I. Konsep Penyakit
1.1 Pengertian Abortus
- Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram,
(Prawirohardjo, 2010).
- Keguguran atau abortus adalah terhentinya proses kehamilan yang sedang
berlansungsebelum mencapai umur 28 minggu atau berat janin sekitar 500
gram.( Manuaba, 2010)
- Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin
belum mampu hidup di luar rahim ( belum viable )dengan kriteria usia
kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram. (Dr. Chrisdiono M.
Achadiat, 2004 )
1.2 Etiologi
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8
minggu. Kelainan hasil konsepsi yang berat dapat menyebabkan kematian
mudigah pada kehamilan muda. Faktor yang menyebabkan kelainan ini
adalah :
a. Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X
Abnormalitas embrio atau janin merupakan penyebab paling sering
untuk abortus dini dan kejadian ini kerap kali disebabkan oleh cacat
kromosom. Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan
adalah trisomi,poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom
seks.
b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.
Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi
kurang sempurna sehinga pemberian zat-zat makanan pada hasil
konsepsi terganggu. Endometrium belum siap untuk menerima implasi
hasil konsepsi. Bisa juga karena gizi ibu kurang karena anemia atau
terlalu pendek jarak kehamilan
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan tembakau dan
alcohol.
Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat mempengaruhi
baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus.
Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen. Zat teratogen
yang lain misalnya tembakau, alkohol, kafein, dan lainnya.
2. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena
hipertensi menahun
Endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan
oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini biasa terjadi sejak
kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.
Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga palsenta
tidak dapat berfungsi. Gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya
pada diabetes melitus. Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah
placenta sehingga menimbulkan keguguran.
5. Trauma
Tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri. Hubungan
seksual khususnya kalau terjadi orgasme, dapat menyebabkan abortus
pada wanita dengan riwayat keguguran yang berkali-kali.
6. Faktor-faktor hormonal
Misalnya penurunan sekresi progesteron diperkirakan sebagai
penyebab terjadinya abortus pada usia kehamilan 10 sampai 12 minggu,
yaitu saat plasenta mengambil alih funngsi korpus luteum dalam produksi
hormon.
7. Sebab-sebab psikosomatik
Stress dan emosi yang meningkat diketahui dapat mempengarhi
fungsi uterus lewat hipotalamus-hipofise.
1.3 Klasifikasi
1. Abortus imminens - threatened abortion (keguguran mengancam)
Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa
adanya dilatasi serviks.
Pada tipe ini terlihat perdarahan pervaginam. Pada 50% kasus,
perdarahan tersebut hanya sedikit serta berangsur-angsur akan berhenti
setelah berlangsung beberapa hari dan kehamilan berlangsung secara
normal. Meskipun demikian, wanita yang mengalaminya mungkin tetap
merasa khawatir akan akibat perdarahan pada bayi. Biasanya
kekhawatirannya akan dapat diatasi dengan menjelaskan kalu janin
mengalamin gangguan, maka kehamilannya tidak akan berlanjut.
Abortus imminens merupakan abortus yang paling banyak terjadi.
Pada abortus ini, perdarahan berupa bercak yang menunjukkan ancaman
terhadap kelangsungan kehamilan. Namun, pada prinsipnya kehamilan
masih bisa berlanjut atau dipertahankan.
Setengah dari abortus ini akan menjadi abortus inkomplit atau
komplit, sedangkan sisanya kehamilan akan berlangsung. Beberapa
kepustakaan menyatakan bahwa abortus ini terdapatadanya risiko untuk
terjadinya prematuritas atau gangguan pertumbuhan dalam rahim.
2. Abortus insipiens - inevitable abortion (Keguguran Berlangsung)
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi
masih dalam uterus.
Abortus insipiens diatandai oleh kehilangan darah sedang hingga
berat, kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri kram pada abdomen
bagian bawah dan dilatasi serviks.
Abortus insipiens merupakan keadaan dimana perdarahan
intrauteri berlangsung dan hasil konsepsi masih berada di dalam cavum uteri.
Abortus ini sedang berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi, OUE terbuka, teraba
ketuban, dan berlangsung hanya beberapa jam saja.
5. Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau
lebih berturut turut. Etiologi abortus habitualis pada dasarnya sama dengan
penyebab abortus spontan. Selain itu telah ditemukan sebab imunologik
yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross
reactive (TLX). Pasien dengan reaksi lemah atau tidak ada akan
mengalami abortus.
6. Missed abortion
Janin muda yang telah mati tertahan di dalam rahim selama 2
bulan atau lebih, maka keadaan itu disebut missed abortion. Sekitar
kematian janin kadang-kadang ada perdarahan per vaginam sedikit hingga
menimbulkan gambaran abortus imminens.
Kalau tidak terjadi abortus dengan pitocin infus ini,sekurang
kurangnya terjadi pembukaan yang memudahkan curettage. Dilatasi dapat
juga dihasilkan dengan pemasangan laminaria stift.
2. Abortus Insipiens
Diagnosa abortus insipiens :
a) Perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah.
b) Nyeri hebat disertai kontraksi rahim.
c) Serviks atau OUE terbuka dan/atau ketuban telah pecah.
d) Ketuban dapat teraba karena adanya dilatasi serviks.
e) PPtest dapat positif atau negatif .
3. Abortus Inkomplite
Diagnosa abortus inkomplit adalah:
a. Umur kehamilan biasanya diatas 12 minggu, atau bisa kurang.
b. Perdarahan sedikit kemudian banyak, disertai keluarnya hasil konsepsi,
tidak jarang pasiendatang dalam keadaan syok.
c. Serviks terbuka (1-2 jari, sering teraba sisa jaringan).
d. PP test positif atau negatif, anemia.
4. Abortus Komplite
Diagnosa abortus komplite adalah :
a. Perdarahan yang sedikit
b. Ostium uteri telah menutup
c. Uterus telah mengecil
5. Abortus Habitualis
Diagnosa abortus habitualis adalah :
a. Kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa disertai
mulas.
b. Ketuban menonjol dan pada suatu saat pecah.
c. Timbul mulas yang selanjutnya diikuti dengan melakukan pemeriksaan
vaginal tiap minggu.
d. Penderita sering mengeluh bahwa ia telah mengeluarkan banyak lender
dari vagina
e. Diluar kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan dengan
histerosalfingografi yaitu ostium internum uteri melebar lebih dari 8
mm.
6. Missed Abortion
Diagnosa missed abortion adalah :
a. Gejala subyektif kehamilan menghilang
b. Mammae agak mengendor lagi
c. Uterus tidak membesar lagi bahkan mengecil
d. Tes kehamilan menjadi negatif, serta denyut jantung janin menghilang.
e. Dengan ultrasonografi (USG) dapat ditentukan segera apakah janin
sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan.
f. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai
gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga
pemerikaan kearah ini perlu dilakukan.
7. Abortus Infeksiosa
Diagnosa abortus infeksiosa adalah :
a. Abortus yang disertai dengan gejala dan tanda infeksi alat genitalia,
seperti panas, takikardi, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus
yang membesar, lembek serta nyeri tekan, dan adanya leukositosis.
b. Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadang-kadang
menggigil.
c. Demam tinggi, dan tekanan darah menurun.
d. Untuk mengetahui kuman penyebab perlu dilakukan pembiakan darah
dan getah pada serviks uteri.
1.6 Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi,
infeksi, dan syok.
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa
hasil konsepsi dan jika perlu diberikan transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada
waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu
diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan
laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka
perforasi atau perlu histerektomi.
3. Infeksi
Sejumlah penyakit kronik diperkirakan dapat menyebabkan
abortus. Brucella abortus dan Campylobacter fetusmerupakan kausa
abortus pada sapi yang telah lama dikenal,tetapi keduanya bukan kausa
signifikan pada manusia. Bukti bahwa toxoplasma gondii menyebabkan
abortus pada manusia kurang meyakinkan.tidak terdapat bukti
bahwa Listeria monocytogenes atau Chlamydia trachomatis menyebabkan
abortus pada manusia. Herpes simpleks dilaporkan berkaitan dengan
peningkatan insidensi abortus setelah terjadi infeksi genital pada awal
kehamilan. Abortus spontan secara independen berkaitan dengan antibodi
virus imunodefisiensi manusia (HIV-1) dalam darah ibu, seroreaktivitas
sifilis pada ibu, dan kolonisasi vagina pada ibu oleh streptokokus grup B.
4. Syok
Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan (syok
hemoragik) dank karena infeksi berat (syok endoseptik).
2. Abortus Insipiens
Penanganan Abortus Insipiens meliputi :
a. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan
aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :
1) Berikan ergometrin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15
menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang
sesudah 4 jam bila perlu).
2) Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari
uterus.
b. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
1) Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil
konsepsi.
2) Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan
intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat dengan
kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil
konsepsi.
c. Tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
3. Abortus Inkomplit
Penanganan abortus inkomplit :
a. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16
minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam
ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks.
Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskulera taum
iso prostol 400 mcg per oral.
b. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan
kurang 16 minggu, evaluasi hasil konsepsi dengan :
1) Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih.
Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika
aspirasi vakum manual tidak tersedia.
2) Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin 0,2 mg
intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau
misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam bila
perlu).
3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
a) Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena
(garam fisiologik atau ringer laktat) dengan k ecepatan 40 tetes
permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
b) Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4
jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
c) Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
4) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
4. Abortus Komplite
Penanganan abortus komplite :
a. Tidak perlu evaluasi lagi.
b. Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak.
c. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
d. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg
per hari selama 2 minggu. Jika anemia berat berikan transfusi darah.
e. Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut.
5. Abortus Habitualis
Penanganan abortus habitualis terdiri atas :
a. Memperbaiki keadaan umum.
b. Pemberian makanan yang sempurna.
c. Anjuran istirahat cukup banyak.
d. Larangan koitus dan olah raga.
e. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid, dan
lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis.
8. Missed Abortion
Penatalaksanaan missed abortion :
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan
apakah hasil konsepsi perlu segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu
tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam
darah sudatr mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin
yang mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental
penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan
merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan
ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan
9. Abortus Infeksiosa
Terapi infeksi antara lain adalah evakuasi segera produk konsepsi disertai
anti mikroba spektrum luas secara intravena. Apabila timbul sepsis dan
syok, perlu diberikan terapi suportif. Abortus septik juga pernah
dilaporkan menyebabkan koagulopati intravaskular diseminata.
II. Asuhan Kebidanan
O : Data Objektif
Melakukan pengkajian data objektif melalui pemeriksaan inpeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi yang dilakukan secara berurutan. Langkah-langkah pemeriksaannya sebagai
berikut :
1. Keadaan Umum
Untuk mengetahui data ini kita cukup dengan mengamati keadaan pasien secara
keseluruhan.
Hasil pengamatan kita laporkan dengan kriteria sebagai berikut :
a) Baik
Jika pasien memperlihatkan respons yang baik terhadap lingkungan dan orang
lain, serta secara fisik pasien tidak mengalami ketergantungan dalam berjalan.
b) Lemah
Pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang atau tidak memberikan
respons yang baik terhadap lingkungan dan orang lain, dan pasien sudah tidak
mampu lagi berjalan sendiri.
2. Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita dapat melakukan
pengkajian tingkat kesadaran mulai dari compos mentis (kesadaran maksimal)
sampai dengan koma (pasien tidak dalam keadaan sadar).
3. Tinggi Badan
Tinggi merupakan salah satu ukuran pertumbuhan seseorang. Tinggi dapat diukur
dengan stasiometer atau tongkat pengukur.
4. Berat Badan
Berat badan atau massa tubuh diukur dengan pengukur massa atau timbangan. Indeks
massa tubuh digunakan untuk menghitung hubungan antara tinggi dan berat, serta
menilai tingkat kegemukan.
5. Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
b) Nadi
c) Pernafasan
d) Suhu
6. Pemeriksaan fisik
Kepala : Rambut: warna, kebersihan, mudah rontok atau tidak.
Muka : Terdapat odema atau tidak
Mata : Konjungtiva, sklera, kebersihan, kelainan, gangguan penglihatan
Telinga : Bentuk, kebersihan telinga dan nyeri tekan pada telinga
Hidung : Kebersihan, polip, dan alergi debu
Mulut : (Bibir: warna, integritas jaringan),lidah: warna, kebersihan),(gigi:
kebersihan, karies, ganggan pada mulut)
Leher : Bentuk kulit, pembesaran kelenjar limfe
Dada : Bentuk, simetris/ tidak
Payudara : Bentuk, hiperpigmentasi, kolostrum, keadaan puting, kebersihan.
Perut : Bentuk, bekas luka operasi
Palpasi Leopold ( bila umur kehamilan lebih dari 20 minggu )
Auskultasi : Denyut jantung janin (DJJ) sepusat atau DJJ ditemukan paling
jelas pada tempat yang lebih tinggi (sejajar atau lebih tinggi dari pusat. (Rukiyah
dan yulianti, 2014; h.240)
Genital : Kebersihan, pengeluaran per vagina, tanda-tanda infeksi vagina
Anus : Haemoroid dan kebersihan
Ekstermitas : Atas (gangguan/ kelainan, bentuk) Bawah (bentuk, udema,
varices)
Pemeriksaan penunjang:
Hasil tes kehamilan, pemeriksaan USG, Doppler,Pemeriksaan laboratorium
(pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada kasus missed abortion)
2.2 Diagnosa dan rencana keperawatan
A : Analisa
Menuliskan diagnose kebidanan berdasarkan interpretasi data subjektif dan objektif
Misalnya : G…..P….A…. H….minggu dengan Abortus….
P : Penatalaksanaan
Berdasarkan data yang telah dipaparkan diatas, rencana asuhan kebidanan pada klien
dengan abortus adalah sebagai berikut :
1. Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan
2. Berikan KIE kepada ibu
a) Anjurkan ibu untuk bedrest total, pada kasus abortus imminens
b) Anjurkan ibu untuk mengurangi aktifitas yang terlalu berat
c) Anjurkan ibu untuk
3. Kolaborasi segera dengan dokter untuk pemeriksaan USG dan pemeriksaan
penunjang yang lain
4. Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan dan pengobatan selanjutnya, seperti
curetase untuk kasus abortus incumplet
5. Observasi keadaan umum ibu dan kemungkinan perdarahan pasca tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, Ida Ayu Chandranita, Dkk. 2012. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta:
EGC
Manuaba, Ida Ayu Chandranita, Dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB.
Jakarta: EGC
Rukyah, dkk. 2014. Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media.