Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma Fanconi sekumpulan gejala klinis dan laboratorik sebagai

akibat terjadinya disfungsi umum tubulus proksimal oleh karena akibat ekskresi

urin yang berlebihan dengan gejala utama ; Hiperaminoasiduria, glukosuria, dan

fosfatemia1.

Angka kejadian sindrom fanconi sangat jarang karena penyakit ini

terhitung penyakit langkah, dikarenakan diagnosisnya yang sulit ditegakkan

terutama gejala klinisnya tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis atau

terlambat dan bahkan tidak terdiagnosis2.

Semua usia dapat mengalami Sindrom fanconi karena sindrom ini bersifat

kongenital maupun didapat. Dapat pula timbul sebagai penyakit primer maupun

sekunder akibat penyakit lain2.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Ginjal

1. Anatomi Ginjal

Ginjal adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam

mengatur keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan

keseimbangan asam basa dalam darah. Produk sisa berupa urin akan

meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk dikeluarkan dari tubuh. Ginjal

terletak di belakang peritoneum sehingga disebut organ retroperitoneal. Ginjal

berada di sisi kanan dan kiri kolumna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai

vertebra L3. Ginjal dextra terletak sedikit lebih rendah daripada sinistra karena

adanya lobus hepatis yang besar. Masing-masing ginjal memiliki fasies anterior,

fasies inferior, margo lateralis, margo medialis, ekstremitas superior dan

ekstremitas inferior. Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa, capsula

adiposa, fasia renalis dan corpus adiposum pararenal. Masing masing ginjal

memiliki bagian yang berwarna coklat gelap di bagian luar yang disebut korteks

dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang. Medulla

renalis terdiri dari kira-kira 12 piramis renalis yang masing- masing memiliki

papilla renalis di bagian apeksnya. Di antara piramis renalis terdapat kolumna

renalis yang memisahkan setiap piramis renalis7.8

2
Gambar 1. Letak Anatomi Ginjal7

Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang membawa

darah dengan kandungan tinggi CO2 masuk ke ginjal melalui hilum renalis.

Secara khas, di dekat hilum renalis masing-masing arteri menjadi lima cabang

arteri segmentalis yang melintas ke segmenta renalis. Beberapa vena menyatukan

darah dari ren dan bersatu membentuk pola yang berbeda-beda, untuk

membentuk vena renalis. Vena renalis terletak ventral terhadap arteri renalis,

dan vena renalis sinistra lebih panjang, melintas ventral terhadap aorta. Masing-

masing vena renalis bermuara ke vena cava inferior .Arteri lobaris merupakan

arteri yang berasal dari arteri segmentalis di mana masing-masing arteri lobaris

berada pada setiap piramis renalis. Selanjutnya, arteri ini bercabang menjadi 2

atau 3 arteri interlobaris yang berjalan menuju korteks di antara piramis renalis.

Pada perbatasan korteks dan medula renalis, arteri interlobaris bercabang menjadi

3
arteri arkuata yang kemudian menyusuri lengkungan piramis renalis. Arteri

arkuata mempercabangkan arteri interlobularis yang kemudian menjadi arteriol

aferen7

2. Fisiologi Ginjal

Masing-masing ginjal manusia terdiri dari sekitar satu juta nefron yang

masing- masing dari nefron tersebut memiliki tugas untuk membentuk urin.

Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh sebab itu, pada trauma, penyakit

ginjal, atau penuaan ginjal normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara

bertahap. Setelah usia 40 tahun, jumlah nefron biasanya menurun setiap 10 tahun.

Berkurangnya fungsi ini seharusnya tidak mengancam jiwa karena adanya

proses adaptif tubuh terhadap penurunan fungsi faal ginjal7.

Setiap nefron memiliki 2 komponen utama yaitu glomerulus dan tubulus.

Glomerulus (kapiler glomerulus) dilalui sejumlah cairan yang difiltrasi dari darah

sedangkan tubulus merupakan saluran panjang yang mengubah cairan yang telah

difiltrasi menjadi urin dan dialirkan keluar ginjal. Glomerulus tersusun dari

jaringan kapiler glomerulus bercabang dan beranastomosis yang mempunyai

tekanan hidrostatik tinggi, dibandingkan dengan jaringan kapiler lain7.

4
Gambar 2. Ginjal dan nefron7

Kapiler-kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh glomerulus

dilingkupi dengan kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler

glomerulus masuk ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke tubulus

proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal kemudian

dilanjutkan dengan ansa Henle (Loop of Henle). Pada ansa Henle terdapat bagian

yang desenden dan asenden. Pada ujung cabang asenden tebal terdapat makula

densa. Makula densa juga memiliki kemampuan kosong untuk mengatur fungsi

nefron. Setelah itu dari tubulus distal, urin menuju tubulus rektus dan tubulus

koligentes medular hingga urin mengalir melalui ujung papilla renalis dan

kemudian bergabung membentuk struktur pelvis renalis7

Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin yaitu filtrasi

glomerulus reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi dimulai pada saat

5
darah mengalir melalui glomerulus sehingga terjadi filtrasi plasma bebas-protein

menembus kapiler glomerulus ke kapsula Bowman7.

Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan langkah pertama

dalam pembentukan urin. Setiap hari terbentuk rata- rata 180 liter filtrat

glomerulus. Dengan menganggap bahwa volume plasma rata-rata pada orang

dewasa adalah 2,75 liter, hal ini berarti seluruh volume plasma tersebut difiltrasi

sekitar enam puluh lima kali oleh ginjal setiap harinya. Apabila semua yang

difiltrasi menjadi urin, volume plasma total akan habis melalui urin dalam

waktu setengah jam. Namun, hal itu tidak terjadi karena adanya tubulus-tubulus

ginjal yang dapat mereabsorpsi kembali zat-zat yang masih dapat dipergunakan

oleh tubuh. Perpindahan zat-zat dari bagian dalam tubulus ke dalam plasma

kapiler peritubulus ini disebut sebagai reabsorpsi tubulus. Zat-zat yang direabsorsi

tidak keluar dari tubuh melalu urin, tetapi diangkut oleh kapiler ke peritubulus ke

sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali sirkulasi7.

Dari 180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5 liter diserap kembali,

dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir melalui pelvis renalis dan keluar sebagai

urin. Secara umum, zat-zat yang masih diperlukan tubuh akan

direabsorpsi kembali sedangkan yang sudah tidak diperlukan akan tetap bersama

urin untuk dikeluarkan dari tubuh. Proses ketiga adalah sekresi tubulus yang

mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke lumen

tubulus. Sekresi tubulus merupakan rute kedua bagi zat-zat dalam darah untuk

masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama adalah dengan filtrasi glomerulus

dimana hanya 20% dari plasma yang mengalir melewati kapsula Bowman,

6
sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus.

Beberapa zat, mungkin secara diskriminatif dipindahkan dari plasma ke lumen

tubulus melalui mekanisme sekresi tubulus. Melalui 3 proses dasar ginjal tersebut,

terkumpullah urin yang siap untuk diekskresi7.

Ginjal memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya

dengan menyaring darah dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga

dengan menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit dalam tubuh, mengontrol

tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah. Ginjal

mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh, konsentrasi dari

elektrolit-elektrolit seperti sodium dan potassium, dan keseimbangan asam-basa

dari tubuh. Ginjal menyaring produk-produk sisa dari metabolisme tubuh, seperti

urea dari metabolisme protein dan asam urat dari uraian DNA. Dua produk sisa

dalam darah yang dapat diukur adalah Blood Urea Nitrogen (BUN) dan

kreatinin (Cr). Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor-sensor dalam ginjal

memutuskan berapa banyak air dikeluarkan sebagai urin, bersama dengan

konsentrasi apa dari elektrolit-elektrolit. Contohnya, jika seseorang mengalami

dehidrasi dari latihan olahraga atau dari suatu penyakit, ginjal akan menahan

sebanyak mungkin air dan urin menjadi sangat terkonsentrasi. Ketika

kecukupan air dalam tubuh, urin menjadi jauh dari encer7.

7
B. Sindrom fanconi

1. Definisi

Sindroma Fanconi adalah sekumpulan gejala klinis dan laboratorik sebagai

akibat terjadinya disfungsi umum tubulus proksimal akibat ekskresi urin yang

berlebihan dengan gejala utama; Hiperaminoasiduria, glukosuria, dan

fosfatemia.1.2

2. Etiologi

Sindrom ini dapat bersifat kongenital maupun didapat. Dapat pula timbul sebagai

penyakit primer maupun sekunder akibat penyakit lainnnya. Sindrom Fanconi

primer yang bersifat herediter diturunkan secara autosomal dominan, mungkin

juga ada yang bersifat autosomal resesif atau sex-linked resesif. Dikenal pula

sindrom Fanconi primer yang timbul secara sporadik. Sindrom Fanconi sekunder

yang tergolong inborn errors of metabolism antara lain terdapat pada sistinosis,

sindrom Lowe, galaktosemia, intoleransi fruktosa, tirosinemia dan penyakit

Wilson, sedang yang didapat misalnya pada penyakit mieloma multipel, sindrom

nefrotik, ginjal yang ditransplantasikan, tumor dan sebagainya. Dapat pula

timbul akibat intoksikasi logam berat, asam maleat, maupun obat-obatan misalnya

tetrasiklin yang sudah kadaluarsa1.2.3

8
Adanya suatu defek dapat meningkatkan kejadian penyebab suatu

sindrom Fanconi yang harus diperhatikan terutama pada kelompok :

• Intoleransi fruktosa herediter

• Galaktosemia

• Defisiensi sitokrom-c-oksidase

• Keracunan bahan logam berat.

Adapun Faktor- faktor yang di dapat

 Intoksikasi : dapat mengakibatkan suatu sindrom Fanconi yang dapat

menyebabkan nekrosis tubular akut dan gagal ginjal. Faktor mayor penyebab

disfungsi tubular proksimal adalah keracunan logam berat. Glikosuria dan

hipofosfatemia dapat mengganggu reabsorpsi walaupun jarang ditemukan.

 Keracunan kadmiun juga menyebabkan suatu sindrom Fanconi dapat

ditemukan setelah paparan jangka lama.

 Obat-obatan yang sudah kadaluarsa seperti tetrasiklin juga dapat

menyebabkan suatu sindrom Fanconi. Terdapat keluhan berupa lemah otot,

asidosis dan gejala-gejala neurologik. Gejala umum lainnya dapat berupa

aminosiduria, glukosuria, hipofosfatemia, asidosis tubulus renalis,

hipokalemia, proteinuria dan hipourisemia. Pemulihannya harus segera

menghentikan pengobatannya. Contoh obat-obatan lain yang dapat

menyebabkan suatu sindrom Fanconi adalah merkaptopurin, obat-obatan

cina, valproat, gentamisin, suramin, obat-obatan kemoterapi1.2.3.6

9
3. Patofisiologi

Gambar 3. Gangguan pada tubulus proksimal 1.3.5

Adapun beberapa patofisiologi yang dapat menyebabkan sindrom fanconi1.3.5.6

1. Disfungsi tubulus proksimal.

2. Akumulasi cystine pada sel tubulus renalis.

3. Adanya kerusakan faktor intrinsik pada faktor pembawa yang dapat sebagai

penyebab.

4. Adanya kerusakan luas dalam membrane brush border atau

membran lipid.

5. Reasorpsi pengeluaran bisa normal tetapi pengeluaran reabsorsi secara cepat

menyebabkan kebocoran ke dalam lumen. Mekanisme ini diinduksi oleh asam

maleat.

6. Adanya gangguan pergerakan pengeluaran sel di basolateral membran, terjadi

penurunan transpor epitelial.

10
7. Disfungsi pada Na+K+ATP pump yang meningkatkan konsentrasi Na,

pengurangan elektrokemikal pada Na influks pada membran luminal.

Pada binatang percobaan, suntikan asam maleat yang diberikan dapat

menyebabkan suatu sindrom Fanconi dengan terjadinya aminoasiduria,

glukosuria, fosfaturia, proteinuria dan bicarbonaturia. Asam maleat dapat

menghambat Na-K-ATPase dan menurunkan tingkat ATP seluler. Kadmium,

merkuri dan uranium dapat menginduksi terjadinya suatu sindrom Fanconi pada

suatu percobaan1.

4. Manifestasi klinis dan laboratorik

Adapun manifestasi klinis dan laboratorik dari sindrom fanconi yaitu sebagai

berikut1.2.5.6 :

 Asidosis

 Anoreksia

 Dehidrasi

 muntah

 Glikosuria

 Growth retardasi

 Hiperaminoasiduria

 Hipocaminitemia

 Hipokalemia

 Hipofosfatemia

11
 Hipourisemia

 Poliuria

 Protenuria

 Ricket

Gejala lain yang tidak selalu ditemukan antara lain gangguan

pengasaman urin, reabsorbsi urat, natrium, kalsium, gangguan konversi kalium,

proses pemekatan urin dan sebagainya. Gejala klinis umumnya bervariasi,

tergantung pada etiologi dan patogenesisnya. Pada tipe primer umumnya berupa

riwayat gangguan pertumbuhan, anoreksia, polidipsi dan poliuria, serangan

muntah, asidosis, dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, febris yang

penyebabnya tidak jelas, serta tanda-tanda rikets .

Dari segi klinis hiperaminoasiduria tampaknya tidak mempengaruhi

metabolisme protein dan tidak mengakibatkan gejala klinis tertentu, meskipun

kadar berbagai asam amino plasma sedikit menurun. Glukosuria dapat

menyebabkan hipoglikemia ringan, kadang disertai ketonemia, terutama pada

glukosuria berat. Tetapi kelainan ini dapat pula diatasi dengan terapi dietetik.

Gangguan reabsorpsi fosfat yang disebut sebagai diabetes fosfat merupakan

penyebab kelainan tulang utama pada sindrom fanconi. Gangguan tubulus lain

yang mungkin ditemukan antara lain asidosis metabolik akibat defek reabsorpsi

bikarbonat, hipourisemia, gangguan proses pemekatan urin, hipokalemia,

hiponatremia dan proteinuria1.3.5.6

12
5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis , pemeriksaan fisis dan Pemeriksaan

penunjang1.2.3.4.6 ;

A. Anamnesis

 Sering buang air kecil

 Selalu merasa haus

 Kelemahan

 Nyeri tulang

 Kurang nafsu makan

 Lemas

 Nyeri pada tulang

 Gangguan bicara

 Gangguan berjalan

B. Pemeriksaan Fisis

 Edema

 Anemia

 Lidah kotor

C. Pemeriksaan Penunjang

 Urinalisis

o Asam amino

o Glukosa ( Galaktosemia)

o Fosfat

o Bicarbonat

13
o Protein

o Natrium

o Kalium

o PH urin

 Radiologi

o Ginjal dalam batas normal

o Mineralisasi tulang berkurang

 Elektrokardiografi

o Hilangnya gelombang T

 Elektrolit

o Hipokalemia

o Hiponatremia

 Analisa gas darah

o PH darah

6. Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap sindrom Fanconi langsung ditujukan terhadap

penyakit yang mendasarinya seperti pada galaktosemia, hereditary fructose

intolerance dan tirosinemia. Penyakit Wilson dapat diobati dengan penisilamin.

Keracunan logam berat dapat diberikan chelation therapy.1

Pada penyakit tulang penting untuk manajemen terapi pada penderita

sindroma Fanconi. Terutama pada penderita dengan keluhan seperti nyeri

14
tulang, fraktur, rickets atau gangguan tumbuh. Penyakit tulang sangat

multifaktorial termasuk hipofosfatemia, penurunan sintesis kalsitrol pada

beberapa penderita, hiperkalsiuria dan asidosis kronik. Terapi dapat diberikan

suplemen vitamin D dan suplementasi hormon pertumbuhan pada beberapa

penderita1.2.6.

Pengobatan dapat diberikan secara simtomatik dan spesifik. Pengobatan

simtomatik ditujukan terhadap kelainan klinis seperti asidosis, hipokalemia,

hipofosfatemia, poliuria dan terhadap rickets yang timbul. Hiperaminosiduria,

glukosuria dan hipouresemia umumnya tidak memerlukan tindakan khusus.

Pengobatan spesifik ditujukan terhadap kelainan metabolik atau akumulasi zat

toksik yang dapat dicegah melalui pengaturan diet khusus misalnya pada

galaktosemia, intoleransi fruktosa herediter, tirosinemia herediter dan nefropati

akibat intoksikasi.

Bila pengobatan simtomatik dan spesifik dapat dilakukan dengan tepat,

kelainan fungsi tubulus dapat diatasi, bahkan pasien dapat hidup secara

normal dengan aktivitas sama seperti orang sehat1.3.6.

Komplikasi

Sindrom fanconi yaitu kumpulan gejala yang ditandai dengan

Hiperaminoasiduria, glukosuria dan fosfatemia yang dapat mengakibatkan

komplikasi yang meningkatkan osteoklas dan menghambat osteoblast yang dapat

mengakibatkan fraktur pada penderita sindrom fanconi.

15
Pada penderita sindrom fanconi dapat juga mengalami komplikasi berupa

gangguan pertumbuhan yang diakibatkan asidosis metabolik yang mempengaruhi

metabolisme kolagen yang akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan selain itu

gangguan pertumbuhan juga dapat di sebabkan oleh gangguan metabolisme

vitamin D dan mineral atau pengaruh hormon.1.2

Prognosis

Adapun prognosis dari sindrom fanconi bergantung pada pengobatan

spesifik dan simptomatik yang mana akan mempengaruhi kualitas hidup

pasien1,2.6.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Kompendium unit kerja koordinasi nefrologi ikatan dokter anak

Indonesia,2011

2. Sahar fathallah, Craig B lagman, Fanconi syndrome bacround,

pathophisiology, epidemiology, diagnosis, clinical manifest, medscape

2018

3. Xu lj ijang, Liao RX, Zhang HB, Mao JF et all, Jounal Low dose adefofir

dipivoxil may induce fanconi syndrome. 2015

4. Yamaz S, Wanatabe, Sato, Outcame of renal proximal tubular dysfungtion

with fanconi syndrome. Pediatric int. 2016

5. Moumaz , Bridoux , Belmouaz, Randramalala et all, Fanconi syndrome

and choronic kidney disease, chlin nephrol 2016

6. Pillitteri A. Asidosis tubulus renalis distal and proximal. Lippincott:

Philadelpia: 2016.

7. Guyton , Hall. Buku ajar fisiologi .

8. Buku ajar anatomi dan fisiologi biomedik II Fakultas kedokteran

universitas hasanudin- Fakultas kedoktean universitas al-khairaat

17

Anda mungkin juga menyukai