Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN ABORTUS,ANEMIA,HYPEREMESIS,PREEKLAMSIA

Disusun Oleh:
1. Sherly shavira
2. Siti komalasari
3. Diah lismawati
4. Josep adrian winata
5. m.irfan

AKADEMI KEPERAWATAN YATNA YUANA LEBAK

Jln. Jend Sudirman Km. 2 Rangkasbitung, 42315

Telp. (0252) 201116 / 209831


Email : akper@yahoo.co.id Website : www.akperyatna.co.id
LEBAK-BANTEN
A. PENGERTIAN ABORTUS

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa aborsi berasal dari kata
'abortus' yangdialih bahasakan sebagai pengguguran. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, arti aborsi adalah: Terpencarnya embrio yang tidak mungkin lagi hidup
(sebelum habis bulan ke-4 dari kehamilan); keguguran; keluron; keadaan terhentinya
pertumbuhan yang normal (tentang makhluk hidup) dan guguran (janin)"

Pengertian aborsi, secara medis, aborsi didefinisikan sebagai gugurnya janin atau
terhentinya kehamilan setelah nidasi, sebelum terbentuknya fetus yang viabel, yakni
kurang dari 20-28 minggu

"Pengertian aborsi secara medis adalah gugurnya kandungan. Keguguran itu sendiri
berarti berakhirnya kehamilan sebelum fetus (janin) dapat hidup sendiri di luar
kandungan. Batas umur kehamilan 28 minggu dan berat badan fetus yang keluar kurang
dari 1000 gram" 8

Pengertian aborsi menurut ilmu hukum, adalah lahirnya buah kandungan sebelum
waktunya oleh suatu perbuatan seseorang yang bersifat sebagai perbuatan pidana
kejahatan". Dalam pengertian ini, perhatian dititik beratkan pada kalimat "oleh suatu
perbuatan seseorang yang bersifat sebagai suatu perbuatan pidana kejahatan", sehingga
tidak termasuk aborsi yang terjadi dengan sendirinya tanpa adanya pengaruh dari luar,
yang disebut abortus spontanues. Bambang Poernomo menyatakan: "Dalam literatur ilmu
hukum terdapat kesatuan pendapat sebagai doktrin bahwa pengertian aborsi mempunyai
arti yang umum tanpa dipersoalkan umur janin yang mengakhiri kandungan sebelum
waktunya karena perbuatan seseorang

B. KLASIFIKASI
1. Abortus spontan, yang terjadi dengan sendirinya, tanpa disengaja dan umumnya
tidak dikehendaki oleh yang bersangkutan. Abortus spontan tidak menimbulkan
masalah hukum, karena terjadi dengan wajar. Hal ini dapat terjadi karena Wanita
yang mengandung ini terjatuh, atau daya tahan tubuhnya kurang kuat.
2. Abortus provocatus, yang dilakukan dengan sengaja, memang wanita ini tidak
menghendaki kehamilan. Abortus ini dilakukan karena program keluarga yang
gagal, hamil karena akibat perselingkuhan, atau hamil diluar pernikahan. Wanita
ini menggugurkan kandungan agar dapat menutup perbuatan aib yang mereka
lakukan
 Abortus provocatus dapat dibagi lagi sebagai berikut
a. Abortus provocatus yang legal, yang dibenarkan oleh hukum.
b. Abortus provocatus yang illegal, yang dilarang oleh hukum.

Abortus provocatus tidak selalu dilarang, tergantung dari Undang-Undang dalam


negara yang bersangkutan apakah abortus diperbolehkan, dengan indikasi atau alasan
apa, bagaimana pelaksanaan UU dalam praktek yang ada di dalam masyarakat.

Abortus provocatus medicinialis di Indonesia boleh dilakukan, hal tersebut diatur


dalam Undang-undang No. 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan terakhir, Undang-
undang No. 36 tahun 2009 namun abortus provocatus medicinalis yang boleh
dilakukan di Indonesia hanya abortus provocatus atas indikasi kesehatan fisik (dalam
keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil), abortus provocatus atas
indikasi kesehatan sementara keselamatan sosial tidak boleh dilakukan.

a) Cara modern

Cara modern ini dilakukan dengan alat modern, metode ini dapat dilakukan dengan
cara Dilatase dan Curettage yaitu dengan alat khusus untuk melebarkan mulut rahim,
kemudian janin dicuret dengan alat seperti sendok kecil. Pada kehamilan bulan pertama
sampai ke tiga, aborsi dilakukan dengan metode penyedotan. Tehnik ini sering
dilakukan pada kehamilan usia dini.

1) Penyedotan isi rahim dengan pompa kecil.


2) MR atau Menstrual Regulation yang dilakukan oleh dokter dengan alasan
pengaturan haid atau indikasi haid.
3) Hytrotomi, yaitu melalui operasi
b) Cara tradisional
1. Cara tradisional dilakukan oleh ibu-ibu dengan memakan nenas muda dengan
harapannya kandungannya gugur, memakan ramu-ramuan tertentu, memakan
bubuk gelas, memakan daun dari jenis tumbuh-tumbuhan tertentu dalam rahim.
2. Olahraga yang berlebihan, misalnya terjun bebas, loncat tinggi, loncat jauh, dan
lain sebagainya.
3. Menjatuhkan diri dengan sengaja misalnya naik sepeda, naik tangga dan lain-
lain.

C. ETIOLOGI

Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abor- tus
didahului oleh kematian janin.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya abortus, yaitu:

1. Faktor janin-Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus ada- lah
gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelain- an tersebut
biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni:
a. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelainan
kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi)
b. Embrio degan kelainan lokal
c. Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas).
2. Faktor maternal
a. Infeksi-Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang se- dang
berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua.
Tidak diketahui penyebab kematian janin secara pasti, apakah janin yang
menjadi terinfeksi ataukah toksin yang di- hasilkan oleh mikroorganisme
penyebabnya.Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus: • Virus-
Misalnya rubella, sitomegalovirus, virus herpes simpleks, varicella zoster,
vaccinia, campak, hepatitis, polio, dan ensefalo- mielitis.
Bakteri-Misalnya Salmonella typhi
• Parasit-Misalnya Toxoplasma gondii, Plasmodium. b. Penyakit
vaskular-Misalnya hipertensi vaskular.
b. Kelainan endokrin-Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron
tidak mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid, defisiensi insulin.
c. Faktor imunologis-Ketidak.cocokan (inkompatibilitas) sistem HLA (Human
Leukocyte Antigen).
d. Trauma-Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah
trauma tersebut, misalnya trauma akibat pembedahan: Pengangkatan ovarium
yang mengandung korpus luteum gravi-ditatum sebelum minggu ke-8. •
Pembedahan intraabdominal dan operasi pada uterus pada saat hamil.
e. £ Kelainan uterus-Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma sub- mukosa),
serviks inkompeter atau retrofiexio uteri gravidi incarceratu
f. Faktor psikosomatik-Pengaruh dari faktor ini masih dipertanyakan

3. Faktor Eksternal

a. Radiasi-Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu per- tama dapat
merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat me- nyebabkan keguguran.
b. Obat-obatan-Antagonis asam folat, antikoagulan, dan lain-lain. Sebaiknya
tidak menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan 16 minggu, kecuali telah
dibuktikan bahwa obat tersebut tidak mem- bahayakan janin, atau untuk
pengobatan penyakit ibu yang parah.
c. Bahan-bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan
benzen.

D. Gejala
1. Abortus iminens (keguguran mengancam)-Abortus ini baru mengancam dan
masih ada harapan untuk mempertahankannya, ostium uteri ter- tutup uterus
sesuai umur kehamilan.
2. Abortus insipiens (keguguran berlangsung)-Abortus ini sedang berlang- sung dan
tidak dapat dicegah lagi, ostium terbuka, teraba ketuban, ber- langsung hanya
beberapa jam saja.
3. bortus inkompletus (keguguran tidak lengkap)-Sebagian dari buah ke- hamilan
telah dilahirkan, tetapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di
dalam rahim, ostium terbuka teraba jaringan.
4. Abortus kompletus (keguguran lengkap)-Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan
dengan lengkap, ostium tertutup uterus lebih kecil dari umur kehamilan atau
ostium terbuka kavum uteri kosong.
5. Abortus tertunda (missed abortion)-Keadaan di mana janin telah mati se belum
minggu ke-20, tetapi tertahan di dalam rahim selama beberapa minggu setelah
janin mati. Balasan ini berbeda dengan batasan ultra- sonografi.
6. Artus habitualis (keguguran berulang)-Abortus yang telah berulang dan berturut-
turut terjadi; sekurang-kurangnya 3 kali berturut-turut.
 ABORTUS IMINENS
 Threatened abortion, ancaman keguguran.

Didiagnosis bila seseorang wanita hamil <20 minggu mengeluarkan darah sedikit
per vaginam. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat ber- ulang, dapat
pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat
menstruasi. Setengah dari abortus iminens akan menjadi abortus komplet atau
inkomplet, sedangkan pada sisanya kehamilan akan ter- us berlangsung. Beberapa
kepustakaan menyebutkan adanya risiko untuk ter- jadinya prematuritas atau
gangguan pertumbuhan dalam rahim (intrauterine growth retardation) pada kasus
seperti ini.

 penunjang-Hasil USG dapat menunjukkan.


a) Buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin.
b) Meragukan
c) Buah kehamilan tidak baik, janin mati.
 ABORTUS INSIPIENS
 Inevitable abortion, abortus sedang berlangsung.

Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan per- darahan
banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena
kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari
pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang per- darahan
dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat
menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan.

Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini
merupakan indikasi kontra.Pemeriksaan dalam-Ostium terbuka, buah kehamilan
masih dalam ra- him, dan ketuban utuh (mungkin menonjol).

 ABORTUS INKOMPLET

Abortus inkomplet didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau
teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan pla- senta). Perdarahan
biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka
karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus
alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan
kontraksi sehingga ibu me- rasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens.

Pada beberapa kasus perdarahan tidak banyak dan bila dibiarkan serviks akan
menutup Kembali

 ABORTUS FEBRILIS

Adalah abortus inkompletus atau abortus insipiens yang disertai infeksi.Manifestasi


klinis ditandai dengan adanya demam, lokia yang berbau bu- suk, nyeri di atas simfisis
atau di perut bawah, abdomen kembung atau tegang sebagai tanda peritonitis.

Abortus ini dapat menimbulkan syok endotoksin. Keadaan hipotermi pada umumnya
menunjukkan keadaan sepsis.

 ABORTUS KOMPLETUS

Kalau telur lahir dengan lengkap, abortus disebut komplet. Pada keadaan ini kuretasi
tidak perlu dilakukan.

Pada setiap abortus penting untuk selalu memeriksa jaringan yang dilahir- kan apakah
komplet atau tidak dan untuk membedakan dengan kelainan trofo- blas (Molahidatidosa).

Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan
dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam
masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera
menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus
inkompletus atau endometritis pascaabortus harus dipikirkan.

 ABORTUS TERTUNDA (MISSED ABORTION)

Apabila buah kehamilan yang telah mati tertahan dalam rahim selama 8 minggu atau
lebih. Dengan pemeriksaan USG tampak janin tidak utuh, dan membentuk gambaran
kompleks, diagnosis USG tidak selalu harus tertahan 28 minggu.

Sekitar kematian janin kadang-kadang ada perdarahan per vaginam sedikit sehingga
menimbulkan gambaran abortus iminens. Selanjutnya, rahim tidak membesar bahkan
mengecil karena absorpsi air ketuban dan maserasi janin. Buah dada mengecil kembali.
Gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya amenore berlangsung terus. Abortus
spontan biasanya berakhir selambat- lambatnya 6 minggu setelah janin mati. Kalau janin
mati pada kehamilan yang masih muda sekali, janin akan lebih cepat dikeluarkan.
Sebaliknya, kalau kematian janin terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut, retensi janin
akan lebih lama

 ABORTUS HABITUALIS

Bila abortus spontan terjadi 3 kali berturut-turut atau lebih. Kejadiannya jauh lebih sedikit
daripada abortus spontan (kurang dari 1%), lebih sering terjadi pada primi tua. Etiologi
abortus ini adalah kelainan genetik (kromosomal), ke- lainan hormonal (imunologik), dan
kelainan anatomis.

Pengelolaan abortus habitualis bergantung pada etiologinya. Pada kelain- an anatomi,


mungkin dapat dilakukan operasi Shirodkar atau McDonald

E. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan darah yaitu untuk menghitung trombosit dan jika perlu jumlah
fibrinogen darah atau darah lengkap, serta kultur darah, dan pemeriksaan
golongan darah untuk transfusi darah
b) Pemeriksaan urin untuk mengetahui volume urin dalam 24 jam (Manuaba, 2007;
h. 690).
c) Pemeriksaan servik untuk mengetahui preparat cairan servik dan kultur cairan
servik (Manuaba, 2007; h. 690).
d) Pemeriksaan USG untuk mengetahui tampak sisa hasil konsepsi (Manuaba, 2007;
h. 690). Gambaran USG pada abortus inkomplit tidak spesifik, bergantung pada
usia kehamilan dan banyaknya sisa jaringan konsepsi yang tertinggal di dalam
kavum uteri. Kavum uteri mungkin berisi kantung gestasi yang bentuknya tidak
utuh lagi. Mungkin juga sisa konsepsi terlihat sebagai massa ekogenik yang tebal
ireguler di dalam kavum uteri atau terlihat sebagai massa kompleks bila sisa
konsepsi bercampur dengan jaringan nekrotik dan bekuan darah Kadang-kadang
gambaran sisa konsepsi sulit dibedakan dari bekuan darah (Prawirohardjo 2008, h
256
F. Komplikasi

Komplikasi atau penyulit abortus Beberapa komplikasi atau penyulit yang menyertai
kejadian abortus, yaitu:

1) Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi sedikit dalam waktu yang panjang atau lama yang
mendadak banyak sehingga menimbulkan syok (Manuaba, 2010; h. 291).
2) Infeksi
Infeksi bisa terjadi pada penanganan yang tidak legal dan keguguran yang tidak
lengkap (Manuaba, 2010: h. 291), Pada abortus inkomplit selain tanda tanda
keguguran, ibu mengeluh tidak enak badan dan sakit kepala, mual, dan demam.
Hal ini dapat terjadi akibat infeksi lokal pada tuba uteri dan rongga uterus atau
septikemia umum dengan pentonotis (Flaser dan Cooper, 2009, h 277)
3) Degenerasi ganas
Keguguran dapat menjadi korio karsinoma sekitar 15-20 %. Gejala korio
karsinoma adalah terdapat perdarahan berlangsung lama, terjadi
pembesaran/perlunakan rahim (Trias Acosta Sison), terdapat metastase ke vagina
atau lainnya (Manuaba, 2010; h. 291).
4) Penyulit saat melakukan kuretase
Dapat terjadi perforasi dengan gejala kuret terasa tembus, penderita kesakitan,
penderita syok, dan dapat terjadi perdarahan dalam perut dan infeksi dalam
abdomen (Manuaba, 2010 h 291)
G. Penatalaksanaan
a. Bila ada tanda-tanda syok seperti, tekanan darah menurun (tekanan sistolik <90
mm Hg), nadi cepat (>90x/menit), dan lemah akibat perdarahan (< 30x/menit),
maka atasi dahulu dengan ABC yang terdiri atas menjaga fungsi saluran napas
(Airway), pernapasan (Breathing), dan sirkulasi darah (Circulation) melalui
pemberian cairan dan tranfusi darah (Prawirohardjo, 2008; h. 403)
b. 2) Pemberian obat-obatan uterotonika dan antibiotika apabila terjadi infeksi,
seperti amphisilin 3x1000 mg dan metronidazol 3x500mg (Prawirohardjo, 2009 h.
151)
c. Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode digital atau cunam
ovum pada hasil konsepsi yang terperangkap pada servik yang disertai perdarahan
hingga ukuran sedang Bila perdarahan terus berlangsung (perdarahan hebat) dan
usia gestasi Kurang dan 16 minggu, segera lakukan evakuasi sisa hasil konsepsi
dengan AVM atau D&K (Prawirohardjo 2009 h 149-150)
d. Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding
kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrumen (sendok kuret)
kedalam kavum uteri. Sendok kuret akan melepaskan jaringan tersebut dengan
teknik pengwrokan secarasistematik (Prawirohardjo, 2009; h.441).
A. PENGERTIAN ANEMIA
a. Anemia pada kehamilan adalah suatu kondisi ketika ibu memiliki kadar hemoglobin
kurang dari sebelas gram perdesiliter pada trimester satu dan trimester tiga, atau
kadar hemoglobin kurang dari sepuluh koma lima gram perdesiliter pada trimester
kedua (Pratami, 2016). Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah
(eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu
memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruhan jaringan (Wartonah,
2008).
b. Dari beberapa definisi tersebut dapat di simpulkan bahwa anemia adalah kadar
hemoglobin kurang dari kurang dari sebelas gram perdesiliter pada trimester satu dan
trimester tiga, atau kadar hemoglobin kurang dari sepuluh koma lima gram
perdesiliter pada trimester kedua sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai
pembawa oksigen keseluruhan jaringan.
c. Prevalensi anemia yang tinggi hampir menyerang seluruh kelompok umur di
masyarakat. Salah satu kelompok masyarakat yang memiliki prevalensi tinggi yakni
kelompok wanita hamil. Berbagai negara termasuk Indonesia melaporkan angka
prevalensi anemia pada wanita hamil tetap tinggi meskipun bervariasi. Prevalensi
pada kehamilan di negara maju yaitu rata-rata 18%, sedangkan prevalensi rata- rata
anemia pada wanita hamil di negara berkembang sekitar 63,5%-80%. Prevalensi
anemia di dunia diperkirakan 30% dari populasi dunia dan sekitar 500 juta orang
diyakini menderita anemia. WHO (2012) melaporkan bahwa prevalensi anemia pada
ibu hamil di dunia berkisar rata-rata 41,8%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
pada tahun 2013, prevalensi ibu hamil dengan anemia di Indonesia sebesar 37,1%.

B. Etiologi

Anemia dalam kehamilan sebagian besar disebabkan oleh kekurangan besi (anemia
defisiensi besi) yang dikarenakan kurangnya masukan unsur besi dalam makanan,
gangguan reabsorbsi, gangguan penggunaan, atau karena terlampau banyaknya besi
keluar dari badan, misalnya pada perdarahan (Wiknjosastro, 2006).

Menurut Soebroto (2009), anemia merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan
oleh bermacam- macam penyebab. Selain disebabkan oleh defisiensi besi, kemungkinan
dasar penyebab anemia di antaranya adalah penghancuran sel darah merah yang
berlebihan dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis), kehilangan darah atau perdarahan
kronik, produksi sel darah merah yang tidak optimal, gizi yang buruk misalnya pada
gangguan penyerapan protein dan zat besi oleh usus, gangguan pembentukan eritrosit
oleh sumsum tulang belakang.

(Rukiyah & Yulianti, 2010) anemia dalam kehamilan terjadi karena hipervolemia
yang menyebabkan:

1) Pengenceran darah karena jumlah eritrosit tidak sebanding dengan plasma darah
2) Kebutuhan zat besi meningkat, ibu hamil memerlukan asupan zat besi 900 mg.
Hemodilusi yang terjadi sejak trimester II memuncak pada usia gestasi 32-34
minggu menyebabkan kadar hemoglobin menurun
3) Malnutrisi, kurangnya zat besi dalam diet
4) Malabsorpsi, kehilangan darah yang berlebihan

C. Gejala

Gejala umum anemia seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya disebut
juga sebagai mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar Hb. Gejala ini
muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan Hb sampai kadar tertentu (Hb <8
g/dl). Sindrom anemia terdiri atas rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kaki terasa dingin, dan sesak nafas. Pada pemeriksaan seperti kasus
anemia lainnya, ibu hamil tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa
mulut. telapak tangan dan jaringan dibawah kuku (Bakta, 2009).

 Menurut Soebroto (2009), gejala anemia pada ibu hamil di antaranya adalah:
1. Cepat lelah
2. Sering pusing
3. Mata berkunang-kunang
4. Lidah luka
5. Nafsu makan turun
6. Konsentrasi hilang
7. Nafas pendek
8. Keluhan mual muntah lebih hebat pada kehamilan muda
 Sedangkan tanda-tanda anemia pada ibu hamil di antaranya yaitu:
1. Terjadinya peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi
oksigen lebih banyak ke jaringan
2. Adanya peningkatan kecepatan pernafasan karena tubuh berusaha menyediakan
lebih banyak oksigen pada darah
3. Pusing akibat kurangnya darah ke otak
4. Terasa lelah karena meningkatnya oksigenasi berbagai organ termasuk otot
jantung dan rangka
5. Kulit pucat karena berkurangnya oksigenasi
6. Mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunan saraf pusat
7. Penurunan kualitas rambut dan kulit
 Gejala anemia dalam kehamilan yang lain menurut American Pregnancy (2016) di
antaranya adalah:
1. Kelelahan
2. Kelemahan
3. Telinga berdengung
4. Sukar konsentrasi
5. Pernafasan pendek
6. Kulit pucat
7. Nyeri dada
8. Kepala terasa ringan
9. Tangan dan kaki terasa dingin

D. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menentukan derajat anemia dan


pengujian defisiensi zat besi, yang dapat menggunakan pemeriksaan laboratorium.
Penentuan derajat anemia dapat dilakukan melalui pemerik- saan darah rutin, seperti
pemeriksaan HB, Ht, hitung jumlah RBC, bentuk RBC, jumlah retikulosit sementara
uji defisiensi zat besi melalui pemeriksaan feritin serum, kejenuhan transferin dan
protoporfirin eritrosit (Arisman, 2009).
Tes lain dapat dilakukan untuk mengidentifikasi masalah medis yang dapat
menyebabkan anemia. Tes darah digunakan untuk mendiagnosa beberapa jenis
anemia yang mencakup:
1. Darah kadar vitamin B12, asam folat, dan vitamin dan mineral
2. Pemeriksaan sumsum tulang
3. Jumlah darah merah dan kadar hemoglobin
4. Hitung terikulosit
5. Kadar feritin
6. Kadar besi (Proverawati, 2011).

G. Penatalaksanaan

Setelah diagnosis ditegakkan, maka dapat dilakukan pemberian terapi, yaitu


pemberian trapi kausal dengan memberikan terapi terhadap penyebab pendarahan.
Misalnya pengobatan cacing tambang, menorrhagia. Terapi ini ditujukan untuk mencegah
anemia kambuh kembali

Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh dilakukan
dengan pemberian terapi besi oral dimana terapi besi oral merupakan pilihan pertama
yang efektif, murah, dan aman. Preparat besi yang tersedia adalah ferrous sulphat, ferrous
gluconate. ferrous fumarat, ferrous lactate, dan furrous succinate

Pemberian terapi oral seharusnya dilakukan pada saat lambung kosong yang lebih
sering memberikan efek samping daripada diberikan setelah makan. Efek samping yang
utama adalah gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, dan konstipasi yang
biasanya mengganggu kepatuhan pasien dalam menjalani tempi.

E. Komplikasi
a. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah kondisi bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram.

b. IUGR (Intrauterine Growth Restriction)


IUGR adalah kondisi janin yang tidak berkembang secara sempurna yang
disebabkan oleh faktor genetik ataupun lingkungan Kelainan lain yang dapat
ditimbulkan oleh IUGR adalah “brain-sparing”. Brain-sparing adalah kondisi dimana
ukuran tubuh dan kepala bayi tidak proporsional, yakni kepala bayi lebih besar dari
ukuran tubuhnya

c. Kelahiran Prematur
Kelahiran prematur adalah bayi yang lahir sebelum umurnya mencapai di
dalam kandungan ibu . Bayi yang lahir dari ibu anemia memiliki risiko 4,5 kali lebih
tinggi lahir secara prematur dari ibu yang tidak anemia . Selain itu, jika dihubungkan
dengan tingkat keparahan anemia, ibu dengan anemia berat memiliki kemungkinan
lebih tinggi melahirkan di usia prematur dibanding ibu yang memiliki anemia sedang .
Ibu yang mengalami anemia di trimester kedua dan ketiga juga lebih tinggi
mengalami kelahiran prematur dibanding ibu yang tidak anemia (17,18).

d. Kematian Janin
Kematian janin adalah kondisi gugurnya janin secara spontan dalam kandungan.
Ibu dengan anemia memiliki risiko bayi lahir mati lebih tinggi dari ibu yang tidak
anemia. Risiko ini juga meningkat jika ibu memiliki status gizi kurang (IMT <18
kg/m2). Selain itu, ibu dengan anemia berat memiliki kemungkinan bayi lahir mati
lebih tinggi dari ibu yang terkena anemia sedang ataupun yang tidak anemia . Jika
dihubungkan dengan usia kehamilan, janin lebih rentan mengalami kematian pada
ibu yang mengalami anemia di trimester 2 dan 3 (17,18).

e. Kematian Bayi Pasca Kelahiran


Kematian bayi pasca lahir (neonatal death) adalah keadaan dimana bayi
bertahan hidup hanya dalam waktu kurang dari 28 hari setelah dilahirkan (kematian
neonatal). Kasus kematian bayi baru lahir ditentukan oleh derajat keparahan anemia
yang diderita oleh ibu hamil. Semakin tinggi tingkat keparahannya, maka semakin
besar risiko kematian bayi baru lahir <28 hari (24). Risiko ini juga meningkat jika ibu
memiliki status gizi kurang (IMT <18 kg/m2) (23). Secara spesifik, jika ibu terkena
anemia di trimester pertama, maka risiko ini lebih tinggi dibanding ibu yang anemia
di trimester ketiga (12).
A. PENGERTIAN HYPEREMESIS
Kehamilan merupakan hasil pembuahan sel telur dari perempuan dan sperma dari
laki-laki, sel telur akan bisa hidup selama maksimal 48 jam, spermatozoa sel yang sangat
kecil dengan ekor yang panjang memungkinkan bergerak untuk dapat menembus sel telur
(konsepsi). sel-sel benih ini akan dapat bertahan kemampuan fertilisasinya selama 2-4 hari,
proses selanjutnya akan terjadi nidasi, jika nidasi ini terjadi, barulah disebut adanya
kehamilan. Pada umumnya nidasi terjadi di dinding depan atau belakang rahim dekat pada
fundus uteri, semakin hari akan mengalami pertumbuhan, jika kehamilan berjalan secara
normal semakin membesar dan kehamilan akan mencapai aterm (Sunarti, 2013)

B. Etiologi
Meskipun pemicu dasarnya adalah kehamilan, mual dan muntah pada kehamilan
merupakan hasil interaksi yang kompleks dari endokrin saluran cerna. vestibular, dan indra
penciuman. Faktor predisposisi mual dan muntah pada kehamilan dapat dikaitkan dengan
faktor genetik, perilaku, dukungan, dan psikologi Etiologi yang dapat menyebabkan mual dan
muntah pada kehamilan meliputi tinggkat 4- hCG dan esterogen yang tinggi. Terdapat
hubungan antara rata-rata puncak mual dan muntah pada kehamilan serta puncak kadar a-
hCG. Selain itu, mual dan muntah pada kehamilan juga berkaitan dengan tingkat estradiol
yang lebih tinggi. Tingkat keparahan mual dan muntah pada kehamilan dipengaruhi oleh
kadar progesteron, kekurangan kortikosteroid, gangguan tiroid, infeksi, faktor psikososial,
budaya dan penyebab psikogenik. (Pratama, 2016).

C. Gejala
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar esterogen yang biasa terjadi
pada trimester I. Bila perasaan terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan cadangan
karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang
tidak sempurna. terjadilah ketosis dengan tertimbunya asam aseto-asetik, asam hidroksida
butirik dan aseton darah. Munta menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan
plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu dehidrasi menyebabkan
hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah
zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang. juga tertimbunnya zat metabolik yang
toksik. Disamping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, terjadi robekan pada
selaput lendir dan lambung. gastrointestinal (Niwang Ayu, 2016).
D. Pemeriksaan diagnostik

E. Penatalaksanaan
a. Penanganan farmakologi
Beberapa jenis obal, baik secara tunggal maupun kombinasi, digunakan untuk
mengatasi mual dan muntah pada kehamilan. Obat yang lazim digunakan untuk
mengatasi mual dan muntah pada kehamilan, antara lain vitamin, antihistamin,
antikolinergik. antagonis dopamin, fenotiazin, butirofenon, antagonis serotonin, dan
kortikosteroid. Semua obat yang di gunakan harus dipastikan keamanan dan
keefektifannya sebelum direkomendasikan dalam praktik klinis. (Pratama, 2016)
1) Antihistamin
Antihistamin merupakan obat yang paling banyak digunakan pada lini
pertama terapi ibu yang mengalami mual dan muntah pada kehamilan.
Frekuensi mual selama kehamilan secara signifikan lebih tinggi pada ibu yang
mengalami morning sickness. Antihistamin bertindak sebagai penghalang
reseptor histamin pada sistem vestibular (reseptor histamin HI). Agen ini
terdapat dalam diphenhydramine dan doxylamine yang dapat diperoleh tanpa
resep dokter. Terdapat lebih dari 20 uji terkontrol yang dilakukan terkait
Antihistamin. Ibu yang mengkonsumsi Antihistamin selama trimester I
kehamilan memiliki risiko sedikit lebih rendah terhadap malformasi minor
dibandingkan dengan ibu yang tidak mengkonsumsi Antihistamin selama
kehamilan. Data yang terkumpul dari tujuh uji terkontrol acak yang dilakukan
untuk menilai efektivitas Antihistamin menemukan bahwa Antihistamin dapat
digunakan untuk mengurangi muntah secara signifikan. Akan tetapi,
percobaan tersebut dilakukan menggunakan dosis Antihistamin yang berbeda.
Antihistamin terbukti aman dan berkhasiat untuk mengatasi mal dan muntah
pada kehamilan. Akan tetapi, penggunaannya dibatasi oleh efek samping yang
dapat ditimbulkan, seperti rasa kantuk. Efek samping tersebut menyebabkan
banyak ibu tidak bersedia mengkonsumsi obat ini sepanjang hari. Hingga saat
ini belum ada studi yang dilakukan untuk menilai keamanan atau efektivitas
Antihistamin non-sedasi, seperti loratadin, cetirizin atau feksofenadin untuk
mengatsi mual dan muntah pada kehamilan. Selain obat yang telah dijelaskan
sebelumnya, antikolinergik, bendektin, antagonis dopamin, metoklopramida,
droperidol antagonis serotonin, kortikosteroid juga diyakini mengurangi
kehamilan. (Pratama, 2016) mual dan muntah pada mampu

b. Penanganan non farmakologi


1) Akupresur dan Akupuntur
Sistem pengobatan tradisional Asia menggunakan akupuntur sebagai
terapi anti-emetik. Titik P6 atau Neiguan diyakini menjadi titik utama untuk
menghilangkan mual dan muntah. Titik ini terletak pada aspek volar lengan
bawah, yaitu sekitar 3. cm di atas lipatan pergelangan tangan dan di antara dua
tendon. Titik ini dapat dirangsang dengan menyisipkan jarum akupuntur tipis,
kemudian memberikan stimulasi listrik transkutan pada perangkat saraf atau
tekanan pada lokasi. Tekanan dapat diberikan secara manual menggunakan
jari atau dengan perangkat gelang yang mendapat tekanan stabil dari tombol
kecil pada posisi yang diinginkan. Tidak terdapat kekhawatiran terkait
keamanan jika akupresur dan akupuntur diterapkan dengan benar. Titik yang
digunakan untuk menginduksi persalinan berbeda dengan titik yang lazim
digunajan untuk mengatasi mual (Pratama, 2016).
F. Komplikasi
 Kerongkongan pecah karena muntah.
 Paru-paru yang kolaps.
 Penyakit pada hati
 Kebutaan
 Pembengkakan otak akibat kekurangan gizi.
 Gagal ginjal.
 Gumpalan darah.
 Kejang.
 Koma hingga kematian.
A. PENGERTIAN PRE EKLAMPSIA
Preeklampsia sebagai salah satu komplikasi persalinan didefinisikan sebagai suatu
kumpulan gejala pada ibu hamil ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140/90
MmHg dan tingginya kadar protein pada urine (proteinuria) yang sering muncul pada usia
kehamilan ≥ 20 minggu

Pre eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, odem dan protein uria
yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 kehamilan,
tetapi dapat terjadi sebelumnya. Misalnya terdapat Molahydatidosa (Sarwono: 2006)

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat


kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan
neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3).

Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat
bila satu atau lebih tanda gejala dibawah ini:

1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmH atau lebih.

2. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4+ pada pemeriksaan kualitatif

3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam

4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium

5. Edema paru dan sianosis.

B. KLASIFIKASI PRE EKLAMPSIA

Menurut (Sukarni, 2017) dalam bukunya menjelaskan hipertensi dalam kehamilan dibagi
menjadi 2 golongan yaitu :

1) Preeklampsia Ringan

Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 140/90 MmHg atau lebih
dengan posisi pengukuran tekanan darah pada ibu baik duduk maupun telentang.
Protein Uria 0,3 gr/lt atau +1/+2. Edema pada ekstermitas dan muka serta diikuti
kenaikan berat badan > 1 Kg/per minggu.
2) Preeklampsia Berat

Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 160/110 MmHg atau lebih.
Protein Uria 5 gr/lt atau lebih, terdapat oliguria ( Jumlah urine kuran dari 500 cc per 2
jam) serta adanya edema pada paru serta cyanosis. Adanya gangguan serebral,
gangguan visus dan rasa nyeri pada epigastrium.

C. Etiologi

Berdasarkan teori teori tersebut preeklampsia sering juga disebut“ Deseases Of


Theory” . Beberapa landasan teori yang dapat dikemukakan diantaranya adalah (Nuraini,
2011) :

1) Teori Genetik

Berdasarkan pada teori ini preeklampsia merupakan penyakit yang dapat diturunkan atau
bersifat heriditer, faktor genetik menunjukkan kecenderungan meningkatnya frekuensi
preeklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsia, serta peran Renin-
AngiotensinAldosteron-System (RAAS) dimana enzim renin merupakan enzim yang
dihasilkan oleh ginjal dan berfungsi untuk meningkatkan tekanan darah bekerja sama
dengan hormon aldosteron dan angiotensin lalu membentuk sistem

2) Teori Immunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul pada kehamilan
berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan
blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna.

3) Teori Prostasiklin & Tromboksan

Pada preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi


penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan normal meningkat, aktifitas
penggumpalan dan fibrinolisis, yang 9 kemudian akan diganti trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin mentebabkan pelepasan tromboksan dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

Menurut Marianti (2017) selain Primigravida, Kehamilan Ganda serta Riwayat


Preeklampsia, beberapa faktor lainnya yang bisa meningkatkan resiko preeklamsia antara
lain adalah :

1. Malnutrisi Berat.
2. Riwayat penyakit seperti : Diabetes Mellitus, Lupus, Hypertensi dan
3. Penyakit Ginjal.
4. Jarak kehamilan yang cukup jauh dari kehamilan pertama.
5. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
6. Obesitas.
7. Riwayat keluarga dengan preeklampsia.
D. ANATOMI FISIOLOGI PRE EKLAMPSIA

 Uterus (rahim)

Adalah sebuah kubah berbentuk seperti buah peer sedikit gepeng kerah muka
belakang, ukuran belakang sebesdar telur ayam dan mempunyai rongga Dindingnya terdiri
atas otot-otot polos Ukuran panjangnya 7,75 cm lebar diatas 5,25 cm, tebal 3,5 cm dan tebal
dinding 125 cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio ( serviks
kedepan dan membentuk sudut dengan vagina

Uterus terdiri atas fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri, Fundus uteri adalah
bagian uterus yang terbesar, pada saat kehamilan mempunyai fungsi sebagai tempat janin
berkembang Rongga yang terdapat dikorpus uteri disebut kavum uteri (rongga rahim).
Serviks uteri terdiri atas Pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio. Pars supra
vaginalis servisis uteri adalah bagian serviks yang berada diatas

Utenis diberi darah oleh ateria utermasinistra et extema yang terdiri dari ramus
assendens dan rammus dessendens. Pembuluh darah ini berasal dari ateri iliaka internal (a
hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum tatum masuk kedalam terus didaerah serviks
kira-kira 1.5 cm dari formiks vagina

Fungsi utama uterus yaitu setiap bulan berfungsi dalam siklus haid, tempat jain
tumbuh dan berkembang berkontraksi teruama sewaktu bersalin dan sesudah bersalin

 Plasenta

Plasenta merupakan alat yang sangat penting bagi janin karena sebagai alat pertukaran
zat antara ibu dan anak dan sebalinya. Jika anak terganggu pada plasenta, baik tidaknya anak
sangat tergantung pada baik buruknya faal plasenta ( abstetri dan ginekologi, 1993:111).

Plasenta berbentuk bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal lebih kurang 2,5 cm.
Beratnya rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan dengan plasenta biasanya ditengah,
keadaan in disebut insersio sentralis Bila hubungan ini agak kepinggir disebut insersio
lateralis, dan bila dipinggir plasenta disebut insersio marginalis. Kadang tali pusat berada
diluar plasenta, dan hubungan dengan plasenta melalui selaput janin, jika demikian disebut
insersio velamentosa
Plasenta mempunyai dua permukaan yaitu permukaan yang menghadap kejanin yang
disebut permukaan foctal Dan yang lain adalah permukaan yang menghadap ke ibu yang
disebut permukaan maternal

Permukaan foetal warnanya keputili-putihan dan licin karena tertutup oleh amnion, di
bawah amnion nampak pembuluh-pembuluh darah Permukaan matemal berwarna merah dan
terbagi oleh celah-celah

Celahini tadinya terisi oleh septa (sekat) yang berasal dan jaringan ibu Oleh celah-
celah mu plasenta terbagi dalam 16-20 kotiledon

Darah janin menuju ke plasenta melalui 2 buah artinice umbilicales dan dari plasenta
ketubuh jamin melalui vena umbilicalis. Ketiga pembuluh darh serdapat dalam tali pusat
Arter mengandung darah yang kotor dan vena mengandung darah yang bersih. Dan tah pusat
pembuluh darah tersebut berjalan dalam chorion dan kemudian masuk ke dalam vill. Daran
ibu memancar ke dalam ruangan interviliair ialah rongga diantara villi dari arteri ibu yan
terbuka pada dasar ruangan tersebut. Kemudian darah ibu menjalar kesegala jurusan dan
dengan lambat laun mengalir kebawah dan masuk dalam venae pada dasar plasenta

Plasenta bekerja sebagai usus yaitu mengambil kamakanan sebagai pan mengeluarkan
CO dan mengambil O schugai ginjal zat racun yang biasanya dikeluarkan oleh ginjal seperti
ureum dikeluarkan oleh plasenta dan akhirnya bekerja sebagai kelenjar buntu yang
mengeluarkan hormon sebagai bentuk kelanjutan kehamilan

E. PATOFISIOLOGI PRE EKLAMPSIA

Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus,
lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah
merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan
naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air
dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan
pada glomerulus (Sinopsis Obstetri. Jilid I. Halaman 199).

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia
(Cunniangham,2003).

Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon


terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat
menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan perdarahan dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal
dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan
proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan
peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume
intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.
Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark
plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian
janin dalam rahim (Michael,2005).

Perubahan pada organ:

1. Perubahan kardiovaskuler

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia


dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan
peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata
dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang
secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik /kristaloid intravena, dan aktifasi
endotel disertai ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru (Cunningham,
2003).

2. Metabliste air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak


diketahui penyebabnya jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada
penderita preeklamsia dan eklampsia dari pada wanita hamil biasa atau penderita
dengan hipertensi kronik. Penderita preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan
sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus
menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid,
dan protein tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi
kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal
(Trijatmo,2005).

3. Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu
dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan

merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala


lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia.
adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya
perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam
retina (Rustam, 1998).

4. Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada
korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo,
2005).
5. Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,


sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi
gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim
dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjad partus prematur.

6. Paru-Paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru
yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi pnemonia atau
abses paru (Rustam, 1998).

F. MANIFESTASI KLINIS PRE EKLAMPSIA

Tanda dan gejala pada ibu hamil dengan preeklampsia secara umum adalah sebagai
berikut, yaitu:

1. Gejala subjektif

Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,


diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah- muntah.
Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan
petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan meningkat lebih
tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat (Trijatmo,2005).

2. Tanda Objektif

Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan


sistolik 30 mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari
140/90 mmHg Tekanan darah pada preklamsia berat meningkat lebih

dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan
menemukan takikarda, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi
ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak (Michael, 2005).

Sedangkan berdasarkan klasifikasinya manifestasi klinis dari preeklampsia adalah


sebagai berikut, yaitu:

1. Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:


a. Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau
lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu
kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.
b. Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine
kateter atau midstearm.
2. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b. Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+
c. Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
d. Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
e. Terdapat edema paru dan sianosis
f. Trombositopeni
g. Gangguan fungsi hati
h. Pertumbuhan janin terhambat (Lanak, 2004).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG PREEKLAMPSIA


1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah Penurunan hemoglobin
(nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah
12-14 gr%)
1. Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
2. Trombosit menurun (nilai rujukan 150 450 ribu/mm3)
b) Urinalisis

Ditemukan protein dalam urine.

c) Pemeriksaan Fungsi hati


1. Bilirubin meningkat (N-<1 mg/dl)
2. LDH (laktat dehidrogenase) meningkat
3. Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul.
4. 4)Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N=15-45
u/ml)
5. Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat (N=31
w/l)
6. Total protein serum menurun (N-6,7-8,7 g/dl X
d) Tes kimia darah

Asam urat meningkat (N-2,4-2,7 mg/dl)

2. Radiologi
a) Ultrasonografi

Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pemalasan intrauterus


lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit

b) KardiotografI

Diketahui denyut jantung janin lemah.


H. KOMPLIKASI PRE EKLAMPSIA
 Resiko pre eklampsi pada ibu yaitu:
a. perubahan pada sistem saraf pusat mencakup refleks berlebihan dan kejang
b. sindrom hemolisis, kenaikan enzim hati, dan hitung trombosit rendah (HELP
SINDROME).
 Resiko pre eklampsi-eklampsi pada bayi yaitu:
a. prematuritas
b. keterbatasan pertumbuhan intrauterine (Intrauterine Growth)
 Penanganan komplikasi hipertensi dalam kehamilan:
a. Jika pertumbuhan janin terhambat lakukan terminasi kehamilan
b. Jika terjadi penurunan kesadaran atau koma, kemungkinan terjadi perdarahan
serebral: turunkan tekanan darah pelan-pelan, berikan terapi suportif
c. Jika terjadi gagal jantung, ginjal atau hati berikan terapi suportif

\
Asuhan Keperawatan Pre eklampsia

1. Pengkajian
a. Anamnesa:

Identitas klien, meliputi: Inisial nama, TTL / Usia, Pendidikan terakhir,


suku, pekerjaan, agama, dan alamat tempat tinggal.

b. Data Riwayat Kesehatan ibu :


 Riwayat Kesehatan yang sekarang:

ibu mengalami sakit kepala didaerah frontal, terasa sakit di ulu hati/nyeri
epigastrium, penglihatan kabur, mual muntah, anoreksia.

 Riwayat Kesehatan yang lalu:

ibu yang sudah pernah mengalami penyakit hipertensi sebelumnya saat


kehamilan, ibu yang memiliki riwayat preeklamsia dan eklamsia pada
kehamilan terdahulu, sehingga sangat mudah terjadi pada ibu yang obesitas
dan Diabetes Mellitus.

 Riwayat Kesehatan genetic :

preeklamsia pada kehamilan sangat sering terjadi pada klien primigravida /


kehamilan pertama, kehamilan ganda, serta semakin tuanya usia kehamilan.

2. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum: pada ibu yang menderita preeklamsia biasanya mengalami
kelelahan
b) Tekanan Darah : Klien ditemukan dengan darah sistol >140 mmHg dan diastol
>90 mmHg.
c) Nadi : Klien preeklamsia mengalami nadi yang meningkat
d) Nafas : Klien preeklamsia mengalami nafas pendek, terdengar nafas berisik dan
ngorok
e) Suhu : Klien preeklamsia biasanya suhu normal
f) BB : terjadi peningkatan berat badan lebih dari 1 kg/minggu atau sebanyak 3
kg/bulan.
g) Kepala : kepala terlihat kurang bersih dan berketombe serta ibu yang mengalami
preeklamsia mengeluh sakit kepala
h) Wajah : klien yang preeklamsia wajahnya tampak bengkak / edema
i) Mata : klien yang preeklamsia mata dengan penglihatan yang kabur dan
konjungtiva anemis
j) Mulut : klien yang preeklamsia mukosa bibirnya lembab dan mulut terjadi pembengkakan
vaskuler 28 pada gusi sehingga bisa mengalami pembengkakan dan pendarahan.
 Thorax
1. Paru – paru : klien yang preeklamsia terjadi peningkatan respirasi, nafas
pendek dan edema paru.
2. Jantung : klien yang preeklamsia mengalami dekompensasi jantung
3. Payudara : payudara membesar, lebih keras dan padat, areola menghitam dan
putting menonjol
4. Abdomen : terdapat jahitan sectio caesarea, involusi uterus pada persalinan
dengan SC lembih lambat dari pada persalinan normal (Marmi, 2015).
5. Pemeriksaan janin : klien yang preeklamsia Gerakan janin melemah dan tidak
teraturnya bunyi jantung
 Data Penunjang
1. Urine : protein urine pada PEB bersifat (+), kadarprotein urine >5 gr/jam atau
+2 pada pemeriksaan kualitatif. Oliguria (≤500cc/24jam) merupakan tanda
PEB (Manuaba, 2013)
2. Darah : trombositopeni berat : <100.000 sel/mm merupakan tanda sindroma
HELLP. Terjadi peningkatan hematokrit.

Diagnosa Keperawatan :

1. Perfusi perifer tidak efektif b.d peningkatan tekanan darah

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama waktu tertentu diharapkan


tingkat nyeri berkurang
Keriteria hasil:
1. Edema Perifer menurun

2. Tekanan darah sistolik membaik

3. Tekanan darah diastolik membaik

Observasi

1. Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu,
ankle-brachial index)

2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis: diabetes, perokok, orang tua,
hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)

3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas

a. Terapeutik

4. Hindari pemasangan infus, atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi

5. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi

6. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cidera

7. Lakukan pencegahan infeksi


8. Lakukan perawatan kaki dan kuku

9. Lakukan hidrasi

Edukasi
Anjurkan berhenti merokok
Anjurkan berolahraga rutin
Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika
perlu
Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis: melembabkan kulit kering pada kaki)
Anjurkan program rehabilitasi vaskular
Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis: rendah lemak jenuh, minyak ikan omega
3)
Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis: rasa sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa).

2 .Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisiologis


Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama waktu tertentu diharapkan tingkat nyeri
berkurang
Keriteria hasil:
Pasien melaporkan keluhan nyeri berkurang
Keluhan nyeri meringis menurun
Pasien tidak tampak gelisah.
Observasi
- identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, intensitas nyeri.
- identifikasi skala nyeri
- identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
-monitor keberhasilan terpi koplementer yang sudah diberikan.
Terapeutik
- berikan teknik norfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
-fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
- jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
-jelaskan strategi meredakan nyeri
-ajurkan memonitor nyeri secara mandiri
-ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengutangi nyeri
Kolaborasi
-kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.

3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung


kemih
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama waktu tertentu diharapkan eliminasi
urine pasien membaik.
Keriteria hasil:
Pasien melaporkan sensasi berkemihnya dengan tuntas.
Pasien melaporkan dapat berkemih dengan tuntas.
Tidak ada tanda-tanda distensi kandung kemih.
Observasi
-monitor eliminasi urine (manajemen eliminasi, volume dan warna)
Terapeutik
- catat waktu-waktu dan haluran berkemih
- ambil sampe urine tenga
Edukasi
- identifikasi tanda dan gejala infeksi saluran kemih
-ajarkan mengambil spesimen urine midstream.

1.Menyusui tidak efektif berhubungan dengan payudara bengkak

Setelah dilakukan intervensi keperawan selama waktu tertentu diharapkan status


menyusui membaik

Kriteria hasil:

1.Perlengkapan bayi pada payudara ibu meningkat

2.Kemampuan ibu memposisikan bayi dengan benar meningkat

3.Pancaran asi meningkat

4Suplai asi adekuat meningkat

5.Pasien melaporkan payudara tidak bengkak.

Observasi

-Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama proses menyusui.

-Identifikasi keinginan dan tujuan menyusui.

-Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan dilakukan konseling menyusui.

Terapeutik

-Gunakan tehnik mendengar aktif.

-Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar.

Edukasi

-Ajarkan tehnik menyusui yang tepat sesuai kebutuhan ibu.

2.Resiko Gangguan Pertumbuhan an B.D Ketidak adekuatan Nutrisi


Setelah dilakukan intervensi keperawan selama waktu tertentu diharapkan status
menyusui membaik
Kriteria hasil:Status pertumbuhan (slki)
Ekspektasi membaik
Berat badan sesuai usia meningkat
Kecepatan pertambahan beray badan meningkat
3. indeks masa tubuh meningkat
4. Asupan Nutrisi meningkat
Observasi
Identifikasi target populasi skrining kesehatan
Terapeutik
Lakukan informed consent skrining Kesehatan
Sediakan akses layanan skrining (mis: waktu dan tempat)
Jadwalkan waktu skrining Kesehatan
Gunakan instrument skrining yang valid dan akurat
Sediakan lingkungan yang nyaman selama prosedur skrining Kesehatan
Lakukan anamnesia, Riwayat Kesehatan, faktor risiko, dan pengobatan, jika perlu
Lakukan pemeriksaan fisik, sesuai indikasi
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur skrining Kesehatan
Informasikan hasil skrining Kesehatan
Kolaborasi
Rujuk untuk pemeriksaan diagnostik lanjut (mis: pap smear, mamografi, prostat,
EKG), jika perlu.

DAFTAR PUSTAKA
Astutik, R. Y. (2018). Anemia Dalam Kehamilan. Jember: CV. Pustaka Abadi.

Atiqoh, R. N. (2020). Kupas Tuntas Hiperemesis Gravidarum (Mual Muntah Berlebihan


Dalam Kehamilan). Jakarta: Penerbit One Peach Media.

Ayu, N. (2016). Patologi D an Patofisiologi Kiebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Farhan, K. (2021). Anemia Ibu Hamil Dan Efeknya Pada Bayi. MYJM: Muhammadiyah
Journal Of Midwifery.

Indriyani, D. (2013). Keperawatan Maternitas Pada Area Perawatan Antenatal. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Pratami, E. (N.D.). Evidence-Based Dalam Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC.

Purwaningsih, W. (2010). Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Simanjuntak, M. D. (2020). Materitas Dalam Ilmu Keperawatan. Rizmedia.

Suhir, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Reproduksi
(Preeklamsia). Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Graha Edukasi.

Sukarni, I. (2013). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Widayana, A. (2013). Diagnosis Dan Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum. E-Jurnal


Med Udayana, 658-673.

Anda mungkin juga menyukai