Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Abortus
2.1.1. Pengertian Abortus
Abortus adalah terhentinya proses kehamilan sebelum fetus
mampu bertahan hidup di luar kandungan ibunya dengan alat bantu
atau tanpa alat bantu pada saat usia kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat fetus kurang dari 500 gram. (JNPKKR-POGI,2000)
2.1.2. Klasifikasi Abortus
Secara umum, jenis-jenis abortus ialah sebagai berikut: Abortus
Imminens, Abortus Insipiens, Abortus Inkompletus, Abortus
Kompletus, Abortus Tertahan, Abortus Berulang, Abortus Infeksiosa,
dan Abortus Septik.
Berdasarkan riwayat kejadiannya abortus terbagi menjadi
abortus spontan dan abortus provocatus (abortus buatan). Abortus
provocatus dibagi lagi menjadi dua menurut pelaksanaannya, yaitu:
abortus provocatus medisinalis dan abortus provocatus kriminalis.
(JNPKKR-POGI,2000)

2.2. Abortus Inkompletus


2.2.1. Pengertian Abortus Inkompletus
Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian hasil konsepsi
dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal dalam uterus pada
saat usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram. . Pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis terbuka
dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang
sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Pada USG didapatkan
endometrium yang tipis dan irreguler. (JNPKKR-POGI,2000)
2.2.2. Epidemiologi Abortus Inkompletus
Berapa seringnya kejadian abortus tidak dapat diketahui
dengan pasti oleh karena hukumnya illegal, maka banyak wanita yang
terlanjur hamil menggugurkan kandungannya secara sembunyi-
sembunyi dan baru muncul ke permukaan bila terjadi komplikasi.
Selain itu, abortus dini juga tidak terdeteksi dikarenakan wanita yang
mengalami perdarahan setelah beberapa hari terlambat haid
kemudian datang ke pelayanan kesehatan dilakukan pengerokan,
tetapi tidak dilakukan pemeriksaan hispatologi dari jaringan yang
dikeluarkan dari uterus. (Sedgh, 2012)
2.2.2.1. Berdasarkan Orang
Dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali
mengalami kejadian abortus spontan termasuk abortus inkompletus,
pasangan akan mempunyai risiko 15% untuk mengalami abortus,
sedangkan bila pernah 2 kali mengalami abortus, maka risikonya
meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus
setelah mengalami 3 kali abortus berurutan adalah 30 – 45%.(Sedgh,
2012)
2.2.2.2. Berdasarkan Tempat
Biasanya kejadian abortus dilaporkan dalam angka keguguran
(abortion rate), yaitu jumlah keguguran dalam setiap 1.000 kelahiran
hidup. Pada tahun 2008, abortion rate di dunia adalah sebesar 28 per
1.000 wanita usia 15–44 tahun. Di Amerika Latin sebesar 32, di Afrika
sebesar 29, di Asia sebesar 28, di Eropa sebesar 27, di Amerika
Utara sebesar 19, dan di Oceania sebesar 17.
Indonesia memiliki abortion rate sebesar 37 per 1.000 wanita
usia 15–44 tahun, angka ini jauh bila dibandingkan dengan abortion
rate untuk negara berkembang, yaitu 29 per 1.000 wanita usia 15–44
tahun. Penelitian Sedgh.G (2012) menyebutkan bahwa pada tahun
2003, 78% dari total abortus dunia berada di negara berkembang dan
meningkat menjadi 86% di tahun 2008.
2.2.2.3. Berdasarkan Waktu
Menurut Sedgh.G (2012), jumlah aborsi diseluruh dunia pada
tahun 1995 sebesar 45.6 juta kasus, tahun 2003 sebesar 41.6 juta
kasus, dan tahun 2008 sebesar 43.8 juta kasus. Abortion rate di
negara maju tahun 1995 sebesar 35, tahun 2003 sebesar 29, dan
tahun 2008 sebesar 28. Sedangkan abortion rate di negara
berkembang pada tahun 1995 sebesar 34, tahun 2003 sebesar 29,
dan tahun 2008 sebesar 29. Berikut estimasi data insiden dan tren
abortion rate dunia mulai dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2008.

Wilayah Bagian 1995 2003 2008


Amerika Latin 37 31 32
Afrika 33 29 29
Asia 33 29 28
Eropa 48 28 27
Amerika Utara 22 21 19
Oceania 21 18 17
Sumber: Guttmacher Institute, New York, USA, 2012
Tabel.1 Insiden dan tren abortion rate di dunia tahun 1995–2008
per 1.000 wanita usia 15–44 tahun

2.2.3. Etiologi Abortus Inkompletus


Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara
pasti, tetapi beberapa faktor yang berpengaruh adalah (Guttmacher,
2012)

1). Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian


janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi
dikeluarkan, gangguan pertumbuhan hasil kosepsi dapat terjadi
karena:

a. Faktor kromosom.
 Gangguan terjadi sejak semula pertemuan
kromosom, termasuk kromosorn seks.
b. Faktor lingkungan endometritum.
 Endometrium belurn siap untuk menerima implasi
hasil konsepsi.
 Gizi ibu kurang karena anemia atau terlalu pendek
jarak kehamilan.
c. Pengaruh luar
 Infeksi endometrium, endometrium tidak siap
menerima hasil konsepsi.
 Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi
menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi
terganggu.

2). Kelainan pada plasenta

a. Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga


palsenta tidak dapat berfungsi.
b. Gangguan pembuluh darah palsenta, diantaranya
pada diabetes melitus.
c. Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah
palsenta sehingga menimbulkan keguguran.
3). Penyakit ibu
Penyakit ibu dapat secara langsung mempengaruhi
pertumbuhan janin dalam kandungan melalui plasenta:
a. Penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus
abdominalis, malaria, sifilis.
b. Anemia ibu melalui gangguan nutrisi dan peredaran O 2
menuju sirkulasi retroplasenter.
c. Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal,
penyakit hati, penyakit diabetes melitus.
4). Kelainan yang terdapat dalam rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin
dijumpai keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri,
uterus arkatus, uterus septus, retrofleksi uteri, serviks
inkompeten, bekas operasi pada serviks (konisasi, amputasi
serviks), robekan serviks postpartum.

2.2.4. Manifestasi Klinis


Gejalanya dapat berupa (Unpad, 1981)
 Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis.
 Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat.
 Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi.
 Dapat terjadi degenerasi ganas (kario karsinoma).
 Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan
berlangsung terus.
 Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam
rahim yang di anggap corpusglium, maka uterus akan berusaha
mengeluarkan dengan mengadakan kontraksi. Tetapi kalau
keadaan ini di biarkan lama, serviks akan menutup kembali.
2.2.5. Patofisiologi

2.2.6. Klasifikasi
Abortus dibagi atas 2 (dua) golongan (Unpad,1981)
1. Abortus spontan
Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-
faktor mekanis ataupun medisinalis. Semata-mata disebabkan oleh
faktor-faktor alamiah.
Abortus spontan dibagi atas :
a. Abortus Kompletus (keguguran lengkap)
Seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan
fetus) sehingga rongga rahim kosong.
b. Abortus Inkompletus (keguguran bersisa)
Hanya sebagian dari hasil konsepsi yang
dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua (placenta).
c. Abortus Inciepiens (keguguran sedang berlangsung)
Abortus yang sedang berlangsung dengan ostium
sudah terbuka dan ketuban yang teraba, kehamilan tidak
dapat dipertahankan lagi.
d. Abortus Iminens (keguguran membakat)
Keguguran membakat dan akan terjadi, dalam hal
ini keluarnya fetus masih dapat dengan memberikan obat
hormonal dan antispasmodic serta istirahat.
e. Nissed abortion
Keadaan dimana janin sudah mati tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2
bulan atau lebih.
f. Abortus habitualis
Keadaan dimana penderita mengalami keguguran
berturut-turut 3 x atau lebih.
g. Abortus Infeksionus dan abortus septic
Adalah keguguran disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran
darah atau peritoneum.

2. Abortus provokatus (Induced Abortion)


Adalah abortus yang disengaja baik dengan memakai
obat maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
a. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri
dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis /
perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 dokter ahli).
b. Abortus Kriminalis
Adalah abortus yang terjadi karena tindakan-
tindakan yang tidak ilegal atau tidak berdasarkan indikasi
medis.

2.2.7. Pemeriksaan Penunjang (JNPKKR-POGI, 2000)


PemeriksaanGinekologi:
1. Inspeksi vulva
a. Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
b. Adakah disertai bekuan darah
c. Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
d. Adakah tercium bau busuk dari vulva
2. Pemeriksaan dalam speculum
a. Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
b. Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka
c. Apakah tampak jaringan keluar ostium
d. Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium.
3. Pemeriksaan dalam
a. Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
b. Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
c. Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari
usia kehamilan
d. Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
e. Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa
f. Adakah terasa tumor atau tidak
g. Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak

2.2.8. Diagnosa Abortus Inkompletus


Pada pemeriksaan dalam jika abortus baru terjadi didapati serviks
terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kantung
servikalis atau kavum uteri, dan uterus lebih kecil dari seharusnya kehamilan.
(Unpad, 1981)

2.2.9. Komplikasi Abortus Inkompletus (Unpad, 1981)


Risiko komplikasi akibat abortus inkompletus antara lain:
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari
sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah.
Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan
tidak diberikan pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada
uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau
kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus segera dilakukan
untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus.
c. Syok
Syok adalah suatu keadaan klinis yang akut akibat
berkurangnya perfusi jaringan dengan darah karena gangguan
pada sirkulasi mikro. Kekurangan perfusi apabila berlangsung
terlalu lama dapat menimbulkan hipoksia jaringan yang akan
merusak sel-sel dan pada akhirnya menyebabkan kematian.
d. Infeksi
Infeksi dari bakteri yang merupakan flora normal dari
genitalia eksterna dan vagina dapat juga menyebabkan syok yang
dinamakan syok septik atau syok endotoksin. Peristiwa infeksi yang
dapat menimbulkan syok septik adalah abortus infeksiosa terutama
yang dilakukan pada abortus kriminalis.

2.2.10. Determinan Abortus Inkompletus (Hawari, 2006)


a. Umur
Umur reproduksi yang sehat dan aman untuk kehamilan dan
persalinan, yaitu 20 – 35 tahun.
b. Status Perkawinan
Menurut Depkes tahun 2001 bahwa wanita berstatus menikah
melakukan abortus masih tinggi, yaitu berkisar 9,2% dengan alasan
tidak menggunakan alat kontrasepsi. Namun, tidak menutupi
kecenderungan kalangan wanita yang belum menikah untuk
melakukan abortus.
c. Pendidikan
Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
merupakan faktor predisposisi yang sangat berperan dalam
mempengaruhi seseorang mengambil keputusan untuk berperilaku
sehat. Diharapkan bahwa semakin berpendidikan, maka pengetahuan
mengenai ketersediaan alat kontrasepsi yang mencegah kehamilan
juga pelayanan keluarga berencana semakin baik sehingga wanita
tidak lagi terpaksa mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkannya
dengan abortus.
d. Sosial Ekonomi
Ekonomi yang rendah sering menjadi alasan melakukan abortus
karna khawatir suatu saat tidak bisa menghidupi sang calon anak dan
wanita tersebut dengan alasan ekonomi rendah pula terpaksa
melakukan abortus yang tidak aman dengan usaha sendiri, seperti
meminum jamu, memijat perut, memasukkan benda-benda tertentu,
dan meminta pertolongan dukun.
e. Paritas
Paritas lebih dari 3 mempunyai risiko melakukan abortus buatan
2,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang memiliki 1 orang
anak.
f. Riwayat Penyakit
Anemia berat, keracunan, laporotomi, peritonitis umum,
pneumonia, tifus abdominalis, malaria, dll juga dapat menurunkan
keadaan umum penderita dan menyebabkan abortus.
g. Psikososial
Menurut Hawari tahun 2006 bahwa salah satu faktor penyebab
seorang perempuan melakukan abortus adalah faktor psikososial,
misalnya hasil hubungan seksual di luar nikah, perkosaan, janin cacat.
h. Penggunaan Kontrasepsi
Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah
terjadinya kehamilan dalam mencapai program keluarga berencana
tersebut. Sampai saat ini cara kontrasepsi yang ideal belum ada
karena ada kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga perlu
prinsip pemilihan tidak hanya mencakup pemakaian kontrasepsi, tetapi
juga pengetahuan dasar dalam pemilihan kontrasepsi yang cocok dan
paling efisien untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan sesuai
dengan kondisi khusus pasangan yang bersangkutan. Menurut Hawari
tahun 2006 bahwa faktor gagal dalam program keluarga berencana
adalah salah satu faktor terjadinya abortus.

2.2.11. Penanganan Abortus Inkompletus


Sisa kehamilan yang tertinggal di dalam rahim harus
dibersihkan dengan melakukan kerokan untuk menghentikan
perdarahan dengan kuretase atau vacum kuretase. Kerokan harus
dilakukan secara aseptik. Setelah itu diberikan uterotonika seperti
ergometrin melalui suntikan dan antibiotika terutama apabila ada
tanda-tanda infeksi. Jika disertai dengan perdarahan banyak dan syok
perlu diberikan infus cairan atau transfusi darah. (Depkes, 2011)

2.2.12. Dampak Abortus Inkompletus


2.2.12.1. Risiko Kesehatan dan Keselamatan Secara Fisik
Menurut B.Clowes dalam bukunya “The Facts of Life” tahun
2001 beberapa risiko yang akan dihadapi saat dan setelah melakukan
aborsi, yaitu:
a. Kematian mendadak karena perdarahan hebat
b. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
c. Kematian secara lambat akibat infeksi serius di sekitar kandungan
d. Uterine perforation atau rahim yang sobek
e. Cervical laceration atau kerusakan leher rahim yang dapat
menyebabkan cacat pada anak berikutnya
f. Infeksi rongga panggul
g. Infeksi pada lapisan rahim (Endrometriosis) (Clowes, 2001)

2.2.12.2. Risiko Gangguan Psikologi/ Mental


Selain memiliki risiko tinggi bagi kesehatan dan keselamatan
fisik, aborsi dapat juga mengakibatkan dampak yang hebat pada
mental pelaku aborsi. Secara psikologi dikenal dengan Post-Abortion
Syndrome (PAS) yang termasuk dalam Post-Traumatic Stress
Disorder atau Kelainan Pasca-Trauma Berat. Menurut David Reardon,
gejala-gejala ini tercatat pada ”Psychological Reaction Reported After
Abortion” bahwa pada dasarnya seorang wanita yang melakukan
aborsi akan mengalami hal-hal sebagai berikut:
a. Kehilangan harga diri
b. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi
c. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual
d. Berteriak-teriak histeris
e. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang
f. Ingin melakukan bunuh diri (Readon,2005)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1981) Obstetri Patologi,


Elstar Offset, Bandung
2. JNPKKR-POGI (2000), Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta
3. Wong,Dona L& Perry, Shanon W (1998) Maternal Child Nursing Care,
Mosby Year Book Co., Philadelphia
4. – (--), Protap Pelayanan Kebidanan RSUD Dr. Sutomo Surabaya,
Surabaya
5. Readon, david.2005. Psychological Reactions Reported After Abortion
https://www.abortionfacts.com/reardon/psychological-reactions-
reported-after-abortion di akses tanggal 2 April 2018.
6. Clowes, Brian. 2001. The Facts of Life
https://www.goodreads.com/book/show/1209048.The_Facts_of_Life
diakses tanggal 2 April 2018
7. Hawari, Dadang. 2006. Aborsi Dimensi Psikoreligi. Jakarta : FK UI.
8. Depkes 2011
9. Guttmacher Institute, New York, USA, 2012

10. Sedgh G, Singh S, Hussain R.2012. Intended and unintended


pregnancies worldwide in 2012 and recent trends.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25207494 diakses tanggal 2 April
2018
11. WHO 2005

12. WHO 2007


13. WHO 2010

14. The Lancet. 2007. Global Mental health.


http://www.thelancet.com/series/global-mental-health KPAI 2011

15. SDKI 1997

16. CIAWORLD FACTBOOK 2010

17. UU KES 2009

18. BKBN 2006

Anda mungkin juga menyukai