Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN ABORTUS (KEGUGURAN)

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV-2

Sanriwifa Sitinjak (032014062)


Sri Nasrani Gulo (032014066)
Sri Waty Devita Silalahi (032014067)
Stefani Priscilla Sipayung (032014069)
Sulistyowati Yuswadi Gulo (032014070)

Dosen Pembimbing: Yesschi A. Tambunan, S.Kep., Ns., M.Kes

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK


STIKes SANTA ELISABETH MEDAN
2017
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Abortus (keguguran) merupakan salah satu penyebab perdarahan yang terjadi pada
kehamilan trimester pertama dan kedua. Perdarahan ini dapat menyebabkan berakhirnya
kehamilan atau kehamilan terus berlanjut. Secara klinis, 10-15% kehamilan yang
terdiagnosis berakhir dengan abortus (Wiknjosastro, 2006).
Terdapat beberapa macam kelainan dalam kehamilan dalam hal ini adalah abortus yaitu
abortus spontan, abortus buatan, dan terapeutik. Abortus spontan terjadi karena kualitas sel
telur dan sel sperma yang kurang baik untuk berkembang menjadi sebuah janin. Abortus
buatan merupakan pengakhiran kehamilan dengan disengaja sebelum usia kandungan 28
minggu. Pengguguran kandungan buatan karena indikasi medik disebut abortus terapeutik
(Prawirohardjo, 2010).
Kasus abortus sebenarnya angkanya lebih besar daripada yang disebutkan di atas,
karena banyak kasus yang tidak dilaporkan, tidak tercatat, dan tidak diketahui. Seorang
wanita dapat mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil. Abortus bisa juga tidak
diketahui karena hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat (siklus memanjang),
dan insiden abortus kriminalis yang pada umumnya tidak dilaporkan.
Abortus dapat menyebabkan perdarahan yang hebat dan dapat menimbulkan syok,
perforasi, infeksi, dan kerusakan faal ginjal (renal failure) sehingga mengancam
keselamatan ibu. Kematian dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan secara cepat
dan tepat Bagi beberapa wanita, keguguran merupakan pengalaman yang tidak
mengecewakan, tetapi melegakan karena tidak semua wanita memandang keguguran
sebagai suatu kehilangan. Kebanyakan wanita yang mengalami abortus mengalami stres
karena tidak mengetahui apa yang terjadi pada janinnya. Selain itu mereka diminta untuk
beristirahat di tempat tidur tanpa penjelasan lebih lanjut.
Angka kejadian abortus diperkirakan frekuensi dari abortus spontan berkisar 10-15%.
Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika diperhitungkan banyak wanita mengalami
kehamilan dengan usia sangat dini, terlambatnya menarche selama beberapa hari, sehingga
seorang wanita tidak mengetahui kehamilannya. Diindonesia, diperkirakan ada 5 juta
kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000-750.000 janin yang
mengalami abortus spontan. Abortus terjadi pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu,
janin dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara

2
mendalam. Pada kehamilan 8–14 minggu villi koriales menembus desidua secara
mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga banyak perdarahan. Pada
kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah pecah janin yang telah mati akan dikeluarkan
dalam bentuk kantong amnion kosong dan kemudian plasenta.
Peran perawat dalam penanganan abortus dan mencegah terjadinya abortus adalah
dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk
klien harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi
seiring dengan kejadian abortus.

1.2.Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Agar mahasiswa/i mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan
abortus
1.2.2. Tujuan Khusus
- Agar mahasiswa/i mampu memahami konsep medis asuhan keperawatan pada
klien dengan abortus
- Agar mahasiswa/i mampu memahami konsep keperawatan asuhan keperawatan
pada klien dengan abortus

3
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Medis

2.1.1. Defenisi

Abortus atau keguguran adalah terhentinya proses kehamilan yang sedang


berlangsungsebelum mencapai umur 28 minggu atau berat janin sekitar 500 gram (Manuaba,
2007). Keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan (Sofian, 2011)

2.1.2. Klasifikasi

Abortus dapat dibagi atas dua golongan (Sofian, 2011):

1) Abortus spontan
Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului factor-faktor mekanis atau pun
medisinalis, semata-mata disebabkan oleh factor-faktor alamiah.
Abortus spontan dapat dibagi atas:
 Abortus immines (threatened abortion) adalah keguguran yang mengancam
 Abortus insipient adalah proses keguguran yang sedang berlangsung
 Abortus inkompletus (keguguran yang bersisa) adalah hanya sebagai dari hasil
konsepsi yang dikeluarkan yang tertinggal adalah desidua dan plasenta
 Abortus kompletus (keguguran lengkap) adalah seluruh hasil konsepsi (desidua
dan vetus), sehingga rongga rahim kosong
 Missed abortion adalah keadaan dimana janin yang telah mati masih berada
didalam rahim
2) Abortus provakatus (induced abortion)
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.
Abortus ini tebagi menjadi dua bagian yaitu
 Abortus medisinalis (abortus therapeutic)
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alas an bila kehamilan
dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
biasanya perlu mendapatkan persetujuan 2 sampai 3 tim dokter medis
 Abortus kriminalis

4
Adalah abortus yang terjadi oleh katena tindakan-tindakan yang tidak legal atau
tidak berdasarkan indikasi medis

2.1.3. Etiologi

Penyebab abortus menurut Sofian (2011)

1. kelainan ovum
2. kelainan genetalia ibu
3. gangguan sirkulasi plasenta
4. penyakit penyakit ibu.misanya : malnutrisi
5. antagonis rhesus
6. teralu cepatnya korpus luteum menjadi atropis
7. perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi

2.1.4. Manifestasi Klinis


Tanda gejala abortus menurut Sofian (2011) adalah:
1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan
darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan
normal atau meningkat.
3. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi`
4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat
kontraksi uterus.

2.1.5. Patofisiologi

Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh
nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi
itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korialis menembus desidua lebih
dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah

5
ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak
jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan
dalam bentuk miniature. Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.
Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang
jelas dan mungkin pula janin telah mati lama. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan
dalam waktu yang cepat maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah, isi uterus dinamakan
mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apaila pigmen darah telah diserap dan dalam
sisanya terjadi organisasi sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola
tuberose, dalam hal ini amnion tampak berbenjol – benjol karena terjadi hematoma antara
amnion dan korion .(Prawirohardjo, 2010).

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi
diamana janin mengering dan karena cairan amnion berkurang maka ia jadi gepeng (fetus
kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen
(fetuspapiraseus) Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan adalah
terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi
cairan dan seluruh janin berwarna kemerah – merahan dan dapat menyebabkan infeksi pada
ibu apabila perdarahan yang terjadi sudah berlangsung lama.(Prawirohardjo, 2010).

6
2.1.6. Pathway
Kelainan genitalia ibu,
penyakit pada ibu,
ransangan kontraksi Gangguan sirkulasi
Kelainan ovum
uterus plasenta
antagonis rhesus
.

Perdarahan desidua basalis

Nekrosis jar sekitar

Dx Nyeri Akut Uterus berkontraksi


mengeluarkan isinya

abortus Psikologis ibu

Ibu merasa cemas

Dx Ansietas

Hasil konsepsi terlepas Hasil konsepsi terlepas Janin tidak


seluruhnya sebagian dikeluarkan

Janin dikeluarkan
Plasenta tidak terlepas Fetus kompressus
(kuretasi)
seluruhnya

Maserasi, perut
Dx Kekurangan membesar
perdarahan
Volume Cairan

Dx Risiko Infeksi
Dx Risiko syok

7
2.1.7. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin timbul (Budiyanto dkk, 1997) adalah:

a) Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal, diatesa
hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca tindakan, dapat pula
timbul lama setelah tindakan.
b) Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat mengakibatkan
kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah seluruh pemeriksaan
dilakukan tanpa membawa hasil. Harus diingat kemungkinan adanya emboli cairan
amnion, sehingga pemeriksaan histologik harus dilakukan dengan teliti.
c) Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam
uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga
gelembung udara masuk ke dalam uterus, sedangkan pada saat yang sama
sistem vena di endometrium dalam keadaan terbuka.
Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan kematian, sedangkan
dalam jumlah 70-100 ml dilaporkan sudah dapat memastikan dengan segera
d) Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan
tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini
dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak
dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
e) Keracunan obat/ zat abortivum, termasuk karena anestesia. Antiseptik
lokal seperti KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat dapat
mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian. Demikian pula obat-obatan
seperti kina atau logam berat. Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan histologik dan
toksikolgik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
f) Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi
memerlukan waktu.
g) Lain-lain seperti tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan
menggunakan pengaliran arus listrik.

8
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Sujiyatini ( 2009 ), pemeriksaan penunjang abortus inkomplit yaitu USG. USG
kehamilan untuk mendeteksi adanya sisa kehamilan. Pada USG didapatkan endometrium yang
tipis.

- Tes Kehamilan : Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus
- Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
- Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

2.1.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menurut Martaadisoebrata (2013):

1. Abortus Iminens
a. Istirahat baring
Merupakan unsur pentingdalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsangan mekanis.
b. Menerangkan pasien agar tidak gelisah dan khawatir
c. Semua pengeluaran dari vagina, pembalut wanita, kain yang terkena darah harus
diperhatikan kepada dokter atau petugas kesehatan untuk mengetahui apakah ada
jaringan yang keluar dari vagina,
d. Membersihkan vulva minimal 2 x sehari dengan cairan antiseptic untuk mencegah
infeksi.
e. Memberikan obat penenang biasanya 3 x 30 mg sehari dan preparat hernatinik
misalnyasulfas farosus 600 – 1000 mg sehari.
f. Test kehamilan dapat dilakukan, bila negatif mungkin janin sudah mati.
g. Jangan melakukan klisma karena dapat merangsang kontraksi uterus. Apabila terjadi
obstipasi dapat diberikan laksan ringan dapat juga berbentuk Supositoria.
Dianjurkan untuk menunggu 48 jam setelah pasien membaik, baru merangsang
peristaltic usus.
h. Denyut nadi dan suhu badan diperiksa 2 x sehari bila tidak panas, tiap 4 jam sekali
jika pasien panas.

2. Abortus Incomplete

9
a. Bila disertai syok karena perdarahan segera berikan infuse NaCl atau cairan ringer
dilanjutkan dengan transfuse!
b. Setelah syok teratasi lakukan kerokan untuk mengeluarkan sisa konsepsi.
c. Pasca tindakan diberi suntikan ergometrin 6,2 mg Intra muskuler,
d. Bila pasien dalam keadaan anemi beri obat hematinik, sulfas ferroscus dan vitamin C.
e. Diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi.

3. Abortus kompletus
a. Bila kondisi baik berikan ergometrin 3×1 tablet selama 3-5 hari.
b. Bila pasien anemi berikan hematinik, jika terlalu anemi bisa dipertimbangkan transfuse.
c. Antibiotik untuk cegah infeksi.
d. Dianjurkan makan makanan tinggi protein, vitamin, mineral.

4. Abortus incipiens .
a. Sebelum dokter mendiagnosis sebagai abortus Incipiens, maka harus ditangani sebagai
abortus Iminens, kecuali bila perdarahan banyak suntikan ergometrin 0,5 mg Intra
muskuler, dan apapun yang keluar dari vagina ditunjukkan pada dokter.
b. Apabila perdarahan tidak banyak dapat ditunggu terjadinya abortus spontan, pertolongan
dalam keadaan ini berlangsung dalam 36 jam. Morfin sangat berguna disamping
menghilangkan rasa sakit dapat merelaksasi cerviks sehingga memudahkan ekspulsinya
hasil konsepsi.
c. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu adalah dengan segera melakukan pengosongan
uterus.
d. Pemberian infus oksitosin dapat mempercepat proses abortus. Digunakan pada
kehamilan lebih dari 12 minggu karena biasanya perdarahan tidak banyak dan bahaya
perforasi pada saat kerokan lebih besar. Pemberian oksitosin 10 unti dalam 500 ml
dekstrose 5 % dimulai 8 tetes/ menit dinaikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi
abortus komplit. Bila janin sudah keluar tetapi placenta masih tertinggal sebaiknya
pengeluaran placenta secara digital.
e. Bila perdarahan banyak dan pasien harus segera mendapatkan pertolongan dapat
dilakukan pengeluaran jaringan secara digital,
f. Bila dengan demikian masih tertinggal, harus dirujuk ke rumah sakit untuk tindakan
pengosongan uteri,
g. Pengosongan kavum uteri dapat dilakukan dengan kuret vakum / cunam abortus,

10
h. Suntikan ergometrin 0,5 mg Intra muskuler diberikan jika pengosongan uterus sudah
selesai dilakukan untuk mempertahankan kontraksi uterus.

5. Abortus infeksiosus dan abortus septic


a. Bila perdarahan banyak berikan transfusi dan cairan yang cukup.
b. Berikan antibiotik yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan pembiakan dan uji kepekaan
obat). Berikan suntikan penisillin 1 juta tiap 6 jam berikan suntikan streptomycin 500 mg
setiap 12 jam atau antibiotik spectrum luas lainnya.
c. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotik atau lebih cepat bila terjadi
perdarahan banyak lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
d. Infuse dan pemberian antibiotik diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderit
e. Pada abortus septic terapi sama saja hanya dosis dan jenis antibiotik ditinggikan dan
dipilih jenis yang tepat sesuai dengan hasil pembiakan dan uji kepekaan kuman.
f. Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya perdarahan dilakukan bila
keadaan umum membaik dan panas reda.

Penatalaksanaan pasca keguguran


Menurut Hamilton (2004) Semua wanita yang mengalami abortus, baik spontan maupun
buatan, memerlukan asuhan pascakeguguran. Asuhan pascakeguguran terdiri dari:
1. Tindakan pengobatan abortus inkomplit
Setiap fasilitas kesehatan seyogyanya menyediakan dan mampu melakukan
tindakan pengobatan abortus inkomplit sesuai dengan kemampuannya. Biasanya
tindakan evakuasi/kuretase hanya tersedia di Rumah Sakit Kabupaten. Hal ini
merupakan kendala yang dapat berakibat fatal, bila Rumah Sakit tersebut sulit dicapai
dengan kendaraan umum. Sehingga peningkatan kemampuan melakukan tindakan
pengobatan abortus inkomplit di setiap tingkat jaringan pelayanan sesuai dengan
kemampuannya akan mengurangi risiko kematian dan kesakitan.
Tindakan pengobatan abortus inkomplit meliputi :
 Membuat diagnosis abortus inkomplit
 .Melakukan konseling tentang keadaan abortus dan rencana pengobatan.
 Menilai keadaan pasien termasuk perlu atau tidak dirujuk.
 Mengobati keadaan darurat serta komplikasi sebelum dan setelah tindakan.
 Melakukan evakuasi sisa jaringan dari rongga rahim.

11
 Seminar
2. Konseling dan pelayanan kontrasepsi Pasca keguguran
Kesuburan segera kembali setelah 12 hari pascaabortus. Untuk itu pelayanan
kontrasepsi hendaknya merupakan bagian dari pelayanan Asuhan Pascakeguguran.
Secara praktek hampir semua jenis kontrasepsi dapat dipakai pascaabortus.
3. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu
Kejadian abortus hendaknya dijadikan kesempatan untuk memperhatikan segi
lain dari Kesehatan Reproduksi. Misalnya masalah Penyakit Menular Seksual (PMS)
dan skrining kanker ginekologik termasuk kanker payudara.

2.2. Konsep Keperawatan

2.2.1. Pengkajian

1. Identitas klien
Meliputi nama, usia, alamat, agama ,bahasa, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Dalam kasus abortus masalah yang banyak dikeluhkan pasien pada umumnya adalah
rasa nyeri pada bagian abdomen. Tingkat nyeri yang dirasakan dapat menunjukkan
jenis aborsi yang terjadi.
3. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang dimonitor adalah riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu(faktor pendukung terjadinya aborsi misalnya mioma uteri) dan
keluarga(faktor genetik), riwayat pembedahan ( seksio sesaria atau tidak), riwayat
penyakit yang pernah dialami(misal : hipertensi, DM, typhoid, dll), riwayat kesehatan
reproduksi, riwayat seksual, riwayat pemakaian obat(misalnya : obat jantung), pola
aktivitas sehari – hari.

2.2.2. Diagnosa keperawatan


1. Kekurangan Volume Cairan b.d. kehilangan cairan aktif
2. Nyeri Akut b.d. agen cedera biologis
3. Resiko syok b.d perdarahan
4. Resiko infeksi b.d. respons inflamasi
5. Ansietas b.d. ancaman pada status terkini

12
2.2.3. Intervensi

Dx Tujuan Intervensi
1 NOC: Fluid Balance NIC: Fluid Management
Setelah dilakukan tindakan 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
keperawatan ...x 24 jam, kebutuhan 2. Pertahankan catatan intake dan output yang
cairan dapat terpenuhi dengan akurat
kriteria hasil: 3. Kaji status hidrasi (kelembaban membran
- Turgor kulit (5) mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik),
- Tekanan darah (5) jika diperlukan
- Keseimbangan intake output 4. Kaji vital sign
24 jam (5) 5. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
- Hematokrit (5) intake kalori harian
6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
7. Monitor status nutrisi
8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
9. Dorong masukan oral
10. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output
11. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
12. Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
13. Kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan
berlebih muncul/ memburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi Persiapan untuk
tranfusi
2 NOC: Pain Control NIC: Pain Management
Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
keperawatan ...x 24 jam, nyeri dapat termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
teratasi dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- Melaporkan nyeri yang 2. Observasi reaksi nonverbal dari
terkontrol (5) ketidaknyamanan
- Menggunakan analgesik yang 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
direkomendasikan (5) mengetahui pengalaman nyeri pasien
- Menggunakan tindakan 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
pencegahan (5) 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Menggunakan sumber daya 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
yang tersedia (5) tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau

13
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
3 NOC: Shock Severity: Hipovolemic NIC: Shock Prevention
Setelah dilakukan tindakan 1. Catat adanya memar, petekia dan kondisi
keperawatan ...x 24 jam, syok dapat membrane mukosa
teratasi dengan kriteria hasil: 2. Catat warna, jumlah, dan frekuensi bab,
- Penurunan tekanan darah
muntah dan residu lambung
sistolik (5)
3. Tes urine untuk menentukan adanya
- Penurunan tekanan darah
glukosa, darah atau protein
diastolik
4. Monitor adanya nyeri abdomen dan girth
- Nadi lemah dan halus (5)
- Akral dingin (5)
5. Monitor tanda dan gejala asites
6. Monitor response awal kehilangan cairan:
peningkatan HR, penurunan TD, hipotensi
ortostatik, penurunan urine output,
tekanan nadi yang sempit, penurunan
capillary refill, kulit pucat dan dingin dan
diaphoresis
7. Monitor tanda awal dari shock
cardiogenik: jumlah urine output dan
cardiac output yang semakin berkurang,

14
peningkatan SVR dan PCWP, crackles di
paru, suara jantung S3 dan S4, takikardia
8. Monitor tanda awal reaksi alergi:
wheezing, hoarseness (suara nafas kasar
dan terengah-engah), dyspnea, gatal,
angiodema, merasa tidak enak pada
saluran pencernaan, kecemasan dan
gelisah
9. Monitor tanda awal shock septic: kulit
hangat, kering, mengkilat, peningkatan
kardiak output dan suhu
10. Pertahankan patensi jalan nafas
11. Berikan agent antiaritmia
12. Berikan diuretic sesuai instruksi
13. Berikan bronchodilator bila perlu

4 NOC: Infection Severity NIC: Infection Protection


Setelah dilakukan tindakan 1. pantau tanda dan gejala infeksi (suhu,
keperawatan ...x 24 jam, infeksi denut jantung, drainase, penampilan luka,
dapat teratasi dengan kriteria hasil: sekresi, penampilan urin, suhu kulit, lesi
- Demam (5)
kulit, keletihan dan malaise)
- Kemerahan (5)
2. kaji factor yang dapat meningkatkan
- nyeri (5)
kerentanan terhadap infeksi
- malaise (5)
3. pantau hasil laboratorium (hitung darah
lengkap, hitung granulosit, absolute,
hitung jenis, protein serum, albumin)
4. amati penampilan praktek hygiene
personal untuk perlindungan terhadap
infeksi
5. ajarkan pasien tehnik mencuci tangan
yang benar
6. ajarkan kepada pengunjung untuk
mencuci tangan sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang pasien

15
7. jelaskan pada ppasien dan keluarga
mengapa sakit atau terapi meningkatkan
resiko terhadap infeksi
8. instruksikan untuk menjaga personal
hygiene
9. jelaskan manfaat dan rasional serta efek
samping imunisasi
10. ajarkan kepada pengunjung untuk
mencuci tangan sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang pasien
11. berikan terapi antibiotic, bila diperlukan

5 NOC: Anxiety Level NIC: Anxiety Reduction


Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
keperawatan ...x 24 jam, kecemasan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
dapat teratasi dengan kriteria hasil: pelaku pasien
- perasaan gelisah (5)
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
- peningkatan tekanan darah
dirasakan selama prosedur
(5)
4. Temani pasien untuk memberikan
- masalah perilaku (5)
keamanan dan mengurangi takut
- distress (5)
5. Berikan informasi faktual mengenai
diagnosis, tindakan prognosis
6. Dorong keluarga untuk menemani anak
7. Lakukan back / neck rub
8. Dengarkan dengan penuh perhatian
9. Identifikasi tingkat kecemasan
10. Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
11. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
12. Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
13. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

16
2.2.4 Evaluasi Keperawatan

1. Adekuatnya cairan tubuh, TD normal, perdarahan teratasi


2. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
3. Tdak ada infeksi
4. Nyeri berkurang
5. Cemas berkurang

17
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, Arif dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Bagian


Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997, 159-
164.

Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United States of


America: Elsevier

Hamilton, Persis Mary. 2004. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Herdman, T. Heather. 2015. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014.


Jakarta: EGC

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2007. Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Martaadisoebrata, Djamhoer. 2013. Obstetri Patologi. Jakarta: EGC

Moorhead, Sue. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America:
Elsevier

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Sofian, Amru. 2011. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta:EGC

Winkjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,


Jakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai