Anda di halaman 1dari 39

DISFUNGSI KANDUNG KEMIH NEUROGENIK

(NEUROGENIC BLADDER)

dr. Komang Yunita Wiryaning Putri, SpS


Staf KSM Ilmu Penyakit Saraf
RSD dr. Soebandi – FK Universitas Jember

KULIAH BLOK NEFROUROLOGI


22 APRIL 2019 1
CONTOH KASUS

Hasil MRI: destruksi corpus vertebrae


Ny.A/ Perempuan/ 65 tahun datang L1 e.c proses metastase
ke IGD dengan keluhan tidak bisa
kencing sejak 1 hari yang lalu.
Keluhan ini disertai kelemahan
kedua tungkai sejak 1 bulan yang
lalu.

Pemeriksaan fisik didapatkan


abdomen distended dengan
kandung kemih yang penuh. Motoris
didapatkan paraparese inferior.

Setelah dipasang kateter, keluar


urine 1000 cc.
2
PEMBAHASAN

 Definisi
Epidemiologi
Klasifikasi
Patofisiologi
Gejala Klinis
Diagnosis
Tatalaksana
3
DEFINISI

• Disfungsi Kandung Kemih Neurogenik (Neurogenic Bladder)


adalah kelainan fungsi kandung kemih akibat gangguan
sistem saraf.
• Istilah Neurogenic Bladder tidak mengacu pada suatu
diagnosis spesifik ataupun menunjukkan etiologinya,
melainkan lebih menunjukkan suatu gangguan fungsi urologi
akibat kelainan neurologis

4
DEFINISI

Keadaan ini bisa berupa kandung kemih tidak mampu


berkontraksi dengan baik untuk miksi (underactive bladder)
maupun kandung kemih terlalu aktif dan melakukan
pengosongan kandung kemih berdasar refleks yang tak
terkendali (overactive bladder).

5
PEMBAHASAN

Definisi
Epidemiologi
Klasifikasi
Patofisiologi
Gejala Klinis
Diagnosis
Tatalaksana
6
EPIDEMIOLOGI

 Prevalensi Neurogenic Bladder di Asia dari survey yang dilakukan


oleh APCAB (Asia Pacific Continence Advisory Board)  50,6%.
 Di Amerika Serikat, Neurogenic Bladder ini ditemukan pada
• 40%- 90% pasien dengan multiple sclerosis
• 37% - 72% pada pasien dengan parkinson dan
• 15% pada pasien dengan stroke

7
PEMBAHASAN

Definisi
Epidemiologi
 Tinjauan Anatomi
Patofisiologi
Gejala Klinis
Diagnosis
Tatalaksana
8
NEUROANATOMI

Fungsi ini dikoordinasi oleh sistim saraf pusat perifer :


 Lobus frontal (pusat kontrol miksi): mengirim sinyal inhibisi ke
m. Detrusor, untuk mencegah kontraksi bladder
 Pons [Pontine Micturition Center (PMC)]: koordinasi agar
relaksasi sphincter uretra terjadi bersamaan dengan kontraksi m.
Detrusor, sehingga terjadi pengosongan
 Cerebellum dan basal ganglia: koordinasi m. Detrusor dan
sphincter
 Medula spinalis: menyalurkan impuls dari pusat miksi di sakral
ke batang otak dan selanjutnya ke lobus frontal
 Nervus perifer terdiri dari saraf otonom (simpatis dan
parasimpatis) dan saraf somatis
05/05/2019 9
NEUROANATOMI

10
Persarafan Kandung Kemih & Sfingter

• S2-S4 melalui saraf pelvikus


Persarafan
Parasimpatik • Kontraksi detrusor (Ach) & relaksasi
uretra proksimal (NO)

• T10-L2 melalui pleksus mesenterika


Persarafan inferior & saraf hipogastrikus
Simpatik • Relaksasi detrusor (NE) & kontraksi leher
kandung kemih (uretra proksimal)

• Nukleus pudendus (Onuf) di myelum S2-


Persarafan
S4 melalui saraf pudendus  otot lurik
Somatik
sfingter (sfingter uretra eksterna)
13
ANATOMI

12
SIKLUS
BERKEMH

FASE PENGISIAN FASE PENGOSONGAN


• Simpatik ↑ ↑ • Simpatik ↓ ↓
Parasimpatik ↓ ↓ Parasimpatik ↑ ↑
Somatik ↑ ↑ Somatik ↓ ↓

• Detrusor (otot polos): relaksasi • Detrusor (otot polos): kontraksi


• Sfingter uretra interna (otot • Sfingter uretra interna (otot
polos): kontraksi polos): relaksasi
• Sfingter uretra eksterna (otot • Sfingter uretra eksterna (otot
lurik): kontraksi lurik): relaksasi

13
SIKLUS
BERKEMH

Fase pengisian:

Korteks/subkorteks  menginhibisi pons (Pontine Micturation


Center)  stimulasi simpatis  supresi parasimpatis 
rangsangan simpatis dari T12-L2 diteruskan ke n. hipogastrik 
pelepasan norepinefrin  relaksasi detrusor dan kontraksi
sfingter interna  pengisian urin (vol dewasa 300-450 cc).

14
SIKLUS
BERKEMH

Fase pengosongan:
Buli terisi penuh timbul regangan  rangsangan saraf aferen 
aktivasi pusat miksi pons (PMC) stimulasi parasimpatis 
pelepasan acetilkolin pada muskarinik receptor dan nitric oxide
di proksimal uretra  kontraksi detrusor dan relaksasi
sfingter interna/eksterna.

15
SIKLUS
BERKEMIH

16
PEMBAHASAN

Definisi
Epidemiologi
Tinjauan Anatomi
 Patofisiologi
Gejala Klinis
Diagnosis
Tatalaksana
17
ETIOLOGI

Penyebab neurogenic bladder yang paling sering adalah lesi di


medula spinalis.

Adapun penyebab lainnya:

• Trauma kepala

• Stroke

• Degenerative

• Diabetes mellitus
• Multiple sclerosis
18
PATOFISIOLOGI

Gangguan
Disfungsi
*sistem saraf pusat
kandung kemih
*sistem saraf tepi
neurogenik
*otonom

19
PATOFISIOLOGI

Patofisiologi sesuai dengan letak gangguan saraf yang terjadi.


• Lesi supra pons

• Lesi UMN (medula spinalis)

• Lesi LMN

20
PATOFISIOLOGI

Lesi Supra Pons

• Pusat Miksi Pons: pusat pengaturan refleks-refleks miksi.


Kerusakan supra pons akan menimbulkan hilangnya inhibisi
dan keadaan hiperrefleks.

 Mengakibatkan :
 Ketidakmampuan mengendalikan eksresi (spastik /
overactive bladder)
 Pengosongan kandung kemih yang terlalu cepat atau terlalu
sering, dengan kuantitas yang rendah.
05/05/2019 21
PATOFISIOLOGI

Lesi Upper Motor Neuron (antara pusat miksi pons dan


sakral medula spinalis)

Beberapa keadaan yang mungkin terjadi antara lain adalah:

 Kandung kemih yang hiperrefleksi

Kandung kemih yang hiperrefleksi yang akan menyebabkan


kenaikan tekanan pada penambahan yang kecil dari volume
kandung kemih.

22
PATOFISIOLOGI

Lesi Upper Motor Neuron (lanjutan)

 Disinergia detrusor-sfingter (DDS)

Pada keadaan normal, relaksasi sfingter akan mendahului


kontraksi detrusor. Pada keadaan DDS, terdapat kontraksi
sfingter dan otot detrusor secara bersamaan. Kegagalan
sfingter untuk berelaksasi akan menghambat miksi sehingga
dapat terjadi tekanan intravesikal yang tinggi yang kadang-
kadang menyebabkan dilatasi saluran kencing bagian atas.
23
PATOFISIOLOGI

Lesi Upper Motor Neuron (lanjutan)

 Kontraksi detrusor yang lemah

Kontraksi hiperrefleksi yang timbul seringkali lemah sehingga

pengosongan kandung kencing yang terjadi tidak sempurna.

Keadaan ini bila dikombinasikan dengan disinergia akan

menimbulkan peningkatan volume residu paska miksi.

24
PATOFISIOLOGI

Lesi Lower Motor Neuron (LMN)

• Kerusakan pada radiks S2-S4 (kanalis spinalis maupun


ekstradural)  gangguan LMN dari fungsi vesica urinaria dan
hilangnya sensibilitas vesica urinaria.
• Lesi pada radiks sakral  penurunan sensibilitas kandung
kemih terhadap impuls regang.

05/05/2019 25
PATOFISIOLOGI

Lesi Lower Motor Neuron (LMN) (lanjutan)

• Jika terjadi sensoric neurogenic bladder, pasien tidak akan tahu


kapan kandung kemihnya penuh.
• Pada kasus motor neurogenik bladder, individu mungkin
merasakan kandung kemih penuh, namun otot detrusor tidak
bereaksi, hal ini disebut detrusor arefleksia.

05/05/2019 26
PEMBAHASAN

Definisi
Epidemiologi
Tinjauan Anatomi
Patofisiologi
Gejala Klinis
Diagnosis
Tatalaksana
27
GEJALA KLINIS

 Hiperrefleksi detrusor  timbulnya urgensi, frekuensi, retensi dan


inkontinens.

 Retensi urin timbul akibat:


• Kelainan urologis  striktur/ hipertrofi prostat
• Kelemahan kontraksi detrusor  LMN
• Lesi neurologis antara pons dan medula spinalis bagian sakral
terutama pada DDS
• Kegagalan memulai reflex miksi  lesi SSP

 Inkontinensia urin timbul akibat:


• Hiperrefleksia detrusor pada lesi suprapons dan suprasakral 
peningkatan frekuensi dan sensasi urgensi
• Lesi LMN  kelemahan sfingter  stress inkontinens dan
ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang mengakibatkan
retensi kronik dengan overflow
05/05/2019 28
PEMBAHASAN

Definisi
Epidemiologi
Tinjauan Anatomi
Patofisiologi
Gejala Klinis

Penegakan Diagnosis
Tatalaksana
29
PENEGAKAN
DIAGNOSIS

ANAMNESIS
Ada tidaknya rasa ingin berkemih, bagaimana frekuensi dan
volume urine saat berkemih, berapa besar adanya kontrol
berkemih secara volunter, apakah ada demam atau
hematuria, apakah ada tanda-tanda keterlibatan ekstremitas
bawah.

05/05/2019 30
PENEGAKAN
DIAGNOSIS

PEMERIKSAAN

1. Penilaian pengosongan kandung kemih

2. Deteksi hiperrefleksia detrusor  Pemeriksaan


Cystometrogram (CMG) dan Electromyography (EMG)

3. Pemeriksaan neurologis

4. Urinalisis dan kultur urine

05/05/2019 31
PEMBAHASAN

Definisi
Epidemiologi
Tinjauan Anatomi
Patofisiologi
Gejala Klinis
Penegakan Diagnosis
 Tatalaksana 32
TATALAKSANA

Tujuan:

• Mencegah infeksi

• Mencegah distensi berlebih dari kandung kemih

• Mencegah kerusakan uretra dan kandung kemih akibat


tindakan

• Mempertahankan dan mengembalikan kapasitas kandung


kemih

• Mengusahakan bebas kateter secepat mungkin


05/05/2019 33
TATALAKSANA

A. Penatalaksanaan gangguan pengosongan VU

• Stimulasi kontraksi detrusor, suprapubic tapping atau


stimulasi perianal

• Kompresi eksternal dan penekanan abdomen, crede’s


manoeuvre

• Kateter (Clean intermittent self-catheterization,


Indwelling urethral catheter)

05/05/2019 34
TATALAKSANA

B. Farmakologi:

• retensio urine:
• cholinergic agent (Bethanecol, Carbachol)
• adrenergic blocking agent (Phentolamine, Propanolol
hydrochloride)

• inkontinensia urine:
• anticholinergic agent (Atropin sulfat, Propantheline bromide)
• adrenergic agent (Leverterenol bitartrat, Efedrin sulfat,
Phenylephrin)
05/05/2019 35
TATALAKSANA

C. Penatalaksanaan operatif: berguna pada penderita usia


muda dengan kelainan neurologis kongenital atau cedera
medula spinalis.

D. Tindakan kateterisasi

36
KOMPLIKASI

• Inkontinensia urine  otot-otot yang seharusnya menahan urin


tidak dapat menahan pengeluaran urin
• Retensi urine  otot-otot yang menahan urin tidak mendapat
pesan sudah waktunya dilepaskan
• Kerusakan pada pembuluh darah kecil di ginjal  kandung kemih
terlalu penuh dengan urin sehingga menyebabkan tekanan ekstra
hingga ginjal
• Infeksi kandung kemih atau ureter  urin yang ditampung terlalu
lama sebelum dieliminasi

05/05/2019 37
PROGNOSIS

• Ancaman terbesar adalah kerusakan fungsi ginjal yang


progresif (pyelonephritis, hidronefrosis)

• Penanganan diri yang tepat akan mencegah infeksi dengan


bekerja seaseptik mungkin

05/05/2019 38
TERIMA KASIH, SEMOGA BERMANFAAT

39

Anda mungkin juga menyukai