BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN TEORI
d. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada
kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar dan
juga untuk menyalurkan semen. Pada laki-laki, uretra berjalan
berkelok-kelok, menembus prostat, kemudian melewati tulang pubis,
selanjutnya menuju ke penis. Oleh karera itu, pada laki-laki, uretra
terbagi menjadi 3 bagian, yaitu pars proetalika, pars membranosa,
dan pars kavernosa. Muara uretra ke arah dunia luar disebut meatus.
Pada perempuan, uretra terletak di belakang simfisis pubis, berjalan
miring, sedikit ke atas, panjangnya kurang lebih 3-4 cm. Muara
uretra pada perempuan terletak di sebelah atas vagina, antara klitoris
dan vagina. Uretra perempuan berfungsi sebagai saluran ekskretori.
2.2 Konsep Dasar tentang Hipospadia
2.2.1 Definisi
Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa muara uretra yang
terletak di sebelah ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis
(Muttaqin & Sari, 2011). Letak meatus bisa terletak pada glandular
hingga perineal. Angka kejadian hipospadia adalah 3,2 dari 1000
kelahiran hidup (Purnomo, 2011).
Epispadia adalah suatu kelainan bawaan berupa tidak adanya
dinding uretra sebelah atas atau letak susunan dorsal pada meatus
uretra.Sedangkan hipospadia adalah merupakan congenital anomaly
yang mana uretra bermuara pada sisi bawah penis atau perineum
(Suryadi & Yuliani, 2010).
2.2.2 Klasifikasi
Derajat keparahan hipospadia dibagi berdasarkan lokasi meatus
uretra dan besarnya angulasi penis yang dicatat ketika ereksi.
1. Derajat pertama: meatus uretral terletak pada pangkal glans penis.
Pada kelainan ini secara klinis umumnya bersifat asimtomatik.
2. Derajat kedua: meatus uretra terletak antara glans penis dan skrotum
(penil shaft).
8
HIPOSPADIA
Pada Ortu :
Kelainan meatus uretra posterior
- Ansietas
- Kurang
Pancaran urin tidak sempurna Pengetahuan
Resiko Kerusakan
Integritas Kulit
Ruam Kulit
Nyeri
Tindakan Uretroplasty
Pembedahan
Resiko Infeksi
Hospitalisasi / Pre Op
- Ketakutan - Ansietas
- Ansietas - Kurang
- Kehilangan Pengetahuan
Kontrol
15
2.3.3 Etiologi
Penyebab dari epispadia sebagai berikut:
a. Idiopatik, yakni penyebab masih belum diketahui jelas.
b. Dapat dihubungkan dengan faktor genetik, lingkungan atau pengaruh
hormonal.
c. Maskulinisasi inkomplit dari genitalia karena involusi menyangkut
prematur dari sel intertisial testis. Penyebab kelainan ini adalah
maskulinisasi inkomplit dari genitalia karena involusi yang prematur dari
sel interstisial testis selain itu etiologi dari penyakit ini dapat
dihubungkan dengan faktor genetik, lingkungan, dan hormonal.
2.3.4 Tanda dan gejala
a. Uretra terbuka pada saat lahir, posisi dorsal
b. Terdapat penis yg melengkung ke arah dorsal, tampak jelas pada saat
ereksi
c. Terdapat chordae
d. Terdapat lekukan pada ujung penis
e. Inkontinesia urin timbul pd epispadia penopubis (95%) dan penis (75%)
karena perkembangan yang salah dari sfingter urinarius.
2.3.5 Patofisiologi
Epispadia merupakan kelainan kongenital pada bayi laki-laki
ataupun perempuan karena suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki,
dimana lubang uretra terdapat di bagian punggung penis atau uretra tidak
berbentuk tabung, tetapi terbuka. Gangguan dan ketidakseimbangan
hormon juga memicu terjadinya epistasia dimana hormon androgen yang
mengatur organogenesis kelamin (pria) atau karena reseptor hormon
androgen sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormon eandrogen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi
apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu
efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone
androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama. Keadaan epispadia
17
2.3.8 Pencegahan
Pencegahan epispadia dapat dilakukan dengan mencegah adannya
pemaparan lingkugan yang buruk, polusi, karsinogen, trauma fisik dan
trauma psikis saat wanita dalam keadaan hamil. Karena mengingat
etiologi dari epispadia yang merupakan kelainan congenital berkaitan
dengan sekresi hormone, genetic dan lingkungan yang menyebabkan
pembentukan meatus uretra pada janin abnormal.
2.3.9 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, alamat, dll.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien dengan hipospadia mengeluh penisnya
melengkung ke bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat
ereksi dan adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Adanya nyeri pasca pembedahan memungkinkan terjadinya
perubahan tanda-tanda vital, misalnya tekanan dara, nadi,
dan RR yang naik
2) Sistem Pernapasan (B1)
Secara umum, tidak ada gangguan pada sistem pernapasan.
Tetapi mungkin terjadi obstruksi jalan napas karena
hipersalivasi dan penumpukan sekret akibat efek anestesi
3) Sistem Kardiovaskuler (B2)
Secara umum, tidak ada gangguan pada sistem
kardiovaskuler
4) Sistem Persarafan (B3)
Secara umum, tidak ada gangguan pada sistem persarafan
21
WOC
Gangguan
citra tubuh Gangguan
Pembedahan
eliminasi urin
Pre-OP Post-OP
Kurangnya info
Hospitalisasi Luka insisi Perawat
mengenai kondisi
bedah an luka
yang
Gangguan tidak
Ansietas pola tidur Nyeri Akut
Resiko
Infeksi
Terputusnya
jaringan
Kerusakan
integritas kulit
23
2.4.2 Etiologi
Menurut Mansjoer, 2001 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti
belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi
menjadi :
a. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal dan
umumnya resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan
biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit
kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid,
Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis vena renalis. Bahan kimia
seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
Amiloidosis seperti penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membrano proliferatif hipo komplementemik.
c. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer.
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, terbagi menjadi :
Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding
kapiler glomerulus.
Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel
mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma
25
2.4.4 Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999: 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal (MCNS: minimal change nephrotic
syndrome)
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia
sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat
hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system
endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal.
Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala
awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap
semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama
kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
a. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk
mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki
keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi komplikasinya,
yaitu:
Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai
kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam
secukupnya dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein
2-3 gram/kgBB/hari.
Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat
digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari.
Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila
edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari)
selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi,
alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan
adanya TBC
Diuretikum
Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid,
klortahidon, furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan
antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi
saluretik dan antagonis aldosteron.
Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children
(ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :
a) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60
mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80
mg/hari.
b) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari
dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu
33
Kemoterapi:
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang
mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari
hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari.
Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan
setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek
samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan,
osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan
hipertensi.
Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk
mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton
dan sitotoksik (imunosupresif). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan
pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-
obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Tirah baring: menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama
beberapa hari diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna
mengurangi edema. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya
cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan alas
bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan
memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih
rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
Terapi cairan: jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan
output diukur secara cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk
mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.
Perawatan kulit: edema masif merupakan masalah dalam perawatan
kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang
sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum.
Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut,
menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah
35
popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus
disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan
menggosok kulit.
Perawatan mata: tidak jarang mata anak tertutup akibat edema
kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka
harus diswab dengan air hangat.
Penatalaksanaan krisis hipovolemik: anak akan mengeluh nyeri
abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan
memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
Pencegahan infeksi: anak yang mengalami sindrom nefrotik
cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun
infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak dengan
steroid dan siklofosfamid.
Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang
tepat, penimbangan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan
dekubitus.
Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali
terganggu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini
merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan
yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk
rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang
tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini.
Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena
mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal di bawah skrotum
untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah
terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab
kematian pasien).
36
2.4.8 Komplikasi
a. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah
akibat hipoalbuminemia.
b. Shock hipovolemik: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1
gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga
menyebabkan shock.
c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi
sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.
d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
e. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi
untuk mencegah terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena
renalis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan
pemberian heparin.
f. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya
penumpukan cairan di dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan
di dalam intravaskuler.
g. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk
kedalam paru-paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.
h. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
i. Kerusakan kulit
j. Peritonitis (berhubungan dengan asites)
k. Hipovolemia
l. Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan
arteri ekstremitas dan trombosis arteri serebral
2.4.9 Asuhan keperawatan berdasarkan teori
A. Pengkajian
a. Identitas klien:
Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah
(3-6 tahun). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas
tubuh dan kelainan genetik sejak lahir.
37
B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder
dari peningkatan beban volume.
B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik.
Status neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat
parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
B5 (Bowel)
Adanya mual-muntah, anoreksia sehingga didapatkan penurunan
intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder
dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.
f. Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik secara umum,
terutama albumin. Keadaaan ini juga terjadi akibat meningkatnya
permeabilitas membran glomerulus.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan bd kehilangan protein sekunder terhadap
peningkatan permiabilitas glomerulus
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan bd malnutrisi sekunder
terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan
3. Resiko tinggi infeksi bd imunitas tubuh yang menurun
4. Ansietas bd lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi)
5. Intoleransi aktifitas bd kelelahan
40
5) Hipertensi.
6) Kelainan sedimen urine misalnya: hematuria, proteinuria.
7) Tanda-tanda obstruksi saluran kemih misalnya: pancaran urine
yang lemah, kencing menetes atau adanya masa pada palpasi
abdomen.
8) Keadaan-keadaan yang merupakan faktor predisposisi gagal
ginjal akut, misalnya diare dengan dehidrasi berat, penggunaan
aminoglikosida, khemoterapi pada leukemia akut.
4. Kriteria Diagnosis GnGA
Pada tahun 2004, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI)
mengajukan definisi gangguan ginjal akut pada pasien anak dan
dewasa yaitu dipakai sistem RIFLE (R: risk, I: injury, F: failure, L:
loss of kidney function, dan E: end stage renal disease).
Tabel 2.1. Kriteria Pediatrik RIFLE
Kategori Estimated creatinine clearance
Produksi urin
(eCCl) sesuai rumus Schwartz
Risk eCCl menurun 25% <0.5 mL/kgBB/jam
selama 8 jam
Injury eCCl menurun 50% <0.5 mL/kgBB/jam
selama 16 jam
Failure eCCl menurun 75% atau <0.3 mL/kgBB/jam
selama 24 jam
< 35mL/mnt/1.73m2 BSA atau anuria selama >12 jam
Loss Failure > 4 minggu
End Stage Failure > 3 bulan
5. Fase GGA
Secara klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
a. Fase oliguri / anuria
44
7. Komplikasi GGA
Infeksi, asidosis metabolic, hiperkalemi, uremia, payah jantung,
kejang uremik, perdarahan, Gagal ginjal kronik.
2.5.4 Gagal Ginjal Kronik
1. Definisi Penyakit Ginjal ronik (PGK)
Merupakan penyakit ginjal dengan kerusakan ginjal minimal tiga bulan
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).( The
National Kidney Foundation’s Kidney Disease and Outcome Quality
Initiative (NKF-KDOQI, 2002). Penyakit ginjal kronik adalah
kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan
kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika
tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m².
2. Stadium PGK
Penyakit ginjal kronik dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di
bawah
ini (KDIGO, 2013).
Tabel 2.2 Kategori LFG pada PGK (KDIGO, 2013)
berat
G4 15–29 Penurunan berat
G5 <15 Gagal ginjal RRT :
Transplantasi
Hemodialisa
PD
3. Etiologi PGK
Penyakit ginjal kronik pada anak dapat disebabkan berbagai etiologi
seperti kelainan ginjal kongenital, didapat, diturunkan ataupun penyakit
metabolic ginjal. Penyebab lainnya adalah sindroma nefrotik, infeksi
saluran kemih, uropati obtruktif, nefropathy refluks, hipertensi,
sindroma prune belly, nekrosis kortikal, Glumerulonefritis kronik,
glomerulosklerosis fokal segmenta;, penyakit ginjal polikistik, nefropati
IgA, Lupur Erimatosus Systemik dan syndrome hemolitik uremik. Pada
anak dibawah usia 5 tahun paling sering disebabkan kelainan kongenital
seperti hypoplasia, dysplasia ginjal (11%) dan uropati obstruktif (22%).
Sedangkan pada anak diatas usia 5 tahun, PGK sering disebabkan oleh
penyakit didapat seperti glumerulonefritis atau penyakit yang diturunkan
seperti syndrome Alport. Secara umum penyebab terbanyak PGK pada
anak adalah kelainan uropati (30-33%) dan glomerulonefropati (25-
27%)
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PGK pada anak bervariasi tergantung dari penyebab
PGK. Jika penyebabnya adalah glumerulonefritis manifestasi yang
muncul adalah: edema, hipertensi, hematuria dan protein urea.
Sedangkan pasien dengan kelainan kongenital seperti dysplasia ginjal
dan uropati obstruktif manifestasi yang muncul adalah : gagal tumbuh,
dehidrasi kkarena poliuri, infeksi saluran kemih, maupun insufisiensi
ginjal. Pada stadium lanjut pasien tampak pucat, perawakan pendek, dan
menderita kelainan tulang.
5. Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik
47
8. Penatalaksanaan Medis
a. Prinsip penatalaksanaan gagal ginjal secara umum adalah :
b. Stabilkan keseimbangan cairan dan elektrolit
c. Dukung fungsi kardiovaskuler
d. Cegah infeksi
e. Tingkatkan status nutrisi
f. Kendalikan perdarahan dan anemia
g. Lakukan dialysis
h. Transplantasi ginjal
1) Gagal Ginjal Akut
a) Pemberian manitol atau furosemid jika dalam keadaan hidrasi
yang adekuat terjadi oliguria.
b) Diet tinggi kalori dan lemak, rendah protein, kalium dan garam,
jika anak tidak dapat makan melalui mulut maka makanan
diberikan melalui intravena dan zat nutrisi yang diberikan
mengandung asam amino esensial.
c) Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan dan pengeluaran
cairan atau makanan, menimbang berat badan, monitoring nilai
elektrolit darah, nilai BUN dan nilai kreatinin.
d) Mengatasi hiperkalemia, pemberian kalsium glukonas 0,5
ml/kgbb, diberikan intravena selama 2–4 menit disertai dengan
monitoring EKG, pemberian sodium bicarbonat, 2–3 mEq /
50
Respon asidosis
metabolik
Masalah pernapasan
Kerusakan
pertukaran gas
52
Pengkajian awal
- Lakukan pengkajian fisik rutin dengan perhatian khusus
pada pengukuran parameter pertumbuhan.
- Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai
disfungsi ginjal, perilaku makan, frekuensi infeksi, tingkat
energi.
- Observasi adanya bukti-bukti manifestasi gagal ginjal
kronik.
Pengkajian terus-menerus
- Dapatkan riwayat untuk gejala-gejala baru atau peningkatan
gejala.
- Lakukan pengkajian fisik dengan sering, dengan perhatian
khusus pada tekanan darah, tanda edema, atau disfungsi
neurologis
- Kaki respons psikologis pada penyakit dan terapinya.
- Bantu pada prosedur diagnostik dan pengujian (urinalisis,
hitung darah lengkap, kimia darah, biopsi ginjal).
1) Biodata
70 % kasus GGA terjadi pada bayi di bawah 1 tahun pada minggu
pertama kehidupannya.
2) Keluhan utama
Mual, muntah, anoreksia, drowsiness atau kejang, edema
3) Riwayat penyakit sekarang
Urine klien kurang dari biasanya kemudian wajah klien bengkak dan
klien muntah.
53
Contoh Kasus
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
56
mmHg
Penurunan: apabila terjadi perubahan hormon, pelebaran
Dewasa muda: 110-
pembuluh darah, efek samping obat, anemia, hati &
140/60-90 mmHg
endokrin bermasalah, Dehidrasi, Pendarahan, Otot jantung
Dewasa tua : 130-
lemah, Detak jantung tidak normal, kehamilan, kurang
150/80-90 mmHg
nutrisi, dan
Suhu 36,50C -37,50C 36,70C normal Meningkat: apabila terjadi demam (infeksi bakteri atau
virus seperti influenza, pilek, HIV, malaria, gastroenteritis;
berbagai radang kulit seperti borok, jerawat, abses; penyakit-
penyakit imunologi seperti lupus eritematosus, sarkoidosis;
kerusakan jaringan yang dapat terjadi pada pembedahan,
hemolisis, perdarahan serebral; obat-obatan baik secara
langsung seperti obat-obat progesteron, kemoterapi atau
sebagai efek samping obat seperti obat antibiotik, atau akibat
penghentian obat seperti pada orang yang ketagihan heroin;
60
10.000 tonsilitis, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat disebabkan oleh
anak: 9.000- obat-obatan misalnya aspirin, prokainamid, alopurinol,
12.000 antibiotika terutama ampicilin, eritromycin, kanamycin,
streptomycin.
Penurunan : dapat terjadi pada infeksi tertentu terutama virus,
malaria, alkoholik, obat-obatan, terutama asetaminofen
(parasetamol), kemoterapi kanker, antidiabetika oral, antibiotika
(penicillin, cephalosporin, kloramfenikol), sulfonamide (obat anti
infeksi terutama yang disebabkan oleh bakter).
Ht Wanita: 37 – 45 33% Normal Penurunan: terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan
% darah akut (kehilangan darah secara mendadak, misal pada
Pria: 40 – 50 % kecelakaan), anemia, leukemia, gagal ginjal kronik, malnutrisi,
Anak: 33 -38% kekurangan vitamin B dan C, kehamilan, ulkus peptikum
(penyakit tukak lambung).
Peningkatan: Ht terjadi pada dehidrasi, diare berat,eklampsia
(komplikasi pada kehamilan), efek pembedahan, dan luka bakar.
kolesterol 150-270 mg/dl 479 Tdk normal Meningkat: jaundice obstruksi
total gr/dl (terjadi Menurun: penyakit hati, sindrom malaborpsi
peningkatan
protein total 6,5-8,8 mg/dl 2,4 Tdak normal Meningkat: penyakit hati, penyakit kolagen, infeksi kronis.
gr/dl (terjadi Menurun: penyakit hati lanjut/berat, alkoholik, penyakit ginjal,
penurunan) coliitis ulseratif, perdarahan hebat, gagal jantung tau
63
immobilisasi.
albumin Dewasa: 3,8 – 5,1 1,0 g/dl Tdk normal Penurunan: malnutrisi, radang menahun, sindrom malabsorpsi,
gr/dl (terjadi penyakit hati menahun, kelainan genetik, Peningkatan ekskresi
Anak: 4,0 – 5,8 penurunan) (pengeluaran); luka bakar luas, penyakit usus, nefrotik sindrom
gr/dl (penyakit ginjal).
Bayi: 4,4 – 5,4 Meningkat: infeksi, rusaknya ginjal dan glomerulus,
gr/dl glomerulonefritis, hepatitis, malaria, tubulointerstitisl disease
Bayi baru lahir: (toxic, allergic, vasculer, infective, hereditary), neoplasia,
2,9 – 5,4 gr/dl mieloma multipel (igG, IgA, IgD, IgE, dan rantai ringan bebas),
limfoma.
globulin 2.0 - 3.5 g/dL 1,46 Tdk normal Meningkat: Infeksi kronis (Tuberculosis, Adrenal cortical
g/dl (terjadi hypofunction , disfungsi hati, Collagen Vascular Disease
penurunan) (Rheumatoid Arthritis, Systemic Lupus, Scleroderma), Gejala
Hipersensitivitas, Dehidrasi, Gangguan respirasi, Hemolisis,
Cryoglobulinemia, Alcoholism, Leukimia
Menurun: Malnutrisi dan malabsorbsi Gangguan produksi
protein, Penyakit Liver, Diare, Ketidakseimbangan hormone
sehingga merusak jaringan, Proteinuria, Kehamilan.
Ureum 20-40 mg 31mg/ Normal Peningkatan kadar ureum disebut uremia: gagal ginjal,
dl penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan
darah, dan dehidrasi, peningkatan katabolisme protein seperti
pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin
64
DO:
Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An.
67
A.
oedem priorbita (+)
pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
Ds: Kerusakan Resiko
Do: jaringan infeksi
Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An.
A.
Wbc 5.900
parental
f. Ciptakan lingkungan
yang membuat suasana
yang menyenangkan dan
menenangkan
g. Berikan perawatan mulut
sebelum makan
Kerusakan integritas kulit Kriteria Hasil: a. Monitor perubahan status
berhubungan dengan edema a. Penyembuhan luka paru dan jantung yang
sekunder menunjukkan kelebihan
b. Akses hemodialysis cairan atau hidrasi
NOC: b. Meminimalkan asupan
a. Elastisitas makanan dan minuman
b. Perfusi jaringan dengan dieuretik atau
c. Integritas kulit pencahar
d. Lesi pada kulit c. Batasi cairan yang sesuai
e. Lesi mukosa membrane d. Jaga intake/asupan dan
output yang akurat
e. Pantau adanya tanda dan
gejala retensi cairan
Resiiko infeksi berhubungan Kriteria Hasil: a. Ukur luas luka
dengan kerusakan jaringan a. Penyembuhan luka b. Monitor karakteristik
b. Control resiko proses luka
infeksi c. Berikan perawatan luka
c. Penyembuhan luka : pada kulit
sekunder d. Periksa luka setiap kali
NOC: ada perubahan
a. Kemerahan e. Reposisi klien setdaknya
b. Nyeri setiap 2 jam
c. Kolonisasi area luka f. Anjurkan keluarga untuk
mengenal tanda daan
gejala infeksi
70
BAB 3
3.1 SIMPULAN
Hipospadia merupakan kelainan bawaan dimana lubang uretra terletak di dekat ujung
penis, yaitu pada glans penis. Epispadia merupakan kelainan kongiental berupa tidak
adanya dinding uretra bagian atas. Kelainan ini terjadi pada laki-laki maupun perempuan,
tetapi lebih sering pada laki-laki. Ditandain dengan terdapat nya lubang uretra di suatu
tempat pada permukaan dorsum penis. Nefrotik sindrom adalah kumpulan gejala yang
disebabkan oleh adanya injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakterristik;
proteinuria, hipoproteinuria, hypoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema. Gagal ginjal
terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh atau melakukan
fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan
tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan
metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik
dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal.
Gangguan saluran kemih adalah gangguan dari kandung kemih atau uretra.
Ginjal, Uretra, kandung kemih adalah organ-organ yang menyusun saluran kemih.
Fungsi utama dari saluran ini adalah untuk membuang air dan sisa metabolisme dan
mengeluarkannnya sebagai urin. Fungsi masing-masing organ dari sistem perkemihan
tersebut tidak luput dari suatu masalah atau abnormal. Sehingga hal ini dapat
menimbulkan beberapa penyakit atau gangguan antara lain adalah hipospadia, epispadia,
nefrotik sindrom dan gagal ginjal kronik.
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC,
Jakarta.
Dr. Lyndon saputra. 2007. Pengantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta: penerbit buku
binapura aksara.
Gray, M. & Moore, K. N., 2009. Urologic Disorders Adult and Pediatric Care. USA: Mosby
Elsevier.
Muttaqin, A. & Sari, K., 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
Muttaqin, A. & Sari, K., 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, 2002, Ilmu Keseatan Anak FKUI : Jakarta
Suriadi dan Yuliani, Rita, 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi I, Fajar
Interpratama : Jakarta
Suryadi & Yuliani, R., 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Agung Seto.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC,
Jakarta.