Anda di halaman 1dari 51

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah

besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50 % kematian wanita

subur usia disebabkan hal berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan

biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak

produktivitasnya. Tahun 1996, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per

tahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia Selatan, wanita

berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan/persalinan selama

kehidupannya; di banyak negara Afrika 1:14; sedangkan di Amerika Utara hanya

1 : 6.366. lebih dari 50 % kematian di negara berkembang sebenarnya dapat

dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatif rendah.

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya

hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 ulan 7 hari) dihitung dari hari

pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama

dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai

6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan.

KOMPLIKASI PADA KEHAMILAN

Pada beberapa wanita ada kemungkinan mengalami penyimpangan dalam

perjalanan kehamilannya. Ada beberapa komplikasi yang dapat dialami seorang

wanita hamil.

1. Pendarahan pada Kehamilan Muda

a. Abortus
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia

luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya pada atau sebelum kehamilan

tersebut berusia 22 minggu. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila

berat badannya telah mencapai lebih dari 500 gram atau umur kehamilan

lebih dari 22 minggu.

Klasifikasi abortus :

1. Abortus spontan

Adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun

mekanis.

2. Abortus buatan (abortus provocatus, disengaja, digugurkan)

a. Abortus buatan menurut kaidah ilmu (abortus provocatus

artificialis atau abortus therapeuticus). Indikasi abortus

untuk kepentingan ibu, misalnya: penyakit jantung,

hipertensi esensial, dan karsinoma serviks.

Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari

dokter, ahli kebidanan, penyakit dalam dan psikiatri atau

psikolog.

b. Abortus buatan kriminal (abortus provocatus criminalis)

adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang

sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang

oleh hukum atau dilakukan oleh yang tidak berwenang.


Kemungkinan adanya abortus provokatus kriminalis

harus dipertimbangkan bila ditemukan abortus frebilis.

Bahaya abortus buatan kriminalis:

 Infeksi

 Infertilitas sekunder

 Kematian

Insidensi abortus sulit ditentukan karena kadang-kadang seorang wanita

dapat mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai

gejala yang hebat sehingga hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat

(siklus memanjang). Terlebih lagi insidensi abortus kriminalis, sangat sulit

ditentuan karena biasanya tidak dilaporkan. Angka kejadian abortus dilaporkan

oleh rumah sakit sebagai rasio dari jumlah abortus terhadap jumlah kelahiran

hidup. Di USA, angka kejadian secara nasional berkisar antara 10-20 %. Di

Indonesia kejadian berdasarkan laporan rumah sakit, seperti di RS Hasan Sadikin

Bandung berkisar antara 18-19 %.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya abortus, yaitu:

1. Faktor janin

Kelahiran yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan

pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya

menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni:

a. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio,

atau kelainan kromosom (monosomi, trisomi,, atau poliploidi)


b. Embrio dengan kelainan lokal

c. Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas)

2. Faktor maternal

a. Infeksi

Infeksi maternal dapat membawa resiko bagi janin yang sedang

berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal

trimester kedua. Tidak diketahui penyebab kematian janin secara

pasti, apakah janin yang menjadi terinfeksi ataukah toksin yang

dihasilkan oleh mikroorganisme penyebabnya.

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus:

 Virus

Misalnya rubella, sitomegalovirus, virus herpes simpleks,

varicella zoster, vaccinia, campak, hepatitis, polio, dan

ensefalomielitis

 Bakteri

Misalnya Salmonella thypi

 Parasit

Misalnya Toxoplasma gondii, Plasmodium

b. Penyakit vaskular

Misalnya hipertensi vaskular

c. Kelainan endokrin

Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak

mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid; defisiensi insulin


d. Faktor imunologis

Ketidakcocokan (inkompatibilitas) sistem HLA (Human Leukocyte

Antigen)

e. Trauma

Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah

trauma tersebut, misalnya trauma akibat pembedahan:

 Pengangkatan ovarium yang mengandung korpus luteum

graviditatum sebelum minggu ke-8

 Pembedahan intraabdominal dan operasi pada uterus pada

saat hamil

f. Kelainan uterus

Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa), serviks

inkompeten atau retroflexio uteru gravidi incarcerata

g. Faktor psikosomatik

Pengaruh dari faktor ini masih dipertanyakan

3. Faktor eksternal

a. Radiasi

Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama dapat

merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan

keguguran

b. Obat-obatan

Antagonis asam folat, antikoagulan, dan lain-lain.


Sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan 16

minggu, kecuali telah dibuktikan bahwa obat tersebut tidak

membahayakan janin, atau untuk pengobatan penyakit ibu yang

parah

c. Bahan-bahan kimia lainnya

Seperti bahan yang mengandung arsen dan benzen

PATOGENESIS

Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang

kemudian diikuti dengan pendarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi

perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel

peradangan akut, dan akhirnya peradangan per vaginam. Buah kehamilan terlepas

seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam

rongga rahim. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah

itu terjadi pendorongan benda asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu

ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio baiasanya terjai paling

lama 2 minggu sebelum pendarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk

mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi pendarahan banyak

karena abortus tidak dapat dihindari.

Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan

lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10 vili korialis belum

menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telut mudah terlepas

keseluruhannya. Antara minggu ke-10-12 korion tumbuh dengan cepat dan


hubungan vili korialis dengan desidua makin erat hingga mulai saat tersebut

sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus.

PENANGANAN

1. Abortus imminens

 Tidak diperlukan pengobatan medik yang khusus atau tirah baring

secara total

 Anjurkan untuk tidak melakukan aktivitas fisik secara berlebihan

atau melakukan hubungan seksual

 Bila pendarahan:

- Berhenti: lakukan asuhan antenatal terjadwal dan

penilaian ulang bila terjadi pendarahan lagi

- Terus berlangsung: nilai kondsi janin (uji kehamilan /

USG). Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya

penyebab lain (hamil ektopik atau mola)

- Pada fasillitas kesehatan dengan sarana terbatas,

pemantauan hanya dilakukan melalui gejala klinik dan

hasil pemeriksaan ginekologik

2. Abortus insipiens

 Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi

Bila usia gestasi ≤ 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan

peralatan Aspirasi Vakum Manual (AVM) setelah bagian-bagian

janin dikeluarkan
Bila usia gestasi ≥ 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan prosedur

Dilatasi dan Kuretase (D&K)

 Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilakukan atau usia

getasi lebih besar dari 16 minggu, lakukan tindakan pendahuluan

dengan:

- Infus Oksitosin 20 unit dalam 500 mL NS atau RL mulai

dengan 8 tetes/menit yang dapat dinaikkan hingga 40

tetes/menit, sesuai dengan kondisi kontraksi uterus hingga

terjadi pengeluaran hasil konsepsi

- Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian

- Misoprostol 400 mg per oral dan apabila masih

diperlukan, dapat diulangi dengan dosis yang sama

setelah 4 jam dari dosis awal

 Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat dikeluarkan

dengan AVM atau D&K (hati-hati resiko perforasi)

3. Abortus inkomplit

 Tentukan besar uterus(taksir usia gestasi), kenali dan atasi setiap

komplikasi (pendarahan hebat, syok, infeksi/sepsis)

 Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yang disertai

pendarahan hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan secara digital

atau cunam ovum. Setelah itu evaluasi pendarahan:

- Bila pendarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau

misoprostol 400 mg per oral


- Bila pendarahan terus berlangsung, evakuasi sisa hasil

konsepsi dengan AVM atau D&K (pilihan tergantung

usia gestasi, pembukaan serviks, dan keberadaan bagian-

bagian janin

 Bila tak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika profilaksis

(ampisilin 500 mg oral atau doksisiklin 100 mg)

 Bila terjadi infeksi, beri ampisilin 1 g dan metronidazol 500 mg

setiap 8 jam

 Bila terjadi pendarahan hebat dan usia gestai dibawah 16 minggu,

segera lakukan evakuasi dengan AVM

 Bila pasien tampak anemik, berikan sulfas ferosus 600 mg per hari

selama 2 minggu (anemia sedang) atau transfusi darah (anemia

berat)

Pada beberapa kasus, abortus inkomplit erat kaitannya dengan abortus

tidak aman, oleh karena itu, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:

 Pastikan tidak ada komplikasi berat seperti sepsis, perforasi uterus

atau cedera intra-abdomen (mual/muntah, nyeri punggung, demam,

perut kembung, nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri

ulang lepas)

 Bersihkan ramuan tradisional, jamu, bahan kaustik, kayu atau

benda-benda lainnya dari regio genitalia

 Berikan boster tetanus toksoid 0,5 mL bila tampak luka kotor pada

dinding vagina atau kanalis servisis dan pasien pernah diimunisasi


 Bila riwayat pemberian imunisasi tidak jelas, berikan serum anti

tetanus (ATS) 1500 unit IM diikuti dengan pemberian tetanus

toksoid 0,5 mL setelah 4 minggu

 Konseling untuk kontrasepsi pasca keguguran dan pemantauan

lanjut

4. Abortus Komplit

 Apabila kondisi pasien baik, cukup diberi tablet Ergometrin 3×1

tablet/hari untuk 3 hari

 Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet Sulfas

Ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu disertai dengan anjuran

mengkonsusmsi makanan bergizi (susu, sayuran segar, ikan,

daging, telur). Untuk anemia berat, berikan transfusi darah

 Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberi

antibiotika, atau apabila khawatir akan infeksi dapat diberi

antibiotika profilaksis

5. Abortus Infeksiosa

 Kasus ini beresiko tinggi untuk terjadi sepsis, apabila fasilitas

kesehatan setempat tidak mempunyai fasilitas yang memadai, rujuk

pasien ke rumah sakit

 Sebelum merujuk pasien, lakukan restorasi cairan yang hilang

dengan NS atau RL melalui infus dan berikan antibiotika

(misalnya: ampisilin 1 g dan metronidazol 500 mg)

 Jika ada riwayat abortus tidak aman, beri ATS dan TT


 Pada fasilitas kesehatan yang lengkap, dengan perlindungan

antibiotika berspektrum luas dan upaya stabilisasi hingga kondisi

pasien memadai, dapat dilakukan pengosongan uterus sesegera

mungkin (lakukan secara hati-hati karena tingginya kejadian

perforasi pada kondisi ini)

Tabel Kombinasi antibiotika untuk abortus infeksiosa

Kombinasi antibiotika Dosis oral Catatan

Berspektrum luas dan mencakup


Ampisilin dan 3 × 1 g oral dan
untuk gonorrhea dan bakteri
Metronidazol 3 × 500 mg
anaerob

Tetrasiklin dan 4 × 500 mg dan Baik untuk klamidia, gonorrhea,

Klindamisin 2 × 300 mg dan bakteroides fragilis

Trimethoprim dan 160 mg dan Spektrum cukup luas dan

Sulfamethoksazol 800 mg harganya relatif murah

Tabel Antibiotika parenteral untuk abortus septik

Antibiotika Cara pemberian Dosis

Sulbenisilin 3×1g

Gentamisin IV 2 × 80 mg

Metronidazol 2×1g

Seftriaksone IV 1×1g

Amoksisilin + Klavulanik Acid 3 × 500 mg


IV
Klindamisin 3 × 600 mg
b. Kehamilan Ektopik Terganggu

Kehamilan ektopik ialah kehamilan dimana setelah fertilisasi, implantasi

terjadi di luar endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik

terjadi di tuba uterina. Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau

ruptura apabila massa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang

implantasi (misalnya tuba) dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan

ektopik terganggu.

Kehamilan ektopik yang belum terganggu

Pada keadaan ini juga ditemui gejala-gejala kehamilan muda atau abortus

imminens (terlambat haid, mual dan muntah, pembesaran payudara,

hiperpigmentasi areola dan garis tengah perut, peningkatan rasa ingin

berkemih, porsio livide, pelunakan serviks, pendarahan bercak berulang).

Tanda-tanda tidak umum dari hasil pemeriksaan bimanual pada tahapan ini

adalah:

 Adanya massa lunak di adneksa (hati-hati saat melakukan

pemeriksaan karena dapat terjadi ruptur atau salah duga dengan

ovarium atau kista kecil)

 Nyeri goyang porsio

Kehamilan ektopik yang terganggu


Pada tahapan ini, selain gejala kehamilan muda dan abortus imminens,

pada umumnya juga ditemui kondisi gawat darurat dan abdominal akut,

seperti:

 Pucat/anemis

 Kesadaran menurun dan lemah

 Syok (hipovolemik) sehingga isi dan tekanan denyut nadi

berkurang serta meningkatnya frekuensi nadi (diatas 112 ×/menit)

 Perut kembung (adanya cairan bebas intraabdomen) dan nyeri

tekan

 Nyeri perut bawah yang makin hebat apabila tubuh digerakkan

 Nyeri goyang porsio

PENANGANAN

 Setelah diagnosis ditegakkan, segera lakukan persiapan untuk tindakan

operatif gawat darurat

 Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk melakukan

tindakan operatif karena sumber pendarahan harus segera dihentikan

 Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh

dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 mL dalam 15 menit pertama)

atau 2 L dalam 2 jam pertama (termasuk selama tindakan berlangsung

 Bila darah pengganti belum tersedia, berikan autotransfusion berikut ini:

- Pastikan darah yang dihisap dari rongga abdomen telah melalui alat

pengisap dan wadah penampung yang steril


- Saring darah yang tertampung dengan kain steril dan masukkan ke

dalam kantung darah (blood bag). Apabila kantung darah tidak

tersedia, masukkan dalam botol bekas cairan infus (yang baru terpakai

dan bersih) dengan diberikan larutan sodium sitrat 10 mL untuk setiap

90 mL darah

- Transfusikan darah melalui silang transfusi yang mempunyai saringan

pada bagian tabung tetesan

 Tindakan pada tuba dapat berupa:

- Parsial salpingektomi yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang

mengandung hasil konsepsi

- Salpingostomi (hanya dilakukan sebagai upaya konservasi dimana tuba

tersebut merupakan salah satu yang masih ada) yaitu mengeluarkan

hasil konsepsi pada satu segmen tuba kemudian diikuti dengan reparasi

bagian tersebut. Risiko tindakan ini adalah kontrol pendarahan yang

kurang sempurna atau rekurensi (hamil ektopik ulangan)

 Mengingat kehamilan ektopik berkaitan dengan gangguan fungsi

transportasi tuba yang disebabkan oleh proses infeksi, maka sebaiknya

pasien diberi antibiotika kombinasi atau tunggal dengan spektrum yang

luas

 Untuk kendali nyeri pascatindakan dapat diberikan:

- Ketoprofen 100 mg supositoria

- Tramadol 200 mg IV

- Pethidin 50 mg IV (sisipkan antidotum terhadap reaksi sensitivitas)


 Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari

 Konseling pascatindakan:

- Kelanjutan fungsi reproduksi

- Risiko hamil ektopik ulangan

- Kontrasepsi yang sesuai

- Asuhan mandiri selama di rumah

- Jadwal kunjungan ulang

c. Mola Hidatidosa

Hamil mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi

tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili koriales

disertai dengan degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang lebih

cepat dari usia gestasi yang normal, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri

hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur.

PENANGANAN

 Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi

berlangsung, berikan infus 10 IU oksitosin 500 mL NS atau RL dengan

kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap

pendarahan hebat dan efektivitas kontraksi terhadap pengosongan

uterus secara cepat)

 Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari Kuretase

Tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan


AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga

pengosongan kavum uteri selesai

 Kenali dan tangani komplikasi penyerta seperti tiritoksikosis atau

krisis tiroid baik sebelum, selama, dan setelah prosedur evakuasi

 Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk

anemia berat lakukan transfusi

 Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai risiko

tinggi untuk perubahan ke arah ganas, pertimbangkan untuk

memberikan methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau 25 mg IM dosis

tunggal

 Lakukan pemantauan kadar hCG hingga minimal 1 tahun

pascaevakuasi. Kadar yang menetap atau meninggi setelah 8 minggu

pascaevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblas aktif (di luar

uterus atau invasif); berikan kemoterapi MTX dan pantau β-hCG serta

besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu

 Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan

kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomi

apabila ingin menghentikan fertilitas

2. Pendarahan Kehamilan Lanjut dan Persalinan

Pendarahan antepartum pada umumnya disebabkan oleh kelainan implantasi

plasenta (letak rendah dan previa), kelainan insersi tali pusat atau pembuluh
darah pada selaput amnion (vasa previa) dan separasi plasenta sebelum bayi

lahir.

d. Plasenta Previa

Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim

dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian

plasenta previa adalah 0,4-0,6 % dari keseluruhan persalinan.

Gejala pendarahan awal plasenta previa, pada umumnya hanya berupa

pendarahan bercak atau ringan.

TERAPI SPESIFIK

Terapi ekspektatif

 Tujuan terapi ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur,

penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis

servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non-invasif. Pemantauan

klinis dilaksanakan secara ketat dan baik.

Syarat-syarat terapi ekspektatif:

- kehamilan preterm dengan pendarahan sedikit yang kemudian

berhenti

- belum ada tanda-tanda in partu

- keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas

normal)

- janin masih hidup


 Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis

 Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia

kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin

 Berikan tokolitik bila ada kontraksi:

- MgSO4 4 g IV dosis awal dilajutkan 4 g setiap 6 jam

- Nifedipin 3 × 20 mg/hari

- Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru

janin

 Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari hasil

amniosentesis

 Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih berada di

sekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi

jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk

menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat

 Bila pendarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih

lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila

rumah pasien di luar kota dan jarak untuk mencapai rumah sakit lebih

dari 2 jam) dengan pesan untuk segera kembali ke rumah sakit apabila

terjadi pendarahan ulang

Terapi Aktif (Tindakan segera)


 Wanita hamil diatas 22 minggu dengan pendarahan pervaginam yang

aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa

memandang maturitas janin

 Untuk diagnosis plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan

persalinan, setelah semua persyaratan dipenuhi, lakukan PDMO jika:

- Infus/transfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap

- Kehamilan ≥ 37 minggu (berat badan ≥ 2500 gram) dan in partu,

atau

- Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor

(misal: anensefali)

- Pendarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati

pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar)

Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa adalah:

1. Seksio sesarea

 Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk

menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak

punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilaksanakan

 Tujuan seksio sesarea:

- Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat

segera berkontraksi dan menghentikan pendarahan

- Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada

serviks uteri, jika janin dilahirkan pervaginam


 Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi

sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan

mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi plasenta sering

menjadi sumber pendarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi

dan susunan serabut otot dengan korpus uteri

 Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi

ibu

 Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan

pendarahan, infeksi, dan keseimbangan cairan masuk-keluar

2. Melahirkan pervaginam

Pendarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan

tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

 Amniotomi dan akselerasi

Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis

dengan pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Dengan

memecah ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim

dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau

masih lemah, akselerasi dengan infus oksitosin

 Versi Braxton Hicks

Tujuan melakukan versi Braxton Hicks ialah mengadakan

tamponade plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton

Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup

 Traksi dengan Cunam Willet


 Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri

beban secukupnya sampai pendarahan berhenti. Tindakan ini

kurang efektif untuk menekan plasenta dan seringkali

menyebabkan pendarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya

dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan pendarahan yang

tidak aktif

e. Solusio Plasenta

Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang

normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada

kehamilan dengan masa gestasi di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500

gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya pendarahan dalam

desidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplasenter.

Hematoma dapat semakin membesar ke arah pinggir plasenta sehingga jika

amniokhorion sampai terlepas, pendarahan akan keluar melalui ostium uteri

(pedarahan keluar), sebaliknya apabila amniokhorion tidak terlepas,

pendarahan tertampung dalam uterus (pendarahan tersembunyi).

TERAPI SPESIFIK

Terhadap komplikasi

1. Atasi syok

o Infus larutan NS/RL untuk restorasi cairan, berikan 500 mL dalam

15 menit pertama dan 2 L dalam 2 jam pertama


o Berikan transfusi dengan darah segar untuk memperbaiki faktor

pembekuan akibat koagulopati

2. Tatalaksana oliguria atau nekrosis tubuler akut

Tindakan restorasi caira, dapat memperbaiki hemodinamika dan

memperthankan fungsi ekskresi sistem urinaria. Tetapi apabila syok terjadi

secara cepat dan telah berlangsung lama (sebelum dirawat), umumnya akan

terjadi gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan oliguria (produksi urin

30 mL/jam). Pada kondisi yang lebih berat dapat terjadi anuria yang

mengarah pada nekrosis tubulus renalis. Setelah restorasi cairan, lakukan

tindakan untuk mengatasi gangguan tersebut dengan:

 Furosemida 40 mg dalam 1 L kristaloid dengan 40-60 tetesan per

menit

 Bila belum berhasil, gunakan manitol 500 mL dengan 40 tetesan

per menit

3. Atasi hipofibrinogenemia

 Restorasi cairan/darah sesegera mungkin dapat menghindarkan

terjadinya koagulopati

 Lakukan uji beku darah (bedside coagulation test) untuk menilai

fungsi pembekuan darah (penilaian tak langsung kadar ambang

fibrinogen)

Caranya sebagai berikut:

- ambil darah vena 2 mL, masukkan dalam tabung

kemudain diobservasi
- genggam bagian tabung yang berisi darah

- setelah 4 menit, miringkan tabung untuk melihat lapisan

koagulasi di permukaan

- lakukan hal yang sama setiap menit

- bila bagian permukaan tidak membeku dalam awktu 7

menit, maka diperkirakan titer fibrinogen dianggap di

bawah nilai normal (kritis)

- bila terjadi pembekuan tipis yang mudah robek bila

tabung dimiringkan, keadaan ini juga menunjukkan kadar

fibrinogen di bawah ambang normal

 Bila darah segar tidak dapat segera diberikan, berikan plasma beku

segar (15 mL/kgBB)

 Bila plasma beku segar tidak tersedia, berikan kriopresipitat

fibrinogen

 Pemberian fibrinogen, dapat memperberat terjadinya koagulasi

diseminata intravaskuler yang berlanjut dengan pengendapan

fibrin, pembendungan mikrosirkulasi di dalam organ-organ vital,

seperti ginjal, glandula adrenalis, hipofisis dan otak

 Bila pendarahan masih berlangsung (koagulopati) dan trombosit di

bawah 20.000, berikan konsentrat trombosit

4. Atasi anemia
 Darah segar merupakan bahan terpilih untuk mengatasi anemia

karena disamping mengandung butir-butir darah merah, juga

mengandung unsur pembekuan darah

 Bila restorasi cairan telah tercapai dengan baik tetapi pasien masih

dalam kondisi anemia berat, berikan packed cell

Tindakan obstetrik

Persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3 jam, umumnya dapat pervaginam.

1. Seksio sesarea

 Seksio sesarea dilakukan apabila:

- janin hidup dan pembukaan belum lengkap

- janin hidup, gawat janin tetapi persalinan pervaginam

tidak dapat dilaksanakan dengan segera

- janin mati tetapi kondisi serviks tidak memungkinkan

persalinan pervaginam dapat berlangsung dalam waktu

yang singkat

 Persiapan untuk seksio sesarea, cukup dilakukan penanggulangan

awal (stabilisasi dan tatalaksana komplikasi) dan segera lahirkan

bayi karena operasi merupakan satu-satunya cara efektif untuk

menghentikan pendarahan

 Hematoma miometrium tidak mengganggu kontrasi uterus

 Observasi ketat kemungkinan pendarahan ulangan (koagulopati)

2. Partus pervaginam

 Partus pervaginam dilakukan apabila:


- janin hidup, gawat janin, pembukaan lengkap dan bagian

terendah di dasar panggul

- janin telah meninggal dan pembukaan serviks 2 cm

 Pada kasus pertama, amniotomi (bila ketuban belum pecah)

kemudian percepat kala II dengan ekstraksi forseps (atau vakum)

 Untuk kasus kedua, lakukan amniotomi (bila ketuban belum pecah)

kemudian akselerasi dengan 5 unit oksitosin dalam dekstrose 5 %

atau RL, tetesan diatur sesuai dengan kontraksi uterus

 Setelah persalinan, gangguan pembekuan darah akan membaik

dalam waktu 24 jam, kecuali bila jumlah trombosit sangat rendah

(perbaikan baru terjadi dalam 2-4 hari kemudian)

f. Ruptura Uteri

Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat

dilampauinya daya regang miometrium. Penyebab ruptura uteri adalah

disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri

termasuk salah satu diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan

lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan

pendarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih

dan organ vital di sekitarnya. Risiko infeksi sangat tinggi dan angka

kematian bayi sagat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit

menyebabkan hematoma pada parametrium, kadang-kadang sangat sulit

untuk segera dikenali sehingga seringkali menimbulkan komplikasi serius


atau bahkan kematian. Syok yang terjadi, seringkali tidak sesuai dengan

jumlah darah yang keluar karena pendarahan hebat dapat terjadi ke dalam

kavum abdomen.

PENANGANAN

 Berikan segera cairan isotonik (Ringer Laktat atau garam

fisiologis) 500 mL dalam 15-20 menit dan siapkan laparotomi

 Lakukan laparotomi untuk melahirkan anak dan plasenta.

 Bila konsservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan

memungkinkan, lakukan reparasi uterus

 Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien

mengkhawatirkan, lakukan histerektomi

 Lakukan bilasan peritoneal dan pasang drain dari kavum abdomen

 Antibiotika dan serum anti tetanus

Bila terdapat tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, darah

bercampur cairan ketuban berbau, hasil apusan atau biakan darah)

segera berikan antibiotika spektrum luas. Bila terdapat tanda-tanda

trauma alat genitalia atau luka yang kotor, tanyakan saat terakhir

mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesis tidak dapat

memastikan perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti

tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5 mL IM

2. Pendarahan Setelah Bayi Lahir


Pada saat pascapersalinan, sulit untuk menentukan terminologi berdaarkan

batasan kala persalinan yang terdiri dari 1 hingga 4. definisi pendarahan

pasacapersalinan adalah pendarahan yang melebihi 500 mL. kondisi dalam

persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah pendarahan yang

terjadi karena tercampur dengan air ketuban dan serapan pakaian atau kain alas

tidur.

Oleh sebab itu, maka batasan operasional untuk periode pascapersalinan

adalah setelah bayi lahir. Sedangkan tentang pendarahan, disebutkan sebagai

pendarahan yang lebih normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital

(paien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea,

sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/menit, kadar Hb <8g%).

PENANGANAN

a. Pendarahan pascapersalinan primer

i. Atonia Uteri

 Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri

 Sementara dilakukan pemasangan infus dan pemberian

uretonotika, lakukan kompresi bimanual

 Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian plasenta

masih tertinggal, lakukan evakuasi hasil plasenta) dan tak ada

laserasi jalan lahir

 Berikan transfusi darah bila sanagat diperlukan

 Lakukan uji beku darah untuk konfirmasi sistem pembekuan darah


ii. Retensio Plasenta

Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh

gangguan kontraksi uterus.

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta

hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.

iii. Ruptura Perineum dan Robekan Dinding Vagina

3. Hipertensi dalam Kehamilan, Nyeri Kepala, Gangguan Penglihatan,

Kejang dan/atau Koma

PRINSIP DASAR

Masalah:

 Wanita hamil atau baru melahirkan mengeluh nyeri kepala hebat

atau penglihatan kabur

 Wanita hamil atau baru melahirkan menderita kejang atau tidak

sadar/koma

Penanganan umum:

 Segera rawat

 Lakukan penilaian klinik terhadap keadaan umum sambil mencari

riwayat penyakit sekarang dan terdahulu dari pasien dan

keluarganya

 Jika pasien tidak bernafas:

- bebaskan jalan nafas

- beri O2 dengan masker


- intubasi jika perlu

 Jika pasien tidak sadar/koma:

- bebaskan jalan nafas

- baringkan pada satu sisi

- ukur suhu

- periksa apakah ada kaku tengkuk

 Jika pasien syok: lihat penanganan syok

 Jika ada pendarahan: lihat penanganan pendarahan

 Jika kejang:

- baringkan pada satu sisi, tempat tidur arah kepala

ditinggikan sedikit untuk mengurangi kemungkinan

aspirasi sekret, muntahan atau darah

- bebaskan jalan nafas

- pasang spatel lidah untuk menghindari tergigitnya lidah

- fiksasi, untuk menghindari jalannya pasien dari tempat

tidur

Gejala dan Tanda:

 Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan

hipertensi dalam kehamilan, oleh karena tekanan diastolik

mengukur tahanan perifer dan tidak tergantung keadaan emosional

pasien

 Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolik ≥ 90

mmHg pada 2 pengukuran berjarak 1 jam atau lebih


 Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam:

- Hipertensi karena kehamilan, jika terjadi hipertensi terjadi

pertama kali sesudah kehamilan

- Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum

kehamilan 20 minggu

Tabel Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan

Diagnosis Tekanan darah Tanda lain

Hipertensi karena

kehamilan

 Hipertensi  Kenaikan tekanan  Proteinuria (-)

diastolik 15 mmHg  Kehamilan > 20 minggu

atau > 90 mmHg

dalam 2 pengukuran

berjarak 1 jam atau

tekanan diastolik

sampai 110 mmHg  Proteinuria 1+

 Preeklampsia ringan  Idem  Proteinuria 2+

 Preeklampsia berat  Tekanan diastolik >  Oliguria


110 mmHg
 Hiperrefleksia

 Gangguan penglihatan

 Nyeri epigastrium
 Kejang

 Eklampsia  Hipertensi

Hipertensi kronik

 Hipertensi kronik  Hipertensi  Kehamilan < 20 minggu

 Superimposed pre-  Hipertensi kronik  Proteinuria + tanda-

eclampsia tanda lain dari pre-

eklampsia

Hipertensi karena kehamilan

 Lebih sering pada primigravida. Patologi telah terjadi akibat implantasi

sehingga timbul iskemia plasenta yang diikuti sindrom inflamasi.

 Risiko meningkat pada:

- masa plasenta besar (pada gemelli, penyakit trofoblas)

- diabetes mellitus

- isoimunisasi rhesus

- faktor herediter

- masalah vaskuler

 Hipertensi karena kehamilan:

- hipertensi tanpa proteinuria atau udema

- preeklampsia ringan

- preeklampsia berat

- eklampsia
 Hipertensi karena kehamilan dan preeklampsia ringan sering ditemukan

tanpa gejala, kecuali meningkatnya tekanan darah. Prognosis menjadi

lebih buruk dengan terdapatnya proteinuria. Edema tidak lagi menjadi

suatu tanda yang sahih untuk preeklampsia.

 Preeklampsia berat didiagnosis pada kasus dengan salah satu gejala

berikut:

- tekanan diastolik >110 mmHg

- proteinuria ≥ 2+

- oliguria < 400 mL per jam

- edema paru-paru: nafas pendek, sianosis, rhonkhi +

- nyeri daerah epigastrium atau kuadran atas kanan

- gangguan penglihatan: skotoma atau penglihatan berkabut

- nyeri kepala hebat, tidak berkurang dengan analgesik biasa

- hiperrefleksia

- mata: spasme arteriolar, edema, ablasio retina

- koagulasi: koagulasi intravaskuler disseminata, sindrom HELLP

- pertumbuhan janin terhambat

- otak: edema serebri

- jantung: gagal jantung

 Eklampsia ditandai oleh gejala-gejala preeklampsia berat dan kejang:

- kejang dapat terjadi tidak tergantung dari beratnya hipertensi

- kejang bersifat tonik-klonik, menyerupai kejang pada epilepsi grand

mal
- koma terjadi sesudah kejang, dapat berlangsung lama (berjam-jam)

Hipertensi kronik

 Hipertensi kronik dideteksi sebelum usia kehamilan 20 minggu

 Superimposed preeclampsia adalah hipertensi kronik dengan preeklampsia

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

Hipertensi kronik

 Jika tekanan darah sebelum kehamilan 20 minggu tidak diketahui, sulit

membedakan antara preeklampsia dan hipertensi kronik, dalam hal

demikian, tangani sebagai hipertensi karena kehamilan

Proteinuria

 Sekret vagina atau cairan amnion dapat mengkontaminasi urin, sehingga

terdapat proteinuria

 Kateterisasi tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan infeksi

 Infeksi kandung kencing, anemia berat, payah jantung, partus lama juga

dapat menyebabkan proteinuria

 Darah dalam urin, skistosomiassis, kontaminasi darah vagina dapat

menghasilkan proteinuria positif palsu

Kejang dan koma


 Eklampsia harus di DD dengan epilepsi, malaria serebral, trauma kepala,

penyakit serebrovaskuler, intoksikasi (alkohol, obat, racun), kelainan

metabolisme (asidosis), meningitis, ensefalitis, ensefalopati, intoksikasi

air, histeria, dan lain-lain

KOMPLIKASI

 Iskemi uteroplasenta

- pertumbuhan janin terhambat

- kematian janin

- persalinan prematur

- solusio plasenta

 Spasme arteriolar

- pendarahan serebral

- gagal jantung, ginjal, hati

- ablasio retina

- tromboembolisme

- gangguan pembekuan darah

 Kejang dan koma

- trauma karena kejang

- aspirasi cairan, darah, muntahan, dengan akibat gangguan pernafasan

 Penanganan tidak tepat

- pneumonia

- infeksi saluran kemih


- kelebihan cairan

- komplikasi anestesi atau tindakan obstetrik

PENCEGAHAN

 Pembatasan kalori, cairan, dan diet rendah garam tidak dapat mencegah

hipertensi karena kehamilan, malah dapat membahayakan janin

 Manfaat aspirin, kalsium, dan lain-lain dalam mencegah hipertensi karena

kehamilan belum terbukti

 Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat-tepat. Kasus

harus ditindaklanjuti secara reguler dan diberi penerangan yang jelas

bilamana harus kembali ke pelayanan kesehatan. Dalam rencana

pendidikan keluarga (suami, orang tua, mertua, dll) harus dilibatkan sejak

awal

 Pemasukan cairan terlalu banyak mengakibatkan edema paru

PENANGANAN

Hipertensi karena kehamilan tanpa proteinuria

Jika kehmilan < 37 minggu, tangani secra rawat jalan:

 Pantau tekanan darah, proteinuria, dan kondisi janin setiap minggu

 Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia

 Jika kondisi janin memburuk, atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,

rawat dan pertimbangkan terminasi kehamilan


Preeklampsia ringan

Jika kehamilan < 37 minggu, dan tidak ada tanda-tanda perbaikan, lakukan

penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan:

 Pantau tekanan darah, proteinuria, refleks, dan kondisi janin

 Lebih banyak istirahat

 Diet biasa

 Tidak perlu diberi obat-obatan

 Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit:

- diet biasa

- pantau tekanan darah 2 x sehari, proteinuria 1 x sehari

- tidak perlu obat-obatan

- tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi

kordis atau gagal ginjal akut

- jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan:

o nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda

preeklampsia berat

o kontrol 2 kali seminggu

o jika tekanan diastolik naik: rawat kembali

- jika tidak ada tanda-tanda perbaikan: tetap dirawat

- jik aterdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan

terminasi kehamilan

- jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsia berat


Jika kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi:

 Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam 500 mL

dekstrose IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin

 Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter

Foley, atau terminasi dengan seksio sesarea

Preeklampsia berat dan eklampsia

Penanganan eklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus

berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.

Penanganan kejang

 Beri obat antikonvulsan

 Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan, masker

oksigen,oksigen)

 Lindungi pasien dari kemungkinan trauma

 Aspirasi mulut dan tenggorokan

 Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi

risiko aspirasi

 Beri O2 4-6 liter/menit

Penanganan umum

 Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai

tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg


 Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau >)

 Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload

 Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria

 Jika jumlah urin < 30 mL per jam:

- infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam

- pantau kemungkinan edema paru

 Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat

mengakibatkan kematian ibu dan janin

 Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam

 Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru

Krepitasi merupakan tanda edema paru. Jika ada edema paru, stop

pemberian cairan, dan berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg IV

 Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan

tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati

Antikonvulsan

Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang

pada preeklampsia dan eklampsia. Cara pemberian lihat di bawah ini. Alternatif

lain adalah diazepam, dengan risiko terjadinya depresi neonatal.

Magnesium sulfat untuk preeklampsia dan eklampsia:

 Dosis awal

- MgSO4 4 g IV sebagai larutan 20 % selama 5 menit


- Diikuti dengan MgSO4 (50 %) 5 g IM dengan 1 mL lignokain 2 %

(dalam semprit yang sama)

- Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4

 Dosis pemeliharaan

- MgSO4 (50 %) 5 g + lignokain 2 % 1 mL IM setiap 4 jam

- Lanjutkan sampai 24 jam pascapersalinan atau kejang terakhir

 Sebelum pemberian MgSO4, periksa:

- frekuensi pernafasan minimal 16/menit

- refleks patella (+)

- urin minimal 30 mL/jam dalam 4 jam terakhir

 Stop pemberian MgSO4, jika:

- frekuensi pernafasan < 16/menit

- refleks patella (-)

- urin < 30 mL/jam

 Siapkan antidotum:

- jika terjadi henti nafas:

o bantu dengan ventilator

o beri kalsium glukonat 2 g (20 mL dalam larutan 10 %) IV

perlahan-lahan sampai pernafasan


Kehamilan dan Masa Menyusui:

Pertimbangan Terapeutik

KONSEP UTAMA

1. Perubahan farmakokinetik obat selama kehamilan dapat mempengaruhi

dosis dan pemilihan obat. Perubahan fisiologis selama kehamilan pada

umumnya mengakibatkan perubahan di dalam absorpsi, ikatan protein,

distribusi, dan eliminasi.

2. Walaupun obat yang menginduksi teratogenisitas harus diperhatikan

dengan serius selama kehamilan, kebanyakan obat yang diperlukan oleh

ibu hamil dapat digunakan dengan aman.

3. Petugas pelayanan kesehatan harus tahu dimana akan menemukan dan

bagaimana mengevaluasi hal-hal yang berhubungan dengan keamanan

obat yang digunakan selama kehamilan.

4. Kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan seperti konstipasi, penyakit

refluks gastroesofageal, dan mual/muntah pada kehamilan (dan lain-lain)

selama bertahun-tahun telah dilakukan dengan aman dan efektif dengan

terapi obat terpilih. Beberapa penyakit akut dan kronis menyebabkan

resiko khusus selama kehamilan, dan harus diperlakukan sesuai dengan

terapi obat yang terpilih dan dimonitor untuk menghindari bahaya baik

terhadap ibu maupun janin.

5. Memahami fisiologis dari faktor masa menyusui dan farmakokinetik yang

mempengaruhi distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat yang dapat


membantu secara klinis dengan pemberian pengobatan yang lebih sesuai

dan aman selama masa menyusui.

Penggunaan obat dalam kehamilan dan masa menyusui merupakan topik

yang penting yang diremehkan dalam pendidikan profesi kesehatan. Menariknya,

hal ini meliputi diskusi dichotomous dari manfaat terapi obat untuk ibu dan resiko

potensial terhadap embrio/janin. Penggunaan obat pada kehamilan dan masa

menyusui merupakan tugas yang kontroversional dan secara emosional karena

implikasi kelegalan medis dan etis.

Hal ini merupakan tanggung jawab petugas klinik untuk memastikan

terapi yang aman dan efektif sebelum konsepsi, selama kehamilan, dan setelah

melahirkan, dan partisipasi aktif dari pasien itu penting. Baik penyakit akut

maupun kronik harus diatur selama kehamilan, dan pengobatan yang optimal

kadang-kadang berbeda dengan pasien yang tidak hamil. Farmakoterapeutik juga

digunakan pada pemilihan obat selama periode kelahiran dan postpartum. Prinsip

penggunaan obat selama masa menyusui, walaupun mirip, tapi tidak sama dengan

penggunaannya selama kehamilan.

Pada beberapa kasus, dosis pengobatan yang dianjurkan untuk pengobatan

penyakit akut atau kronis pada wanita hamil sama dengan orang-orang pada

umumnya. Kita akan mencari dosis khusus yang penting dan pertimbangan

pemilihan obat pada bagian ini.

HAL-HAL ALAMI SELAMA KEHAMILAN

FISIOLOGI
Karena rumitnya fertilisasi dan masalah kehamilan berikutnya, kira-kira

50% embrio tidak dapat bertahan. Kebanyakan dari mereka yang hilang terjadi

pada 2 minggu pertama setelah fertilisasi, dan kebanyakan wanita tidak menyadari

bahwa mereka sedang hamil. Sekitar 15% wanita hamil yang bertahan pada 2

minggu pertama gestasi akan hilang secara spontan kemudian selama kehamilan.

Fertilisasi terjadi ketika sperma bergabung dengan sel telur dengan

berpasangan dengan reseptor pada bagian luar lapisan protein dari sel telur, zona

pellucida. Dengan segera, sel telur tidak akan merespon sel sperma lain. Sperma

yang berpasangan akan melepaskan enzim yang dapat menyebabkan kromosom

sel telur menjadi masak dan juga membiarkan sperma secara penuh berpenetrasi

ke zona pellucida dan kontak dengan membran sel telur. Membran sperma dan sel

telur kemudian bersatu membentuk sel tunggal yang baru. Kromosom jantan dan

betina bergabung pada sel baru, bersatu untuk membentuk inti tunggal, dan

mengorganisisr untuk membuat langkah untuk pembelahan sel.

Fertilisasi biasanya terjadi pada tuba falofi. Pembelahan sel berlanjut

selama 2 hari pertama ketika sel telur fertil yang berjalan turun ke tuba falofi,

mencapai rongga uterin pada hari ketiga. Pembelahan sel berlanjut selama 2 atau 3

hari kemudian di dalam rongga uterin sebelum implantasi dimulai. Kira-kira 6

hari setelah pembuahan/fertilisasi, massa sel disebut blastosit. Gonadotropin

chonionic manusia sekaramg dihasilkan dalam jumlah yang dapat dideteksi di

laboratorium. Blastosit ini meninggalkan zona plucida dan berhenti di

endometrium yang sekarang merespon penanggalan blasrosit dengan

membiarkannya tumbuh menjadi dinding endometrial. Setelah 6 hari dari


pertumbuhan ini, letak blastosit ditanam dibawah permukaan endometrium dan

mulai menerima nutrisi dari darah ibu. Kemudian disebut embrio.

Periode embrionik berakhir dari kira-kira 2 minggu setelah pembuahan

sampai 8 minggu setelah pembuahan, kemudian disebut fetus. Ebagian besar

struktur tubuh dibentuk selama periode embrionik, kemudian tumbuh dan dewasa

selama periode fetal. Periode fetal berlanjut sampai masa kehamilan mencapai

kira-kira 40 minggu setelah periode terakhir menstruasi.

Lamanya kehamilan

Kira-kira 280 hari (sekitar 40 minggu atau 9 bulan) merupakan lamanya

kehamilan; periode waktu ini dihitung dari hari pertama periode terakhir

menstruasi sampai kelahiran waktu gestasi atau menstruasi berhubungan dengan

waktu embrio atau fetus mulai dari hari pertama periode akhir menstruasi,dimana

sekitar 2 minggu sebelum pembuahan.untuk menghitung waktu kehamilan, para

ahli kesehatan menambahkan 7 hari pada hari pertama periode menstruasi dan

mengurangi 3bulan.

Untuk tujuan mendeskripsikan dengan sederhana, kehamilan dibagi 3

periode dari kalender 3 bulanan, dan setiap periode dari 3 bulan itu disebut

trimester.

Tanda-tanda kehamilan dan gejalanya


Gejala-gejala kehamilan termasuk kelelahan dan peningkatan frekuensi

urinasi. Kira-kira pada 6 minggu destasi, wanita hamil dapat mengalami mual dan

muntah-muntah; hal ini dikenal dengan morning sickness tapi dapat terjadi pada

setiap waktu. Mual dan muntah-muntah biasanya terjadi pada 12 sampai 20

minggu dari destasi pergerakan fetal diketahui pada perut wanita bagian bawah

pada 16 sampai 20 minggu masa gestasi.

Tanda-tanda kehamilan termasuk berhentinya haid dengan mendadak,

perubahan pada konsistensi mukus servik, perubahan warna kebiruaan dari

mukosa vagina, peningkatan pigmentasi kulit, dan perubahan anatomi

Perubahan farmakokinetik ibu pada masa kehamilan

Selama kehamilan motilitas gastrointestinal wanita menurub pH lambung

naik, dan absorpsi obat yang mempengaruhi alveoli paru-paru meningkat.

Distribusi obat pada kehamilan dapat berubah karena volume plasma ibu

meningkat sampai 50%. Total caiaran tubuh meningkat kira-kira 8 liter selama

kehamilan, 40% didistribusikan ke kompartemen ibu, dan 60% didistribusikan ke

cairan amniotik, plasenta dan fetus. Kapasitas ikatan serum albumin meningkat

selama kehamilan, yang menyebabakan peningkatan obat yang tidak terikat.

Bagaimana juga penurunan jumlah obat yang dicerna per kg berat badan dan

peningkatan eliminasi hepatik dan renal dari obat berdampak pada distribusi obat

dari konsentari serum obat bebas yang tidak berubah pada kebanyakan (tapi tidak

semua) obat.
Kehamilan juga mempengaruhi eliminasi obat. Hormon progesteron dan

estradiol pada ibu mempengaruhi metabolisme hepatik obat dalam beberapa cara;

hala ini meningkatakan metabolisme hepatik beberapa obat (misalanya fenitoin)

tapi juga menghambat metabolisme yang lainnya (misanya teofilin). Sebagai

tambahan pengeluaran obat dari peredaran sistemik dapat lambat karena estrogen

dapat menyebabkab kolesterol. Pengeluaran obat pada ginjal sebanyak 25% - 505

dan peningkatan laju gloumerolus sebanyak 50%.

Transfer obat melewati plasenta

Meskipun dianggap sebagai penghalang pada transfer obat, plasenta pada

dasrnya adalah organ tempat pertukaran senyawa-senyawa, termasuk obat, antara

ibu dan fetus/janin. Funsi plasenta untuk pengankutan konsepsi setelah minggu

kelima. Kebanyakan obat bergerak melintasi membran dengan difusi pasif, baik

dari janin ke ibu maupun dari ibu ke janin.Pertimbangan seperti dosis ibu, rute

pemberiaan, penanganan farmakokinetik ibu dari senyawa yang dicerna dan

ikatan protein plasma ibu dapat mempengaruhi jumlah obat sebenarnya yang

mencapai janin. Karakteristik senyawa yang dicerna juga mempengaruhi tingkat

perpindahan. Lipofilitas yang tinggi, ionisasi yang lemah, ikatan protein ibu yang

lemah, dan berta molekul yang kecil, senyawa meningkatkan perpindahan.

Tingkat pembongkaran mempengaruhi embrio/janin juga merupakan

fungsi waktu dari pembongkaran obat selama periode embriotik. Mempunyai

potensi paling besar yang mempengaruhi perkembangan organ. Efek teratogenik

yang nyata terjadi selama periode ini. Efek teratogenik ini termasuk gangguan
kehamilan, keabnormalan struktur, gangguan pertumbuhan, dan gangguan

fungsional.

Pemilihan obat selama kehamilan

Perhatian terbesar yang berkarian dengan penggunaan pengobatan wanita

hamil merupakan resiko potensial dari perkembangan abnormal pada anak.

Walaupun beberapa obat berpotensi menyebabakan efek teratogenik, kebanyakan

pengobatan yang diperlukan wanita hamil dapat digunakan dengan aman.

Terdapat salah konspsi yang berhubungan dengan dengan peran pengobatan

dalam menyebabkan cacatnya bayi lahir.

Mayoritas anak yang lahir itu sehat. Dari seluruh peristiwa kelahiran yang

mengalami kecacatan kira-kira 3% - 5%. Walaupun beberapa orang berasumsi

bahwa pengobatan memegang peranan yang besar dalam menyebabkan

cacatnyakelahiran, diperkirakan bahwa jumlah yang disebabkan oleh pengobatan

kurang dari 1% dari seluruh tanggung jawab 15% - 25%, penyebab lingkungan

lainnya (misalnya kondisi ibu, infeksi, dan kelainan bentuk mekanis) sebanyak

10%, dan sisanya 65% - 75% dari kelainan bentuk kelahiran disebabkan oleh

penyebab yang tidak diketahui.

Meskipun secara potensial yang lebih besar yang membahayakan itu

adalah obat, tidak setiap pembentukan menyebabkan kecacatan kelahiran. Faktor-

faktor seperti tahap kehamilan ketika pembentukan terjadi, rute pemberian dan

semua dosis yang dihasilakan pada 2 minggu pertama setalah konsepsi,

pembentukan menjadi teratogen dapat mengahsilkan efek “semua atau tidak sama
sekali” yang dapat mengancurkan embrio atau tidak memberikan masalah.

Periode dari 18 – 60 hari setelah konsepsi (organogenesis) adalah waktu ketika

sistem organ berkembang. Dan pembentukan teratogenik dapat menyebabakan

anomali struktur. Pada sisi kehamilan, pembentukan agen teratogenik dapat

menyebabakan keterlambatan pertumbuhan, keabnormalan sistem saraf pusat

(ssp) atau kematian. Contoh pengobatan yang berlimbungan dengan efek

teratogenik pada periode organogenesis termasuk obat kemoterapi (misalnya

metotreksat, siklofosfamid), hormon kelamin (misalnya dietilstil besterol) litium,

retinoid, talidonid, beberapa obat antiepilipsi, dan derivat kumarin. Pengobatan

seperti inhibitor yang mengubah enzim angiotensin, zat-zat antiinflamasi

nonsteroid, dan derivat tetrasiklin mungkin menunjukan efek dalam trimester

kedua atau ketiga.

Ada perkembangan yang menarik dalam menemukan peranan generik

apakah dalam pembentukan dalam pengobatan dapat menyebabkan kecacatan

kelahiran. Genotif ibu dan janin dapat mempengaruhi efek obat pada janin dengan

mempengaruhi absorpsi, metabolisme, distribusi, dan ikatan obat. Beberapa bukti

bahawa keganjilan tertentu dihubungkan dengan kebiasaan merokok pada ibu

hamil dengan jenis gen tertentu.

Kesimpulannya, sejumlah kecil pengobatan berhubungan dengan potensi

untuk terjadinya kelainan kelahiran. Beberapa hal ini dapat dihindari dengan

mudah selama kehamilan. Pada situasi diman obat berbahay untuk perkembangan

anak tapi itu diperlukan oleh sang ibu, pertimbangannya berhubungan dengan rute

pemberian dosis dapat mengurangi resiko kelainan kehamilan.


Metode Penilaian Keamanan obat pada kehamilan

Walupun kebanyakan pengobatan aman digunakan selama kehamilan.

Para ahli kesehatan akan berhati-hati dalam membuat keputusan tentang

pemilihan terapi. Informasi pengobatan yang aman pada kehamilan bersal dari

berbagai sumber. Salah satu pertanyaan yang penting untuk para ahli kesehatan

adalah bagaiman mengevaluasi kualitas bukti yang berhubungan dengan

keamanan pengobatan yang digunakan pada kehamilan.

Walaupun tak beraturan, percobaan terkontrol membentuk dasar untuk

beberapa dari kebanyakan keamanan obat yang dapat diandalkan, wanita hamil

biasanya tidak memenuhi syarat untuk berpartisipasi pada percobaan klinik. Jenis

lain yang biasanya digunakan untuk menilai resiko yang berhubungan

penggunaan pengobatan selama kehamilan, seperti penelitian pada hewan,

laporan kasus, studi kelompok prospektif, studi kelompok historis dan sistem

pelaporan sukarela.

Walaupun penelitian pada hewan diwajibkan komponen obat, ekstrapolasi

hasil seperti pengujian terhadap manusia tidak selalu tepat. Salah satu contohnya

talidomid, yang diketahui aman pada binatang tapi menyebabkan efek teratogenik

pada manusia.

Laporan kasus berjumlah terbatas karena kejadian yang terisolasi pada

kecacatan kelahiran pada bayi dari wanita hamil menggunakan obat dengan jarang

dan keseluruhan resiko obat yang berhubungan dengan efek tertogenik itu kecil,

hal ini dapat membuat sejumlah besar pembentukan untuk menilai peningkatan

resiko. Sedikit contoh dalam laporan kasus yang berguna untuk menentukan
resiko teratogenik adalah situasi dimana obat digunakan dengan jarang tapi juga

berhubungan dengan tingginya laju kecacatan kelahiran (isotretionin); atau hal ini

telah digunakan dengan luas dan menyebabkan kelainan yang menurun

(talidomid).

Studi kasus meneliti hasi (kelainan kelahiran), mencocokan subjek dengan

atau tanpa hasil dan melaporkan bagaiman pembentukan menjadi zat-zat yang

diduga. Masalah dari studi ini menimbulkan prasangka, karena wanita dengan

kehamilan yang berpengaruh akan lebih menyukai obat yang digunakan selama

kehamilan dari pada wanita dengan kehamilan normal.

Studi kelompok melihat pada intervensi (menggunakan obat khusus) pada

kelompok orang dan membandingkan hasilnya dengan kelompok yang sama tanpa

intervensi. Faktanya bahwa studi ini mengeliminasi prospektif beberapa masalah

dengan menimbulkan prasangka. Pendekatan ini mempunyai beberapa potensi

kekurangan, bagaimanapun juga, seperti kebutuhan sejumlah besar sukarelawan.

Waktu yang dibutuhkan, dan potensi kehilangan yang diikuti. Walaupun

kekurangan ini, studi kelompok biasa digunakan untuk mengevaluasi efek

pembentukan obat dalam hasil kehamilan.

Perencanaan prakonsepsi

Kira-kira 4 juta kelahiran terjadi di Amerika setiap tahun, adn hampir 50%

tidak direncanakan. Banyak wanita tidak menjaga kesehatan pada kehamilan

samapi setelah trimester pertama. Perubahan dinamis yang terjadi selama

trimester pertama, dianjurkan untuk perencanaan prakonsepsi. Beberapa intervensi


prakonsepsi diketahui meningkatkan hasil kehamilan secara nyata. Salah satu

intervensi dengan bukti ilmiah kuat yang berguna adalah mencerna asam folat

untuk menurunkan resiko cacat jaringan saraf, yang menyebabkan kira-kira 4000

kehamilan di Amerika setiap tahun. Karena jaringan saraf dibentuk sekitar 4

minggu pertama pada kehamilan, dan banyak kehamilan yang tidak direncanakan

dan tidak diketahui sampai waktu ini, penting untuk menganjurkan wanita yang

berpotensi melahirkan anak untuk mengkonsumsi makanan yang kaya akan folat,

maupun menggunakan suplemen selama kehamilan.

Intervensi prakonsepsi lainnya dengan bukti meningkatkan hasil

kehamilan termasuk pemeriksaan dan imunisasi untuk rubella dan varicella.

Vaksin influensa juga dianjurkan pada wanita yang akan memasuki trimester

kedua atau ketiga pada musim influensa, wanita hamil yang mengidap flu

mempunyai mobidilitas dan mortalitas yang beresiko pada pneumonia.

Komponin penting lainnya pada perawatan dan kehamilan menyangkut

penilaian dan pengurangan resiko yang berhubungan dengan penggunaan

tembakau. Merokok merupakan penyebab yang paling nyata pada kehamilan.

Merokok selama kehamilan akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan janin.

Anda mungkin juga menyukai