ekskresikan dari tubuh lewat uretra. Namun,

fungsi masing-masing organ dari sistem perkemihan tersebut tidak luput dari suatu

masalah atau abnormal. Sehingga hal ini dapat menimbulkan beberapa penyakit atau

gangguan salah satunya berupa sindrom nefrotik.

Pada tahun 1905 Friedrich Muller menggunakan istilah nefrosis untuk

membedakan degenerasi lemak tubulus dengan glomerulus. Namun istilah nefrosis

sekarang tidak dipakai lagi. Tahun 1913 Munk melaporkan adanya butir-butir lipoid

(Lipoid droplets) dalam sedimen urin pasien dengan “nefritis parenkimatosa kronik”.

Kelainan ini ditemukan terutama atas dasar adanya lues dan diberikan istilah nefrosis

lipoid. Istilah sindrom nefrotik (SN) kemudian digunakan untuk menggantikan istilah

terdahulu yang menunjukkan suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan

satu penyakit yang mendasari.

Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan

prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas

kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap

pengobatan. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom

nefrotik perubahan minimal ( SNPM ) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom

nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 %

dengan majunya terapi dan pemberian steroid. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe

finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal.

1
Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan insiden

terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 – 6 tahun sebanyak 25

pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio

1,71 : 1. Insiden sindrom nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per

100.000 anak per tahun ( Chiu and Yap, 2005 ).

Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan

Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di negara berkembang,

insidennya lebih tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada anak di Indonesia

adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Konsep dasar system perkemihan

1.2.2 Konsep dasar sindrom nefrotik

1.2.3 Asuhan keperawatan pada kasus klien dengan sindrom nefrotik

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum :

Mengetahui konsep dasar dari system perkemihan dann sindrom

nefrotik serta bagaimana asuhan keperawatannya.

1.3.2 Tujuan Khusus :

Mengetahui bagaimana menegakan pengkajian, diagnose

keperawatan, intervensi, implementasi sertas evaluasi pada pasien

sindrom nefrotik.

2
BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Sistem Perkemihan

2.1.1 Anatomi

1) Ginjal

Ginjal adalah suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis

di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung pada

dinding belakang abdomen.

Bentuk ginjal seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah kiri dan kanan, ginjal

kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari

ginjal wanita. Ginjal terdapat sepasang kiri dan kanan.

3
Fungsi ginjal:

1. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau

racun.

2. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan

3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan

tubuh.

4
4. Mempertimbangkan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain.

5. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari ureum protein.

Uji fungsi ginjal terdiri dari:

1. Uji protein (albumin). Bila ada kerusakan pada glomerulus atau

tubulus, maka protein dapat bocor dan masuk ke urine.

2. Uji konsentrasi ureum darah. Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan

ureum maka ureum darah naik di atas kadar normal 20-40 mg%.

5
3. Uji konsentrasi. Pada uji ini dilarang makan dan minum selama 12 jam

untuk melihat sampai berapa tinggi berat jenis naiknya.

Struktur ginjal:

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang

terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua. Lapisan luar terdiri dari lapisan korteks

(subtansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian medulla (subtansia

medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal piramid. Puncak kerucut tadi

menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Masing-

masing piramid dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah renalis 15-16 buah. Garis-garis

yang terlihat di piramid disebut tubulus nefron yang merupakan bagian terkecil dari

ginjal yang terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal (tubulus kontorti satu), ansa henle,

tubulus distal (tubulus kontorti dua) dan tubulus urinarius (papilla vateri). Pada setiap

ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat menyaring darah 170

liter. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang-lubang yang

terdapat pada piramid renal masing-masing membentuk simpul dari kapiler satu badan

6
malfigi yang disebut glomerulus. Pembuluh aferen yang bercabang membentuk kapiler

menjadi vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior.

Fisiologi ginjal:

a. Mengatur volume air (cairan dalam tubuh). Kelebihan air dalam tubuh

akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah

besar, kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang

diekskresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan

volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal.

b. Mengatur keseimbangan osmitik dan mempertahankan

keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila

terjadi pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan

garam yang berlebihan/penyakit perdarahan (diare, muntah) ginjal akan

meningkatkan ekskresi ion-ion yang penting (mis. Na, K, Cl, Ca dan posfat).

7
c. Mengatur keseimbangan asam-basa cairan tubuh bergantung pada

apa yang dimakan, campuran makanan menghasilkan urine yang bersifat

agak asam, pH kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir metabolism protein.

Apabila banyak makan sayur-sayuran, urine akan bersifat basa. pH urine

bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai dengan perubahan

pH darah.

d. Ekskresi sisa hasil metabolism (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat

toksik, obat-obatan, hasil metabolism hemoglobin dan bahan kimia asing

(pestisida).

e. Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormon renin

yang mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah (sistem renin

angiotensin aldesteron) membentuk eritripoiesis mempunyai peranan penting

untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). Di samping

itu ginjal juga membentuk hormone dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif)

yang diperlukan untuk absorsi ion kalsium di usus.

8
Filtrasi glomerulus:

Kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeabel terhadap protein

plasma yang lebih besar dan permeabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil sepeti

elektrolit, asam amino, glukosa dan sisa nitrogen. Glomerulus mengalami kenaikan

tekanan darah 90 mmHg. Kenaikan ini terjadi karena anteriole aferen yang mengarah

ke glomerulus mempunyai diameter yang lebih besar dan memberikan sedikit tahanan

dari kapiler yang lain. Darah didorong ke dalam ruangan yang lebih kecil, sehingga

darah mending air dan partikel yang terlarutdalam plasma masuk ke dalam kapsula

bowman. Tekanan darah terhadap dinding pembuluh ini disebut tekanan hidrostatik

(TH). Gerakan masuknya ke dalam kapsula bowman disebut sebagai filtrasi

glomerulus.

Tiga faktor pada proses filtrasi dalam kapsula bowman menggambarkan integrasi

ketiga faktor tersebut yaitu:

a. Tekanan osmitik (TO) :

Tekanan yang dikeluarkan oleh air (sebagai pelarut) pada membrane

semipermeabel sebagai usaha untuk menembus membrane semipermeabel

ke dalam area yang mengandung lebih banyak molekul yang dapat melewati

membrane semipermeabel. Pori-pori dalam kapiler glomerulus membuat

membrane semipermeabel memungkinkan untuk melewati yang lebih kecil

dari air tetapi mencegah molekul yang lebih besar misalnya protein dan

plasma.

b. Tekanan hidroststik (TH) :

Sekitar 15 mmHg dihasilkan oleh adanya filtrasi dalam kapsula dan

berlawanan dengan tekanan hidrostatik darah. Filtrasi juga mengeluarkan

tekanan osmitik 1-3 mmHg yang berlawanan dengan osmitik darah.

c. Perbedaan tekanan osmitik plasma :

Dengan cairan dalam kapsula bowman mencerminkan perbedaan kosentrasi

protein, perbedaan ini menimbulkan pori-pori kapiler mencegah protein plasma

untuk difiltrasi.

9
Tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmitik filtrat kapsula bowman

bekerja sama untuk meningkatkan gerakan air dan molekul permeabel,

molekul permeabel kecil dari plasma masuk ke dalam kapsula bowman.

Proses pembentukan urine:

Glomerulus berfungsi sebagai ultrafiltrasi pada simpai bowman, berfungsi

untuk menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi

penyerapan kembali zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan

diteruskan ke piala ginjal terus berlanjut ke ureter.

Urine berasal dari darah yang di bawa arteri renalis masuk kedalam ginjal, darah

ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah.

Ada tiga tahap pembentukan urine:

1) Proses filtrasi

Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar

dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan sebagian yang

tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung

oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida, sulfat, bikarbonat

dan lain-lain, yang diteruskan ke tubulus ginjal.

2) Proses reabsorpsi

Proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa, natrium,

klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal

oblogator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian

10
bawah terjadi kembali penyerapan natrium dan ion bikarbonat. Bila diperlukan akan

diserap kembali ke dalam tublus bagian bawah. Penyerapannya terjadi secara aktif

dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papilla renali.

3) Proses sekresi

Sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan

ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.

Peredaran darah ginjal:

Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai

percabanganarteri arteri renalis. Arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis

bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri arkuata. Arteri

interloburalis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk

gumpalan-gumpalan yang disebut glomerulus. Glomerulus ini dikelilingi oleh alat yang

disebut simpai bowman. Di sini terjadi penyaringan pertama dan kapiler darah yang

meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava

inferior.

Persarafan ginjal:

Ginjal mendapat persarafan dari pleksus renalis (vasomotor). Saraf ini

berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan

11
bersamaan dengan pembu;uh darah yang masuk ginjal. Di atas ginjal terdapat kelenjar

suprarenalis, kelenjar ini merupakan kelenjar buntu yang menghasilkan dua macam

hormon yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison. Adrenal dihasilkan oleh medulla.

Reabsorpsi dan sekresi tubulus:

Sewaktu filtrat glomerulus memasuki tubulus ginjal, filtrat ini mengalir melalui

bagian-bagian tubulus. Sebelum diekskresikan sebagai urine beberapa zat diabsorpsi

kembali secara selektif dari tbulus dan kembali ke dalam darah, sedangkan yang lain

de sekresikandari darah ke dalam lumen tubulus. Pada akhirnya urine terbentuk dan

semua zat dalam urine akan menggambarkan penjumlahan dari tiga proses dasar

ginjal (filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus dan sekresi tubulus).

Ekskresi urine, Filtrasi glomerulus, Reabsorpsi tubulus, Sekresi tubulus:

a. Reabsorpsi tubulus

Ginjal menangani beberapa zat yang yang difiltrasi secara bebas dalam ginjaldan

diabsorpsi dengan kecepatan yang berbeda.

Kebanyakan zat proses filtrasi golmerulus dan reabsorpsi tubulus secara

kuntitatif relatif sangat besar terhadap sekresi urine. Sedikit saja perubahan pada

filtrasi glomerulus atau reabsorpsi secara potensial dapat menyebabkan perubahan

12
yang relatif besar. Beberapa produk buangan seperti ureum dan kreatinin sulit

diabsorpsi dari tubulus dan diekskresi dalam jumlah yang relatif besar.

Mekanisme pasif :

Zat yang akan diabsorpsi harus ditranspor melintasi membran epitel tubulus

ke dalam cairan interstisial ginjal, melalui kapiler peri tubulus kembali ke dalam darah.

Reabsorpsi melalui epitel tubulus ke dalam darah, misalnya air dan zat terlarut dapat

ditranpor melalui membran selnya sendiri (jalur transeluler) atau melalui ruang

sambungan antar-sel (jalur para seluler).

Setelah diabsorpsi melalui sel epitel tubulus ke dalam cairan interstisial air dan

zat terlarut ditranpor melalui dinding kapiler ke dalam darah dengan cara ultrafiltrasi

yang diperantarai oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid.

Traspor aktif :

Mendorong suatu zat terlarut melawan gradien elektrokimia dan membutuhkan

energi yang berasal dari metabolisme. Transpor yang berhubungan langsung dengan

suatu sumber energi seperti hidrolisis adenosin trifosfat (ATF) disebut transfor aktif

primer.

Transpor yang tidak berhubungan secara langsung dengan suatu sumber

energi seperti yang diakibatkan oleh gradien ion, disebut transpor aktif sekunder.

b. Reabsorpsi tubulus proksimal

Secara normal sekitar 65% dari muatan natrium dan air yang difiltrasi dan nilai

persentase terendah dari klorida akan diabsorpsi oleh tubulus proksimal sebelum filtrat

mencapai ansa henle. Persentase ini dapat meningkat atau menurun dalam berbagai

kondisi fisiologis.

Sel tubuh proksimal mempunyai banyak sekali brush boerder. Permukaan

membran brush boerder dimuati molekul protein yang mentranspor ion natrium

melewati membran lumen yang bertalian dengan mekanisme transpor nutrien organik

(asam amino dan glukosa). Tubulus proksimal merupakan tempat penting untuk

sekresi asam dan basa, organik seperti garam garam empedu, oksalat, urat, dan

katekolamin.

13
Regulasi reabsorpsi tubulus penting untuk mempertahankan suatu

keseimbangan yang tepat antara reabsorpsi tubulus dan filtrasi glomerulus. Adanya

mekanisme saraf, faktor hormonal, dan kontrol setempat yang meregulasi reabsorpsi

tubulus untuk mengatur filtrasi glomerulus maka reabsorpsi beberapa zat terlarut dapat

diatur secara bebas terpisah dari yang lain terutama melalui mekanisme pengontrolan

hormonal.

2. Ureter

Terdiri dari 2 saluran pipa, masing–masing bersambung dari ginjal ke kandung

kemih (vesika urinaria), panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang ± 0,5 cm.

Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga

pelvis.

Lapisan dinding abdomen terdiri dari:

1. Dinding luar jaringan ikat (jarinagn fibrosa)

2. Lapisan tengah lapisan otot polos

3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan didnding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit

sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kamih (vesika

urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urine melalui ureter yang diekskresikan oleh

14
ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke

dalam kandung kemih.

Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan

dilapisi oleh peritoneum. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan

pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh limfe berasal dari pembuluh

sekitarnya mempunyai saraf sensorik.

Pars abdominalis ureter dalam kavum abdomen ureter terletak di belakang

peritoneum sebelah media anterior m. psoas mayor dan ditutupi oleh fasia subserosa.

Vasa spermatika/ovarika interna menyilang ureter secara oblique, selanjutnya ureter

akan mencapai kavum pelvis dan menyilang arteri iliaka eksterna.

Ureter kanan terletak pada parscdesendens duodenum. Sewaktu turun ke

bawah terdapat di kanan bawah dan disilang oleh kolon dekstra dan vosa iliaka

iliokolika, dekat apertura pelvis akan dilewati oleh bagian bawah mesenterium dan

bagian akhir ilium.

Ureter kiri disilang oleh vasa koplika sinistra dekat apertura pelvis superior dan berjalan

di belakang kolon sigmoid dan mesenterium.

Pars pelvis ureter berjalan pada bagian dinding lateral pada kavum pelvis

sepanjang tepi anterior dari insura iskhiadikamayor dan tertutup olehperitoneum.

Ureter dapt ditemukan di depan arteri hipogastrikabagian dalam nervus obturatoris

arteri vasialia anterior dan arteri hemoroidalis media. Pada bagian bawah insura

iskhiadika mayor, ureter agak miring ke bagian medial untuk mencapai sudut lateral

dari vesika urinaria.

Ureter pada pria:

Terdapat di dalam visura seminalis atas dan disilang oleh duktus deferens dan

dikelilingi oleh pleksus vesikalis. Selanjutnya ureter berjalan oblique sepanjang 2 cm

di dalam dinding vesika urinaria pada sudut lateral dari trigonum vesika. Sewaktu

menembus vesika urinaria, dinding atas dan dinding bawah ureter akan tertutup dan

pada waktu vesika urinaria penuh akan membentuk katup (valvula) dan mencegah

pengambilan urine dari vesika urinaria.

Ureter pada wanita:

15
Terdapat di belakang fossa ovarika urinaria dan berjalan ke bagian medial dan

ke depan bagian lateralis serviks uteri bagian atas, vagina untuk mencapai fundus

vesika urinaria. Dalam perjalanannya, ureter didampingi oleh arteri uterina sepanjang

2,5 cm dan selanjutnya arteri ini menyilang ureter dan menuju ke atas di antara lapisan

ligamentum. Ureter mempunyai 2 cm dari sisi serviks uteri. Ada tiga tempat yang

penting dari ureter yang mudah terjadi penyumbatan yaitu pada sambungan ureter

pelvis diameter 2 mm, penyilangan vosa iliaka diameter 4 mm dan pada saat masuk

ke vesika urinaria yang berdiameter 1-5 cm.

Pembuluh darah ureter

a. Arteri renalis

b. Arteri spermatika interna

c. Arteri hipogastrika

16
d. Arteri vesika inferior

Persarafan ureter:

17
Persarafan ureter merupakan cabang dari pleksus mesenterikus inferior,

pleksus spermatikus, dan pleksu pelvis; seperti dari nervus; rantai eferens dan nervus

vagusrantai eferen dari nervus torakalis ke-11 dan ke-12, nervus lumbalis ke-1, dan

nervus vagus mempunyai rantai aferen untuk ureter.

3. Vesika Urinaria:

Vesika urinaria (kandung kemih) dapat mengembang dan mengempis seperti

balon karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.

Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat,

berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis medius.

18
Bagian vesika urinaria terdiri dari:

1. Fundus yaitu, bagian yang menghadap ke arah belakang dan bawah, bagian ini

terpisah dari rektum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh jaringan ikat

duktus deferen, vesika seminalis dan prostat.

2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.

3. Verteks, bagian yang mancung ke arah muka dan berhubungan dengan

ligamentum vesika umbilikalis.

Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritonium), tunika

muskularis (lapisan otot), tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian

dalam). Pembuluh limfe vesika urinaria mengalirkan cairan limfe ke dalam nadi limfatik

iliaka interna dan eksterna.

Lapisan otot vesika urinaria:

Lapisan otot vesika urinaria terdiri dari otot polos yang tersusun dan saling

berkaitan dan disebut m. detrusor vesikae. Peredaran darah vesika urinaria berasal

dari arteri vesikalis superior dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka

interna. Venanya membentuk pleksus venosus vesikalis yang berhubungan dengan

pleksus prostatikus yang mengalirkan darah ke vena iliaka interna.

Persarafan vesika urinaria

19
Persarafan vesika urinaria berasal dari pleksus hipogastrika inferior. Serabut

ganglion simpatikus berasal dari ganglion lumbalis ke-1 dan ke-2 yang berjalan turun

ke vesika urinaria melalui pleksus hipogastrikus. Serabut preganglion parasimpatis

yang keluar dari nervus splenikus pelvis yang berasal dari nervus sakralis 2, 3 dan 4

berjalan melalui hipogastrikus inferior mencapai dinding vesika urinaria.

20
21
4. Uretra

Uretara merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih

yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar.

22
Uretra pria

Pada laki-laki uretra berjalan berkelok kelok melalaui tengah-tengah prostat

kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang fubis ke bagian penis

panjangnya ± 20 cm. uretra pada laki-laki terdiri dari:

a. Uretra prostatia

b. Uretra membranosa

c. Uretra kevernosa

Lapisan uretra laki-lakin terdiri lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan

lapisan submukosa. Uretra mulai dari orifisium uretra interna di dalam vesika urinaria

sampai orifisium eksterna. Pada penis panjangnya 17,5-20 cm yang terdiri dari bagian-

bagian berikut:

Uretra prostatika merupakan saluran terlebar panjangnya 3 cm, berjalan

hampir vertikulum melalui glandula prostat , mulai dari basis sampai ke apaks dan lebih

dekat ke permukaan anterior. Uretra pars membranasea ini merupakan saluran yang

paling pendek dan paling dangkal, berjalan mengarah ke bawah dan ke depan di

antara apaks glandula prostata dan bulbus uretra. Pars membranesea menembus

diagfragma urogenitalis, panjangnya kira-kira 2,5 cm, di belakang simfisis pubis diliputi

oleh jaringan sfingter uretra membranasea. Di depan saluran ini terdapat vena dorsalis

penis yang mencapai pelvis di antara ligamentum transversal pelvis dan ligamentum

arquarta pubis. Uretra pars kavernosus merupakan saluran terpanjang dari uretra dan

terdapat di dalam korpus kavernosus uretra, panjangnya kira-kira 15 cm, mulai dari

pars membranasea sampai ke orifisium dari diafragma urogenitalis. Pars kavernosus

uretra berjalan ke depan dan ke atas menuju bagian depan simfisis pubis. Pada

keadaan penis berkontraksi, pars kavernosus akan membelok ke bawah dan ke depan.

Pars kavernosus ini dangkal sesuai dengan korpus penis 6 mm dan berdilatasi ke

belakang. Bagian depan berdilatasi di dalam glans penis yang akan membentuk fossa

navikularis uretra.

Oriifisium uretra eksterna merupakan bagian erektor yang paling berkontraksi

berupa sebuah celah vertikal ditutupi oleh kedua sisi bibir kecil dan panjangnya 6 mm.

glandula uretralis yang akan bermuara ke dalam uretra dibagi dalam dua bagian, yaitu

23
glandula dan lakuna. Glandula terdapat di bawah tunika mukosa di dalam korpus

kavernosus uretra (glandula pars uretralis). Lakuna bagian dalam epitelium.

Lakuna yang lebih besar dipermukaan atas di sebut lakuna magma orifisium

dan lakuna ini menyebar ke depan sehingga dengan mudah menghalangi ujung

kateter yang dilalui sepanjang saluran.

Uretra wanita

Uretra pada wanita terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring sedikit

ke arah atas, panjangnya ± 3-4 cm. lapisan uretra wanita terdiri dari tunika muskularis

(sebelah luar), lapiosan spongeosa merupakan pleksus dari vena-vena, dan lapisan

mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas

vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai salura ekskresi.

Apabila tidak berdilatasi diameternya 6 cm. uretra ini menembus fasia diagfragma

urogenitalis dan orifisium eksterna langsung di depan permukaan vagina, 2,5 cm di

belakang glans klitoris. Glandula uretra bermuara ke uretra, yang terbesar diantaranya

adalah glandula pars uretralis (skene) yang bermuara kedalam orifisium uretra yang

hanya berfungsi sebagai saluran ekskresi.

Diagfragma urogenitalis dan orifisium eksterna langsung di depan

permukaan vagian dan 2,5 cm di belakang glans klitoris. Uretra wanita jauh lebih

pendek daripada pria dan terdiri lapisan otot polos yang diperkuat oleh sfingter otot

24
rangka pada muaranya penonjolan berupa kelenjar dan jaringan ikat fibrosa longggar

yang ditandai dengan banyak sinus venosus merip jaringan kavernosus.

2.1.2 Fisiologi

Mikturisis adalah peristiwa pembentukan urine. Karena dibuat di dalam, urine

mengalir melalaui ureter ke kandung kencing. Keinginan membuang air kecil

disebabkan penambahan tekanan di dalam kandung kencing, dan tekanan ini di

sebabkan isi urone di dalamnya. Hal ini terjadi bila tertimbun 170 sampai 230 ml.

mikturisi adalah gerak reflek yang dapat dikendalikan dan ditahan oleh pusat-pusat

persarafan yang lebih tinggi pada manusia.

Gerakannya ditimbulkan kontraksi otot abdominal yang menambah tekanan di

dalam rongga abdomen, dan berbagai organ yang menekan kandung kencing

membantu mengkosongkannya. Kandung kencing dikendalikan saraf pelvis dan

serabut saraf simpatis dari pleksus hipogastrik.

Ciri-ciri urine yang normal:

Jumlahnya rata-rata 1-2 liter sehari, tetapi beda-beda sesaui jumlah cairan

yang dimasukan. Banyaknya bertambah pula bila terlampau banyak protain dimakan,

sehingga tersedia cukup cairan yang diperlukan untuk melarutkan ureanya.

1) Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, tetapi adakalanya jenjot lendir

tipis tanpak terapung di dalamnya.

2) Baunya tajam.

3) Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.

4) Berat jenis berkisat dari 1010 sampai 1025.

Komposisi urine normal:

Urine terutama terdiri atas air, urea, dan natrium klorida. Pada seseorang yang

menggunakan diet yang rata-rata berisi 80 sampai 100 gram protein dalam 24 jam,

jumlah persen air dan benda padat dalam urine adalah seperti berikut:

1) Air 96%

2) Benda padat 4% (terdiri atas urei 2% dan produk metabolik lain 2%) yakni

ureum, asam urat, kretin, elektrolit/garam

25
2.2 Konsep Dasar Sindrom Nefrotik

2.2.1 Pengertian

Nefrotik sindrom adalah kumpulan gejala degenerasi ginjal tanpa adanya

peradangan, ditandai dengan oedema, albuminuria dan penurunan albumin dalam

serum (Ramali, 2003, hal 230). Nefrotik sindrom berkaitan erat dengan proteinuria

(Tisher, 1997, hal 37). Sindrom nefrotik merupakan kumpulan manifestasi klinis (di

tandai proteinuria masif lebih dari 3,5 gram per 1, 73 m2 luas permukaan badan perhari

dan hipoalbuminemia kurang dari 3 gram per milliliter) dan berhubungan dengan

kelainan glomerulus akibat penyakit - penyakit tertentu atau tidak diketahui

/ idiopatik(Soeparman, 1990, hal 282).

Sindrom nefrotik adalah penyakit yang terjadi secara tiba-tiba, biasanyan

berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proeinuria

berat. Tanda yang terlihat jelas adalah oedema pada kaki dan genetalia (Mansjoer,

1999, hal 525). Sindrom nefrotik ialah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,

hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia, kadang – kadang terdapat hematuria,

hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 1997, hal 304).

Serangkaian manifestasi klinis yang disebabkan oleh pembuangan protein

sekunder untuk menyebarkan kerusakan glomerulus. Kelaianan permeabelitas pada

membran dasar glomerular (khususnya albumin) mengakibatkan hilangnya protein dari

urine, sebagai akibatnya terjadi perubahan tekanan onkotik dicabang vaskular dan

cairan bergerak keruang intestisial yang menyebabkan edema.

26
Pergerakan ini merangsang aktivitas plasma renin yang menambah produksi

aldosteron: yang mengakibatkan ginjal menahan natrium dan air, sehingga menambah

akumulasi cairan ekstraselular. (Black & Hawks, 2009)

Perubahan fungsi renal yang disebabkan oleh peningkatan permeabelitas

membran basal glomerular terhadap plasma protein (albumin). (Luxner, 2005) .

Sindrom nefrotik disebabkan oleh peningkatan permeabelitas dinding kapilar

glomerular. (EMB, 2014)

Dari beberapa pengertian diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwa

nefrotik sindrom adalah suatu penyakit degenerasi fungsi ginjal yang ditandai dengan

oedema, albuminuria, dan penurunan albumin serum yang diakibatkan oleh penyakit -

penyakit tertentu yang terjadi secara tiba-tiba.

27
2.2.2 Etiologi

Menurut Mansjoer, 2001 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum

diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi

antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :

1. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.

Resisten terhadap semua pengobatan.

Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama

kehidupannya.

2. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit kolagen

seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid, Glumerulonefritis akut

atau kronik, Trombosis vena renalis, Bahan kimia seperti trimetadion, paradion,

penisilamin, garam emas, air raksa, Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia,

nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.

3. Sindrom nefrotik idiopatik

Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan

histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan

mikroskop elektron, terbagi menjadi :

 Kelainan minimal

Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara

imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.

 Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa

proliferasi sel. Prognosis kurang baik.

 Glomerulonefritis proliferatif

Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan

infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan

kapiler tersumbat, dengan penebalan batang lobular, Terdapat prolefirasi sel

mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular, Dengan bulan sabit (

28
crescent), Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai

kapsular dan viseral. Prognosis buruk.

 Glomerulonefritis membranoproliferatif

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di

mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.

 Glomerulosklerosis fokal segmental

Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus.

Prognosis buruk.

Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 menurut muttaqin. 2012 adalah:

1) Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:

 Glomerulonefritis

 Nefrotik sindrom perubahan minimal

2) Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti:

 Diabetes mellitus

 Sistema lupus eritematosus

 Amyloidosis

2.2.3 Patofisiologi

Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau

sistemik yang memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap

menyerang anak-anak, namun sindromnefrotik juga terjadi pada orang dewasa

termasuk lansia. Respon perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional

akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami

glomerulus progresif cepat (Muttaqin, 2011).

Penyebab dari sindrom nefrotik terdiri dari primer dan sekunder, penyebab

secara primer berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti: Glomerulonefritis,

Nefrotik sindrom perubahan minimal. Sedangkan secara sekunder yaitu akibat infeksi,

penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti: Diabetes mellitus disertai

glomerulosklerosis interkapiler, Sistema lupus eritematosus, Amyloidosis, dan

trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein,

terutama albumin ke dalam urine.

29
Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak

mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui

ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia.

Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah

proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini

disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang

sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein

dalam dinding kapiler.

Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan

protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat

dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas,

2002 : 383).

Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama

terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema

muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum

diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan

onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang

intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang

intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A

Price, 2005). Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah

arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan

penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi

ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan

konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor

volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang

reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic

yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan

peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air

yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002).

30
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan

mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid,

dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang

merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak

yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat

menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002). Pada status nefrosis hampir

semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein serum meningkat.

Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati,

termasuk lipoprotein dan katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar

lipoprotein lipase plasma.

Pada individu yang sehat, dinding kapiler glomerrolus berfungsi sebagai sawar

untuk menyingkirkan protein agar tidak memasuki ruangan urinarius melalui

diskriminasi ukuran dan muatan listrik.

Dengan adanya gangguan pada glomerulus, ukuran dan muatan sawar

selektif dapat rusak sehingga terjadi peningkatan permeabilitas membran glomerolus.

Proses penyaringan pun menjadi terganggu, molekul protein yang seharusnya mampu

tersaring oleh glomerulus, tidak dapat tersaring. Sehingga urine mengandung protein.

Sebagian besar protein dalam urine adalah albumin. Dengan banyaknya albumin yang

keluar bersama urine, mengakibatkan kandungan albumin dalam darah menjadi

rendah yang disebut hipoalbuminemi.

Rangkaian keadaan yang menunjukkan mulai dari proteinuria sampai sindrom

nefrotik tergantung pada perkembangan dari hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia

mengurangi tekanan onkotik plasma, dan kemudian mengakibat perpindahan cairan

intravaskular ke ruang interstitial. Perpindahan cairan ini akan menjadikan volume

cairan intravaskular menurun, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke ginjal /

volume darah efektif menurun. Ginjal akan melakukan kompensasi dengan

merangsang produksi renin - angiotensin dan sekresi aldosteron yang kemudian

mengakibatkan retensi natrium dan air. Kejadian ini menimbulkan edema perifer,

anasarka dan asites. Kondisi hipoalbuminemia juga mempengaruhi respon imun

31
seseorang, faktor imun Ig G menurun sehingga penderita nefrotik sindrom lebih peka

terhadap semua macam infeksi (Soeparman, 1990, hal 286).

2.2.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari

bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila

ditekan(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) yang tampak

pada pagi hari, dan berlanjut ke abdomen terjadi penumpukan cairan pada rongga

pleura yang menyebabkan efusi pleura, daerah genitalia dan ekstermitas bawah yaitu

pitting (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas, penumpukan cairan pada rongga

peritoneal yang menyebabkan asites.

1. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin berkurang, warna

agak keruh dan berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat hemturia

dan oliguri terjadi karena penurunan volume cairan vaskuler yang menstimulli

sistem renin-angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon anti

diuretik (ADH), Hematuri

2. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus, Pucat

32
3. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan

umumnya terjadi, klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit

payah.

4. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)

5. Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak

6. Hipoalbuminemia < 30 gr/l

7. Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia

8. Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan arteri

9. Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.

10. Hipertensi (jarang terjadi) karena penurunan voulume intravaskuler yang

mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem

renin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah.

11. Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air

2.2.5 Klasifikasi

1) Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:

a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome)

Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak

dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat

dengan mikroskop cahaya.

b. Sindrom Nefrotik Sekunder

Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik,

purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan

neoplasma limfoproliferatif.

c. Sindrom Nefrotik Kongenital

Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi

yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah

edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan

kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak

dilakukan dialysis.

33
2) Sindrom Nefrotik menurut terjadinya

a. Sindrom Nefrotik Kongenital

Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe Finlandia.

Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir premature (90%),

plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat badan). Gejala asfiksia dijumpai

pada 75% kasus. Gejala pertama berupa edema, asites, biasanya tampak pada

waktu lahir atau dalam minggu pertama.

Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai hipoproteinemia, proteinuria massif dan

hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain berupa kelainan congenital pada muka

seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar, telinga letaknya lebih rendah dari

normal. Prognosis jelek dan meninggal Karen ainfeksi sekunder atau kegagalan

ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan kelainan ini secara dini

adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang biasanya

meninggi.

b. Sindrom Nefrotik yang didapat:

Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan sekunder.

2.2.6 Pemeriksaan diagnostic

a. Laboratorium

1) Urine

Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,

sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin,

porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh

glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk

meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH

lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular

ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal

negatif).

2) Darah

Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium

biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan

34
dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau

pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan

magnesium meningkat. Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin

menurun, kreatinin meningkat atau normal, trigliserida meningkat dan

gangguan gambaran lipid. Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan

kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan

pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam amino

essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau

sama dengan 220 mg/dl). Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan

proteinuria, proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.

b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa

Biopsi dengan memasukkan jarum kedalam ginjal : pemeriksaaan histology

jaringan ginjal untuk menegakkan diagnosis.

c. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum

electrophoresis).

2.2.7 Komplikasi

a. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat

hipoalbuminemia.

b. Shock hipovolemik: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1

gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga

menyebabkan shock.

c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga

terjadi peninggian fibrinogen plasma.

d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.

e. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk

mencegah terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis.

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pemberian

heparin.

35
f. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan

cairan di dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam

intravaskuler.

g. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk

kedalam paru-paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.

h. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)

i. Kerusakan kulit

j. Peritonitis (berhubungan dengan asites)

k. Hipovolemia

l. Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan

arteri ekstremitas dan trombosis arteri serebral

2.2.8 Penatalaksanaa Medis

Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan

risiko komplikasi.

1. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi

atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia,

mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:

 Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai

kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam

36
secukupnya dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3

gram/kgBB/hari.

 Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan

diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya

edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan

hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu

dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan

cairan intravaskuler berat.

 Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya

TBC

 Diuretikum

 Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid,

klortahidon, furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan

antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi

saluretik dan antagonis aldosteron.

 Kortikosteroid : (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :

a) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60

mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.

b) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari

dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan

dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan

ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.

c) Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30

mg, 20 mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan.

 Lain-lain : Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.

Bila ada gagal jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000)

 Diet

Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema.

Minum tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila

terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik

37
tinggi untuk mengimbangi pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori

harus diberikan cukup banyak. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi

menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2

gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini

dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha

memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan

jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3

gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan

memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.

Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari,

dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat

diberi garam sedikit. Diet rendah natrium tinggi protein. Masukan protein

ditingkatkan untuk menggantikan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien

diberikan diet rendah natrium.

 Kemoterapi:

Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai

efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis

pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya

sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat

dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya

pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan

hipertensi. Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk

mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan

sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada

dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-

merkaptopurin dan siklofosfamid.

38
2. Penatalaksanaan Keperawatan

 Tirah baring:

Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa harimungkin

diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Baringkan

pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan

menyebabkan sesak nafas. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai

pada tumit (bantal diletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka

ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).

 Terapi cairan:

Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara cermat

da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat

badan harian.

 Perawatan kulit:

Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap

kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus

dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan

lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan.

Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus

disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan

menggosok kulit.

 Perawatan mata:

Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk

mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.

 Penatalaksanaan krisis hipovolemik:

 Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan.

Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan

tekanan darah.

 Pencegahan infeksi: Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung

mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga

merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.

39
 Perawatan spesifik meliputi:

Mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian, pencatatan

tekanan darah dan pencegahan dekubitus.

 Dukungan bagi orang tua dan anak.

Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan anak. Pengertian

akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan

tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan

masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang

tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan

depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang

memaksa perawatan di rumahn sakit.

 Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk

mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi

keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian pasien).

2.3 Konsep dasar asuhan keperawatan teoritis

Proses keperawatan di anggap sebagai suatu dasar huku praktik

keperawatan. Menggunakan proses keperawatan sebagai suatu pedoman dalam

mengembangkan standar praktik keperawatan.

Proses keperawatan telah di gunakan sebagai suatu kerangka konsep

kurikulum keperawatan, yang terdiri atas lima tahap yaitu: pengkajian, diagnose,

interfensi, implemenasi dan evaluasi.

Tahap- tahap tersebut tidak dapat di pisahkan dan saling berhubungan yang

dapat di jadikan sebagai pedoman dalam mencapai tujuan keperawatan yaitu

meningkatkan, mempertahankan kesehatan dan membuat pasien mencapai kematian

dengan tenang pada paien terminal serta memungkinkan pasien atau keluarga dapat

mengatur kesehatannya sendiri menjadi lebih baik. (Basford & Slevin, 2006)

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses keperawatan yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai

40
sumber data unruk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (

Basford & Slevin, 2006).

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan kegiatan mengumpulkan informasi tentang

klien yang di lakukan secara sistematis untuk menentukan masalah- masalah serta

kebutuhan klien, biasanya menggunakan anamnesa, atau wawancara, obserfasi,

pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi, data dapat di peroleh dari klien sendiri,

keluarga klien atau orang lain yang ada hubungannya dengan klien, catatan medic

serta tim kesehatan lain (Basford & Slevin, 2006)

1. Biodata

a. Identitas Klien

Meliputi Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan

usia kurang dari 15 tahun) , jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,

pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua atau orang yang bertanggung

jawab.

b. Identitas Penanggung Jawab

Meliputi Nama, umur,status, jenis kelamin, alamat, suku atau bangsa, agama,

pendidikan, dan pekerjaan.

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan sekarang

1) Keluhan Utama

Keluhan utama adalah hal yang paling dirasakan saat dilakukan

pengkajian.Biasanya keluhan utama pasien adalah badan bengkak, sesak

napas, muka sembab dan napsu makan menurun.

2) Riwayat Keluhan Uatma

Menggambarkan informasi yang berkaitan dengan keluhan utama dengan

menggunakan metode PQRST yaitu:

 Paliatif/Profokatif (P): apakah ada peristiwa yang menjadi factor

timbulnya keluhan dan bertambah atau berkurangnya keluhan.

41
 Quqlitatif/quantitas (Q): bagaimana bentuk dan gambaran

keluhan dan sejauh mana tingkat keluhan

 Region/Radiasi ( R ) : lokasi keluhan dirasakan dan

penyebarannya.

 Skala/Saverity (S) : identitas keluhan apakah sampai

mengganggu atau tidak

 Timing/time ( T ): kapan waktu mulai terjadi keluhan dan berapa

lama kejadian ini berlangsung, serta pada saat apa serangan

terjadi

3) Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit

Riwayat yang menjelaskan tentang alasan klien masuk rumah sakit, termaksut

kronologis terjadinya penyebab tersebut.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat penyakit yang pernah diderita. Misalnya edema masa neonatus,

malaria, riwayat glomerulonefritis akut dan glomerulonefritis kronis.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga.

Data keluarga yang menderita penyakit yang sama, karena kelainan gen

autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan

bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.

3. Pola aktivitas sehari- hari

a. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan

Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya edema,

nyeri daerah perut, malnutrisi berat.

b. Kebutuhan Eliminasi

Urine/24 jam 600-700 ml, hematuria, proteinuria, oliguri. Perubahan

urin seperti penurunan volume dan urin berbuih.

c. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan

Mudah letih dalam beraktivitas. Edema pada area ektrimitas (sakrum,

tumit, dan tangan). Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai.

42
d. Kebutuhan Istirahat dan Tidur

Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan

hospitalisasi.

e. Kebutuhan Personal Hygiene

Kebutuhan untuk perawatan diri pada anak usia pra sekolah selama

di rumah sakit mungkin dibantu oleh keluarga. Kaji perubahan aktifitas

perawatan diri sebelum dan selama dirawat di rumah sakit.

4. Riwayat Spiritual

Kebutuhan spiritual pada pasien menyesuaikan keadaan pasien.

5. Riwayat psikososial

Bagaimana hubungan social pasien dengan keluarga ataupun perawat, serta

bagaimana tanggapan pasien terhadap penyakit yang di derita

6. Pemeriksaan fisik

1) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum : lemah

b) Kesadaran pada umunya : Compos mentis E5 M6 V5

c) Tanda-tanda vital

Terjadi peningkatan TD, pemeriksaan umum, pemeriksaan secara persistem

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

d) Sistem Indra

 Mata : Edema periorbital, mata tampak sayu karena malnutrisi.

 Telinga : Fungsi pendengaran, kebersihan telinga, ada tidaknya

keluaran.

 Hidung : Penciuman baik Mulut : Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi,

jumlah gigi yang tanggal, mukosa bibir biasanya kering, pucat.

e) Sistem pernapasan

Suara paru saat bernapas mungkin ditemukan ronkhi karena efusi pleura,

pengembangan ekspansi paru sama atau tidak. Adanya pernapasan cuping

hidung jika klien sesak napas.

43
f) Sistem kardiovaskuler

Mungkin ditemukan adanya bunyi jantung abnormal, kardiomegali. Adanya

distensi vena jugularis karena edema seluruh tubuh dan peningkatann kerja

jantung.Pembengkakan pada area bawah, peningkatan TD, peningkatan

frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher (pada kasus

berat), adanya nyeri tekan pada bagian dada.

g) Sistem pencernaan

Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah gigi yang tanggal, mukosa bibir

biasanya kering, pucat. Adanya asites, nyeri tekan, hepatomegali,abdomen

simetris dan bising usus positif. Nafsu makan menurun, peningkatan berat

badan menunjukan udema (bronhkitis) Rectum atau anus masi berfungsi

dengan baik. Refleks muntah aktif.

h) Sistem perkemihan

Pembengkakan pada labia atau skrotum, biasanya tidak ada nyeri tekan serta

lesi pada penis,jumlah urin yang di produksi 600-700 ml/ hari. Adanya

hematuria dan poliuria.

i) Sistem endokrin

Biasanya kelenjar tidak teraba. Tiroid dan nodus tidak teraba.

j) Sistem integumen

Biasanya kulit pasien ditemukan berwarna pucat karena kekurangan darah,

dan biasanya kasar. Adanya pembengkakan disebagian tubuh.

k) Sistem reproduksi

Pembengkakan pada labia atau skrotum, biasanya tidak ada nyeri tekan serta

lesi pada penis, tidak ada rabas fagina.

l) Sistem musculoskeletal

Keletihan, insomnia, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas

sehari-hari, penurunan kemampuan

m) Sistem imun

Daya tahan tubuh lemah karena penurunan metabolisme sel.

44
n) Sistem persarafan

Pada klien PPOK biasanya tidak ditemukan gangguan persarafan GCS

biasanya normal, E5 V5 M5

7. Pemeriksaan Penunjang

Selain proteinuria masif, sedimen urin biasanya normal. Bila terjadi hematuria

mikroskopik lebih dari 20 eritrosit/LPB dicurigai adanya lesi glomerular (misal

sklerosis glomerulus fokal). Albumin plasma rendah dan lipid meningkat. IgM

dapat meningkat, sedangkan IgG menurun. Komplemen serum normal dan

tidak ada krioglobulin.

2. Diagnosa Keperawatan

Contoh diagnose yang akan mungkin muncul pada penderita sindrom nefrotik yaitu :

a. Kelebihan folume cairan

b. Ketidak efektifan pola hafas

c. Resiko infeksi

d. Kerusakan integritas kulit

e. Penurunan curah jantung berhubungan dengan afterload, kontraktilitas dan

frekuensi jantung

f. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

g. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

h. Hambatan mobilitas fisik

i. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

45
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK

Unit : RSUD Noongan Langowan Tggl MRS : 11 Maret 2018

Ruang / Kamar : Melati/02.02 Tggl Pengkajian : 11 Maret 2018

Jenis Pengkajian : Allo-Auto Anamnesa No. Register : 2211686

3.1 Pengkajian

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. D.M

Umur : 38 tahun

Jenis kelamin : Laki - laki

Tempat, tggl lahir : 17 November 1980

Pendidikan : SMA/sederajat

Pekerjaan : Swasta

Agama : Kristen Protestan

Suku / bangsa : Minahasa / Indonesia

No. register : 2211686

Tanggal masuk : 11 Maret 2018

Diagnosa medis : Nefrotik Syndrome

Ruang / kelas : Melati / II

Tanggal pengkajian : 11 Maret 2018 jam 08.00 WITA

Alamat : Desa Sumarayar Kecamatan Langowan Timur

II. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. C.T

Umur : 35 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Swasta

Agama : Kristen Protestan

Hubungan dengan klien : Isteri

Alamat : Desa Sumarayar Kecamatan Langowan Timur

46
III. Riwayat kesehatan

 Keluhan utama :

Bengkak pada wajah, kaki dan tangan

 Riwayat kesehatan sekarang :

Menurut keterangan klien, kurang lebih 2 bulan yang lalu tubuh klien tiba – tiiba

membengkak. Daerah yang pertama terlihat bengkak adalah kaki. Setelah dua

bulan, bengkak nya menjalar ke daerah muka, genital dan kedua tangan.

 Riwayat penyakit dahulu :

Klien menuturkan bahwa klien belum pernah menderita penyakit seperti ini, ia

juga menuturkan bahwa dirinya dan beberapa anggota keluarga memiliki

riwayat penyakit hipertensi kronik serta penyakit yang lain yang sering diderita

oleh klien adalah pusing, meriang dan pegal– pegel dan klien belum pernah

dirawat di Rumah Sakit.

 Riwayat kesehatan keluarga :

Menurut keterangan klien, dalm keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit

seperti yang diderita klien dan tidak ada yang menderita penyakit menular.

 Riwayat alergi :

Klien menuturkan bahwa dirinya tidak mempunyai alergi terhadap makanan,

minuman dan obat – obatan.

 Riwayat perilaku kesehatan :

Menurut keterangan klien, klien mempunyai kebiasaan minum kopi, selain itu

klien mempunyai aktivitas yang padat sebagai seorang pegawai kantor dan klien

jarang minum air putih. Klien sebelum sakit mempunyai kebiasaan merokok

sehari bisa menghabiskan sebungkus rokok.

IV Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum : lemah, baring lemah, kurang bergerak, ekstremitas

bengkak.

 Kesadaran : compos mentis

 Tanda-tanda vital : TD : 130 /90 mmHg N : 84 x/menit

S: 37°C RR : 20 x/menit

47
 Antropometri : BB = 92 kg

TB = 178 cm

Berat badan ideal klien mestinya ( TB – 100 ) 78 kg,

klien naik BB secara drastic 14 kg dalam 2 bulan

terakhir.

 Inspeksi :

 rambut : pendek, warna hitam, bersih, tak rapi

 wajah : simetris, edema, tampak lesu

 mata : sklera normal, konjungtiva normal

 hidung : bersih, tidak ada polip

 mulut : gigi geligi lengkap, berwarna kuning, ada caries gigi

 telinga : tidak ada OMA, tidak ada serumen

 leher : tidak nampak pembesaran kelenjar tiroid

 dada : pergerakan dada simetris

 abdomen : ada asites/ perut membesar

 Genetalia : ada edema seputaran skrotum dan penis

 Tangan : edema pada kedua tangan, lengan dan jari

 Kaki : edema pada kedua kaki dan jari

 Kulit : warna pucat, meregang

 Palpasi :

 Kepala : tidak ada benjolan

 Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid

 Abdomen : kulit kencang, turgor jelek, berwarna pucat

 Perkusi :

 Abdomen : Pekak

 Auskultasi :

 Bunyi napas normal, tidak ada wheezing dan ronchi, RR 20 x /menit

 Terdengar bising usus 15 x/menit

48
 Pemeriksaan persistem

a. Sistem pernapasan

Frekuensi pernapasan 20 X/menit, efusi pleura karena distensi abdomen

b. Sistem kardiovaskuler

Nadi 84 X/mnt, tekanan darah 130/90 mmHg, hipertensi kronik

c. Sistem persarafan

Dalam batas normal

d. Sistem perkemihan

Urine/24 jam 100-300 ml, berbusa/keruh, proteinuria, oliguri

e. Sistem pencernaan

Napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegaly ringan, nyeri daerah perut,

malnutrisi ringan

f. Sistem muskuloskeletal

Mengalami keterbatasan gerak karena adanya bengkak pada ekstremitas

atas dan bawah serta kelemahan fleksibilitas sendi.

g. Sistem integumen

Edema periorbital, ascites

h. Sistem endokrin

Dalam batas normal

i. Sistem reproduksi

Mengalami pembengkakan pada daerah penis dan skrotum kiri dan kanan

 Pemeriksaan B 1 - B 6

a. B1 (breathing)

Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas walau secara

frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering

didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons

terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.

b. B2 (Blood)

Sering ditemukan penurunan curah jantung respon sekunder dari peningkatan beban

volume.

49
c. B3 (Brain)

Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis

mengalami perubahan sesuai tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat,

pada klien tidak mengalami perubahan neurologis

d. B4 (Bladder)

Perubahan warna urine output, warna urine berwarna keruh/gelap, tampak berbusa

dan jarang kencing.

e. B5 (Bowel)

Didapatkan adanya mual ringan, anoreksia ringan sehingga sering didapatkan

penurunan intake nutrisi dari kebutuhan, akan tetapi kebutuhan nutrisi masih dapat

ditoleransi dengan pola makan sedikit tapi sering. Didapatkan asites pada abdomen.

f. B6 (Bone)

Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai

dari keletihan fisik secara umum, ADL dibantu dan diawasi.

50
V Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Hb 10,5 gr/ 100mL 13 – 16 gr /mL

Leukosit 8700 /mm³ 4500 – 10.500

LED I 137 mm/jam s/d 10

LED II 157 mm/jam s/d 10

Eosinofil 0 % 1-3

pemeriksaan hasil satuan Nilai normal

Basofil 0 % 0-1

Batang 0 % 2-6

Segmen 90 % 50-70

Limposit 10 % 20-40

Monosit 0 % 2-8

Eritrosit 3.730.000 /mm³ 4,5 jt s/d 5,5 jt

Haematrokit 32,7 % 40-48

Trombosit 381.000 /mm³ 150rb s/d 450rb

MCV 87,6 Fl 82-92

MCH 28,2 Pikogram 27-31

MCHC 32,2 % 332-36

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

gr/ 100mL
Total protein 3,9
gr/ 100mL 6,6 s/d 8,7
Albumin 2,1
gr/ 100mL 3,8 s/d 5,1
Globulin 1,8

51
VI. Genogram

Generasi 1 Generasi 1

Generasi 2 Generasi 2

Generasi 3

Keterangan :

Genogram yang dibuat yakni 3 generasi terakhir dari klien

= Pria

= Wanita

= Meninggal karena sakit

( Penyakit Gagal Ginjal Kronis & Hipertensi )

= Meninggal usia tua ( DM tipe 1 )

= Hubungan Darah

= Klien

52
VII 11 Pola fungsional Gordon

1. Persepsi-pemeliharaan kesehatan

 Sebelum sakit :

Klien dan keluarga selalu memeriksakan kesehatan mereka ke dokter

atau puskesmas terdekat jika sakit. Keluarga dan klien sering

mengkonsumsi obat yang dibeli diapotik atau warung dengan atau tanpa

resep dokter. Klien memiliki kebiasaan merokok berat bisa menghabiskan

1-2 bungkus/hari, klien juga sering mengkonsumsi kopi.

 Selama sakit :

Klien dan keluarga 3 hari sebelum ke RS pergi ke klinik dokter terdekat

untuk memeriksakan bengkak yang dialaminya, dokter memberi obat dan

harus dikonsumsi selama 2 hari, jika tidak terdapat penurunan pada

bengkak dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan di RS

terdekat. Saat sakit klien dan keluarga mengaku tidak tahu-menahu

tentang kondisi yang dialami klien saat ini, mereka mengaku tidak paham

dan butuh penjelasan yang akurat dari pihak yang bersangkutan.

2. Pola Nutrisi dan Metabolik

 Sebelum sakit :

Klien makan 3 x sehari dengan menu nasi, lauk - pauk, sayur dan kadang

– kadang buah. Klien menuturkan selalu habis 1 porsi.

Klien dirumah sering mengkonsumsi kopi dan jarang minum air putih,

sehari bisa menghabiskan 3-5 gelas kopi perhari.

 Selama sakit :

Klien makan 3 x sehari dengan menu nasi, lauk - pauk, sayur, buah yang

disediakan oleh Rumah sakit. Klien makan habis 1 porsi.

Menu ini menurut data instalasi gizi terdiri dari menu tinggi protein dan

rendah garam. Klien sedang menjalani diet tinggi protein dan diet rendah

garam. Nafsu makan klien baik, klien menghabiskan 1 porsi makanan

dengan lahap. Kemampuan mengunyah klien baik, dan klien tidak

53
mengalami gangguan menelan. Klien mengatakan minum air putih

maksimal 3 gelas sehari ( 200ml ).

Status nutrisi klien, penampilan umum (gemuk karena ada edema),

rambut klien (pirang, hitam, bersih) serta kulit klien (turgor kulit jelek, dan

kulit terasa meregang).

3. Pola Eliminasi

 BAK

 Sebelum sakit :

Klien mengatakan kalau BAK normal, frekuensi 4-5 x sehari warna kuning

jernih dengan jumlah 500-700 cc/hari serta tidak berbau tajam (bau khas

amoniak).

 Selama sakit :

Saat pengkajian, klien mengatakan BAK terasa sedikit dan jarang,

berwarna gelap/keruh dan berbau tajam amoniak/obat serta tampak

berbusa, sehari frekuensi kencing 2-3 kali dengan jumlah kurang lebih

100-300 cc/hari. Klien mengalami susah BAK dan terjadi penurunan

volume urine.

 BAB

 Sebelum sakit :

Klien BAB 1 x sehari, konsistensi lunak warna kuning, tidak terasa sakit

serta tidak ada cairan tambahan dalam feses.

 Selama sakit :

Klien BAB 1 hari sekali, konsistensi feses lunak, warna kuning-cokelat,

tidak sakit dan tidak ada darah ataupun cairan tambahan.

4. Pola Aktivitas - latihan

 Sebelum sakit :

Klien adalah seorang pegawai swasta yang tiap hari rutinitasnya padat

dengan bekerja diluar rumah, klien sangat aktiv berolahraga saat pagi

hari sebelum berangkat kerja.

54
 Selama sakit :

Keadaan umum klien yakni sedang, klien mengatakan lemas serta dalam

beraktivitas klien dibantu oleh keluarga. Klien susah untuk bergerak

karena bengkak yang dialaminya pada daerah ekstremitas atas dan

bawah serta pada wajah juga karena peningkatan BB yang drastic

membuat ia susah mengontrol beban tubuh.

Kemampuan mobilisasi klien belum bisa melakukan aktivitas sambil

berdiri. Klien bisa duduk, tapi kalau duduk klien menjadi sesak napas

sehingga klien lebih memilih untuk berbaring di tempat tidur. Kebutuhan

personal hygiene klien dibantu keluarga/petugas.

5. Pola Kebutuhan Istirahat - Tidur

 Sebelum sakit :

Klien sebelum sakit, tidur dan istirahatnya normal. Setiap hari tidur kurang

lebih 8-10 jam perhari. Klien tidak memiliki kebiasaan bangun saat malam

hari, setiap hari jadwal tidur klien teratur tidur malam yakni sekitar pukul

21.00 WIB dan bangun pada pagi hari sekitar jam 7 pagi.

 Selama sakit :

Klien mengatakan tidur malam pukul 21.00 WIB dan Bangun Pukul 05.00

WIB, saat siang klien lebih sering tidur dikarenakan tubuhnya lemas.

Klien menuturkan tidak mengalami kesulitan tidur dan tidak sering

terbangun saat malam hari.

Tampak bahwa palpebrae klien normal dan tidak sering menguap.

6. Pola Persepsi / Kognitif

 Sebelum sakit :

Tidak terdapat gangguan/penurunan fungsi ataupun penyakit kelainan

pada klien berhubungan dengan kelima indera klien.

55
 Selama sakit :

 Penglihatan/mata

Klien dapat melihat dengan baik, klien mampu menyebutkan jenis benda

yang ditunjuk oleh perawat serta klien mampu melihat dengan jelas

tulisan dari jarak kurang lebih 25 cm. Tidak ada gangguan mata.

 Pengecap/lidah

Indra perasa klien juga berfungsi baik, klien dapat mengecap rasa asin,

manis dan pahit, tidak ada mati rasa.

 Pendengaran

Klienpun memiliki pendengaran yang baik dan dapat mendengar serta

merespons dengan baik perkataan petugas kesehatan. Tidak terdapat

deformitas telinga, serumen tidak ada, telinga bersih dan normal.

 Peraba

Klien dapat merasakan sensasi sakit/nyeri saat dicubit petugas

kesehatan. Tidak terdapat radang pada kulit, namun klien mengatakan

kulitnya terasa merenggang karena adanya bengkak.

 Tidak terdapat alat bantu lihat/kacamata serta alat bantu dengar pada klien.

 Klien mengatakan kurang tahu tentang penyakit yang dideritanya, klienpun

mengatakan tidak tahu apa yang menyebabkan tubuhnya mengalami bengkak

selama 2 bulan belakangan ini, klien sering bertanya - tanya kepada perawat

tentang penyakit yang dideritanya, klien tidak mampu menjawab pertanyaan

perawat berkaitan dengan penyakitnya.

7. Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri

 Sebelum sakit :

Tidak terdapat gangguan pada kondep diri klien. Sebelum sakit klien

memandang positive kehidupan dirinya dan keluarganya.

 Selama sakit :

 Body image : klien tidak merasa malu dengan kondisi tubuhnya

 Identitas diri : klien mampu mengenali dirinya dengan baik.

56
 Harga diri : klien tidak merasa rendah diri dengan penyakit yang

dideritanya.

 Ideal diri : klien selalu berharap agar bisa sembuh dari

penyakitnya.

 Peran diri : peran klien sebagai seorang suami dan ayah dari

kedua anaknya serta sebagai seorang pegawai ditempat kerjanya

terganggu dikarenakan proses hospitalisasi.

8. Pola Peran - Hubungan Sosial

 Sebelum sakit :

Saat dirumah dan dilingkungan tempat tinggal klien aktiv dalam kegiatan

masyarakat dan dikenal ramah serta baik hati. Klien sering bergaul

dengan semua orang tidak mengenal batas usia. Klien gemar melawak

sehingga disegani banyak orang.

 Selama sakit :

Orang terdekat klien adalah istrinya yang selalu merawatnya dan

memperhatikan dirinya. Klien tidak mengalami gangguan komunikasi

dengan orang lain dank klien mudah diajak komunikasi oleh perawat dan

klien yang lain, klien memiliki sifat yang terbuka dan rendah hati serta

selalu merespons dengan baik tindakan petugas kesehatan.

9. Pola Seksual Reproduksi

 Sebelum sakit :

Klien adalah seorang laki – laki, berusia 38 tahun dan telah menikah dan

mempunyai 1 orang isteri dan 2 orang anak. Klien sekarang berada pada

usia produktif, klien dan isteri saat ini menggunakan alat kontrasepsi

suntik 3 bulan untuk si isteri telah digunakan selama kurang lebih 6 tahun

terakhir setelah kelahiran anak kedua.

Dari pihak klien dan isteri tidak terdapat gangguan system reproduksi

ataupun penyakit menular seks lainnya.

57
 Selama sakit :

Klien adalah seorang laki – laki, berusia 38 tahun dan telah menikah dan

mempunyai 1 orang isteri dan 2 orang anak. Klien sekarang berada pada

usia produktif, klien dan isteri saat ini menggunakan alat kontrasepsi

suntik 3 bulan untuk si isteri telah digunakan selama kurang lebih 6 tahun

terakhir setelah kelahiran anak kedua.

Dari pihak klien dan isteri tidak terdapat gangguan system reproduksi

ataupun penyakit menular seks lainnya.

10. Pola Toleransi stress - Mekanisme Koping

 Sebelum sakit :

Klien mampu mengatasi dan mentoleransi masalah yang terjadi,

sehingga klien tidak merasa stress, cemas dan gelisah.

 Selama sakit :

Klien mengatakan bahwa dirinya pasrah dengan apa yang menimpanya,

klien mengatakan akan sabar dalam menghadapi penyakitnya ini. Bila

ada masalah, klien selalu membicarakannya dengan isteri dan keluarga-

nya. Klien mengatakan tidak merasa cemas yang berlebihan pada

kondisinya ini, ia masih dapat mentoleransi perasaan cemasnya dengan

berdoa, membaca Alkitab serta karena klien juga mendapat dukungan

dan perhatian penuh dari keluarga serta dukungan doa dari pihak

pastoral RS dan Gereja.

11. Pola Spiritual - Keyakinan

 Sebelum sakit :

Klien adalah seorang yang percaya dan menganut kepercayaan Kristen

Protestan, yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Klien juga aktiv

dalam kegiatan-kegiatan spiritual ditempat ibadah serta dilingkungan

tempat tinggalnya. Setiap ada masalah klien selalu berserah pada TYME.

58
 Selama Sakit :

Klien adalah seorang yang percaya dan menganut kepercayaan Kristen

Protestan, klien menyadari bahwa penyakitnya adalah ujian dari TYME.

Klien selalu berdoa agar penyakitnya cepat sembuh. Selama sakit, klien

tidak bisa melaksanakan ibadah dirumah Gereja. Akan tetapi klien

merasa sedikit tenang, karena pihak pastoral RS dan Gereja dan rekan-

rekan datang untuk mendoakannya.

59
NDX 5
3.2 Pathway/Pathoflow/Penyimpangan KDM Klien

Riwayat hipertensi Kurang pengetahuan

Permeabilitas dinding
Bertanya-tanya
kapiler glomerolus

Pembentukan produk
Tidak paham
urine Filtrasi terganggu
Hospitalisasi

Volume dan frekuensi Protein tidak tersaring


urine MRS

Proteinuria SINDROME NEFROTIK


Gangguan pola
eliminasi
Urine keruh, gelap dan
berbusa
NDX 4
NDX 2
Albumin ikut keluar
bersama urine Resiko tinggi infeksi
sekunder

Albumin dan protein


dalam darah Respon imun

Hypoalbumenia Factor imun Ig G

Tekanan onkotik
plasmddda

Perpindahan cairan intravaskuler ke Volume cairan


ruang ekstrasel/interstitial intravaskuler

Volume cairan
intravaskuler
NDX 3

Jumlah aliran ke ginjal


Intoleransi aktivitas

Produksi ADH Rangsangan renin-angiotensin- ADL dibantu


aldosterone

Retensi Natrium dan air Mobilisasi/ambulasi

Kelebihan volume
NDX 1
cairan ekstrasel
Penumpukan cairan Edema ( perifer,
anarska, asites )

Volume plasma BB drastis

60
3.3 Klasifikasi Data

Data Subjektif Data Objektif

Klien dan keluarga mengatakan : Hasil pengkajian :

 Pola Aktivitas – Latihan :  Pemeriksaan umun :

 Menurut keterangan klien, kurang  Keadaan umum klien lemah, baring

lebih 2 bulan yang lalu tubuh klien lemah,okurangobergerakoserta

tiba – tiiba membengkak. Daerah kedua ekstremitas bengkak.

yang pertama terlihat bengkak Kesadaran klien compos mentis

adalah kaki. Setelah dua bulan, Tanda-tanda vital :

bengkak nya menjalar ke daerah TD : 130/90 mmHg, N : 84 x/menit,

muka, genital dan kedua tangan. S : 37°C, RR : 20 x/menit

Klien merasa kulitnya  Pengukuran :

meregang/kencang.  Antropometri :

 Pola Eliminasi BB = 92 kg, TB = 178 cm

 Klien mengatakan BAK terasa Berat badan ideal klien mestinya

sedikit dan jarang, berwarna ( TB – 100 ) 78 kg, klien naik BB

gelap/keruh dan berbau tajam secara drastic 14 kg dalam 2 bulan

amoniak/obat serta tampak terakhir.

berbusa, sehari frekuensi kencing 2- Inspeksi :

3 kali dengan jumlah kurang lebih Terdapat bengkak pada kedua

100-300 cc/hari. Klien mengalami tangan dan kaki sampai ke jari-jari,

susah BAK dan terjadi penurunan bengkak pada penis dan skrotum

volume urine. kiri dan kanan serta kulit tampak

 Pola Aktivitas - Latihan meregang dan kencang.

 Klien mengatakan lemas serta  Pola Eliminasi

dalam beraktivitas klien dibantu oleh  Urine selama sehari/24 jam 100-

keluarga. Klien susah untuk 300 ml, tampak berbusa berwarna

bergerak karena bengkak yang keruh/gelap, berbau amoniak

keras/obat proteinuria, oliguria

61
dialaminya pada daerah ekstremitas  Pola Aktivitas – Latihan :

atas dan bawah serta pada wajah  Mengalami keterbatasan gerak

juga karena peningkatan BB yang karena adanya bengkak pada

drastic membuat ia susah ekstremitas atas dan bawah serta

mengontrol beban tubuh. kelemahan fleksibilitas sendi. ADL

 Pola Aktivitas – Latihan/ADL tampak dibantu dan diawasi oleh

 Kemampuan mobilisasi klien belum keluarga.

bisa melakukan aktivitas sambil  Pola Aktivitas – Latihan/Neurologi :

berdiri. Klien bisa duduk, tapi kalau  Klien tampak lemas dan mengalami

duduk klien menjadi sesak napas pegal-pegal serta sedikit pilek

sehingga klien lebih memilih untuk  Pola persepsi-pemeliharaan

berbaring di tempat tidur. Kebutuhan kesehatan :

personal hygiene klien dibantu  Klien dan keluarga tampak tidak

keluarga/petugas. paham dan mengerti dengan

 Pola Aktivitas – Latihan/Neurologi kondisi klien, mereka sering

 Klien mengatakan gampang merasa bertanya-tanya pada petugas serta

lemas dan mudah terserang sakit sering menujukan respon/feedback

lain seperti pegal-pegal, pilek dan yang kurrang baik terhadap

sakit kepala. pengobatan/perawatan klien.

 Pola pemeliharaan kesehatan  Pemeriksaan penunjang/

 Saat sakit klien dan keluarga diagnostic :

mengaku tidak tahu-menahu  Hasil pemeriksaan laboratorium :

tentang kondisi yang dialami klien Hypoproteinemia

saat ini, mereka mengaku tidak Hypoalbuminia

paham dan butuh penjelasan yang Proteinuria

akurat dari pihak yang Leukosit meningkat

bersangkutan. Oliguria

62
3.4 Analisa Data

Data Etiologi Problem

Perpindahan cairan
Ds : intravaskuler ke Kelebihan volume cairan
ruang
 Menurut keterangan ekstrasel/interstitial ekstrasel/interstitial

klien, kurang lebih 2

bulan yang lalu tubuh Rangsangan renin-


angiotensin-
klien tiba – tiiba aldosterone

membengkak. Daerah

yang pertama terlihat Retensi Natrium dan


air
bengkak adalah kaki.

Setelah dua bulan,


Penumpukan
cairan
bengkak nya menjalar

ke daerah muka, genital


BB drastis
dan kedua tangan.

Klien merasa kulitnya


Volume plasma
meregang/kencang.

Do :

 Hypoproteinemia

 Hypoalbuminia

 Proteinuria

 Volume plasma darah

menurun

 Retensi Na dan air

 Bengkak daerah wajah,

kaki, tangan dan daerah

genitalia

 Kulit tampak tegang

 Sakit kepala, pusing

63
Data Etiologi Problem

Ds : Gangguan pola eliminasi


Permeabilitas dinding
 Klien mengatakan BAK kapiler glomerolus

terasa sedikit dan

jarang, berwarna Filtrasi glomerolus


terganggu
gelap/keruh dan

berbau tajam

amoniak/obat serta Pembentukan produk


urine
tampak berbusa, sehari

frekuensi kencing 2-3


Volume dan
frekuensi urine
kali dengan jumlah

kurang lebih 100-300


Produksi
cc/hari. Klien hormone ADH

mengalami susah BAK

dan terjadi penurunan Proteinuria,


keruh, berbusa
volume urine.

Oliguria, sukar
Do : BAK

 Urineoselama

sehari/24 jam 100-300

ml

 tampakoberbusa

berwarna keruh/gelap,

berbauoamoniak

keras/obat

 Proteinuria, oliguria

64
Data Etiologi Problem

Ds : Intoleransi Aktivitas
Penumpukan cairan
 Klien mengatakan

lemas serta dalam

beraktivitas klien Berat badan klien


secara drastis
dibantu oleh keluarga.

Peningkatan BB yang

drastic membuat ia Edema/bengkak


perifer
susah mengontrol

beban tubuh.
Mobilisasi dan
ambulasi

Do :
Respon
 Kemampuan imunitas

mobilisasi klien belum

bisa melakukan Leukosit tubuh

aktivitas sambil berdiri.

Klien bisa duduk, tapi

kalau duduk klien

menjadi sesak napas

sehingga klien lebih

memilih untuk

berbaring di tempat

tidur.

 Terdapat kekakuan

fleksibilitas sendi.

65
Data Etiologi Problem

Ds : Resiko infeksi sekunder


Albumin ikut keluar
 Klien mengatakan bersama urine

gampang merasa

lemas dan mudah Albumin dan


protein darah
terserang sakit lain

seperti pegal-pegal,

pilek dan sakit kepala. Hypoproteinemia

Do :
Hypoalbuminia
 Klien tampak lemas

dan mengalami pegal-


Factor imun Ig
pegal serta sedikit pilek G

 Leukosit meningkat

>3000 Imobilisasi

 Hypoalbuminia

 Faktor imun Ig G

menurun

66
Data Etiologi Problem

Ds : Kurang/deficit
Sindrome Nefrotk
 Saat sakit klien dan pengetahuan

keluarga mengaku tidak

tahu-menahu tentang
Masuk rumah sakit
kondisi yang dialami

klien saat ini,

 Mereka mengaku tidak Perubahan status


kesehatan
paham dan butuh

penjelasan yang akurat


Hospitalisasi
dari pihak yang

bersangkutan.
Informasi
inadekuat

Do :
Cemas, tidak
 Klien dan keluarga paham

tampak tidak paham dan

mengerti dengan kondisi Bertanya-tanya


pada petugas
klien,

 Merekaosering

bertanya-tanya pada

petugas serta

 sering menujukan

respon/feedback yang

kurrang baik terhadap

pengobatan/perawatan

klien.

67
3.5 Diagnosa Keperawatan pasien kasus

No Diagnosa Keperawatan

Kelebihan volume cairan ekstra sel/cairan interstitial berhubungan dengan

1. adanya perpindahan cairan intravaskuler ke ruang ekstra sel/interstitial,

retensi Na dan air serta edema

Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan adanya penurunan filtras

2. glomerulus, proteinuria, produksi ADH dan penurunan volume dan frakuensi

urine.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya keterbatasan mobilisasi,


3.
ambulasi dan edema perifer

Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan adanya penurunan


4.
respo imunitas Ig G

Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak adanya informasi yang


5.
adekuat.

68
3.6 Intervensi-Implementasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Implementation

1. Kelebihan volume Tujuan : 1. Kaji BB klien 1. Mengkaji BB klien

cairan  Setelah dilakukan terbaru saat ini :

ekstrasel/interstitial tindakan  BB : 92 kg

berhubungan keperawatan 2. Kaji kenaikan 2. Mengkaji secara

dengan adanya selama 3 x 24 jam, BB klien spesifik kenaikan BB klien

penumpukan makaovolume beberapa waktu terakhir :

cairan oleh retensi cairan  Klien BB-nya naik

Na dan cairan ekstrasel/interstitial secara drastic 14 kg

tubuh klienokembali dalam 2 bulan

normal. terakhir, yang

KH : seharusnya BB ideal

 Edema hilang klien hanya 78 kg.

 BBokembali 3. Kajioedema 3. Mengkaji lokasi dan luas

normal/ideal klien edema klien :

 Kulitotidak  Lokasi : perifer

meregang/kencang (ekstremitas

lagi atas/bawah),

 Volume wajah, perut dan

plasma/cairan genitalia

ekstra sel normal  Luas edema pada

 Retensi air dan kedua tangan dan

natrium hilang kaki sampai ke jari-

 Output produk dan jari, pada wajah

pengeluaran urine hanya kedua mata

normal dan pada genitalia

yakni pada penis dan

kedua skrotum

69
4. Monitor intake 4. Catat dan monitor

dan output klien  Asupan intake nutrisi

dan cairan klien :

makan dan minum

 Jumlah dan frekuensi

output klien : muntah,

BAB dan urine klien

 Catat dan laporkan

bilaoterdapat

penyimpangan

berlebihanoatau

penyimpangan berat

5. Lakukan 5. Amankan dan monitor

tindakan khusus pada edema-

pengamanan edema tertentu yang

pada edema berpotensi terjadi

yang beresiko komplikasi atau pecah :

 Edema pada kedua

skrotum klien diawasi

 Berikan penampang

pada kedua skrotum

klien supaya tidak

pecah

6. Kerjasama dengan :
6. Kolaborasi  Dokter : pemberian
dengan dokter obatoanti bengkak
dan ahli gizi  Ahli gizi : diet tinggi

protein, diet rendah

lemak

70
No Diagnosa Tujuan Intervensi Implementation

2. Gangguan pola Tujuan : 1.Kaji 1. Mengkaji pemasukan

eliminasi  Setelah dilakukan intake-output klien nutrisi dan pengeluaran

berhubungan tindakan cairan klien :

dengan adanya keperawatan  Minum air putih

gangguan filtrasi selama 2 x 24 jam, maksimal 3 gelas

glomerolus dan pola eliminasi klien sehari ( 200ml ).

peningkatan kembali normal.  Sehariofrekuensi

produksi ADH KH : kencing 2-3 kali

 Produksi ADH dengan jumlah kurang

normal lebih 100-300 cc/hari

 Tidak proteinuria, 2.Kaji karakteristik 2. Mengkaji karakteristik

oliguria, urine klien urine klien :

hypoalbuminia/  Warna : keruh, gelap

hypoproteinemia  Bauo:oamoniak

 Edema hilang tajam/obat

 Volume  Jumlah : 100-

plasma/cairan 300/hari,ojarang

ekstra sel normal kencing

 Retensi air dan  Urine saat keluar

natrium hilang tampak berbusa

 Output produk dan 3. Kaji tanda 3. Mengkaji bukti nyata

pengeluaran urine gangguan adanya gangguan pola

normal eliminasi klien eliminasi :

 Oliguria

 Proteinuria

 Hypoproteinumia

 Hypoalbuminia

71
4. Kaji factor 4. Mengkaji factor

penyebab pencetus gangguan

penurunan eiminasi :

volumeodan  Peningkatan produksi

frekuensi kencing ADH, sehingga terjadi

retensi Natrium dan

air. Disebabkan oleh

karenaoadanya

rangsangan produksi

renin-angitensin-

aldosterone karena

keadaan

hypoalbuminia.

5. Manage intake 5. Atur jumlah dan pola

cairan klien intake cairan klien :

 Anjurkanoklien

minumodengan

jumlah sedikit

6. Kolaborasi 6. Menjalin kerjasama

dengan dokter dengan dokter dalam

pemberian terapi obat

Diuretik :

 Obatodiuretic

golongan kuat :

furosemide 10 mg.

72
No Diagnosa Tujuan Intervensi Implementation

3. Intoleransi aktivitas Tujuan : 1.Kaji 1. Mengkaji kemampuan

berhubungan  Setelah dilakukan kemampuan ADL ADL klien secara

dengan adanya tindakan klien menyeluruh :

kelemahan fisik, keperawatan  ADL klien dibantu

edema selama 3 x 24 jam, keluarga dan diawai

ekstremitas, aktivitasodan petugas medis

peningkatan BB latihan/ADL 2.Diskusikan 2. Bicarakan dengan klien

dan kehilangan klienokembali kebutuhan ADL dan keluarga mengenai :

fleksibilitas sendi normal. klien  Apa yang dibutuhkan

KH : klienountuk

 ADL klien optimal mempertahankan dan

dan mandiri melatih aktivitas dan

 Sendiodapat latihan hariannya di

digerakan secara RS.

optimal 3.Libatkan 3. Anjurkan keluarga untuk

 Klien tampak aktiv, keluarga ikut membantu klien dalam

bersemangat dan aktivitas dan latihan yang

tidak lemah disepakati bersama

 Edema hilang 4.Manage 4. Atur :

 Kulitotidak lingkungan sekitar  Ciptakan lingkungan

meregang/kencang yang aman dan

lagi nyaman

 Berikan ruang yang

cukup memadai untuk

latihan fisik klien

 Batasi jumlah dan

waktu kunjungan

disaat-saat tertentu

73
5. Melakukan latihan

5.Lakukan training gerakan-gerakan sendi

ROM ringan pada klien yakni

Range of motion :

 Rotasi lengan, kaki

dan leher. Fleksi

lengan, kaki dan

leher,oEkstensi

lengan, kaki dan

leherAbduksi lengan,

kaki dan leher,

Adduksi lengan, kaki

dan leher

 Supinasiokedua

telapakolengan,

Pronasiokedua

telapak tangan

 Ajakanoklien

menutupodan

membuka kedua

mataosesuai

perintah/aba-aba

6.Kerjasama 6. Melakukan kerjasama

denganotim dengan pihak fisioterapi

fisioterapi

74
No Diagnosa Tujuan Intervensi Implementation

4. Resiko tinggi Tujuan : 1. Kaji factor 1. Mengkaji penyebab

infeksi sekunder  Setelah dilakukan pencetus resiko terjadinya potensi infeksi :

berhubungan tindakan terjadinya infeksi  Penurunan kadar

dengan adanya keperawatan sekunder albumin dan protein

penurunan selama 2 x 24 jam, dalam darah klien

hypoalbuminia dan resikooinfeksi 2. Kaji keadaan 2. Mengkaji keadaan

Ig G sekunderoklien umum klien klien secara umum :

hilang .  Klien tampak baring

KH : lemah, sakit kepala,

 Penyakit penyerta pusing dan pilek

klien seperti pegal, 3. Kaji adanya 3. Mengkaji adanya tanda

pilek dan pusing tanda infeksi infeksi sekunder yang

klien hilang sekunder pada timbul :

 Leukosit dalam klien  Ada tidaknya radang

batas normal (rubor, color, dolor

 Kadar Albumin dan fungsiolesa)

klien normal  Jumlaholeukosit

 Ig G klien kembali dalamobatas

optimal maksimal/tidak

 Klien tampak aktiv,  Adaotidaknya

bersemangat dan pengeluaran

tidak lemah pus/nanah/darah

 Edema hilang padaodaerah yang

 Kulitotidak bengkak
4.Pertahankan 4. Monitor keadaan klien
meregang/kencang
keadaan klien secara efektif 24 jam.
lagi

75
No Diagnosa Tujuan Intervensi Implementation

5. Kurangnya/deficit Tujuan : 1.Lakukan 1. Melakukan tindakan

pengetahuan  Setelah dilakukan pendekatan bina siling percaya antara

berhubungan tindakan interpersonal petugas dank lien serta

dengan adanya keperawatan keluarga

informasi yang selama 1 x 24 jam, 2.Gunakan teknik 2.Menggunakan bahasa

inadekuat/inoptimal kebutuhan komunikasi yang yang sopan dan baik :

pengetahuan klien baik dan sopan  Teknik komunikasi

dan keluarga terapeutik perawat

optimal . 3.Anjurkan dan 3.Memotivasi klien dan

KH : dorong klien dan keluargaountuk

 Klien dan keluarga keluarga untuk mencurahkan semua

tidak bertanya- terbuka perasaan mereka tentang

tanya lagi pada keadaan yang dialami

petugas klien serta jujur terhadap

 Klien dan keluarga keadaan klienn yang

mengaku paham diketahuiosebelum-

dan mengerti sebelumnya

 Klien dan keluarga 4.Kaji tingkat 4.Mencari-tahu sedalam

menunjukan pemahaman klien mungkin tentang daya

respon yang baik dan keuarga nalar dan daya tangkap

 Tidak ada tindakan klien dan keluarga tentang

penolakan atau hal-hal medis maupun

keberatan pada non-medis :

tindakan medis  Riwayat pendidikan

 Riwayat pekerjaan

 Kebiasaan dll.

76
5.Kaji kebutuhan 5. Mengkaji hal-hal apa

informasi klien saja yang ingin diketahui

dan keluarga dan yang tidak diketahui

klien dan keluarga

6.Diskusikan dan 6.Beritahu klien dan

edukasi hal-hal keluarga tentang :

atau informasi  Pengertian syndrome

yang dibutuhkan nefrotik

 Penyebab

 Tanda dan gejala

 Pengobatan dokter

 Perawatan perawat

 Prognosis

 Komplikasi

 Proses hospitalisasi

 Pola hidup setelah

sembuh/dirumah

 Selanjutnya berikan

kesempan klien dan

keluarga bertanya

atauomemberi

tanggapan
7.Evaluasi hasil
7. Nilai hasil akhir dari
akhir edukasi
pendidikan kesehatan

yang dilakukan :

 Tanyai kembali pada

klien dan keluarga

tentang apa yang

telah disampaikan.

77
3.7 Evaluasi SOAP

No Diagnosa Evaluasi

1. Kelebihan volume cairan S:

ekstrasel/interstitial  Klien mengatakan bengkak pada

berhubungan dengan adanya kedua tangan, kedua kaki, wajah,

penumpukan cairan oleh perut serta genitalnya telah

retensi Na dan cairan tubuh menghilang, serta kulit tidak terasa

kencang lagi

O:

 Edema hilang

 Turgor kulit tampak normal/tidak

kencang/tidak meregang

 Volume ekstrasel normal

 Volume plasma normal

 Retensi Natrium dan air hilang

A:

 Masalah kelebihan cairan ekstrasel

teratasi sepenuhnya

P:

Intervensi dihentikan.

78
No Diagnosa Evaluasi

2. Gangguan pola eliminasi S:

berhubungan dengan adanya  Klien mengatakan sudah bisa kencing

gangguan filtrasi glomerolus seperti normal, sehari kencing 3-5 x

dan peningkatan produksi ADH sehari, urine tampak berwarna kuning

bening, tidak sakit saat kencing , air

kencing tidak berbusa lagi

O:

 Tidak ada oliguria

 Tidak ada proteinuria

 Kadar albumin darah normal

 Edema hilang

 Turgor kulit tampak normal/tidak

kencang/tidak meregang

 Volume ekstrasel normal

 Volume plasma normal

 Retensi Natrium dan air hilang

A:

 Masalah gangguan pola eliminasi

teratasi sepenuhnya

P:

Intervensi dihentikan.

79
No Diagnosa Evaluasi

3. Intoleransioaktivitas S:


berhubungan dengan adanya Klien mengatakan sudah bangun tidur

kelemahan fisik, edema sendiri, pergi kamar mandi sendiri serta

ekstremitas, peningkatan BB berjalan sendiri tanpa bantuan alat atau

dan kehilangan fleksibilitas orang. Sudah dapat duduk ditempat tidur

sendi tanpa merasa sesak pada perut.

 O:

 ADL secara mandiri, dengan monitor

dan pengawasan keluarga dan

petugas

 Ambulasi/mobilisasi mandiri

 Tampak aktiv dan bersemangat

 Edema hilang

 Turgor kulit tampak normal/tidak

kencang/tidak meregang

A:

 Masalah intoleransi aktivitas teratasi

sepenuhnya

P:

Intervensi dihentikan.

80
No Diagnosa Evaluasi

4. Resiko tinggi infeksi sekunder S:


berhubungan dengan adanya Klien mengatakan sudah merasa segar

penurunan hypoalbuminia dan kembali, tidak lagi merasa pusing, sakit

Ig G kepala, pegal-pegal dan pilek.

 O:

 Kadar leukosit normal

 Tidak terdapat tanda-tanda radang

 Tidak ada pengeluaran pus/nanah

 Klien tampak bugar

 Kadar albumin normal

 Factor Ig G tubuh normal

 Edema hilang

 Turgor kulit tampak normal/tidak

kencang/tidak meregang

A:

 Masalah resiko tinggi infeksi sekunder

teratasi sepenuhnya

P:

Intervensi dihentikan.

81
No Diagnosa Evaluasi

5. Kurangnya/deficit pengetahuan S:


berhubungan dengan adanya Klien dan keluarga mengatakan sudah

informasi yang paham dan menegerti dengan kondisi klien

inadekuat/inoptimal saat ini, proses rumah sakit dan

pengobatannya. Mereka sudah merasa

tenang dan tidak cemas lagi.

 O:

 Klien dan keluarga tidak bertanya-

tanya lagi pada petugas

 Klien dan keluarga menunjukan

respon yang baik terhadap tindakan

medis

 Klien dan keluarga tampak tenang

 Klien tampak bugar

A:

 Masalah kurang/deficit pengetahuan

teratasi sepenuhnya

P:

Intervensi dihentikan.

82
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sindroma nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan

permeabilitas glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein,

yang mengakibatkan kehilangan protein urinarius yang masif. (Wong, 2003)

Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,

hipoalbuminemia, dan hiperkolesterlnemia. Kadang- kadang terdapat hematuria,

hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. Umumnya dibagimenjadi 4 kelompok :

Sindroma nefrotik bawaan, Sindroma nefrotik sekunder, Sindroma nefrotik idiopati dan

Glumerulosklerosis fokal segmental.

Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai berikut:

1. Kenaikan berat badan

2. Wajah tampak sembab (edema fascialis) terutama di sekitar mata, tampak

pada saat bangun di pagi hari dan berkurang di siang hari

3. Pembengkakan abdomen (asites)

4. Efusi pleura

5. Pembengkakan labia atau skrotum

6. Edema pada mukosa intestinal yang dapat menyebabkan diare, anoreksia, dan

absorpsi intestinal buruk

4.2 Saran

a. Bagi institusi pendidikan

Setiap institusi pendidikan di harapkan dapat menjadikan makalah ini sebagai

masukan ilmu pengetahuan dalam proses belajar mengajar ataupun perkuliahan

b. Bagi penulis

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang konsep dasar dan

konsep keperawatan, serta dapat menjadikannya sebagai panduan belajar

Namun Kami menyadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan

yang kami miliki, materi ulasan yang kami sajikan masih jauh dari kesempuranaan

sehingga tentunya tak akan luput dari kesalahan dan kehilafan.

83
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. (2001). Handbook of Nursing Diagnosis, 8/E (Buku Saku Diagnosa

Keperawatan, E/8, editor: Monica Ester). Jakarta: EGC.

Doengoes, M. E, Moorhouse, M. F & Geissler, A. C. (2000). Nursing Care Plan:

Guidelines for Planning and Documenting Patient Care, 3/E (Rencana Asuhan

Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan

Pasien E/3, editor: Monica Ester). Jakarta: EGC.

Engram,B. (1999). Medical-Surgical Nursing Care Plans, 1/V (Rencana Asuhan

Keperawatan Medikal-Bedah, V/1, alih bahasa oleh Suharyati samba). Jakarta: EGC.

Gunawan, A. C. (2000). Nefrotik Sindrom: Patogenesis dan Penatalaksanaan. (on-

line): http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/ (15 Juni 2006).

Mansjoer, A, Triyanti, K, Savitri, R, Wardani, W. I, Setiowulan, W. (1999). Kapita

Selekta Kedokteran, Edisi III. Jakarta: Media Ausculapius FKUI.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Ramali, A. & Pamoentjak, K. (2003). Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan.

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Swearingen. (2001). Pocket Guide to Medical-Surgical Nursing, 2/E (Seri Pedoman

Praktis Keperawatan Medikal Bedah, E/2, alih bahasa oleh Monica Ester). Jakarta:

EGC.

Tisher, C. C, Wilcox, C. S. (1997). House Officer Series Nephrology, 3/E (Buku Saku

Nefrologi, E/3). Jakarta: EGC.

Tucker, S. M, Canobbio, M. M, Paquette, E. V, Wells, M. F. (1998). Patient Care

Standards; Nursing Process, Diagnosis, and Outcome, 3/V, 5/E (Standar Perawatan

Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi, V/3, E/5). Jakarta: EGC

84

Anda mungkin juga menyukai