Disusun Oleh:
1. Sherly shavira
2. Siti komalasari
3. Diah lismawati
4. Josep adrian winata
5. m.irfan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa aborsi berasal dari kata
'abortus' yangdialih bahasakan sebagai pengguguran. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, arti aborsi adalah: Terpencarnya embrio yang tidak mungkin lagi hidup
(sebelum habis bulan ke-4 dari kehamilan); keguguran; keluron; keadaan terhentinya
pertumbuhan yang normal (tentang makhluk hidup) dan guguran (janin)"
Pengertian aborsi, secara medis, aborsi didefinisikan sebagai gugurnya janin atau
terhentinya kehamilan setelah nidasi, sebelum terbentuknya fetus yang viabel, yakni
kurang dari 20-28 minggu
"Pengertian aborsi secara medis adalah gugurnya kandungan. Keguguran itu sendiri
berarti berakhirnya kehamilan sebelum fetus (janin) dapat hidup sendiri di luar
kandungan. Batas umur kehamilan 28 minggu dan berat badan fetus yang keluar kurang
dari 1000 gram" 8
Pengertian aborsi menurut ilmu hukum, adalah lahirnya buah kandungan sebelum
waktunya oleh suatu perbuatan seseorang yang bersifat sebagai perbuatan pidana
kejahatan". Dalam pengertian ini, perhatian dititik beratkan pada kalimat "oleh suatu
perbuatan seseorang yang bersifat sebagai suatu perbuatan pidana kejahatan", sehingga
tidak termasuk aborsi yang terjadi dengan sendirinya tanpa adanya pengaruh dari luar,
yang disebut abortus spontanues. Bambang Poernomo menyatakan: "Dalam literatur ilmu
hukum terdapat kesatuan pendapat sebagai doktrin bahwa pengertian aborsi mempunyai
arti yang umum tanpa dipersoalkan umur janin yang mengakhiri kandungan sebelum
waktunya karena perbuatan seseorang
B. KLASIFIKASI
1. Abortus spontan, yang terjadi dengan sendirinya, tanpa disengaja dan umumnya
tidak dikehendaki oleh yang bersangkutan. Abortus spontan tidak menimbulkan
masalah hukum, karena terjadi dengan wajar. Hal ini dapat terjadi karena Wanita
yang mengandung ini terjatuh, atau daya tahan tubuhnya kurang kuat.
2. Abortus provocatus, yang dilakukan dengan sengaja, memang wanita ini tidak
menghendaki kehamilan. Abortus ini dilakukan karena program keluarga yang
gagal, hamil karena akibat perselingkuhan, atau hamil diluar pernikahan. Wanita
ini menggugurkan kandungan agar dapat menutup perbuatan aib yang mereka
lakukan
Abortus provocatus dapat dibagi lagi sebagai berikut
a. Abortus provocatus yang legal, yang dibenarkan oleh hukum.
b. Abortus provocatus yang illegal, yang dilarang oleh hukum.
a) Cara modern
Cara modern ini dilakukan dengan alat modern, metode ini dapat dilakukan dengan
cara Dilatase dan Curettage yaitu dengan alat khusus untuk melebarkan mulut rahim,
kemudian janin dicuret dengan alat seperti sendok kecil. Pada kehamilan bulan pertama
sampai ke tiga, aborsi dilakukan dengan metode penyedotan. Tehnik ini sering
dilakukan pada kehamilan usia dini.
C. ETIOLOGI
Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abor- tus
didahului oleh kematian janin.
1. Faktor janin-Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus ada- lah
gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelain- an tersebut
biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni:
a. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelainan
kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi)
b. Embrio degan kelainan lokal
c. Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas).
2. Faktor maternal
a. Infeksi-Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang se- dang
berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua.
Tidak diketahui penyebab kematian janin secara pasti, apakah janin yang
menjadi terinfeksi ataukah toksin yang di- hasilkan oleh mikroorganisme
penyebabnya.Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus: • Virus-
Misalnya rubella, sitomegalovirus, virus herpes simpleks, varicella zoster,
vaccinia, campak, hepatitis, polio, dan ensefalo- mielitis.
Bakteri-Misalnya Salmonella typhi
• Parasit-Misalnya Toxoplasma gondii, Plasmodium. b. Penyakit
vaskular-Misalnya hipertensi vaskular.
b. Kelainan endokrin-Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron
tidak mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid, defisiensi insulin.
c. Faktor imunologis-Ketidak.cocokan (inkompatibilitas) sistem HLA (Human
Leukocyte Antigen).
d. Trauma-Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah
trauma tersebut, misalnya trauma akibat pembedahan: Pengangkatan ovarium
yang mengandung korpus luteum gravi-ditatum sebelum minggu ke-8. •
Pembedahan intraabdominal dan operasi pada uterus pada saat hamil.
e. £ Kelainan uterus-Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma sub- mukosa),
serviks inkompeter atau retrofiexio uteri gravidi incarceratu
f. Faktor psikosomatik-Pengaruh dari faktor ini masih dipertanyakan
3. Faktor Eksternal
a. Radiasi-Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu per- tama dapat
merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat me- nyebabkan keguguran.
b. Obat-obatan-Antagonis asam folat, antikoagulan, dan lain-lain. Sebaiknya
tidak menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan 16 minggu, kecuali telah
dibuktikan bahwa obat tersebut tidak mem- bahayakan janin, atau untuk
pengobatan penyakit ibu yang parah.
c. Bahan-bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan
benzen.
D. Gejala
1. Abortus iminens (keguguran mengancam)-Abortus ini baru mengancam dan
masih ada harapan untuk mempertahankannya, ostium uteri ter- tutup uterus
sesuai umur kehamilan.
2. Abortus insipiens (keguguran berlangsung)-Abortus ini sedang berlang- sung dan
tidak dapat dicegah lagi, ostium terbuka, teraba ketuban, ber- langsung hanya
beberapa jam saja.
3. bortus inkompletus (keguguran tidak lengkap)-Sebagian dari buah ke- hamilan
telah dilahirkan, tetapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di
dalam rahim, ostium terbuka teraba jaringan.
4. Abortus kompletus (keguguran lengkap)-Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan
dengan lengkap, ostium tertutup uterus lebih kecil dari umur kehamilan atau
ostium terbuka kavum uteri kosong.
5. Abortus tertunda (missed abortion)-Keadaan di mana janin telah mati se belum
minggu ke-20, tetapi tertahan di dalam rahim selama beberapa minggu setelah
janin mati. Balasan ini berbeda dengan batasan ultra- sonografi.
6. Artus habitualis (keguguran berulang)-Abortus yang telah berulang dan berturut-
turut terjadi; sekurang-kurangnya 3 kali berturut-turut.
ABORTUS IMINENS
Threatened abortion, ancaman keguguran.
Didiagnosis bila seseorang wanita hamil <20 minggu mengeluarkan darah sedikit
per vaginam. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat ber- ulang, dapat
pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat
menstruasi. Setengah dari abortus iminens akan menjadi abortus komplet atau
inkomplet, sedangkan pada sisanya kehamilan akan ter- us berlangsung. Beberapa
kepustakaan menyebutkan adanya risiko untuk ter- jadinya prematuritas atau
gangguan pertumbuhan dalam rahim (intrauterine growth retardation) pada kasus
seperti ini.
Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan per- darahan
banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena
kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari
pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang per- darahan
dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat
menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan.
Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini
merupakan indikasi kontra.Pemeriksaan dalam-Ostium terbuka, buah kehamilan
masih dalam ra- him, dan ketuban utuh (mungkin menonjol).
ABORTUS INKOMPLET
Abortus inkomplet didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau
teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan pla- senta). Perdarahan
biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka
karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus
alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan
kontraksi sehingga ibu me- rasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens.
Pada beberapa kasus perdarahan tidak banyak dan bila dibiarkan serviks akan
menutup Kembali
ABORTUS FEBRILIS
Abortus ini dapat menimbulkan syok endotoksin. Keadaan hipotermi pada umumnya
menunjukkan keadaan sepsis.
ABORTUS KOMPLETUS
Kalau telur lahir dengan lengkap, abortus disebut komplet. Pada keadaan ini kuretasi
tidak perlu dilakukan.
Pada setiap abortus penting untuk selalu memeriksa jaringan yang dilahir- kan apakah
komplet atau tidak dan untuk membedakan dengan kelainan trofo- blas (Molahidatidosa).
Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan
dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam
masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera
menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus
inkompletus atau endometritis pascaabortus harus dipikirkan.
Apabila buah kehamilan yang telah mati tertahan dalam rahim selama 8 minggu atau
lebih. Dengan pemeriksaan USG tampak janin tidak utuh, dan membentuk gambaran
kompleks, diagnosis USG tidak selalu harus tertahan 28 minggu.
Sekitar kematian janin kadang-kadang ada perdarahan per vaginam sedikit sehingga
menimbulkan gambaran abortus iminens. Selanjutnya, rahim tidak membesar bahkan
mengecil karena absorpsi air ketuban dan maserasi janin. Buah dada mengecil kembali.
Gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya amenore berlangsung terus. Abortus
spontan biasanya berakhir selambat- lambatnya 6 minggu setelah janin mati. Kalau janin
mati pada kehamilan yang masih muda sekali, janin akan lebih cepat dikeluarkan.
Sebaliknya, kalau kematian janin terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut, retensi janin
akan lebih lama
ABORTUS HABITUALIS
Bila abortus spontan terjadi 3 kali berturut-turut atau lebih. Kejadiannya jauh lebih sedikit
daripada abortus spontan (kurang dari 1%), lebih sering terjadi pada primi tua. Etiologi
abortus ini adalah kelainan genetik (kromosomal), ke- lainan hormonal (imunologik), dan
kelainan anatomis.
E. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan darah yaitu untuk menghitung trombosit dan jika perlu jumlah
fibrinogen darah atau darah lengkap, serta kultur darah, dan pemeriksaan
golongan darah untuk transfusi darah
b) Pemeriksaan urin untuk mengetahui volume urin dalam 24 jam (Manuaba, 2007;
h. 690).
c) Pemeriksaan servik untuk mengetahui preparat cairan servik dan kultur cairan
servik (Manuaba, 2007; h. 690).
d) Pemeriksaan USG untuk mengetahui tampak sisa hasil konsepsi (Manuaba, 2007;
h. 690). Gambaran USG pada abortus inkomplit tidak spesifik, bergantung pada
usia kehamilan dan banyaknya sisa jaringan konsepsi yang tertinggal di dalam
kavum uteri. Kavum uteri mungkin berisi kantung gestasi yang bentuknya tidak
utuh lagi. Mungkin juga sisa konsepsi terlihat sebagai massa ekogenik yang tebal
ireguler di dalam kavum uteri atau terlihat sebagai massa kompleks bila sisa
konsepsi bercampur dengan jaringan nekrotik dan bekuan darah Kadang-kadang
gambaran sisa konsepsi sulit dibedakan dari bekuan darah (Prawirohardjo 2008, h
256
F. Komplikasi
Komplikasi atau penyulit abortus Beberapa komplikasi atau penyulit yang menyertai
kejadian abortus, yaitu:
1) Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi sedikit dalam waktu yang panjang atau lama yang
mendadak banyak sehingga menimbulkan syok (Manuaba, 2010; h. 291).
2) Infeksi
Infeksi bisa terjadi pada penanganan yang tidak legal dan keguguran yang tidak
lengkap (Manuaba, 2010: h. 291), Pada abortus inkomplit selain tanda tanda
keguguran, ibu mengeluh tidak enak badan dan sakit kepala, mual, dan demam.
Hal ini dapat terjadi akibat infeksi lokal pada tuba uteri dan rongga uterus atau
septikemia umum dengan pentonotis (Flaser dan Cooper, 2009, h 277)
3) Degenerasi ganas
Keguguran dapat menjadi korio karsinoma sekitar 15-20 %. Gejala korio
karsinoma adalah terdapat perdarahan berlangsung lama, terjadi
pembesaran/perlunakan rahim (Trias Acosta Sison), terdapat metastase ke vagina
atau lainnya (Manuaba, 2010; h. 291).
4) Penyulit saat melakukan kuretase
Dapat terjadi perforasi dengan gejala kuret terasa tembus, penderita kesakitan,
penderita syok, dan dapat terjadi perdarahan dalam perut dan infeksi dalam
abdomen (Manuaba, 2010 h 291)
G. Penatalaksanaan
a. Bila ada tanda-tanda syok seperti, tekanan darah menurun (tekanan sistolik <90
mm Hg), nadi cepat (>90x/menit), dan lemah akibat perdarahan (< 30x/menit),
maka atasi dahulu dengan ABC yang terdiri atas menjaga fungsi saluran napas
(Airway), pernapasan (Breathing), dan sirkulasi darah (Circulation) melalui
pemberian cairan dan tranfusi darah (Prawirohardjo, 2008; h. 403)
b. 2) Pemberian obat-obatan uterotonika dan antibiotika apabila terjadi infeksi,
seperti amphisilin 3x1000 mg dan metronidazol 3x500mg (Prawirohardjo, 2009 h.
151)
c. Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode digital atau cunam
ovum pada hasil konsepsi yang terperangkap pada servik yang disertai perdarahan
hingga ukuran sedang Bila perdarahan terus berlangsung (perdarahan hebat) dan
usia gestasi Kurang dan 16 minggu, segera lakukan evakuasi sisa hasil konsepsi
dengan AVM atau D&K (Prawirohardjo 2009 h 149-150)
d. Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding
kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrumen (sendok kuret)
kedalam kavum uteri. Sendok kuret akan melepaskan jaringan tersebut dengan
teknik pengwrokan secarasistematik (Prawirohardjo, 2009; h.441).
A. PENGERTIAN ANEMIA
a. Anemia pada kehamilan adalah suatu kondisi ketika ibu memiliki kadar hemoglobin
kurang dari sebelas gram perdesiliter pada trimester satu dan trimester tiga, atau
kadar hemoglobin kurang dari sepuluh koma lima gram perdesiliter pada trimester
kedua (Pratami, 2016). Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah
(eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu
memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruhan jaringan (Wartonah,
2008).
b. Dari beberapa definisi tersebut dapat di simpulkan bahwa anemia adalah kadar
hemoglobin kurang dari kurang dari sebelas gram perdesiliter pada trimester satu dan
trimester tiga, atau kadar hemoglobin kurang dari sepuluh koma lima gram
perdesiliter pada trimester kedua sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai
pembawa oksigen keseluruhan jaringan.
c. Prevalensi anemia yang tinggi hampir menyerang seluruh kelompok umur di
masyarakat. Salah satu kelompok masyarakat yang memiliki prevalensi tinggi yakni
kelompok wanita hamil. Berbagai negara termasuk Indonesia melaporkan angka
prevalensi anemia pada wanita hamil tetap tinggi meskipun bervariasi. Prevalensi
pada kehamilan di negara maju yaitu rata-rata 18%, sedangkan prevalensi rata- rata
anemia pada wanita hamil di negara berkembang sekitar 63,5%-80%. Prevalensi
anemia di dunia diperkirakan 30% dari populasi dunia dan sekitar 500 juta orang
diyakini menderita anemia. WHO (2012) melaporkan bahwa prevalensi anemia pada
ibu hamil di dunia berkisar rata-rata 41,8%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
pada tahun 2013, prevalensi ibu hamil dengan anemia di Indonesia sebesar 37,1%.
B. Etiologi
Anemia dalam kehamilan sebagian besar disebabkan oleh kekurangan besi (anemia
defisiensi besi) yang dikarenakan kurangnya masukan unsur besi dalam makanan,
gangguan reabsorbsi, gangguan penggunaan, atau karena terlampau banyaknya besi
keluar dari badan, misalnya pada perdarahan (Wiknjosastro, 2006).
Menurut Soebroto (2009), anemia merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan
oleh bermacam- macam penyebab. Selain disebabkan oleh defisiensi besi, kemungkinan
dasar penyebab anemia di antaranya adalah penghancuran sel darah merah yang
berlebihan dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis), kehilangan darah atau perdarahan
kronik, produksi sel darah merah yang tidak optimal, gizi yang buruk misalnya pada
gangguan penyerapan protein dan zat besi oleh usus, gangguan pembentukan eritrosit
oleh sumsum tulang belakang.
(Rukiyah & Yulianti, 2010) anemia dalam kehamilan terjadi karena hipervolemia
yang menyebabkan:
1) Pengenceran darah karena jumlah eritrosit tidak sebanding dengan plasma darah
2) Kebutuhan zat besi meningkat, ibu hamil memerlukan asupan zat besi 900 mg.
Hemodilusi yang terjadi sejak trimester II memuncak pada usia gestasi 32-34
minggu menyebabkan kadar hemoglobin menurun
3) Malnutrisi, kurangnya zat besi dalam diet
4) Malabsorpsi, kehilangan darah yang berlebihan
C. Gejala
Gejala umum anemia seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya disebut
juga sebagai mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar Hb. Gejala ini
muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan Hb sampai kadar tertentu (Hb <8
g/dl). Sindrom anemia terdiri atas rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kaki terasa dingin, dan sesak nafas. Pada pemeriksaan seperti kasus
anemia lainnya, ibu hamil tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa
mulut. telapak tangan dan jaringan dibawah kuku (Bakta, 2009).
Menurut Soebroto (2009), gejala anemia pada ibu hamil di antaranya adalah:
1. Cepat lelah
2. Sering pusing
3. Mata berkunang-kunang
4. Lidah luka
5. Nafsu makan turun
6. Konsentrasi hilang
7. Nafas pendek
8. Keluhan mual muntah lebih hebat pada kehamilan muda
Sedangkan tanda-tanda anemia pada ibu hamil di antaranya yaitu:
1. Terjadinya peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi
oksigen lebih banyak ke jaringan
2. Adanya peningkatan kecepatan pernafasan karena tubuh berusaha menyediakan
lebih banyak oksigen pada darah
3. Pusing akibat kurangnya darah ke otak
4. Terasa lelah karena meningkatnya oksigenasi berbagai organ termasuk otot
jantung dan rangka
5. Kulit pucat karena berkurangnya oksigenasi
6. Mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunan saraf pusat
7. Penurunan kualitas rambut dan kulit
Gejala anemia dalam kehamilan yang lain menurut American Pregnancy (2016) di
antaranya adalah:
1. Kelelahan
2. Kelemahan
3. Telinga berdengung
4. Sukar konsentrasi
5. Pernafasan pendek
6. Kulit pucat
7. Nyeri dada
8. Kepala terasa ringan
9. Tangan dan kaki terasa dingin
D. Pemeriksaan Diagnostik
G. Penatalaksanaan
Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh dilakukan
dengan pemberian terapi besi oral dimana terapi besi oral merupakan pilihan pertama
yang efektif, murah, dan aman. Preparat besi yang tersedia adalah ferrous sulphat, ferrous
gluconate. ferrous fumarat, ferrous lactate, dan furrous succinate
Pemberian terapi oral seharusnya dilakukan pada saat lambung kosong yang lebih
sering memberikan efek samping daripada diberikan setelah makan. Efek samping yang
utama adalah gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, dan konstipasi yang
biasanya mengganggu kepatuhan pasien dalam menjalani tempi.
E. Komplikasi
a. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah kondisi bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram.
c. Kelahiran Prematur
Kelahiran prematur adalah bayi yang lahir sebelum umurnya mencapai di
dalam kandungan ibu . Bayi yang lahir dari ibu anemia memiliki risiko 4,5 kali lebih
tinggi lahir secara prematur dari ibu yang tidak anemia . Selain itu, jika dihubungkan
dengan tingkat keparahan anemia, ibu dengan anemia berat memiliki kemungkinan
lebih tinggi melahirkan di usia prematur dibanding ibu yang memiliki anemia sedang .
Ibu yang mengalami anemia di trimester kedua dan ketiga juga lebih tinggi
mengalami kelahiran prematur dibanding ibu yang tidak anemia (17,18).
d. Kematian Janin
Kematian janin adalah kondisi gugurnya janin secara spontan dalam kandungan.
Ibu dengan anemia memiliki risiko bayi lahir mati lebih tinggi dari ibu yang tidak
anemia. Risiko ini juga meningkat jika ibu memiliki status gizi kurang (IMT <18
kg/m2). Selain itu, ibu dengan anemia berat memiliki kemungkinan bayi lahir mati
lebih tinggi dari ibu yang terkena anemia sedang ataupun yang tidak anemia . Jika
dihubungkan dengan usia kehamilan, janin lebih rentan mengalami kematian pada
ibu yang mengalami anemia di trimester 2 dan 3 (17,18).
B. Etiologi
Meskipun pemicu dasarnya adalah kehamilan, mual dan muntah pada kehamilan
merupakan hasil interaksi yang kompleks dari endokrin saluran cerna. vestibular, dan indra
penciuman. Faktor predisposisi mual dan muntah pada kehamilan dapat dikaitkan dengan
faktor genetik, perilaku, dukungan, dan psikologi Etiologi yang dapat menyebabkan mual dan
muntah pada kehamilan meliputi tinggkat 4- hCG dan esterogen yang tinggi. Terdapat
hubungan antara rata-rata puncak mual dan muntah pada kehamilan serta puncak kadar a-
hCG. Selain itu, mual dan muntah pada kehamilan juga berkaitan dengan tingkat estradiol
yang lebih tinggi. Tingkat keparahan mual dan muntah pada kehamilan dipengaruhi oleh
kadar progesteron, kekurangan kortikosteroid, gangguan tiroid, infeksi, faktor psikososial,
budaya dan penyebab psikogenik. (Pratama, 2016).
C. Gejala
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar esterogen yang biasa terjadi
pada trimester I. Bila perasaan terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan cadangan
karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang
tidak sempurna. terjadilah ketosis dengan tertimbunya asam aseto-asetik, asam hidroksida
butirik dan aseton darah. Munta menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan
plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu dehidrasi menyebabkan
hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah
zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang. juga tertimbunnya zat metabolik yang
toksik. Disamping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, terjadi robekan pada
selaput lendir dan lambung. gastrointestinal (Niwang Ayu, 2016).
D. Pemeriksaan diagnostik
E. Penatalaksanaan
a. Penanganan farmakologi
Beberapa jenis obal, baik secara tunggal maupun kombinasi, digunakan untuk
mengatasi mual dan muntah pada kehamilan. Obat yang lazim digunakan untuk
mengatasi mual dan muntah pada kehamilan, antara lain vitamin, antihistamin,
antikolinergik. antagonis dopamin, fenotiazin, butirofenon, antagonis serotonin, dan
kortikosteroid. Semua obat yang di gunakan harus dipastikan keamanan dan
keefektifannya sebelum direkomendasikan dalam praktik klinis. (Pratama, 2016)
1) Antihistamin
Antihistamin merupakan obat yang paling banyak digunakan pada lini
pertama terapi ibu yang mengalami mual dan muntah pada kehamilan.
Frekuensi mual selama kehamilan secara signifikan lebih tinggi pada ibu yang
mengalami morning sickness. Antihistamin bertindak sebagai penghalang
reseptor histamin pada sistem vestibular (reseptor histamin HI). Agen ini
terdapat dalam diphenhydramine dan doxylamine yang dapat diperoleh tanpa
resep dokter. Terdapat lebih dari 20 uji terkontrol yang dilakukan terkait
Antihistamin. Ibu yang mengkonsumsi Antihistamin selama trimester I
kehamilan memiliki risiko sedikit lebih rendah terhadap malformasi minor
dibandingkan dengan ibu yang tidak mengkonsumsi Antihistamin selama
kehamilan. Data yang terkumpul dari tujuh uji terkontrol acak yang dilakukan
untuk menilai efektivitas Antihistamin menemukan bahwa Antihistamin dapat
digunakan untuk mengurangi muntah secara signifikan. Akan tetapi,
percobaan tersebut dilakukan menggunakan dosis Antihistamin yang berbeda.
Antihistamin terbukti aman dan berkhasiat untuk mengatasi mal dan muntah
pada kehamilan. Akan tetapi, penggunaannya dibatasi oleh efek samping yang
dapat ditimbulkan, seperti rasa kantuk. Efek samping tersebut menyebabkan
banyak ibu tidak bersedia mengkonsumsi obat ini sepanjang hari. Hingga saat
ini belum ada studi yang dilakukan untuk menilai keamanan atau efektivitas
Antihistamin non-sedasi, seperti loratadin, cetirizin atau feksofenadin untuk
mengatsi mual dan muntah pada kehamilan. Selain obat yang telah dijelaskan
sebelumnya, antikolinergik, bendektin, antagonis dopamin, metoklopramida,
droperidol antagonis serotonin, kortikosteroid juga diyakini mengurangi
kehamilan. (Pratama, 2016) mual dan muntah pada mampu
Pre eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, odem dan protein uria
yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 kehamilan,
tetapi dapat terjadi sebelumnya. Misalnya terdapat Molahydatidosa (Sarwono: 2006)
Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat
bila satu atau lebih tanda gejala dibawah ini:
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmH atau lebih.
Menurut (Sukarni, 2017) dalam bukunya menjelaskan hipertensi dalam kehamilan dibagi
menjadi 2 golongan yaitu :
1) Preeklampsia Ringan
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 140/90 MmHg atau lebih
dengan posisi pengukuran tekanan darah pada ibu baik duduk maupun telentang.
Protein Uria 0,3 gr/lt atau +1/+2. Edema pada ekstermitas dan muka serta diikuti
kenaikan berat badan > 1 Kg/per minggu.
2) Preeklampsia Berat
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 160/110 MmHg atau lebih.
Protein Uria 5 gr/lt atau lebih, terdapat oliguria ( Jumlah urine kuran dari 500 cc per 2
jam) serta adanya edema pada paru serta cyanosis. Adanya gangguan serebral,
gangguan visus dan rasa nyeri pada epigastrium.
C. Etiologi
1) Teori Genetik
Berdasarkan pada teori ini preeklampsia merupakan penyakit yang dapat diturunkan atau
bersifat heriditer, faktor genetik menunjukkan kecenderungan meningkatnya frekuensi
preeklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsia, serta peran Renin-
AngiotensinAldosteron-System (RAAS) dimana enzim renin merupakan enzim yang
dihasilkan oleh ginjal dan berfungsi untuk meningkatkan tekanan darah bekerja sama
dengan hormon aldosteron dan angiotensin lalu membentuk sistem
2) Teori Immunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul pada kehamilan
berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan
blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna.
1. Malnutrisi Berat.
2. Riwayat penyakit seperti : Diabetes Mellitus, Lupus, Hypertensi dan
3. Penyakit Ginjal.
4. Jarak kehamilan yang cukup jauh dari kehamilan pertama.
5. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
6. Obesitas.
7. Riwayat keluarga dengan preeklampsia.
D. ANATOMI FISIOLOGI PRE EKLAMPSIA
Uterus (rahim)
Adalah sebuah kubah berbentuk seperti buah peer sedikit gepeng kerah muka
belakang, ukuran belakang sebesdar telur ayam dan mempunyai rongga Dindingnya terdiri
atas otot-otot polos Ukuran panjangnya 7,75 cm lebar diatas 5,25 cm, tebal 3,5 cm dan tebal
dinding 125 cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio ( serviks
kedepan dan membentuk sudut dengan vagina
Uterus terdiri atas fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri, Fundus uteri adalah
bagian uterus yang terbesar, pada saat kehamilan mempunyai fungsi sebagai tempat janin
berkembang Rongga yang terdapat dikorpus uteri disebut kavum uteri (rongga rahim).
Serviks uteri terdiri atas Pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio. Pars supra
vaginalis servisis uteri adalah bagian serviks yang berada diatas
Utenis diberi darah oleh ateria utermasinistra et extema yang terdiri dari ramus
assendens dan rammus dessendens. Pembuluh darah ini berasal dari ateri iliaka internal (a
hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum tatum masuk kedalam terus didaerah serviks
kira-kira 1.5 cm dari formiks vagina
Fungsi utama uterus yaitu setiap bulan berfungsi dalam siklus haid, tempat jain
tumbuh dan berkembang berkontraksi teruama sewaktu bersalin dan sesudah bersalin
Plasenta
Plasenta merupakan alat yang sangat penting bagi janin karena sebagai alat pertukaran
zat antara ibu dan anak dan sebalinya. Jika anak terganggu pada plasenta, baik tidaknya anak
sangat tergantung pada baik buruknya faal plasenta ( abstetri dan ginekologi, 1993:111).
Plasenta berbentuk bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal lebih kurang 2,5 cm.
Beratnya rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan dengan plasenta biasanya ditengah,
keadaan in disebut insersio sentralis Bila hubungan ini agak kepinggir disebut insersio
lateralis, dan bila dipinggir plasenta disebut insersio marginalis. Kadang tali pusat berada
diluar plasenta, dan hubungan dengan plasenta melalui selaput janin, jika demikian disebut
insersio velamentosa
Plasenta mempunyai dua permukaan yaitu permukaan yang menghadap kejanin yang
disebut permukaan foctal Dan yang lain adalah permukaan yang menghadap ke ibu yang
disebut permukaan maternal
Permukaan foetal warnanya keputili-putihan dan licin karena tertutup oleh amnion, di
bawah amnion nampak pembuluh-pembuluh darah Permukaan matemal berwarna merah dan
terbagi oleh celah-celah
Celahini tadinya terisi oleh septa (sekat) yang berasal dan jaringan ibu Oleh celah-
celah mu plasenta terbagi dalam 16-20 kotiledon
Darah janin menuju ke plasenta melalui 2 buah artinice umbilicales dan dari plasenta
ketubuh jamin melalui vena umbilicalis. Ketiga pembuluh darh serdapat dalam tali pusat
Arter mengandung darah yang kotor dan vena mengandung darah yang bersih. Dan tah pusat
pembuluh darah tersebut berjalan dalam chorion dan kemudian masuk ke dalam vill. Daran
ibu memancar ke dalam ruangan interviliair ialah rongga diantara villi dari arteri ibu yan
terbuka pada dasar ruangan tersebut. Kemudian darah ibu menjalar kesegala jurusan dan
dengan lambat laun mengalir kebawah dan masuk dalam venae pada dasar plasenta
Plasenta bekerja sebagai usus yaitu mengambil kamakanan sebagai pan mengeluarkan
CO dan mengambil O schugai ginjal zat racun yang biasanya dikeluarkan oleh ginjal seperti
ureum dikeluarkan oleh plasenta dan akhirnya bekerja sebagai kelenjar buntu yang
mengeluarkan hormon sebagai bentuk kelanjutan kehamilan
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus,
lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah
merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan
naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air
dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan
pada glomerulus (Sinopsis Obstetri. Jilid I. Halaman 199).
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia
(Cunniangham,2003).
1. Perubahan kardiovaskuler
3. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu
dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan
4. Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada
korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo,
2005).
5. Uterus
6. Paru-Paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru
yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi pnemonia atau
abses paru (Rustam, 1998).
Tanda dan gejala pada ibu hamil dengan preeklampsia secara umum adalah sebagai
berikut, yaitu:
1. Gejala subjektif
2. Tanda Objektif
dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan
menemukan takikarda, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi
ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak (Michael, 2005).
2. Radiologi
a) Ultrasonografi
b) KardiotografI
\
Asuhan Keperawatan Pre eklampsia
1. Pengkajian
a. Anamnesa:
ibu mengalami sakit kepala didaerah frontal, terasa sakit di ulu hati/nyeri
epigastrium, penglihatan kabur, mual muntah, anoreksia.
2. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum: pada ibu yang menderita preeklamsia biasanya mengalami
kelelahan
b) Tekanan Darah : Klien ditemukan dengan darah sistol >140 mmHg dan diastol
>90 mmHg.
c) Nadi : Klien preeklamsia mengalami nadi yang meningkat
d) Nafas : Klien preeklamsia mengalami nafas pendek, terdengar nafas berisik dan
ngorok
e) Suhu : Klien preeklamsia biasanya suhu normal
f) BB : terjadi peningkatan berat badan lebih dari 1 kg/minggu atau sebanyak 3
kg/bulan.
g) Kepala : kepala terlihat kurang bersih dan berketombe serta ibu yang mengalami
preeklamsia mengeluh sakit kepala
h) Wajah : klien yang preeklamsia wajahnya tampak bengkak / edema
i) Mata : klien yang preeklamsia mata dengan penglihatan yang kabur dan
konjungtiva anemis
j) Mulut : klien yang preeklamsia mukosa bibirnya lembab dan mulut terjadi pembengkakan
vaskuler 28 pada gusi sehingga bisa mengalami pembengkakan dan pendarahan.
Thorax
1. Paru – paru : klien yang preeklamsia terjadi peningkatan respirasi, nafas
pendek dan edema paru.
2. Jantung : klien yang preeklamsia mengalami dekompensasi jantung
3. Payudara : payudara membesar, lebih keras dan padat, areola menghitam dan
putting menonjol
4. Abdomen : terdapat jahitan sectio caesarea, involusi uterus pada persalinan
dengan SC lembih lambat dari pada persalinan normal (Marmi, 2015).
5. Pemeriksaan janin : klien yang preeklamsia Gerakan janin melemah dan tidak
teraturnya bunyi jantung
Data Penunjang
1. Urine : protein urine pada PEB bersifat (+), kadarprotein urine >5 gr/jam atau
+2 pada pemeriksaan kualitatif. Oliguria (≤500cc/24jam) merupakan tanda
PEB (Manuaba, 2013)
2. Darah : trombositopeni berat : <100.000 sel/mm merupakan tanda sindroma
HELLP. Terjadi peningkatan hematokrit.
Diagnosa Keperawatan :
Observasi
1. Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu,
ankle-brachial index)
2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis: diabetes, perokok, orang tua,
hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
a. Terapeutik
9. Lakukan hidrasi
Edukasi
Anjurkan berhenti merokok
Anjurkan berolahraga rutin
Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika
perlu
Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis: melembabkan kulit kering pada kaki)
Anjurkan program rehabilitasi vaskular
Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis: rendah lemak jenuh, minyak ikan omega
3)
Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis: rasa sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa).
Kriteria hasil:
Observasi
Terapeutik
Edukasi
DAFTAR PUSTAKA
Astutik, R. Y. (2018). Anemia Dalam Kehamilan. Jember: CV. Pustaka Abadi.
Farhan, K. (2021). Anemia Ibu Hamil Dan Efeknya Pada Bayi. MYJM: Muhammadiyah
Journal Of Midwifery.
Suhir, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Reproduksi
(Preeklamsia). Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Graha Edukasi.