Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa ada 500.000


kematian ibu melahirkan di seluruh dunia setiap tahunnya, 99 persen diantaranya
terjadi di negara berkembang.Dari angka tersebut diperkirakan bahwa hampir satu
orang ibu setiap menit meninggal akibat kehamilan dan persalinan. Angka kematian
maternal di negara berkembang diperkirakan mencapai 100 sampai 1000 lebih per
100.000 kelahiran hidup, sedang di negara maju berkisar antara tujuh sampai 15 per
100.000 kelahiran hidup. Ini berarti bahwa di negara berkembang risiko kematian
maternal satu diantara 29 persalinan sedangkan di negara maju satu diantara 29.000
persalinan.

Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-
tiba seringkali merupakan kejadian yang berbahaya. Kegawatdaruratan obstetri
merupakan kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan
atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit
dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya.
Secara umum terdapat 3 penyebab utama kematian ibu, yaitu (1) perdarahan (2)
infeksi sepsis (3) hipertensi, preeklampsia, eklampsia.

Di Indonesia permasalahan gawat darurat obstetri terjadi karena


mengalami empat hal keterlambatan yaitu terlambat mengenali bahaya dan
risiko, terlambat mengambil keputusan untuk mencari pertolongan, terlambat
mendapatkan transportasi untuk mencapai sarana pelayanan kesehatan
yanglebih mampu, dan terlambat mendapatkan pertolongan di fasilitas
rujukan. Oleh karena itu pelayanan obstetri memerlukan kontiunitas
pelayanan serta akses terhadap pelayanan obstetri emergensi ketika timbul
komplikasi.
Sehinggasetiappersalinanharusditolongolehtenagakesehatanterlatih,peningkata
n terhadap pelayanan obstetri emergensi, serta sistem rujukan yang efektif.
2. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan obstetri ?

b. Bagaimana etiologi obstetri?

c. Bagaimana patofisiologi obstetri ?

d. Bagaimana manifestasi klinis obstetri?

e. Bagaimana komplikasi obstetri ?

f. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kegawatdaruratan obstetri?

g. Apa saja penatalaksanaan obstetri ?

h. Bagaimana asuhan keperawatan kegawatdaruratan obstetri ?

3. Tujuan

Untuk mengetahui secara konsep teori dan asuhan keperawatan kegawatdaruratan


obstetri.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Teori

1. Definisi

Kegawatdaruratan Obstetri adalah Perdarahan yang mengancam nyawa selama


kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu
awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/
ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup
bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per
vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan
pasca persalinan, hematoma, dan koagulopatiobstetri.

2. Klasifikasi

a. Abortus

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang


dari 20 minggu dengan berat janin kurang dari 500 gram. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan, perdarahan
hebat per vaginam, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan kematian
janin. Abortus diklasifikasikan menjadi :

1) Abortus spontan

2) Abortus Habitualis

3) Abortus infeksius

4) Abortus septik

5) Missed abortion
b. Mola Hidatidosa (hamil anggur)

Mola Hidatidosa (hamil anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di


dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa merupakan
kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan
hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari
vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara
histologist, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan
hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya
terdapat sedikit pembuluh darah.

c. Kehamilan Etopik Terganggu

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga


uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi
kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang
terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk
uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.

d. Plasenta Previa

Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir.

e. Antonia Uteri

Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah uterus tidak berkontraksi dalam
15detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir).

f. Solusio Plasenta

Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang
berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak
lahir.
g. Retensio plasenta

Keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit` setelah bayi
lahir.  Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan
dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.

h. Ruptur Uteri

Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh dinding
uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplit), atau dapat
pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan miometrium, tetapi peritoneum
di sekitar uterus tetap utuh (inkomplit).
i. Pre eklamsia dan eklamsia
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang
disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri.
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi, edema disertai proteinuria akibat
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik.
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita
tersebut menunjukkan gejala-gejala preeklampsia.
3. Etiologi

Etiologi kegawatdaruratan obstetri berdasarkan klasifikasinya :

a. Abortus

1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum


menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu.
Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan
kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan
yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang
berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan
infeksi virus.
2) Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan
pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit
darah tinggi yang menahun.
3) Faktor ibu seperti penyakit penyakit kronis yang diderita oleh sang ibu
seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus
toxoplasma.
4) Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut
rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke
belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan
kelainan bawaan pada rahim.
b. Mola hitadidosa (hamil anggur)

Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang


mungkin dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain:

1) Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati,


tetapi terlambat dikeluarkan

2) Imunoselektif dari trofoblast


3) Keadaan sosioekonomi yang rendah
4) Paritas tinggi
5) Kekurangan protein
6) Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

c. Kehamilan Etopik Terganggu

Secara ringkas dapat dipisahkan faktor-faktor penyebab yang terjadi pada tuba
yang dapat mendukung terjadinya kehamilan ektopik :

1) Faktor dalam lumen tuba :

a. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping,


sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.

b. Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada


hipoplasia uteri. Hal ini dapat disertai kelainan fungsi silia
endosalping.

c. Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan
sterilisasi yang tidak sempurna.
2) Faktor pada dinding tuba :
a. Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi
dalam tuba
b. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan
telur yang dibuahi ditempat itu.
3) Faktor diluar dinding tuba :
a. Perlekatan peritubal dengan distorsiatau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur.
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4) Faktor lain :
a. Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovum kanan ke tuba kiri- atau
sebaliknya- dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke
uterus. Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan
implantasi prematur.
b. Fertilisasi in vitro.
d. Plasenta Previa

Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat
diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi
pada dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta
previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta
previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi,
memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup
atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang
letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga
mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.

e. Antonia uteri

Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan


setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-
serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila
serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.Hal-hal yang dapat
menyebabkan atonia uteri antara :

1) Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan disfungsi intrinsik uterus.

2) Partus lama : kelemahan akibat partus lama bukan hanya rahim yang
lemah, cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi juga ibu
yang keletihan kurang bertahan terhadap kehilangan darah.
3) Pembesaran uterus berlebihan (hidramnion, hamil ganda, anak besar
dengan BB > 4000 gr).
4) Multiparitas : uterus yang lemah banyak melahirkan anak cenderung
bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan.
5) Mioma uteri : dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu
kontraksi dan retraksi miometrium.
6) Anestesi yang dalam dan lama menyebabkan terjadinya relaksasi
miometrium yang berlebihan, kegagalan kontraksi dan retraksi
menyebabkan atonia uteri dan perdarahan postpartum.
7) Penatalaksanaan yang salah pada kala plasenta, mencoba mempercepat
kala III, dorongan dan pemijatan uterus mengganggu mekanisme fisiologis
pelepasan plasenta dan dapat menyebabkan pemisahan sebagian plasenta
yang mengakibatkan perdarahan.

f. Solusio plasenta

Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun
demikian ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain:

1) Penyakit hipertensi menahun


2) Pre-eklampsia
3) Tali pusat yang pendek
4) Trauma
5) Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
6) Uterus yang sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah,
kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir.
Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari:
1) Umur lanjut
2) Multiparitas
3) Ketuban pecah sebelum waktunya
4) Defisiensi asam folat
5) Merokok, alkohol, kokain
6) Mioma uteri

g. Retensio plasenta

Etiologi retensio plasenta tidak diketahui dengan pasti sebelum


tindakan.Beberapa penyebab retensio plasenta adalah :

1) His kurang kuat (penyebab terpenting).Plasenta sudah lepas tetapi


belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan
yang banyak. Atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian
bawah rahim (ostium uteri) akibat kesalahan penanganan kala III, yang
akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).

2) Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba),


bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya
(plasenta yang sangat kecil).Plasenta yang sukar lepas karena penyebab
ini disebut plasenta adhesiva. Plasenta adhesiva ialah jika terjadi
implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan
kegagalan mekanisme perpisahan fisiologis.

h. Ruptur uteri

Penyebab kejadian ruptur uteri, yakni:


a) Tindakan obstetric
b) Ketidakseimbangan fetopelvik,
c) Letak lintang yang diabaikan
d) Kelebihan dosis obat bagi nyeri persalinan atau induksi persalinann
e) Jaringan parut pada uterus
f) Kecelakaan.
i. Pre eklamsia dan eklamsia

Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pasti.
Banyak teori-teori dikemukakan tetapi belum ada yang mampu memberi
jawaban yang memuaskan tentang penyebabnya. Teori yang dapat diterima
harus dapat menerangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion,


dan mola hidatidosa.

2. Bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan.

3. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin


intrauterin.

4. Jarangnya ditemukan kejadian preeklampsia pada kehamilan berikutnya.

5. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.

4. Patofisiologi

a. Abortus

Abortusterjadi karena adanya perdarahan desidua basalis yang berdampak


terjadi nekrosis jaringan sekitar sehingga sebagian atau seluruh hasil konsepsi
keluar dan menyebabkan uterusmenjadi berkontraksi. Hasil konsepsi kurang
dari umur kehamilan 8 minggu dapat keluar seluruhnya, sedangkan hasil
konsepsi dengan umur kehamilan 8–14 minggu maka hasil konsepsi keluar
sebagian atau seluruhnya. Pengeluaran hasil konsepsi umumnya ditandai
dengan perdarahan.

b. Mola hitadidosa (hamil anggur)

Patofisiologi mola hidatidosa berkaitan dengan gangguan proliferasi trofoblas


saat pembentukan plasenta. Mola hidatidosa merupakan bentuk hiperplasia
trofoblas difus, dimana vili-vili yang terbentuk sebagian besar bersifat
hidropik. Bagaimana terjadinya masalah saat proliferasi hingga kini belum
dapat dijelaskan secara pasti, tetapi faktor mutasi genetik diduga berperan.
Sekitar 5-6 hari setelah konsepsi pada manusia, zigot yang terbentuk akan
berkembang menjadi blastosis. Sel perifer dari blastosis ini akan
berdiferensiasi menjadi dua lapisan yaitu trofoblas seluler (sitotrofoblas) dan
sinsitiotrofoblas yang kemudian menginvasi endometrium dan pembuluh
darah uterus. Kedua jaringan yang berkaitan dengan mesoderm
ekstraembrional ini merupakan awal mula terbentuknya plasenta. Ketika
proliferasi yang terjadi tidak terkontrol, sel-sel trofoblas dapat menjadi mola
hidatidos
c. Kehamilan Etopik Terganggu

Patofisiologi kehamilan ektopik (ectopic pregnancy) didasari oleh adanya


cacat pada proses fisiologis organ reproduksi sehingga hasil konsepsi
melakukan implantasi dan maturasi di luar uterus. Hal ini paling sering terjadi
karena sel telur yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium
mengalami hambatan, sehingga embrio sudah berkembang terlebih dulu
sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar kavum
uteri. Hal lain yang juga dapat menyebabkan kehamilan ektopik walaupun
jarang terjadi adalah terjadinya pertemuan antara ovum dan sperma di luar
organ reproduksi, sehingga hasil konsepsi akan berkembang di luar uterus.
Apabila kehamilan ektopik terjadi di tuba, pada proses awal kehamilan dimana
hasil konsepsi tidak bisa mencapai endometrium untuk proses nidasi, ia dapat
tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses seperti
pada kehamilan normal. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang baik
untuk pertumbuhan embrio, maka pertumbuhan ini dapat mengalami beberapa
kemungkinan, yaitu hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi, abortus dalam
lumen tuba, ataupun terjadi ruptur dinding tuba.

d. Plasenta Previa

Patofisiologi plasenta previa (placenta previa) adalah gangguan implantasi


karena vaskularisasi endometrium yang abnormal akibat adanya atrofi atau
scaring akibat trauma dan inflamasi. Hal ini menyebabkan plasenta
berimplantasi pada segmen bawah rahim, dan seiring perkembangan
kehamilan, plasenta dapat menutup jalan lahir. Sebagaimana diketahui tapak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
bertumbuh. Seiring dengan perkembangan kehamilan, isthmus uteri akan
melebar menjadi segmen bawah rahim. Apabila plasenta berimplantasi pada
segmen bawah rahim, pergeseran ini akan mengakibatkan laserasi akibat
pelepasan tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar
(effacement) dan membuka (dilatation).

e. Antonia uteri

Patofisiologi dari perdarahan postpartum disebabkan oleh beberapa faktor,


namun sebelum membahas mengenai patofisiologi, perlu diketahui bahwa
selama masa kehamilan volume darah ibu meningkat hingga 50% atau setara
dengan 4-6 liter. Volume plasma mengalami peningkatan hingga melebihi
kadar total sel darah merah (red blood cell / RBC), sehingga menimbulkan
kesan penurunan konsentrasi hemoglobin dan penurunan jumlah hematokrit.
Peningkatan volume darah ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perfusi
uteroplasenta serta agar dapat menggantikan volume perdarahan yang akan
terjadi pada saat proses persalinan. Pada saat persalinan terjadi, plasenta akan
terpisah secara spontan dari tempat implantasinya beberapa menit setelah bayi
lahir. Dibalik tempat melekatnya plasenta terdapat pembuluh-pembuluh darah
uterus yang melintas di antara serat-serat otot miometrium. Selama proses
melahirkan, otot-otot ini akan mengalami kontraksi dan retraksi. Proses
kontraksi dan retraksi akan mengkompresi pembuluh-pembuluh darah tersebut
sehingga perdarahan dapat berhenti. Hal ini ini sering kali disebut sebagai
“jahitan fisiologis” atau mekanisme pertahanan tubuh pada wanita hamil tanpa
penyulit ataupun komplikasi.

f. Solusio plasenta

Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang


bermula dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili
korialis plasenta dari tempat implantasinya pada desidua basalis
sehingga terjadi perdarahan. oleh karena itu  patofisiologinya
bergantung pada etiologi. Pada trauma abdomen etiologinya jelas karena
robeknya pembuluh darah desidua. Dalam banyak kejadian perdarahan berasal
dari kematian sel (apoptosis) yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia.
g. Retensio plasenta

Patofisiologi retensio plasenta sampai sekarang belum diketahui pasti. Akan


tetapi, berbagai studi menyatakan bahwa patofisiologi retensio plasenta dapat
dibagi menjadi tiga mekanisme, yaitu plasentasi invasif, hipoperfusi plasenta,
dan kontraktilitas inadekuat. Plasentasi invasif abnormal umumnya terjadi
akibat trauma pada endometrium. Tindakan operasi pada uterus (seperti sectio
caesarea) dapat menyebabkan gangguan integritas endometrium uterus dan
lapisan miometrium. Serabut miometriuetrium setelah dilakukannya tindakan
operasi.m di sekitar luka operasi sering kali mengalami perubahan degeneratif
dengan peningkatan jaringan fibrosa disertai infiltrasi sel inflamasi.
h. Ruptur uteri

Patofisiologi ruptur uteri adalah pemisahan jaringan uterus dengan jaringan


serosa secara spontan atau karena penyebab iatrogenik dan traumatik. Hal ini
menyebabkan isi rahim keluar dari rongga uteri dan masuk ke rongga
peritoneum. Ketika ada robekan, darah dan isi dari rahim akan mengisi ruang
peritoneum sehingga menyebabkan aliran darah ke fetal menjadi terganggu.
Faktor risiko yang dapat memicu terjadinya pemisahan antara jaringan uterus
dengan jaringan serosa misalnya trauma pada abdomen, riwayat sectio
caesarea, atau penggunaan forceps saat persalinan.
5. Manifestasi klinis

a. Abortus
1. Sudah terjadi abortus dengan mengeluarkan jaringan tetapi sebagian
masih berada dalam uterus.
2. Merupakan ancaman terjadi perdarahan.
3. Pada pemeriksaan dalam mungkin teraba jaringan sisa dan mungkin
perdarahan bertambah setelah pemeriksaan dalam.
4. Tes kehamilan mungkin masih positif, tetapi kehamilan tidak dapat
dipertahankan.
b. Mola Hidatidosa
1. Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
2. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. Merupakan
gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi.
3. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan
usia kehamilan.
4. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.
5. Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
6. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24
7. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
8. Gejala Tirotoksikosis
c. Kehamilan Ektopik Terganggu
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus
tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan
menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada
perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:
1. Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada
abdomen bagian atas.
2. Abdomen tegang.
3. Mual.
4. Nyeri bahu.
5. Membran mukosa anemis
Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah
di bawah 100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-
terutama hidung, keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan,
dan mungkin terjadi gangguan kesadaran.
d. Plasenta Previa
1. Perdarahan tanpa nyeri
2. Perdarahan berulang
3. Warna perdarahan merah segar
4. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya perlahan-lahan
6. Waktu terjadinya saat hamil
7. His biasanya tidak ada
8. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9. Denyut jantung janin
10. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
11. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
12. Presentasi mungkin abnormal.
e. Atonia Uteri
Gejala dan tanda yang selalu ada:
a) Uterus tidak berkontraksi dan lembek
b) Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pasca persalinan
primer)
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada: syok (tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual, dan lain-lain).
f. Solusio Plasenta
1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
2. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan
banyaknya darah yang keluar.
3. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus
bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang placenta
sehingga uterus teregang (uterus en bois).
4. Palpasi sukar karena rahim keras.
5. Fundus uteri makin lama makin naik
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi
uterus bertambah
8. Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia
g. Retensio Plasenta
Gejala utama ditandai dengan tertahannya plasenta di dalam rahim setelah ibu
melahirkan. Gejala utama akan diikuti dengan sejumlah gejala berikut ini:
a) Rasa nyeri pada perut yang terjadi dalam waktu lama.
b) Keluarnya cairan berbau busuk dari dalam vagina.
c) Perdarahan hebat setelah keluarnya janin.
d) Kenaikan suhu tubuh.
Ketika retensio plasenta terjadi, langkah utama yang paling tepat dilakukan
adalah mengeluarkan plasenta dari rahim menggunakan tangan. Namun, cara
ini memerlukan kehati-hatian yang ekstra, karena risiko ibu mengalami infeksi
sangat besar. Selain menggunakan tangan, dokter dapat memberikan obat
suntik, guna membantu ibu berkontraksi, sehingga plasenta bisa keluar.
h. Ruptur Uteri
Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi
lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu
penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas
dingin, dan lain-lain. Penderita tanpa disadari dapat kehilangan banyak darah
sebelum ia tampak pucat bila pendarahan tersebut sedikit dalam waktu yang lama.

6. Komplikasi

1. Abortus
Komplikasi abortus antara lain:
a) Perdarahan (hemorrhage)
b) Perforasi
c) Infeksi dan tetanus
d) Ginjal akut, dan
e) Syok
2. Mola Hidatidosa
a) Akan terjadi pendarahan yang sangat hebat sampai terkadi syok dan
akan menjadi sangat fatal kalau tidak segera ditangani
b) Jika terjadi pendarahan terus menerus pasti akhirnya akan
menyebabkan kekurangan sel darah putih atau anemia
c) Akan terjadi Infeksi Sekunder
d) Perforasi Karena Keganasan dan Tindakan
e) Sekitar 18 – 20 persen orang yang mengidap penyakit ini berubah dari
awal berupa molahodati dosa bisa menjadi mola destruens atau
kariokarsinoma.
3. Kehamilan Ektopik Terganggu
Menurut Syaifuddin (2008) kehamilan ektopik ini akan mengalami abortus
atau rupture apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang
implantasi (misalnya di tuba). Tanpa intervensi bedah, kehamilan ektopik
yang rupture dapat menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa (≥ 0,1
% mengakibatkan kematian ibu). Infeksi sering terjadi setelah rupture
kehamilan ektopik yang terabaikan (Benson dan Martin, 2009).
4. Plasenta Previa
Menurut Dutta (2004) komplikasi dapat terjadi pada ibu dan bayi yaitu:
Selama kehamilan pada ibu dapat menimbulkan perdarahan antepartum yang
dapat menimbulkan syok, kelainan letak pada janin sehingga meningkatnya
letak bokong dan letak lintang. Selain itu juga dapat mengakibatkan kelahiran
prematur. Selama persalinan plasenta previa dapat menyebabkan ruptur atau
robekan jalan lahir, prolaps tali pusat, perdarahan postpartum, perdarahan
intrapartum, serta dapat menyebakan melekatnya plasenta sehingga harus
dikeluarkan secara manual atau bahkan dilakukan kuretase. Menurut Dutta
(2004) komplikasi dapat terjadi pada ibu dan bayi yaitu: Selama kehamilan
pada ibu dapat menimbulkan perdarahan antepartum yang dapat menimbulkan
syok, kelainan letak pada janin sehingga meningkatnya letak bokong dan letak
lintang. Selain itu juga dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Selama
persalinan plasenta previa dapat menyebabkan ruptur atau robekan jalan lahir,
prolaps tali pusat, perdarahan postpartum, perdarahan intrapartum, serta dapat
menyebakan melekatnya plasenta sehingga harus dikeluarkan secara manual
atau bahkan dilakukan kuretase.
5. Atonia Uteri
Penyebab keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan.
Tubuh akan mengaktivasi antiplasmin untuk menghancurkan produk
pembekuan tersebut hingga jumlah faktor pembekuan berkurang dan malah
terjadi perdarahan yang berlebihan. Kerusakan semua organ utama adalah
mungkin; sistem pernapasan dan ginjal paling sering mengalami kerusakan,
tetapi jarang. Edema paru jarang terjadi. Namun, hal itu dapat berkembang
dengan cepat atau selama masa pemulihan karena kelebihan cairan atau
disfungsi miokard.
6. Solusio Plasenta
solusio plasenta dapat menimbulkan komplikasi serius, baik pada ibu maupun
bayi. Komplikasi tersebut dapat berupa:
Ibu hamil yang menderita solusio plasenta kemungkinan bisa mengalami:
a) Gangguan pembekuan darah.
b) Syok akibat kehilangan darah.
c) Gagal ginjal atau kegagalan fungsi organ tubuh lainnya.
Komplikasi yang dapat dialami bayi akibat solusio plasenta adalah:
a) Kelahiran prematur, sehingga bayi lahir dengan berat badan lahir
rendah.
b) Asupan nutrisi dan oksigen pada janin terganggu, sehingga
pertumbuhan janin di dalam kandungan juga terhambat.
c) Meninggal dalam kandungan, jika kondisi solusio plasenta yang
dialami tergolong parah.
7. Retensio Plasenta
Terjadinya komplikasi retensio plasenta umumnya tergantung pada faktor
risiko pasien. Komplikasi retensio plasenta yang paling sering ditemukan
adalah perdarahan postpartum dan endometritis postpartum.
8. Ruptur Uteri
Komplikasi yang mungkin muncul karena rahim robek ketika melahirkan
dapat berisiko fatal bagi ibu dan bayi di dalam kandungan:
a) Perdarahan dalam jumlah banyak
b) Kemungkinan besar bayi meninggal karena kekurangan oksigen di
dalam kandungan
7. Pemeriksaan penunjang

a. USG
b. CT Scan
c. Pemeriksaan laboratorium
d. Pemeriksaan ultrasonografi
e. Pemeriksaan histologis
8. Penatalaksanaan

1. Evakuasi

a) Perbaiki keadaan umum


b) Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila
kanalis sevikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret
c) Memberikan obat – obatan antibuotik, uterotonika dan perbaiki
keadaan umum penderita.
d) 7 – 10 hari setelah kerokan pertama dilakukan kerokan kedua untuk
membersihkan sisa jaringan
e) Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30
tahun. Paritas 4 atau lebih dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi
pusat atau lebih
2. Pengawasan lanjutan
a. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral
pill
b. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2 – 3 tahun, yaitu setiap minggu
pada triwulan pertama, setiap 2 minggu pada triwulan kedua, setiap bulan
pada 6 bulan berikutnya.
c. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan : gejala klinis, keadaan umum
dan perdarahan

B. Asuhan Keperawawatan

1. Pengkajian

a) Identitas Pasien
Identitas berupa nama, umur, pendidikan, pekerjaan, agama, suku/bangsa,
alamat dan status.
b) Keluhan Utama: Klien mengatakan mual-mual dan muntah
c) Riwayat Menstruasi : meliputi menarche usia, siklus, lamanya, banyaknya, HPHT,
perkiraan persalinan, Flour Albus.
d) Riwayat obstetri yang lalu: meliputi kehamilan keberapa, umur kehamilan,
penyulit kehamilan, jenis persalinan, penolong, jenis kelamin anak dan masa nifas.
e) Riwayat kontrasepsi
Meliputi jenis kontrasepsi yang digunakan, lamanya pemakaian dan keluhan yang
dirasakan selama memakai alat kontrasepsi.
f) Riwayat Penyakit Keluarga
Faktor-faktor situasi, seperti pekerjaan wanita dan pasangannya, pendidikan,
status perkawinan, latar belakang budaya dan etnik, serta status sosioekonomi,
ditetapkan dalam riwayat social.
Riwayat keluarga memberikan informasi tentang dekat pasien, termasuk orang
tua, saudara kandung dan anak-anak. Hal ini membantu mengidentifikasi
gangguan genetik atau familial dan kondisi-kondisii yang dapat mempengaruhi
status kesehatan wanita atau janin.
1. Riwayat pemeriksaan ANC
Data yang diikumpulkan tanggal pemeriksaan, TFU, letak anak, DJJ, oedema,
reflex tungkai, TD, BB, keluhan UK (minggu) dan terapi yang didapat.
2. Kebutuhan Dasar Manusia
a. Nutrisi
a) Frekuensi makan     
b) Jenis makanan        
c) Minum                     
d) Nafsu makan
b. Eliminasi
BAK
Frekwensi            
Warna                  
Bau                      
Keluhan               
BAB
Frekwensi            
Warna                  
Bau                      
Konsistensi          
Keluhan               
c. Istirahat Dan Tidur
1) Tidur siang             
2) Tidur malam           
d. Personal Hygiene
1) Mandi
2) Keramas
3) Sikat gigi
4) Mengganti pakaian
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kepala                          
2) Mata                             
3) Leher                            
4) Kardiovaskuler            
5) Pencernaan/abdomen
6) Ekstremitas                
7) Sistem persyarafan         
8) Genito urinaria               
9) Pemeriksaan janin       
10) Tinggi badan                        
11) Berat badan sebelum hamil  
12) Berat badan sekarang           
13) Lila                                       
14) Tanda-tanda vital
b. Pemeriksaan penunjang
1) Hasil pemeriksaan laboratorium selama hamil khususnya
hematokrik (menggambarkan anemia).
2) Waktu masuk ruang bersalin ulangi lagi pemeriksaan Ht, Urinalis
untuk protein, glukosa dan keton. Contoh darah perlu diambil
untuk crossmatching untuk persiapan bila ada transfusi.
3) Pengkajian khusus fetal
c. DJJ, air ketuban dan penyusupan kepala janin.
d. DJJ : hasil periksa setiap 30 menit atau lebih sering jika ada tanda-tanda
gawat janin.
e. Warna dan adanya air ketuban : penilaian air ketuban setiap kali
melakukan pemeriksaan dalam, dan nilai warna air ketuban jika selaput
ketuban pecah.
f. Molase atau Penyusupan tulang kepala janin. Penyusupan adalah indicator
penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuaikan diri
terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu.

2. Diagnosa

a. Ansietas b/d lingkungan yang tidak familier, nyeri, atau kurang pengetahuan
tentang proses persalinan.
b. Nyeri akut b/d agen cedera
c. Konstipasi berhubungan dengan kehamilan
d. Keletihan berhubungan dengan kehamilan
3. Intervensi

a. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan

Goal: klien akan menurunkan tingkat kecemasan selama dalam perawatan.

Objective: klien dapat beradaptasi dengan status kesehatannya.

Outcomes: Dalam waktu 1 x 24 jam perawatan klien akan :

a) Tidak gelisah
b) Tidak mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup.
c) Ada kontak mata
d) Tidak ketakuatan
e) Wajah tidak tegang, tangan tidak tremor
f) Tidak ada peningkatan ketegangan
g) Tidak ada peningkatan keringat
h) Tekanan darah nadi dan frekuensi pernapasan dalam batas normalBerkonsentrasi
i) Tidak ada blocking pikiran.
Intervensi dan rasional

a. Ajarkan kepada pasien teknik relaksasi untuk dilakukan sekurang-kurangnya


setiap 4 jam ketika terjaga.
R/: Untuk memperbaiki keseimbangan fisik dan psikologi
b. Kurangi stressor (termasuk membatasi akses individu pada pasien jika sesuai)
dan usahakan menuntut pasien
R/: Seminimal mungkin jika memungkinkan untuk menciptakan iklim tenang
dan teraupetik.
c. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mendiskusikan perasaanya dengan
orang lain yang memiliki masalah kesehatan yang sama
R/: Untuk menghilangkan keraguan dan meningkatkan dukungan
d. Secara seksama perhatiakan kebutuhan fisik pasien. Berikan makanan bergizi
dan tingkatkan kualitas tidur disertai langkah-langkah yang memberikan rasa
nyaman.
R/: Untuk menciptakan kesejahteraan dan meyakinkan pasien bahwa
kebutuhannya akan terpenuhi.
e. Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukan kecemasan klien
R/: Klien mungkin tidak menunjukan keluhansecara langsung tetapi kecemasan
dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukan adanya
kegelisahan, kemarahan, penolakan dan sebagainya.
f. Kolaborasi pemberian obat sesuai yang diresepkan.
R/: Untuk membantu pasien rileks selama periode ansietas berat

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (biologis) : kontraksi uterus


Goal: Klien akan terbebas dari nyeri akut.
Objective: Klien akan terhindar dari agen cedera biologis selama dalam perawatan
Outcomes: Dalam 1x24 jam perawatan, klien :
a) Melaporkan nyeri berkurang secara verbal
b) Tidak tampak meringis dan diaforesis
c) Tekanan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal
Intervensi :
1. Kaji jenis dan tingkat nyeri pasien.
R/ Untuk mengetahui jenis dan tingkatan nyeri klien akut atau kronis. Untuk
menghindari interpretasi subjektif.
2. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman dan gunakan bantal untuk
membebat atau menyokong daerah yang sakit bila diperlukan.
R/ Untuk menurunkan ketegangan atay spasme otot dan untuk mendistribusikan
kembali tekanan pada bagian tubuh.
3. Rencanakan aktivitas distraksi.
R/ Membantu klien memfokuskan pada masalah yang tidak berhubungan dengan
nyeri.
4. Pada saat tingkat nyeri klien tidak terlalu kentara, implementasikan teknik
mengendalikan nyeri alternatif.
R/ Teknik nonfarmakologis pengurangan nyeri akan efektif bila nyeri pasien
berada pada tingkat yang dapat ditoleransi.
5. Berikan obat yang dianjurkan untuk mengurangi nyeri, bergantung pada gambaran
nyeri pasien.
R/ Untuk menentukan keefektifan obat.

c. Keletihan berhubungan dengan kehamilan


Goal : klien mengalami keletihan selama perawatan
Objective : klien dapat beradaptasi dengan kehamilannya
Outcomes : dalam 1x24 jam perawatan, klien :
a) Tidak terjadi peningkatan keluhan fisik
b) Tidak terjadi kekurangan energi, letargi, letih. Lesu dan lelah
c) Mampu memulihkan energy setelah tidur
d) Mampu melakukan aktifitas fisik pada tingkat yang biasa
Intervensi dan Rasional
1. Anjurkan pasien untuk makan makanan yang kaya zat besi dan mineral, jika tidak
dikontraindikasikan
R/: tindakan tersebut dapat membantu menghindari anemia dan demineralisasi
2. Anjurkan pasien untuk tunda makan bila pasien mengalami keletihan
R/: agar kondisi pasien tidak memburuk
3. Anjurkan pasien untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat
R/: penjadwalan periode istirahat yang teratur dapat membantu menurunkan
keletihan dan meningkatkan stamina
4. Tetapkan pola tidur yang teratur
R/: tidur di malam hari 8 sam pai 10 jam dapat membantu mengurangi keletihan
5. Hindari situasi yang penuh emosional
R/: situasi yang emosional dapat memperburuk keletihan pasien.
d. Konstipasi berhubungan dengan kehamilan
Goal : Klien tidak mengalami kopnstipasi
Objective :
outcome
1) Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
2) Konsistensifses lunak
3) Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
4) Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )
Rencana tindakan

a. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi


R/ Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
b. Auskultasi bising usus
R/ Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik
c. Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat
R/ Diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi
reguler
d. Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi
R/ Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang
sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler
e. Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
R/ Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto
abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
f. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema)

R/ Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan


massa feses dan membantu eliminasi

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kegawatdaruratan Obstetri adalah Perdarahan yang mengancam nyawa selama


kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu
awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/
ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan
(plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina
setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca
persalinan, hematoma, dan koagulopatiobstetri.

B. Saran

Di harapkan setelah membaca makalah ini, pembaca dapat paham dan mengerti apa
yang dimaksud dengan kegawatdaruratan obstetri.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/mobile/naroimunthe/kegawat-daruratan-obstetri diakses pada


tanggal 01 APRIL 2020
https://id.scribd.com/document/411507751/Askep-Obstetri diakses pada tanggal 01 April
2020

Anda mungkin juga menyukai