Anda di halaman 1dari 26

1

Makalah
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEGUGURAN YANG DITEMUKAN
TERJADI PADA ISTRI SEORANG AKTOR YANG DI PENJARA
Disusun sebagai Salah Satu Syarat dalam Memenuhi
Tugas Filsafat Ilmu pada Program Studi Pendidikan Ners
Fakultas Keperawatan

Disusun Oleh:

1. Ika Minarni 131611123009


2. Nadhifatul Kamilah 131611123010
3. Rini Purwanti 131611123011
4. Ahmad Eko Wibowo 131611123012
5. Rini Sartika 131611123013
6. Friska Novita Woona Haloho 131611123014
7. Rani Dwi Sulistiawati 131611123015
8. Erna Susanti 131611123016

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
2016
2

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bila seseorang membuat rencana, biasanya rencana itu bersifat optimis dan
positif. Bagi mereka yang menginginkan anak dan ingin membentuk keluarga,
masa depan yang dibayangkan adalah tentang bayi, kepuasan serta
kebahagiaan, bukan rasa sakit, rasa kehilangan ataupun duka yang tak
direncanakan dan tak diharapkan. Bila seorang wanita mengalami keguguran,
kejadian itu membuat ia syok dan menyalahkan tubuhnya. Hal ini sering
membuat wanita kehilangan kepercayaan baik terhadap tubuhnya maupun
terhadap dirinya sendiri, disamping juga terhadap kehidupan, yang tiba-tiba
menyadarkannya bahwa tidak ada kepastian dan jaminan dalam hidup ini
(Sarah, 2000).
Kejadian keguguran umum walaupun statistiknya bervariasi menurut saat
terjadinya kehamilan. Sejumlah keguguran awal tidak disadari karena wanita
yang bersangkutan menduga bahwa haidnya terlambat dan deras. Sebenarnya
bila kehamilan dihitung dari saat pembuahan telur atau sperma, atau bahkan
sejak saat pertemuan telur dan sperma maka tingkat keguguran akan lebih
tinggi dibandingkan jika dihitung dari terlambatnya haid dan munculnya
gejala-gejala kehamilan, seperti payudara yang peka atau mual di pagi hari
(Murphy, 2000).
Angka kejadian abortus, terutama abortus spontan berkisar 10-15%.
Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika diperhitungkan banyaknya
wanita mengalami yang kehamilan dengan usia sangat dini, terlambatnya
menarche selama beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui
kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun,
dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000 - 750.000 janin yang
mengalami abortus spontan (SDKI, 2010).
Dengan demikian jumlah keguguran berkisar antara 1 di antara 6
kehamilan sampai 4 di antara 6 kehamilan. Akan tetapi perkiraan yang
diterima secara umum adalah 1 di antara 5 kehamilan berakhir dengan
3

keguguran. Ini menunjukkan bahwa setiap tahun, ribuan wanita harus


mengalami keguguran serta merasakan dampak fisik dan emosionalnya.
Kenyataan bahwa keguguran sudah umum terjadi, tidak mengurangi
dampak atau menghilangkan perasaan terkucil, seolah hanya wanita tersebut
satu-satunya orang yang mengalaminya. Keguguran masih menjadi topik yang
jarang dibicarakan. Namun jika kita mau membicarakannya, kita akan melihat
betapa banyak respon yang mengatakan bahwa mereka ataupun kerabat
mereka pernah mengalami keguguran. Dengan kata lain, wanita yang pernah
mengalami keguguran tidak perlu merasa terkucil karena banyak orang yang
mengalami trauma serupa dan mungkin bisa membantu.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kelompok mengambil judul
tentang “Faktor-faktor apa saja penyebab keguguran yang ditemukan terjadi
pada istri seorang aktor yang di penjara”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka kelompok dapat merumuskan
masalah sebagai berikut: “Faktor-faktor apa saja penyebab keguguran yang
ditemukan terjadi pada istri seorang aktor yang di penjara?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan faktor-faktor penyebab keguguran yang ditemukan terjadi
pada istri seorang aktor yang di penjara.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Menampilkan kronologi terjadinya suatu keguguran
b. Memberi gambaran mengenai kondisi yang dialami wanita akibat
keguguran
c. Menjelaskan mengenai hubungan keguguran dengan tahapan tertentu dari
usia seorang wanita
d. Menjelaskan dampak fisik dan psikologi serta sikap yang ditampilkan oleh
wanita yang mengalami keguguran
e. Menekankan pada dampak emosional yang ditimbulkan oleh peristiwa
keguguran
4

f. Menjelaskan cara mengatasi masalah psikologis yang diakibatkan oleh


keguguran dari sudut pandang keperawatan, keluarga dan lingkungan
1.4 Manfaat
1.4.1 Akademis
Sebagai bahan masukan dan informasi tambahan bagi institusi pendidikan
tentang faktor-faktor penyebab keguguran.
1.4.2 Umum
a. Menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang keguguran
b. Memberikan gambaran kepada masyarakat tentang keguguran
c. Mencegah terjadinya keguguran di usia kehamilan muda
1.4.3 Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan wawasan
penelitian.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Abortus
2.1 Pengertian Abortus
Abortus adalah suatu proses terhentinya dari kehamilan pada umur
kehamilan di bawah 20 minggu, atau kondisi dimana berat fetus yang lahir
500 gram atau kurang (Hanifa, 2010).
Llewollyn & Jones (2002), mendefinisikan abortus merupakan proses
keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum
mencapai 22 minggu dan beratnya kurang dari 500 gram.
WHO merekomendasikan viabilitas apabila masa gestasi telah mencapai
22 minggu atau lebih dan berat janin 500 gram atau lebih.
2.2 Etiologi Abortus
Secara umum abortus dapat disebabkan oleh :
a. Wanita itu sendiri (maternal) yaitu abnormalitas traktus genitalis, trauma,
infeksi rubella, infeksi chlamydia, penyakit-penyakit vaskular, kelainan
endokrin, penyakit sistemik, faktor imunologis, dimana jika kondisi ini
tidak terkontrol dengan baik dapat meningkatkan risiko keguguran
(Edmonds, 1992 dalam Bennett & Brown, 1999).
Kejadian abortus meningkat pada wanita hamil yang berumur 30 tahun
atau 35 tahun, hal ini disebabkan meningkatnya kelainan genetik seperti
mutasi dan kelainan maternal pada usia tersebut (Chalik, 1998). Menurut
Llewellyn-Jones (2002), frekuensi abortus meningkat bersamaan dengan
meningkatnya angka graviditas. Apabila terdapat riwayat abortus, maka
kemungkinan terjadi abortus pada kehamilan yang selanjutnya akan
meningkat (Henderson dan Jones, 2006)
b. Janin, seperti kelainan kromosom, kelainan ovum, blighted ovum,
abnormalitas pembentukan plasenta
c. Sperma, yang mengalami translokasi kromosom apabila berhasil
menembus zona pellusida dari ovum akan menghasilkan zigot yang
memiliki material kromosom yang tidak normal sehingga dapat
menyebabkan keguguran.
6

d. Penyebab eksternal, radiasi, obat-obatan dan bahan kimia. Penyebab lain


yang tidak diketahui.
Setengah dari kasus abortus disebabkan oleh abnormalitas janin dengan
jumlah sisanya sebagian diakibatkan oleh sebab-sebab yang tidak diketahui
dan oleh berbagai penyebab lain (Bennett & Brown, 1999).
2.3 Klasifikasi Abortus
Samapraja (2008 dalam Erlina, 2008), menyatakan bahwa ada 2 jenis
keguguran yaitu keguguran yang dikenali dan keguguran yang tidak dikenali.
a. Keguguran yang dikenali terjadi pada wanita yang telah mengetahui dan
membuktikan dirinya hamil
b. Keguguran yang tidak dikenali terjadi pada wanita yang belum
mengetahui dirinya hamil, hal ini dapat terjadi pada wanita yang
menstruasinya datang terlambat.
Berdasarkan proses terjadinya abortus dapat digolongkan dalam dua
golongan yaitu abortus spontan dan abortus provokatus (buatan). Abortus
provokatus terbagi ke dalam dua jenis yaitu abortus provokatus terapeutik dan
abortus provokatus kriminalis. Selain itu dikenal juga istilah-istilah seperti:
a. Abortus imminens atau abortus mengancam, dimana terjadi perdarahan
dari uterus, hasil konsepsi masih berada di dalam uterus, tanpa adanya
dilatasi serviks
b. Abortus insipiens terjadi perdarahan dari uterus dengan disertai dilatasi
serviks yang meningkat, rasa mules menjadi lebih sering dan kuat,
perdarahan bertambah tetapi hasil konsepsi masih berada di dalam uterus
c. Abortus servikalis, keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh
ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga hasil konsepsi
terkumpul di dalam kanalis servikalis dan serviks uteri menjadi lebih besar
dengan dinding yang menipis
d. Abortus inkompletus, terjadi pengeluaran sebagian hasil konsepsi. Pada
pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba
dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri
eksternum, dapat menyebabkan perdarahan yang banyak sehingga
7

menyebabkan syok. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil


konsepsi dikeluarkan
e. Abortus kompletus, seluruh hasil konsepsi sudah dikeluarkan, ostium uteri
menutup dan uterus mengecil
f. Missed abortion, keadaan dimana janin sudah meninggal, tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
g. Abortus habitualis, abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-
turut
h. Abortus infeksiosus, abortus yang disertai infeksi pada genetalia
i. Abortus septik, abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau
toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
2.4 Mekanisme Terjadinya Abortus
Mekanisme terjadinya abortus dimulai dengan proses perdarahan dalam
desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal
tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,
sehingga merupakan benda asing di dalam uterus seorang wanita. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkannya.
2.5 Dampak Psikologis Abortus : Kehilangan dan Berduka
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat
dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik
sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga
terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah
dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Setiap individu
akan bereaksi terhadap kehilangan. Respon terakhir terhadap kehilangan
sangat dipengaruhi oleh respon individu terhadap kehilangan sebelumnya
(Potter dan Perry, 1997).
Pengalaman kehilangan bayi pada tahap kehamilan adalah sangat
mengecewakan bagi orang tua, dan berpotensi menimbulkan akibat-akibat
psikologis yang merugikan (Henderson dan Jones, 2006). Peristiwa
kehilangan dapat terjadi tiba-tiba atau bertahap. Pengalaman kehilangan
bersifat unik bagi setiap individu.
8

Jenis-jenis kehilangan terdiri dari kehilangan objek eksternal, lingkungan


yang dikenal, sesuatu atau seseorang yang berarti, aspek diri, dan hidup
(Potter & Perry, 2005).
Berduka (grieving) adalah keadaan dimana individu dan keluarga
mengalami kehilangan yang aktual atau potensial, kehilangan ini dapat
berupa orang, benda, fungsi, status, dan hubungan (Carpenito, 1984 dalam
Rothrock, 2000). Berduka merupakan reaksi terhadap kehilangan yang
merupakan respon emosional yang normal.
Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada setiap individu
berdasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya dan keyakinan
spiritual yang dianutnya. Intensitas dan durasi respon berduka bergantung
kepada persepsi kehilangan, usia, keyakinan agama, perubahan kehilangan
yang dibawa ke dalam kehidupannya, kemampuan personal untuk mengatasi
kehilangan dan sistem pendukung yang ada (Sanders, 1998 dalam Bobak,
2005).
Menurut Kubler-Ross (dalam Potter dan Perry, 2005), respon berduka
seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikut:
a. Tahap pcngingkaran/denial, reaksi pertama individu yang mengalami
kehilangan adalah syok, tidak percaya, mengerti atau mengingkari
kenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi. Reaksi fisik yang terjadi
pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan seringkali
individu tidak tahu harus berbuat apa
b. Tahap marah/anger, pada tahap ini individu menolak kehilangan.
Kemarahan yang timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau diri
sendiri. Orang yang mengalami kehilangan juga dapat menunjukkan
perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak
pengobatan, bahkan menuduh perawat atau dokter tidak kompeten.
Respon fisik antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah
tidur, tangan mengepal
c. Tahap tawar-menawar/bargaining, pada tahap ini terjadi penundaan
kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan mencoba membuat
9

kesepakatan secara halus atau terang-terangan seolah-olah kehilangan itu


dapat dicegah. Reaksi sering dinyatakan dengan kata-kata “seandainya
saya hati-hati”
d. Tahap depresi/depression, pada tahap ini individu menunjukkan sikap
menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara,
menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul
keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain menolak
makan, susah tidur, letih, turunnya libido
e. Tahap penerimaan/acceptance, tahap ini berkaitan dengan reorganisasi
perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat pada objek yang hilang
akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kenyataan
kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang ke depan. Gambaran
tentang objek atau orang yang hilang akan mulai dilepaskan secara
bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru. Apabila
individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan
yang damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat
mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ke
tahap penerimaan akan mempengaruhi kemampuan individu tersebut
dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
Sedangkan menurut Bowlby dan Park (1970) serta Davidson (1984) dalam
Bobak (2005), tahap berduka dapat diidentifikasi menjadi empat dimensi
berduka, yaitu:
a. Syok dan hilang rasa, dialami orang tua ketika mereka mengungkapkan
perasaan sangat tidak percaya, panik, tertekan, atau marah. Pengalaman
ini dapat diinterupsi oleh letupan emosi. Pengambilan keputusan sulit
dilakukan pada fase ini dan fungsi normal menjadi terganggu. Fase ini
mendominasi selama 2 minggu pertama setelah kehilangan. Para orang
tua mengatakan bahwa mereka seperti berada dalam mimpi buruk dan
mereka akan bangun dan segala sesuatunya akan menjadi baik
b. Mencari dan merindukan, dapat diidentifikasi sebagai perasaan gelisah,
marah, bersalah dan mendua (ambiguitas). Dimensi ini merupakan suatu
kerinduan akan sesuatu yang dapat terjadi dan merupakan proses
10

pencarian jawaban mengapa kehilangan terjadi. Fase ini terjadi saat


kehilangan terjadi dan memuncak 2 minggu sampai 4 bulan setelah
kehilangan. Orang tua mengatakan bahwa mereka begitu ingin memeluk
bayinya, mereka bangun karena mendengar suara bayi menangis dan
mereka mengalami mimpi yang mengganggu
c. Disorganisasi, diidentifikasi saat individu yang berkabung mulai berbalik,
dari menguji apa yang nyata menjadi sadar terhadap realitas kehilangan.
Perasaan tertekan, sulit konsentrasi pada pekerjaan dan penyelesaian
masalah, dan perasaan bahwa ia merasa tidak nyaman dengan kondisi
fisik dan emosinya yang muncul. Fase ini memuncak sekitar 5 sampai 9
bulan dan secara perlahan menghilang. Banyak orang tua merasa bahwa
mereka tidak akan pernah keluar dari rasa kehilangan, kehilangan pikiran
mereka dan merasa nyeri secara fisik
d. Reorganisasi, terjadi bila individu yang berduka dapat berfungsi di rumah
dan di tempat kerja dengan lebih baik disertai peningkatan harga diri dan
rasa percaya diri. Individu yang berduka memiliki kemampuan untuk
menghadapi tantangan baru dan menempatkan kehilangan tersebut dalam
perspektif. Reorganisasi memuncak setelah tahun pertama.
Adapun jenis-jenis berduka adalah :
a. Berduka normal, terdiri dari perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal
terhadap kehilangan seperti kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian,
dan menarik diri dari aktifitas untuk sementara
b. Berduka antisipatif, yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum
kehilangan yang sesungguhnya terjadi
c. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke
tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berduka seolah-olah
tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan individu tersebut
dengan orang lain
d. Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat
diakui secara terbuka.
11

Berduka juga dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan (Bobak, 2005)


yaitu:
a. Berduka ringan (uncomplicated bereavement), yaitu merasakan kesedihan
tetapi masih dapat melakukan kegiatan sehari-hari yang biasa dilakukan
meskipun tidak dengan antusiasme dan energi sebesar sebelum
kehilangan. Seseorang yang mengalami berduka ringan tidak mengalami
depresi dan merasa lebih baik seiring waktu
b. Berduka berat (complicated bereavement), kesulitan yang dialami
individu dalam berduka atau eksaserbasi masalah-masalah sebelumnya
yang menjadi semakin berat selama proses berkabung, seperti:
1. Mengalami gejala cemas dan depresi yang mempengaruhi fungsi
sosial/keluarga, pekerjaan dan kesehatan fisik
2. Memiliki pikiran bunuh diri terus-menerus, yang hampir menjadi
konstan atau mengungkapkan keinginan yang serius untuk bunuh diri
atau mengembangkan suatu rencana untuk bunuh diri
3. Berhenti pada fase mencari dan merindukan yang terbukti oleh rasa
marah yang persisten, rasa bersalah atau pemikiran obsesif tentang
kehilangan. Penyalahgunaan bahan kimiawi pengubah perasaan secara
berlebihan
4. Mengalami kesulitan dalam berhubungan (dengan pasangan, anak-
anak, keluarga, dan orang lain)
5. Wanita yang mengalami abortus beresiko mengalami depresi 2,5 kali
lebih besar dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami
abortus (Neugebauer, et al, 1997 dalam Amir, 2005).
Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu
yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas. Depresi
merupakan gejala psikotik bila keluhan individu tidak sesuai lagi dengan
realitas, tidak dapat menilai realitas, dan tidak dapat dimengerti orang
lain.
12

Proses berduka membuat individu mengalami gejala berduka (Bobak,


2005) yaitu:
a. Efek fisik yaitu letih, selera makan hilang, masalah tidur, kurang tenaga,
berat badan menurun/meningkat, nyeri kepala, pandangan kabur, sulit
bernafas, palpitasi, gelisah
b. Efek emosional dan psikologis yaitu menyangkal, rasa bersalah, marah,
benci/dendam, pahit/getir, depresi, sedih, merasa gagal, konsentrasi pada
masalah, gagal menerima kenyataan, terpaku pada kematian, konfusi
waktu (time confusion), iritabilitas (mudah tersinggung)
c. Efek sosial yaitu menarik diri dari aktivitas normal, isolasi (emosi dan
fisik) dari pasangan, keluarga dan teman-teman.
Stres pada wanita yang mengalami abortus dapat disebabkan karena
wanita tersebut tidak mengetahui apa yang terjadi pada janinnya dan
prosedur perawatan yang mengharuskan wanita tersebut beristirahat di
tempat tidur tanpa penjelasan lebih lanjut (Llewellyn-Jones, 2005).
Pada wanita yang mengalami abortus untuk pertama kalinya akan
timbul kekhawatiran bahwa mereka tidak dapat memiliki anak lagi. Rasa
marah juga dapat timbul setelah kehilangan kehamilan. Perasaan ini dapat
ditujukan pada diri wanita itu sendiri ataupun kepada orang-orang
disekitamya termasuk kepada profesional kesehatan (Henderson & Jones,
2006).
Worden (1991 dalam Bennett & Brown, 1999), mengidentifikasi
empat tahap tugas individu yang berduka yaitu menerima realitas
kehilangan, menerima sakitnya rasa duka, menyesuaikan diri dengan
lingkungan, dan melanjutkan kehidupan (reorganisasi).
2.6 Koping
a. Pengertian
Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai dan
respon terhadap situasi yang menjadi ancaman bagi diri individu
(Mustikasari, 2007).
13

Keliat (1999), mendefenisikan koping sebagai cara yang dilakukan


individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan
perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam.
Sedangkan menurut Lazarus (1985, dalam Mustikasari, 2006), koping
adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk
mengatasi tuntutan internal atau eksternal khususnya yang melelahkan
atau melebihi sumber individu.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Koping
Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan
oleh sumber daya individu meliputi (Fachri, 2009):
1. Kesehatan fisik, kesehatan merupakan hal yang penting karena selama
dalam usaha mengatasi stres, individu dituntut untuk mengarahkan
tenaga yang cukup besar
2. Keyakinan atau pandangan yang positif, keyakinan menjadi sumber
daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib
(eksternal locus of control) yang mengerahkan individu pada
penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan
kemampuan strategi koping yang berfokus pada masalah
3. Keterampilan memecahkan masalah, keterampilan ini meliputi
kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi,
mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan
alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan altematif tersebut
sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai dan akhirnya
melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat
4. Keterampilan sosial, kemampuan ini meliputi kemampuan
berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara yang sesuai dengan
nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat
5. Dukungan sosial, dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan
kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan
oleh orangtua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan
masyarakat sekitamya.
14

6. Materi, dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang, atau
layanan yang biasanya dapat dibeli.
c. Klasifikasi Koping
Menurut Lazarus dan Folkman (1985, dalam Keliat, 1999), koping dapat
dikaji dari berbagai aspek, salah satunya adalah aspek psikososial yaitu:
1. Koping berorientasi pada masalah (tugas), mencakup penggunaan
kemampuan kognitif untuk mengurangi stres, memecahkan masalah,
menyelesaikan konflik, dan memenuhi kebutuhan. Perilaku
berorientasi tugas memberdayakan seseorang untuk secara realistik
menghadapi tuntutan stresor. Tiga tipe umum perilaku yang
berorientasi pada tugas adalah perilaku menyerang, menarik diri, dan
perilaku kompromi
2. Koping berorientasi pada emosi (mekanisme pertahanan ego), adalah
perilaku tidak sadar yang memberikan perlindungan psikologis
terhadap peristiwa yang menegangkan. Mekanisme ini digunakan
untuk membantu melindungi dari perasaan tidak berdaya. Kadang
mekanisme pertahanan diri dapat menyimpang dan tidak lagi mampu
untuk membantu seseorang dalam menghadapi stresor.
Menurut Stuart (2007); Stuart & Sundeen (1995 dalam Mustikasari
2006), menggolongkan koping menjadi dua, yaitu :
1. Koping adaptif, adalah koping yang mendukung fungsi integrasi,
pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah
berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif,
teknik relaksasi, latihan seimbang, dan aktifitas konstruktif
2. Koping maladaptif, adalah koping yang menghambat fungsi integrasi,
memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi, dan cenderung
menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan/ tidak
makan, bekerja berlebihan, dan menghindar.
3. Respon maladaptif adalah respon kronis dan berulang atau pola respon
sesuai dengan berjalannya waktu tidak menunjukkan sasaran adaptasi.
Sasaran adaptasi dapat dikategorikan kedalam tiga area yaitu fisik,
psikologis, dan sosial. Respon maladaptif yang membahayakan
15

sasaran tersebut meliputi kesalahan penilaian dan koping yang tidak


memadai (Lazarus, 1991 dalam Murwani, 2008).
4. Koping terhadap kehilangan/ abortus
Cara seseorang berespon terhadap kehilangan bergantung kepada usia,
jenis kelamin, budaya, agama, status sosial ekonomi, cara individu
lain di lingkungannya berespon terhadap kehilangan dan koping
individu tersebut terhadap kehilangan sebelumnya (Bobak, 2005).
Sedangkan Hidayat (2006), menyatakan bahwa koping seseorang
terhadap kehilangan yang dihadapi dipengaruhi oleh :
a) Faktor genetik, individu yang dilahirkan dan dibesarkan dalam
keluarga dengan riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap
optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam
menghadapi perasaan kehilangan
b) Kesehatan fisik, individu dengan kesehatan fisik yang baik serta
pola hidup yang teratur cenderung mempunyai kemampuan yang
tinggi dalam mengatasi perasaan kehilangan dibandingkan dengan
individu yang mengalami gangguan kesehatan fisik
c) Kesehatan mental, individu yang mengalami gangguan jiwa
terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan
perasaan tidak berdaya dan pesimis, akan sulit dalam menghadapi
situasi kehilangan
d) Pengalaman kehilangan di masa lalu, kehilangan atau perpisahan
dengan orang yang dicintai pada masa kanak-kanak akan
mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi perasaan
kehilangan pada masa dewasa
e) Struktur kepribadian, individu dengan konsep diri yang negatif
dan perasaan rendah diri akan menyebabkan berkurangnya rasa
percaya diri dan tidak objektif terhadap kehilangan yang dihadapi
f) Adanya stresor perasaan kehilangan, stresor ini dapat berupa
stresor yang nyata ataupun imajinasi individu itu sendiri, seperti
kehilangan biopsikososial.
16

Koping yang sering digunakan individu dengan respon kehilangan


antara lain : pengingkaran, regresi, intelektualisasi, disosiasi, supresi
dan proyeksi. Dalam keadaan yang patologis (maladaptif), koping
yang digunakan sering secara berlebihan atau tidak memadai
(Hidayat, 2006).
17

BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah kelompok buat, maka
kelompok dapat menjelaskan bahwa kejadian keguguran yang banyak terjadi di
kalangan masyarakat terbagi menjadi dua jenis yakni aborsi spontan dan yang
direncanakan (aborsi provokatus).
Aborsi spontan merupakan aborsi yang terjadi secara alamiah dan tanpa
disengaja. Sedangkan aborsi yang direncanakan adalah aborsi yang dilakukan
secara sengaja dengan tujuan untuk menghilangkan nyawa janin yang
dikandung. Tindakan aborsi yang direncanakan biasanya dilakukan
dikarenakan si ibu tidak mengharapkan kehadiran janinnya sehingga berniat
untuk membunuhnya.
Fenomena keguguran yang terjadi secara tidak sengaja atau spontan terjadi
pada istri dari seorang aktor yang sedang di penjara. Keguguran yang dialami
si wanita diakibatkan adanya faktor-faktor pencetus seperti kejadian suaminya
yang ditangkap karena kasus penipuan sehingga harus di penjara, ibu kandung
si wanita mengalami stroke, dan ia yang diharuskan mengurus anak pertama
dari pernikahan sebelumnya.
Munculnya faktor-faktor tersebut menyebabkan si wanita kelelahan dan
mengalami stress. Kelelahan tersebut diperparah karena ia harus bolak-balik
untuk mengunjungi suaminya yang sedang di penjara. Hal ini dilakukan
olehnya karena ia merasa itu sudah menjadi kewajibannya sebagai seorang istri
untuk melayani suaminya. Keadaan ini menyebabkan si wanita kurang
memperhatikan kondisi dirinya sendiri.
Si wanita juga harus merawat ibunya yang mengalami stroke akibat
terjatuh dari kamar mandi. Ditambah lagi ia harus mengurus anak pertama dari
pernikahan sebelumnya yang kini berusia 5 tahun yang sedang sakit demam
berdarah. Dalam kondisi yang seperti ini, klien mengalami tekanan dari setiap
sisi. Selain itu, mekanisme koping individu dari si wanita kurang efektif.
18

BAB 4
PEMBAHASAN
Pasangan suami istri, artis ST dan istrinya DL, berduka. Istri dari artis ST
yang menikah pada pertengahan Oktober 2016 lalu mengalami keguguran. Suami
DL yang di penjara karena kasus penipuan harus bersabar dan menahan kenyataan
bahwa janin yang dikandung istrinya meninggal dunia. Kejadian yang menimpa
DL diakibatkan kondisi DL yang stress dan kelelahan dengan permasalahan yang
dihadapi ditambah usia kehamilan yang baru menginjak 2 bulan.
Masalah-masalah yang dialami DL mulai dari sang suami yang di penjaara
karena kasus penipuan sehingga berakhir pada keputusan suaminya untuk di
penjara, ibu DL yang mengalami stroke akibat terjatuh dari kamar mandi, serta
permasalahan yang terjadi pada anak pertamanya dari pernikahan sebelumnya
mengalami sakit demam berdarah.
Sebuah penelitian yang dicatat dalam Encyclopedia menjelaskan, bahwa
ada sekitar 15% hingga 20% dari setiap kehamilan berisiko mengalami
keguguran. Hal ini biasanya terjadi pada 2 minggu pertama setelah terjadinya
pembuahan yang sebenarnya jarang disadari oleh kebanyakan wanita. Rujukan
lainnya mengatakan bahwa ada 80% kemungkinan kasus keguguran terjadi pada 3
bulan pertama selama masa kehamilan (Hanifa, 2010).
Keguguran dapat terjadi karena cacat kromosom yang dialami janin.
Gangguan kesehatan pada ibu hamil seperti; gangguan hormon, gangguan sistem
kekebalan tubuh, infeksi, ketidaknormalan pada leher rahim atau uterus, diabetes,
dan tekanan darah tinggi juga menyebabkan gugurnya kandungan.
Proses terjadinya keguguran berbeda-beda pada setiap orang, namun pada
dasarnya keguguran akan ditandai dengan adanya pendarahan (yang kuantitasnya
bervariasi, dari yang ringan hingga yang berat) dan disertai dengan kram yang
sangat hebat dan menyakitkan (Hanifa, 2010).
Keguguran adalah kematian bayi dalam kandungan sebelum usia 20
minggu kehamilan. Hal ini merupakan salah satu masalah dalam kehamilan yang
paling ditakuti oleh ibu hamil. Kemungkinan terjadinya keguguran lebih tinggi
dari perkiraan banyak orang. Keguguran dapat terjadi pada kira-kira 1-2 orang
dari 10 ibu hamil yang menyadari kehamilannya. Diperkirakan sekitar 8 dari 10
19

kasus keguguran terjadi pada tiga bulan pertama kehamilan. Mengetahui gejala-
gejala keguguran sangatlah penting bagi ibu hamil dan pasangannya (Hanifa,
2010).
Banyak wanita yang melaporkan jika pengalaman ini menjadi lebih berat
karena mereka tidak tahu apa yang sedang mereka alami. Apabila dokter
menginformasikan jika Anda mengalami keguguran, ada baiknya jika Anda
mencari informasi sebanyak-banyaknya dari dokter atau bidan Anda mengenai hal
ini untuk mendapat gambaran apa yang akan terjadi.
Selama proses keguguran berlangsung, terjadi kontraksi pada otot rahim
yang akan menyebabkan leher rahim terbuka dan membuat sebagian dari isi yang
berada pada rahim terbawa keluar.
Walau penyebab pastinya belum diketahui, para pakar memperkirakan
terdapat sekitar 70 persen kasus keguguran yang disebabkan oleh adanya
keabnormalan pada kromosom bayi. Kekurangan, kelebihan atau keabnormalan
kromosom dapat mengakibatkan janin tidak bisa berkembang dengan semestinya.
Keguguran yang terjadi pada usia kehamilan lebih tua, yaitu di atas tiga bulan,
biasanya disebabkan oleh penyakit atau kondisi kesehatan ibu yang kurang baik.
Karena penyebabnya yang belum diketahui secara pasti, keguguran juga
pada umumnya tidak dapat dicegah. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
menurunkan risiko keguguran, yaitu:
a. Menerapkan pola makan sehat dan seimbang, terutama meningkatkan
konsumsi serat
b. Tidak merokok, mengonsumsi minuman keras, dan menggunakan obat-
obatan terlarang
c. Menghindari infeksi-infeksi yang mungkin terjadi, misalnya dengan
memeriksakan diri untuk penyakit menular seksual dan mengobatinya
hingga sembuh sebelum hamil
d. Menjaga berat badan yang sehat sebelum dan saat hamil (Long, 1996).
Penyebab keguguran yang dapat ditangani, misalnya otot serviks yang
lemah, sebaiknya ditangani secepatnya. Misalnya, serviks yang lemah bisa
dioperasi untuk mengencangkan otot serviks sehingga dapat menurunkan risiko
20

keguguran. Jika calon ibu menderita penyakit kronis misalnya diabetes, sebaiknya
diobati dan dikendalikan dengan baik sebelum hamil.
Peristiwa keguguran pasti akan menyebabkan tekanan emosional terhadap
semua pihak, terutama bagi sang wanita. Rasa bersalah, penyesalan, marah,
bahkan trauma dapat melanda wanita yang mengalaminya. keguguran biasanya
akan mendatangkan perasaan trauma dan pengalaman emosional yang
mendatangkan kemarahan yang akan mengiringi proses tidak menyenangkan dan
kadang menyakitkan selama proses keguguran terjadi. Oleh karena itu, dukungan
positif dari pasangan serta keluarga sangat dibutuhkan.
Mengalami satu kali keguguran bukan berarti seorang wanita akan kembali
mengalaminya pada kehamilan yang selanjutnya. Banyak wanita yang tetap
berhasil menjalani masa kehamilan tanpa masalah dan melahirkan bayi yang sehat
setelah mengalami keguguran.
21

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Peristiwa keguguran pasti akan menyebabkan tekanan emosional terhadap
semua pihak, terutama bagi sang wanita. Rasa bersalah, penyesalan, marah,
bahkan trauma dapat melanda wanita yang mengalaminya. keguguran
biasanya akan mendatangkan perasaan trauma dan pengalaman emosional
yang mendatangkan kemarahan yang akan mengiringi proses tidak
menyenangkan dan kadang menyakitkan selama proses keguguran terjadi.
Oleh karena itu, dukungan positif dari pasangan serta keluarga sangat
dibutuhkan.
Mengalami satu kali keguguran bukan berarti seorang wanita akan kembali
mengalaminya pada kehamilan yang selanjutnya. Banyak wanita yang tetap
berhasil menjalani masa kehamilan tanpa masalah dan melahirkan bayi yang
sehat setelah mengalami keguguran.
5.2 Saran
5.2.1 Akademis
Ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan dalam upaya
meningkatkan asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan keguguran yaitu
kepada mahasiswa FKp yang sedang melaksanakan tahap profesi agar
lebih aktif dalam menerapkan asuhan keperawatan sesuai dengan konsep
teori dan lebih memperhatikan kondisi pasien sehingga pelaksanaan
praktek keperawatan dapat berjalan sesuai dengan target yang ingin
dicapai.
5.2.2 Umum
Mencari info yang lebih banyak berkaitan dengan kejadian
keguguran sehingga bila masyarakat atau salah seorang anggota keluarga
ada yang mengalami keguguran dapat dengan mudah mengatasi masalah
yang ada.
5.2.3 Penulis
a. Diharapkan setelah penyampaian materi ini kita semua bisa menambah
wawasan pengetahuan mengenai keguguran
22

b. Apabila ada kesalahan penulisan dalam pembuatan makalah ini, mohon


dikoreksi agar dalam pembuatan makalah yang selanjutnya dapat menjadi
lebih baik lagi.
23

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.

Donna D. Ignatavicius (1991), Medical Surgical Nursing: A Nursing Process


Approach, WB. Sauders Company, Philadelphia.

Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta

Hacker Moore (1999), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Hanifa Wikyasastro (2010), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo, Jakarta.
24

LAMPIRAN API

Topik : Keguguran
Fenomena : Keguguran ditemukan terjadi pada istri seorang aktor yang di
penjara
Masalah : Keguguran yang ditemukan terjadi pada istri seorang aktor
yang di penjara belum dapat dijelaskan
Tujuan umum : Menjelaskan keguguran yang ditemukan terjadi pada istri
seorang aktor yang di penjara
Kerangka : Terlampir
konseptual
25

Istri aktor yang di


penjara hamil

Suami berada Ibu kandung Merawat anak pertama


di penjara mengalami stroke yang berusia 5 tahun

Kelelahan,
stress

Koping individu tidak


efektif

Usia kehamilan 4
minggu

Terjadi
keguguran
26

Tujuan khusus : 1. Menjelaskan tentang jenis-jenis keguguran


2. Menjelaskan faktor-faktor penyebab keguguran
3. Menjelaskan hubungan stress dengan terjadinya
keguguran
Rumusan : Faktor-faktor apa saja penyebab keguguran yang ditemukan
masalah terjadi pada istri seorang aktor yang di penjara
Manfaat : 1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang keguguran
2. Memberikan gambaran kepada masyarakat tentang
keguguran
3. Mencegah terjadinya keguguran di usia kehamilan muda
Metode : Metode penelitian yang digunakan adalah analisis faktor-
penelitian faktor penyebab keguguran melalui uji analisis faktor
Judul : Faktor-faktor penyebab keguguran yang ditemukan terjadi
pada istri seorang aktor yang di penjara

Anda mungkin juga menyukai