BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung kemih) dan uretra
membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan
komposisi asam- basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolic dari dalam darah, dan
mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal melalui
ureter kedalam kandung kemih tempat urine tersebut disimpan untuk sementara waktu. Pada saat
urinasi kandung kemih berkontraksi dan urine akan di ekskresikan dari tubuh lewat uretra. Namun,
fungsi masing-masing organ dari sistem perkemihan tersebut tidak luput dari suatu masalah atau
abnormal. Sehingga hal ini dapat menimbulkan beberapa penyakit atau gangguan salah satunya
berupa sindrom nefrotik.
Pada tahun 1905 Friedrich Muller menggunakan istilah nefrosis untuk membedakan degenerasi
lemak tubulus dengan glomerulus. Namun istilah nefrosis sekarang tidak dipakai lagi. Tahun 1913
Munk melaporkan adanya butir-butir lipoid (Lipoid droplets) dalam sedimen urin pasien dengan
“nefritis parenkimatosa kronik”. Kelainan ini ditemukan terutama atas dasar adanya lues dan diberikan
istilah nefrosis lipoid. Istilah sindrom nefrotik (SN) kemudian digunakan untuk menggantikan istilah
terdahulu yang menunjukkan suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan satu penyakit
yang mendasari.
Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan prognosis anak dengan
sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang
mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah
usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM ) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus
sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan
majunya terapi dan pemberian steroid. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk
nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46
pasien, didapatkan insiden terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 – 6 tahun
sebanyak 25 pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio 1,71 :
1. Insiden sindrom nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per tahun (
Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan
Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di negara berkembang, insidennya lebih
tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada anak di Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak
per tahun.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang
bagaimana “Asuhan Keperawatan Pada An. A (6 tahun ) Yang Mengalami sindrom nefrotik”
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah mengetahui konsep dasar penyakit dan secara
kasus tentang asuhan keperawatan dengan sindrom nefrotik
1.3 Tujuan
a) Tujuan umum:
b) Tujuan khusus
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa:
· Mahasiswa memahami penyakit sindrom nefrotik sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah
sistem perkemihan.
· Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam
persiapan praktik di rumah sakit.
2. Institusi:
· Dijadikan acuan dan bahan bagi penulis/kelompok lain yang berminat untuk menulis makalah
tentang asuhan keperawatan dengan sindrom nefrotik
3. Masyarakat:
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi
1. Ginjal
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra
lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen.Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di
belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan
limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal).Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk
hati.Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam
goncangan.
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem
urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama
dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya
disebut nefrologi.
Lapisan ginjal
Setiap ginjal terbungkus selaput tipis (kapsula renalis) berupa jaringan fibrus berwarna ungu
tua.lapisan ginjal terbagi atas :
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buah dalam
satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama
elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul
yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan
pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir
yang kemudian diekskresikan disebut urin.
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi)
yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah
yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran
darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau
penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan
kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang
dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal
lewat arteri eferen.
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat glomerular
dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle
yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.
Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob Henle di awal tahun
1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan
untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan
memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai
ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus
kolektivus melalui osmosis.Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul
yang terdiri dari:Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus
juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah
tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin.
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk
dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat
darah 20% dari seluruh cardiac output.
1) Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat
tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan
koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration
rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12
tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2) Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam
ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2,
sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam
bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :
3) Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 %
dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino
dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat),
endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan
basa organik.
4) Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi
untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
5) Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O
dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
6) Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus koligen kortikal dan
dikendalikan oleh aldosteron.
B. Definisi
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi proteinuria masif > 3,5 gr/hr,
hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat
merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus
(Muttaqin, 2012). Sindrom nefrotik terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa
oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat. Pada dewasa
terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia (Mansjoer, 2001).
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein urine (proteinuria),
edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah
(hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine
karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr.nursalam, dkk. 2009)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal
( Ngastiyah, 2005). Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan
penyakit yang mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Secara fungsional
sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam glomerulus yang biasanya
menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan perawatan yang tepat, cepat, dan akurat.
(Alatas, 2002)
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinik dengan proteinuria masif (>3,5 g/hari), hipoalbuminemia,
edema dan hiperlipidimia, biasanya kadar BUN normal. Disertai penyakit glomerulus (idiopatik) primer
atau mungkin berkaitan dengan berbagai gangguan sistemik dengan ginjal yang terserang secara
sekunder. (sylvia A. Price. 2005)
C. Etiologi
Menurut Mansjoer, 2001 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi
dibagi menjadi :
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua
pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus
diseminata, purpura anafilaktoid, Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis vena renalis, Bahan
kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa, Amiloidosis, penyakit sel sabit,
hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang
tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, terbagi menjadi :
ü Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
ü Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel.
Prognosis kurang baik.
ü Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel
polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat, dengan
penebalan batang lobular, Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang
lobular, Dengan bulan sabit ( crescent), Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel
sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
ü Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium.
Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.
· Glomerulonefritis
2) Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti:
· Diabetes mellitus
· Amyloidosis
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan
sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya
ditemukan disekitar mata (periorbital) yang tampak pada pagi hari, dan berlanjut ke abdomen terjadi
penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura, daerah genitalia dan
ekstermitas bawah yaitu pitting (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas, penumpukan cairan pada
rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
· Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin berkurang, warna agak keruh dan
berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat hemturia dan oliguri terjadi karena penurunan
volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya
hormon anti diuretik (ADH)
· Pucat
· Hematuri
· Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
· Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
· klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.
E. Klasifikasi
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom
nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura anafilaktik,
glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom
nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini
resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama
kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe Finlandia. Kelainan ini
diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir premature (90%), plasenta besar (beratnya kira-kira
40% dari berat badan). Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus. Gejala pertama berupa edema, asites,
biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan laboratorium
dijumpai hipoproteinemia, proteinuria massif dan hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain berupa
kelainan congenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar, telinga letaknya lebih
rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal Karen ainfeksi sekunder atau kegagalan ginjal.
Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan kelainan ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa
feto protein cairan amnion yang biasanya meninggi.
b. Sindrom Nefrotik yang didapat:
F. Patofisiologi
Penyebab dari sindrom nefrotik terdiri dari primer dan sekunder, penyebab secara primer berkaitan
dengan berbagai penyakit ginjal, seperti: Glomerulonefritis,Nefrotik sindrom perubahan
minimal.Sedangkan secara sekunder yaitu akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,
seperti: Diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis interkapiler, Sistema lupus eritematosus,
Amyloidosis, dan trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein,
terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun
organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui
ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia.
Terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah
dari sistem vaskuler ke dalam ruang caiaran ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah
mengaktifkan sistem renin-angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Manifestasi hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan terjadi
peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak,
namun sindromnefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia..Respon perubahan patologis
pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus progresif cepat (Muttaqin, 2011).
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang lain
dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas
dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan
negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas
campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak
akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin yang
mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun
dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema
terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan
menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan
keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 2005).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun dibandingkan
dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang
mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin
yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada
reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi
natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan
reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi
karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema.
(Husein A Latas, 2002).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya
hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang
disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan
terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini
dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002).
Pada status nefrosis hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein serum
meningkat. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk
lipoprotein dan katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma.
Sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein plasma keluar melalui
urin belum jelas (Behrman, 2000).
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak,
namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Respon perubahan patologis
pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus progresif cepat.
H. Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment kecoklatan
menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020
menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan
untuk meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7
ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK). Protein
urin meningkat (nilai normal negatif).
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya meningkat,
tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium
meningkat. Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin menurun, kreatinin meningkat atau
normal, trigliserida meningkat dan gangguan gambaran lipid. Penurunan pada kadar serum dapat
menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum
meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl).
Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia, hipoalbuminemia, dan
hiperlipidemia.
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan memasukkan jarum kedalam
ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal untuk menegakkan diagnosis.
I. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan risiko komplikasi.
c. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau menghilangkan
proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi komplikasinya,
yaitu:
· Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari
secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan yang diasinkan.
Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
· Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya
furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema
refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu
dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
· Diuretikum
Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon, furosemid atau asam
ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi
saluretik dan antagonis aldosteron.
· Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan
sebagai berikut :
a) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan (lpb)
dengan maksimum 80 mg/hari.
b) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb,
setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons, maka
pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
· Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal jantung,
diberikan digitalis. (Behrman, 2000)
· Diet
Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema. Minum tidak perlu
dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein
teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk mengimbangi pengeluaran protein melalui urine,
jumlah kalori harus diberikan cukup banyak.
Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan masukan
natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan
ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil
keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan
protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami
anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
· Kemoterapi:
ü Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping
minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali
sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika
obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan,
osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
ü Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan,
misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini
didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-
merkaptopurin dan siklofosfamid.
d. Penatalaksanaan Keperawatan
· Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa harimungkin
diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Baringkan pasien setengah duduk,
karena adanya cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan alas bantal pada
kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka
ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
· Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara cermat da
dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.
· Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit
dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum.
Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong
dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
· Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk
mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
· Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga
muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan
tekanan darah.
· Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi
dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak
dengan steroid dan siklofosfamid.
· Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian,
pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
· Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan
anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan
yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik.
Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan
penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang
memaksa perawatan di rumahn sakit.
· Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah
pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan
menjadi penyebab kematian pasien).
J. Komplikasi
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian
fibrinogen plasma.
5. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya
adalah dengan pemberian heparin.
6. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan di dalam jaringan,
terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
7. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-paru yang
menyebabkan hipoksia dan dispnea.
9. Kerusakan kulit
11. Hipovolemia
12. Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan arteri ekstremitas dan
trombosis arteri serebral
A. Pengkajian
a. Identitas klien:
· Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th). Ini dikarenakan
adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik sejak lahir.
· Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak perempuan dengan rasio 2:1.
Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak
berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa
daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah genital. Karena
anak-anak pada masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya
juga dapat memicu terjadinya infeksi.
· Agama
· Suku/bangsa
· Status
· Pendidikan
· Pekerjaan
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan hubungannya dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
· Keluhan utama: kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar (adanya acites).
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu menanyakan hal berikut:
ü Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya keluhan pusing dan
cepat lelah
ü Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya?
ü Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu timbulnya manifestasi klinis
sindrom nefrotik
d. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
ü Pola mekanisme koping : cemas, maladaptif
ü Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
e. Pemeriksaan Fisik
· B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya hgangguan pola nafas dan jalan nafas walau secara frekuensi
mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan
pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
· B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan beban volume .
· B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis mengalami perubahan
sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
· B4 (Bladder)
· B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
· B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai dari keletihan
fisik secara umum.
f. Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik secara umum, terutama albumin. Keadaaan
ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
C. Intervensi keperawatan
g. Berikan diuretik
bila diinstruksikan.
h. Beri makanan
spesial dan disukai
anak
BAB III
TINJAUAN KASUS
Skenario
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan keluhan badan anaknya
bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan mata. Ibunya mengatakan 5 hari
SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya sembab, namun sembab berkurang di sore hari,
sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki, sejak 4 hari yag lalu BAK
berwarna merah tua dan sedikit. Mual muntah (-), batuk pilek(-) dan sesak nafas (-). Pada saat dikaji
terlihat terdapat luka borok pada kulit An. A. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran
kompos mentis, pada pemeriksaan TTV didapatkan nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, suhu : 36,70C,
dan tekanan darah 130/80mmHg. BB= 42kg, PB 136cm. pada pemeriksaan lab darah rutin diperoleh HB
: 10,9 g/dl, WBC : 5.900, trombosit : 398.00, Ht : 33%, kolesterol total 479 gr/dl, protein total 2,4 g/dl,
albumin: 1,0 g/dl, globulin : 1,46 g/dl, Ureum : 31mg/dl,. Pasien anoreksia (+), oedem priorbita (+),
hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II. Pada pemeriksaan urin
lengkap diperoleh warna : kuning, kejernihan :agak keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa (-),
bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit (+1). Th/ medikamentosa yg diberikan
furosemid 2x30gr.
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan keluhan badan anaknya
bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan mata.
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya sembab, namun sembab
berkurang di sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki, sejak 4
hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit. Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada
kulit An. A. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, pada pemeriksaan
TTV didapatkan nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, suhu : 36,70C, dan tekanan darah 130/80mmHg.
Pasien anoreksia (+), oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema
(+) dengan derajat II.
3. Pola fungsional
2 Pola Aktivitas/latihan -
4 Pola Eliminasi sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit, Pada
pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning,
kejernihan :agak keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa (-),
bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit
(+1).
5 Pola Nyeri/kenyamanan -
6 Pola Pernapasan RR : 44x/menit.
7 Pola Keamanan -
8 Pola Istirahat-tidur -
9 Penyuluhan / -
Pembelajaran
4. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
b) Tb : 136 cm
c) BB : 42 kg
d) Tanda-tanda Vital
Menurun: apabila terjadi akibat
penurunan produksi
panas, gangguan hormon tiroid
atau pituitary, gangguan
termoregulasi, gangguan di
hipotalamus, Kelelahan dan Kurang
tidur.
Nadi Bayi: 120-130 x/mnt 112x/ Tidak normal Meningkat: Pada waktu melakukan
menit aktivitas, kebugaran, suhu,
Anak : 80-90 x/mnt (terjadi
temperatur udara, posisi tubuh,
peningkatan)
Dewasa: 70-100 x/mnt emosi, berat badan, obat-obatan.
faktor risiko untuk stroke, jantung.
Lansia: 60-70 x/mnt
5. Pemeriksaan penunjang
Menurun: Malnutrisi dan
malabsorbsi Gangguan produksi
protein, Penyakit
Liver, Diare, Ketidakseimbangan hormone
sehingga merusak
jaringan, Proteinuria, Kehamilan.
6. Pemeriksaan lainnya
anoreksia (+), oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema (+)
dengan derajat II.
7. Pemeriksaan urine
B. Data Fokus
1. datang dibawa ibunya kerumah sakit 1. Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok
dengan keluhan badan anaknya bengkak- pada kulit An. A.
bengkak di seluruh badan terutama dibagian
2. nadi 112x/menit,
wajah dan mata.
3. RR : 44x/menit,
2. Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat
bangun tidur pagi hari mata anaknya 4. tekanan darah 130/80mmHg
sembab, namun sembab berkurang di sore
hari, sembab juga menyebar dibagian perut 5. kolesterol total 479 gr/dl,
dan esoknya pada kedua kaki, 6. wbc 5.900
3. sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah 7. Protein total 2,4 g/dl,
tua dan sedikit.
8. Albumin: 1,0 g/dl,
12. hipoalbuminemia (+)
14. darah (+2),
15. protein (+3) ,
16. urobilonogen (+1),
17. leukosit (+1).
C. Analisa data
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Do:
· nadi 112x/menit
· RR : 44x/menit
· darah (+2)
· urobilonogen (+1)
· leukosit (+1)
· hipoalbuminemia (+)
· protein (+3)
DO:
· Wbc 5.900
D. Diagnosa keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d Kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permeabilitas
sekunder
E. Intervensi keperawatan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein, penurunan albumin
dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas
rendah (hiperlipidemia).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis dan nefrotik sindrom
perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema Lupus Erimatosis, dan Amyloidosis), dan
idiopatik (tidak diketahui penyebabnya). Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam
tubuh. Tanda lainnya seperti hipertensi (jarang terjadi), oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik
sindrom), malaise, mual, anoreksia, irritabilitas, dan keletihan.
Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah kelebihan volume cairan berhubungan,
resiko tinggi infeksi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko tinggi kerusakan integritas kulit,
resiko kehilangan volume cairan intravaskuler, gangguan perfusi jaringan perifer, gangguan citra
tubuh, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan, dan defisit pengetahuan.
4.2 Saran
Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang kami buat ini dapat
bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca terutama mahasiswa keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R.E. MD, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15. Jakarta: EGC
Dr. Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan. Salemba medika. Jakarta.
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Satu Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC, Edisi
9. EGC. Jakarta
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer, Arif, dkk, (2012), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1, Media Aesculapius: Jakarta
Price A & Wilson L. 2005. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process (Patofisiologi konsep klinis
proses-proses penyakit). Jakarta: EGC.
Suharyanto, tato, & mudjid, abdul. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
perkemihan. Salemba Medika. Jakarta.
Posting Komentar
Beranda
Mengenai Saya
yulia astuti
Arsip Blog
▼ 2014 (1)
▼ Desember (1)
asuhan keperawatan sindrom nefrotik