Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Abortus merupakan salah satu masalah di dunia yang
mempengaruhi kesehatan, kesakitan dan kematian ibu hamil. Abortus
merupakan pengeluaran hasil konsepsi yang terjadi pada umur kehamilan
< 20 minggu dan berat badan janin ≤ 500 gram. Dampak dari abortus jika
tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat akan menambah
angka kematian ibu yang disebabkan oleh komplikasi dari abortus yaitu
dapat terjadi perdarahan, perforasi, infeksi dan syok (Sujiyatini, 2009).
Berdasarkan studi WHO satu dari setiap empat kehamilan berakhir
dengan abortus. Estimasi kejadian abortus tercatat oleh WHO sebanyak
40-50 juta, sama halnya dengan 125.000 abortus per hari. Hasil studi
Abortion Incidence and Service Avaibility in United States pada tahun
2016 menyatakan tingkat abortus telah menurun secara signifikan sejak
tahun 1990 di negara maju tapi tidak di negara berkembang .
Di Indonesia angka kematian ibu menurut Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 adalah sebesar 228 per
100.000 kelahiran hidup. Dari jumlah tersebut, kematian akibat abortus
tercatat mencapai 30 persen.Angka ini telah mengalami penurunan namun
belum mencapai target MDGs (Millennium Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 2 Development Goals) sebesar 102 per 100.000
kelahiran hidup (BAPPENAS, 2011). Angka ini meningkat pada SDKI
2012 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup.Angka tersebut masih
belum sesuai dengan kesepakatan MDGs pada tahun 2015 yaitu 115 per
100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Indonesia ini masih
sangat tinggi mengingat target SDGs (Sustainable Development Goals)
pada tahun 2030 mengurangi angka kematian ibu hingga di bawah 70 per
100.000 kelahiran hidup.

1
B. TUJUAN
Tujuan Umum
1. Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Abortus.
Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui pengertian dan abortus dan pengertian IUFD
2. Untuk mengetahui penyebab dari abortus dan penyebab IUFD
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari abortus dan IUFD
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari abortus dan IUFD
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari abortus dan IUFD
6. Untuk mengetahui pathway dari abortus dan IUFD
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada abortus
8. Untuk mengetahui konsep keperawatan pada abortus

2
BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian
Aborsi ialah menggugurkan kandungan atau dalam dunia
kedokteran dikenal dengan istilah “abortus. Berarti pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (Setyaningrum,
2017).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun
sebelum janin mampu bertahan hidup (Cunningham, 2010).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin mencapai
berat 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Menurut who
dan vigo dikatakan abortus jika usia kehamilan kurang dari 20 – 22
minggu (Sukarni dan Margareth, 2013 )
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas.
Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya
kurang dari 500 gr ( Sukarni dan Wahyu, 2013 ).

B. Etiologi
Menurut Martaadisoebrata (2013) penyebab abortus merupakan
gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abortus didahului oleh kematian
janin. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan terjadinya abortus antara
lain:
1. Faktor janin
Kelainan yang paling sering dijumpai adalah gangguan pertumbuhan
zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya
menyebabkan abortus pada trimester pertama, berupa :
a) Kelainan telur : telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio,
kelainan kromosom (monosomi, trisomi atau poliploidi) merupakan
50% penyebab abortus
b) Trauma embrio : pasca

3
c) Kelainan pembentukan plasenta : hipoplasia trofoblas
2. Faktor maternal
a) Infeksi :
Beresiko bagi janin yang sedang berkembang, terutama pada akhir
trimester pertama atau awal trimester kedua. Penyakit-penyakit yang
dapat menyebabkan abortus antara lain :
1) Virus: rubella, sitomegalovirus, herpes simpleks, varicellazoster,
campak, hepatitis, polio, ensefalomielitis
2) Bakteri : salmonellatyphi
3) Parasit : toxoplasmagondii, plasmodium
b) Penyakit vasikullar : hipertensi, penyakit jantung
c) Kelainan endokrin : abortus spontan dapat terjadi bila produksi
progesteron tidak mencukupi, terjadi difusi tiroid atau defisiensi
insulin
d) Imunologi : ketidakcocokansistem HLA (human leukocyte antigen),
SLE (systemic lupus erythematosus)
e) Trauma : jarang terjadi
f) Kelainan uterus : hipoplasia uterus, mioma, serviks inkopeten
3. Faktor eksternal
a) Radiasi: dosis 1-10 Rad dapat merusak janin berusia 9 minggu ; dosis
lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran.
b) Obat-obatan: antagonis asam folat, antikoagulan. Sebaiknya tidak
menggunakan obat-obatan ketika usia kehamilan< 16 minggu kecuali
obat terbukti tidak membahayakan janin atau indikasi penyakit ibu
yang parah.
c) Zat kimiawi lain: bahan yang mengandung arsen, benzene

C. Klasifikasi
Menurut Sukarni dan Wahyu (2013) klasifikasi abortus ada beberapa
macam yaitu :

4
1. Menurut waktu abortus dapat dikelompokkan sebagai :
a) Abortus dini : Bila terjadi pada trimester pertama (kurang dari 12
minggu)
b) Abortus lanjut : Bila terjadi antara 12-24 minggu (trimester 2)
2. Menurut kejadiannya abortus dikelompokan sebagai :
a) Abortus spontan (spontaneous abortion, miscarriage, pregnencyloss)
adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun
mekanis
b) Abortus bantuan (abortus provocatus, aborsi disengaja, digugurkan),
dapat dikelompokan lebih lanjut menjadi :
1. Abortus buatan menurut kaidah ilmu
Abortus sesuai indikasi untuk kepentingan ibu, misalnya penyakit
jantung, hipertensi maligna, atau carsinoma serviks. Keputusan
pelaksanaan aborsi ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli
kebidanan, penyakit dalam, dan psikiatri atau psikolog.
2. Abortus buatan criminal
Penguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah, dilarang oleh
hukum atau dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang kecurigaan
terhadap abortus provokatus kriminalis harus dipertimbangkan bila
terdapat abortus febrilis. Aspek hokum tindakan abortus buatan harus
diperhatikan. Beberapa bahaya abortus buatan kriminalis :
a) Infeksi
b) Infertilisasi sekunder
c) Kematian

5
3. Secara klinis, aborsi dikelompokkan sebagai:
a) Abortus iminens
Abortus yang disebut juga keguguran mengancam didiagnosis billa
seorang wanita yang sedang hamil <20 minggu mengeluarkan darah
pervagina. Perdarahan dapat berlanjut selama beberapa hari atau
berulang, dapat juga disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri
punggung bawah seperti saat menstruasi. Sekitar 50% abortus iminens
akan menjadi abortus komplet atau inkomplet, 50% kasus akan
melanjutkan kehamilannya. Resiko keguguran berkurang bila janin
sudah memperlihatkan aktivitas jantung pada pemeriksaan USG
(ultrasonografi), tetapi ada beberapa yang menyebutkan adanya resiko
persalinan preterm atau gangguan pertumbuhan dalam rahim.
b) Abortus insipiens
Abortus insipien adalah abortus yang sedang berlangsung
(inevitable abortion/miscarriage). Abortus ini didiagnosa bila seorang
wanita yang sedang hamil <20 minggu mengalami perdarahan banyak,
terkadang disertai gumpalan darah dan nyeri karena kontraksi kuat
uterus serta terdapat dilatasi serviks, sehingga jari pemeriksa dapat
masuk dan neraaba ketuban. Kadang- kadang perdarahan dapat
menyebabkan kematian ibu dan jaringan yang tertinggal dapat
menyebabkan infeksi. Janin biasanya sudah mati, sehingga upaya
mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan
kontraindikasi.
c) Abortus inkomplet
Abortus inkomplet didiagnisa bila sebagian hasil konsepsi telah
lahir atau teraba divagina tetapi sebagiaan masih tertinggal, biasanya
jaringan plasenta. Perdarahan biasanya terus berlangsung banyak dan
membahayakan ibu. Ostium uteri sering kali tetap terbuka karena masih
ada benda di dalam rahim yang dianggap benda asing (corpusallienum),
sehingga uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan berkontraksi
sehingga ibu merasa nyeri tetapi tidak sehebat pada abortus insipien.

6
Pada beberapa kasus, perdarahan tidak banyak dan bila dibiarkan
serviks akan menutup kembali.
d) Abortus komplet
Bila hasil konsepsi lahir lengkap, dan kuretasi tidak oerlu
dilakukan. Pada setiap abortus jaringan yang terlahir harus selalu
diperiksa kelengkapannya untuk membedakan dengan kelainan
trofoblas. Pada abortus komplet perdarahan segera berkurang setelah isi
rahim dikeluarkan dan berhenti total selambat-lambatnya setelah 10
hari, karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi
telah selesai. Servik juga segera menutup kembali.
e) Abortus tertunda
Abortus tertunda (missed abortion) terjadi bila hasil konsepsi yang
telah mati tertahan didalam rahim selama 8 minggu atau lebih. USG
menunjukan bahwa janin tidak utuh dan membentuk gambaran
kompleks. Disekitar janin yang sudah mati terkadang terdapat sedikit
perdarahnpervagina, sehingga menimbulkaan gambaran seperti abortus
iminens. Namun, rahim selanjutkan tidak membesar tetapi malah
mengecil karena air ketuban terabsorpsi dan janin mengalami maserasi.
Bila kematian janin terjadi pada kehamilan yang masih muda sekali
janin akan lebih cepat dikelurkan.

D. Tanda dan Gejala


Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi
mengeluh tentang perdarahan per vagina setelah mengalami haid yang
terlambat juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut
bagian bawah. Berikut tanda gejala abortus (Setiyaningrum, 2017).:
1. Secara umum terdiri dari:
a) Terlambat haid atau amenhore kurang dari 20 minggu.
b) Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal
atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
c) Perdarahan per vaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil
konsepsi.

7
d) Rasa mulas atau kram perut di daerah simfisis, sering disertai nyeri
pinggang akibat kontraksi uterus.
2. Tanda gejala secara klinis:
a) Abortus iminens (keguguran mengancam/threatened abortion)
1) Terdapat keterlambatan datang bulan
2) Terdapat pendarahan, disertai sakit perut atau mules
3) Pada pemeriksaan dijumpai besarnya rahim sama dengan umur
kehamilan dan terjadi kontraksi otot rahim.
4) Dapat dirasakan kontraksi otot rahim, hasil pemeriksaan tes kehamilan
masih positif.
b) Abortus insipiens (keguguran berlangsung/inevitable abortion)
1) Perdarahan lebih banyak
2) Perut mules atau sakit lebih hebat
3) Pada pemeriksaan dijumpai perdarahan lebih banyak
c) Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap/incomplete abortion)
1) Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis
2) Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat
3) Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi
4) Dapat terjadi degenerasi ganas ( kario karsinoma)
d) Abortus kompletus (keguguran lengkap/complete abortion)
1) Uterus telah mengecil
2) Perdarahan sedikit
3) Kanalis servikalis sudah tertutup
e) Abortus tertunda (keguguran tertunda/missed abortion)
1) Rahim tidak membesar malah menjadi kecil karena absorbsi air
ketuban dan maserasi janin.
2) Buah dada mengecil kembali
3) Abortus habitualis (keguguran berulang) Abortus terjadi 3 kali
berturut-turut .

8
E. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis
(mukosa rahim) kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya.
Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korealis
menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak
dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada
kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban
pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan
tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lepas. Peristiwa aborsi
ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai
bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya
benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin
telah mati lama (missed abortion). Isi uterus dinamakan mola kruenta.
Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan
dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti
daging. Bentuk lain adalah mola tuberosa; dalam hal ini amnion tampak
berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat
terjadi proses mumifikasi: janin mengering dan karena cairan amnion
menjadi kurang oleh sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus
kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas
perkamen (fetus papi raseus). Kemungkinan lain pada janin-mati yang
tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi: kulit terkupas,
tengkorak menjadi lembek, perut membesar kerena terisi cairan, dan
janin berwarna kemerah-merahan (Sukarni, 2014).

9
F. Pathway
 Fisiologi organ Abortus (mati
terganggu janin < 16-18
 Penyakit Ibu minggu/BB < 400-
 Panggul sempit 1000 gram)

Abortus spontan Abortus Provokatus


Intoleransi aktivitas
b.d tirah baring
atau immobilisasi
 Ab. Imminens  Ab. Medisinalis
 Ab. Insipiens  Ab. Kriminalis
 Ab.Inkompletus Gangguan rasa nyaman
 Ab. komplitus

Nyeri abdomen

Curetase Kurang pengetahuan Ansietas b.d


perubahan besar

Post Anastesi Jaringan Resiko infeksi


terputus/terbuka

Penurunan syaraf
oblongata Nyeri akut b.d agen
cedera fisik (prosedur
bedah)
Penurunan syaraf vegetatif
Perdarahan
Penyerapan
Peristaltik cairan di kolon
Kekurangan volume
cairan b.d kehilangan
Gangguan eliminasi cairan aktif
Konstpasi b.d
fisiologis Resiko syok
(hipovolemik)

(Sukarni, 2014)

10
G. Penatalaksanaan
Menurut Nurarif (2015) penatalaksanaan diberikan sesuai dengan
etiologi yang mendasari timbulnya suatu abortus.
1. Penatalaksanaan Umum:
a) Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam
pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah
ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
b) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu diberikan infus oksitosin
dimulai 8 tetes permenit dan naikkan sesuai kontraksi uterus.
c) Bila pasien syok karena pendarahan berikan infus ringer taktat dan
selekas mungkin tranfusi darah.
2. Penatalaksanaan Medis
a) Abortus insipiens dan abortus inkompletus
Bila ada tanda-tanda syok maka diatasi dulu dengan pemberian cairan
dan transfusi darah. Kemudian jaringan dikeluarkan secepat mungkin
dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu, diberi obat-obat
uterotonik dan antibiotika
b) Abortus kompletus
Seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehigga
rongga rahim kosong, terapi yang diberikan hanya uterotonika.
c) Abortus tertunda
Obat diberi dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua
dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil, dilatasi dan kuretase
dilakukan. Medikamentosa:
1) Simptomatik : Analgesic (a5, metenamat) 500am (3x1)
2) Antibiotik : Amoksilin 500 mg (3x1)
3) Education : Kontrol 3-4 hari setelah keluar setelah keluar dari rumah
sakit

11
A. Pengertian IUFD
Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and
Gynecologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam
rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam
rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan
hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi
(Winkjosastro, 2009). Kematian janin merupakan hasil akhir dari
gangguan pertumbuhan janin, atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis
sebelumnya sehingga tidak diobati (Saifuddin,2008).
B. Etiologi IUFD
Menurut Norwitz (2008), penyebab kematian janin dalam rahim yaitu :
a) 50 % kematian janin bersifat idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).
b) Kondisi medis ibu (hipertensi, pre-eklamsi, diabetes mellitus)
berhubungan dengan peningkatan insidensi kematian janin. Deteksi
dini dan tata laksana yang yang sesuai akan mengurangai risiko IUFD.
c) Komplikasi plasenta (plasenta previa, abruption plasenta) dapat
menyebabkan kematian janin. Peristiwa yang tidak diinginkan akibat
tali pusat sulit diramalkan, tetapi sebagian besar sering ditemukan pada
kehamilan kembar monokorionik/monoamniotik sebelum usia gestasi
32 minggu.
d) Penentuan kariotipe janin harus dipertimbangkan dalam semua kasus
kematian janin untuk mengidentifikasi abnormalitas kromosom,
khususnya dalam kasus ditemukannya abnormalitas struktural janin.
Keberhasilan analisis sitogenetik menurun pada saat periode laten
meningkat. Kadang-kadang, amniosentesis dilakukan untuk
mengambil amniosit hidup untuk keperluan analisis sitogenetik.
e) Perdarahan janin-ibu (aliran sel darah merah transplasental dari janin
menuju ibu) dapat menyebabkan kematian janin. Kondisi ini terjadi
pada semua kehamilan, tetapi biasanya dengan jumlah minimal (<0,1
mL). Pada kondisi yang jarang, perdarahan janin-ibu mungkin bersifat

12
masif. Uji Kleuhauer-Betke (elusi asam) memungkinkan perhitungan
estimasi volume darah janin dalam sirkulasi ibu.
f) Sindrom antibodi antifosfolipid. Diagnosis ini memerlukan pengaturan
klinis yang benar (>3 kehilangan pada trimester pertama >1)
kehilangan kehamilan trimester kedua dengan penyebab yang tidak
dapat dijelaskan, peristiwa tromboembolik vena yang tidak dapat
dijelaskan.
g) Infeksi intra-amnion yang mengakibatkan kematian janin biasanya
jelas terlihat pada pemeriksaan klinis. Kultur pemeriksaan histology
terhadap janin, plasenta/selaput janin, dan tali pusat akan membantu.

C. Predisposisi IUFD
Menurut Winkjosastro (2009), Pada 25-60% kasus penyebab kematian
janin tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal,
fetal, atau kelainan patologik plasenta.
a) Factor maternal antara lain adalah post term(>42 minggu), diabetes
mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus eritematosus, infeksi
hipertensi, pre-eklamsia, eklamsia, hemoglobinopati, umur ibu tua,
penyakit rhesus, rupture uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut
ibu, kematian ibu.
b) Factor fetal antara lain: hamil kembar, hamil tumbuh terlambat,
kelainan congenital, kelainan genetic, infeksi.
c) Factor plasenta antara lain: kelainan tali pusat, lepasnya plasenta,
KPD, vasa previa.
d) Sedangkan factor resiko terjadinya kematian janin intra uterine
meningkat pada usia >40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi
pada ibu, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu
(ureplasma urelitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.

13
D. Manifestasi Klinis IUFD
Menurut Achadiat (2004), criteria diagnostic kematian janin dalam rahim
meliputi :
a) Rahim yang hamil tersebut tidak bertambah besar lagi, bahkan
semakin mengecil.
b) Tidak lagi dirasakan gerakan janin.
c) Tidak ditemukan bunyi jantung janin pada pemeriksaan.
d) Bentuk uterus menjadi tidak tegas sebagaimana suatu kehamilan
normal.
e) Bila kematian itu telah berlangsung lama, dapat dirasakan krepitasi,
yakni akibat penimbunan gas dalam tubuh.

E. Menetapkan Kematian Janin dalam Rahim


Menurut Nugroho (2012), menetapkan janin dalam rahim meliputi :
a) Pemeriksaan terhadap detak jantung (dengan menggunakan stetoskop
laeneck, alat dopler).
b) Pemeriksaan terhadap tidak adanya gerak jantung, tulang kepala janin
berhimpit, tulang belakang makin melengkung (dengan menggunakan
USG).
c) Pemeriksaan terhadap tulang kepala berhimpit, tulang belakang
melengkung, dalam usus janin dijumpai pembentukkan gas (dengan
foto rontgen).
F. Batasan Kematian Janin
a) Menurut WHO dalam Nugroho (2012) : kematian yang terjadi pada
janin dengan berat badan lahir lebih dari 1000 gram.
b) Menurut Prawiroharjo dalam Nugroho (2012) : kematian janin dibagi
dalam 4 golongan :
Kelompok I : kematian janin sebelum kehamilan 20 minggu.
Kelompok II : kematian janin pada umur kehamilan 20-28 minggu.
Kelompok III: kematian janin pada umur kehamilan lebih dari 28
minggu.

14
Kelompok IV : kematian janin yang tidak termasuk tiga golongan di
atas.
c) Menurut U.S National Center dalam Nugroho (2012): Kematian janin
pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu.
d) Menurut FIGO dalam Nugroho (2012): Kelahiran bayi termasuk
dengan BBL >500 gram atau lebih sesuai umur kehamilan >22
minggu.
G. Patofisiologi IUFD
Menurut Sastrowinata (2005), kematian janin dalam pada
kehamilan yang telah lanjut, maka akan mengalami perubahan-perubahan
sebagai berikut :
1) Rigor mortis (tegang mati) berlangsung 2,5 jam setelah mati
kemudian lemas kembali.
2) Stadium maserasi I : timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini
mula-mula terisi cairan jernih, tetapi kemudian menjadi merah coklat.
3) Stadium maserasi II : timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air
ketuban menjadi merah coklat. Terjadi 48 jam setelah anak mati.
4) Stadium maserasi III : terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati.
Badan janin sangat lemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat
longgar edema di bawah kulit.
H. Komplikasi IUFD
Menurut Norwitz (2008), sekitar 20-25% dari ibu yang
mempertahankan janin yang telah mati selama lebih dari 3 minggu maka
akan mengalami koagulopati intravaskuler diseminata (Disseminated
Intravascular Coagulopathy atau DIC) akibat adanya konsumsi faktor-
faktor pembekuan darah secara berlebihan.

15
I. Pathway IUFD (Intra Uterine Fetal Death)

Ibu Hamil

Factor ibu Factor Factor


Penyakit : janin : plasenta :
-DM -Gangguan -Kelainan
-Malaria pertumbuh tali pusat
-Ginjal an -Lepasnya
-Trombofilia -Kelainan plasenta
congenit -KPD
Komplikasi: - Kelainan -Vasa
-Pre-eklamsi genetik previa
-Eklamsi
-Kehamilan ganda
-Infeksi

Gejala klinis :
-Rahim semakin mengecil
-Tidak ditemukan DJJ
-Tidak adanya gerakan janin
-Uterus menjadi tidak tegas

Menetapkan kematian janin dalam rahim :


-Pemeriksaan terhadap DJJ (dengan menggunakan stetoskop laeneck,
dopler).
-Pemeriksaan terhadap tidak adanya gerak jantung, tulang kepala janin
berhimpit, tulang belakang makin melengkung (dengan menggunakan
USG).
-Pemeriksaan terhadap tulang kepala berhimpit, tulang belakang
melengkung, dalam usus janin dijumpai pembentukkan gas (dengan foto
rontgen)

IUFD
(Intra Uterine Fetal Death)

Janin yang mati dalam rahim sebaiknya dikeluarkan, jika mempertahankan janin yang telah
mati selama lebih dari 3 minggu maka akan terjadi komplikasi DIC (Disseminated
Intravaskuler Coagulopathy)

Sumber : Achadiat (2004), Norwitz (2008), Nugroho (2012), dan Winkjosastro (2009)

16
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian fokus pada ibu dengan abortus meliputi:
1. Data subjektif:
a) Keluhan utama: pada pasien dengan abortus, kemungkinan
pasien akan datang dengan keluhan utama perdarahan pervagina
disertai dengan keluarnya bekuan darah atau jaringan, rasa nyeri
atau kram pada perut. Pasien juga mungkin mengeluhkan terasa
ada tekanan pada punggung, mengatakan bahwa hasil test
kencing positif hamil, merasa lelah dan lemas serta mengeluh
sedih karena kehilangan kehamilannya.
b) Riwayat kesehatan, yang terdiri atas:
1) Riwayat kesehatan reproduksi: Kaji tentang mennorhoe,
siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau,
warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause
terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
2) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas: Kaji bagaimana
keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat
ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
3) Riwayat seksual: Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis
kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang
menyertainya.
4) Riwayat pemakaian obat: Kaji riwayat pemakaian obat-
obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
c) Data psikososial.
1) Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola
komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran
klien dan mekanisme koping yang digunakan.
2) Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien

17
d) Data spiritual: Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan
YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
2. Data Objektif:
a) Sirkulasi: pada pasien abortus terdapat perdarahan pervaginam
yang banyak sehingga dapat menimbulkan syok, pasien tampak
pucat, akral dingin, tekanan darah mungkin menurun, nadi teraba
cepat dan kecil, pasien tampak meringis atau kesakitan karena
nyeri.
b) Breathing : Kaji pola nafas apakah bernafas spontan/tidak, nafas
cepat/lambat. Kaji apakah ada sesak nafas/tidak, gerakan dinding
dada simetris/asimetris, pola nafas teratur/tidak, auskultasi bunyi
nafas normal/tidak, kaji frekuensi nafas serta penggunaan otot
bantu pernafasan.
c) Circulation : pada pasien abortus terdapat perdarahan
pervaginam yang banyak sehingga dapat menimbulkan syok,
pasien tampak pucat, akral dingin, tekanan darah mungkin
menurun, nadi teraba cepat dan kecil, pasien tampak meringis
atau kesakitan karena nyeri.
d) Integritas Ego: Dapat menunjukkan labilitas emosional dari
kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri klien/
pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran
dalam pengalaman kelahiran. Mungkin mengekpresikan ketidak
mampuan untuk menghadapi suasana baru. Pada pasien abortus
kemungkinan terjadi kesadaran menurun, syncope, pasien
tampak lemah.
e) Nyeri/ kenyamanan: Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari
berbagai sumber: misal nyeri penyerta, distensi kandung kemih/
abdomen, efek-efek anestesi: mulut mungkin kering.
f) Keamanan: Jalur parenteral bila digunakan resiko terkena infeksi
karena pemasangan infus dan nyeri tekan.
g) Seksualitas: Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus.

18
3. Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi :
1) Kulit : Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna,
laserasi, lesi terhadap drainase
2) Dada : pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan,
bahasa tubuh, pergerakan dan postur,
3) Ekstremitas : adanya keterbatasan fisik
b) Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh
dengan jari.
1) Abdomen : menentukan kekuatan kontraksi uterus.
memperhatikan posisi janin.
2) Kulit : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau mencubit kulit untuk
mengamati turgor.
3) Ekstremitas : menentukan karakter nadi dan menentukan
tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
c) Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada
permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ
atau jaringan yang ada dibawahnya.
1) Ekstremitas :
Menggunakan jari ketuk lutut dan Menggunakan palu perkusi
ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki
bawah.
2) Dada : dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan ,
massa atau konsolidasi.
3) Abdomen : memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi
dinding perut atau tidak
d) Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan
stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi
yang terdengar.
1) Dada : menentukan bunyi jantung/paru

19
2) Abdomen : menentukan suara bising usus atau denyut jantung
janin.
4. Pemeriksaan laboratorium/ Diagnostik:
a) Jumlah darah lengkap, hemoglobin/ hematokrit (Hb/Ht). Mengkaji
perubahan dari kadar efek kehilangan darah pada pembedahan
urinalisis, kultur urine, darah vaginalm, dan lokhea : Pemeriksaan
tambahan didasarkan pada kebutuhan individual.
b) Pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear.
Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang
KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi,
dan menggunakan KB jenis apa. (Martaadisoebrata, 2013)

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nurarif, 2015 diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
ibu dengan abortus antara lain:
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur bedah)
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif
3) Intoleransi berhubungan dengan tirah baring
4) Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif
5) Resiko syok hipovolemik
6) Ansietas berhubungan dengan perubahan besar
7) Konstipasi berhubungan dengan fisiologis

20
C. Intervensi atau Perencanaan
Diagnosa Tujuan/NOC NIC Rasional
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
agen keperawatan 3x24 jam diharapkan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
berhubung nyeri akut dapat teratasi dengan komprehensif termasuk lokasi, 1. Membantu mengevaluasi
an dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas drajatketidaknyamanan dan terjadinya
cedera fisik dan faktor presipitasi komplikasi
(prosedur a. Tekanan nadi dipertahankan pada 2. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 2. Membantu pasien untuk istirahat lebih
bedah) kisaran normal Analgesic Administration efektif
1. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe 3. Pemberian analgetik tang tepat dapat
Pain control mmebantu klien untuk beradaptasi dan
dan beratnya nyeri
b. Melaporkan nyeri yang terkontrol mengatasi nyeri
2. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
c. Menggunakan tindakan 4. Perubahan tanda vital menggambarkan
pemberian analgesik pertama kali
pengurangan nyeri tanpa analgesik keadaan umum klien
3. Berikan analgesik tepat waktu terutama
d. Menggunakan analgesik yang 5. Menurunkan nyeri dan meningkatkan
saat nyeri hebat
direkomendasikn kenyamanan

2. Kekurangan Fluid balance Fluid Management


Volume 1. Monitor status hidrasi (kelembaban 1. Mengenal adanya tanda dan gejala
Cairan a. Peningkatan keseimbangan intake gangguan keseimbangan cairan
membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
berhubungan dan output dalam 24 jam 2. Dapat meningkatkan jumlah cairan dalam
darah ortostatik), jika diperlukan
dengan b. Peningkatan suhu tubuh tubuh untuk mencegah syok hipovolemik
2. Kolaborasikan pemberian cairan IV
kehilangan c. Peningkatan denyut nadi radikal 3. Meningkatkan peran serta keluarga dalam
d. Peningkatan tekanan darah 3. Dorong keluarga untuk membantu pasien
cairan aktif makan pemenuhan nutrisi
Hydration 4. Atur kemungkinan transfusi 4. Pencegahan kekurangan darah
Hypovolemia Management 5. Mengetahui keseimbaangan cairan
e. Peningkatan turgor kulit 5. Monitor status cairan termasuk intake dan 6. Untuk mengetahui banyak sedikit darah
f. Peningkatan kelembaban membran output cairan yang dikeluarkan sebagai acuan
mukosa 6. Monitor tingkat Hb dan hematokrit malakukan tindakan lebih lanjut
7. Perubahan tanda vital dapat

21
7. Monitor tanda vital menggambarkan keadaan umum klien

3. Intoleransi Activity Tolerance Activity Therapy


Aktivitas 1. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi 1. Terapi medik yang tepat dapat
berhubung a. Melakukan aktivitas fisik rutin medik dalam merencanakan program terapi memungkinkan pemulihaan tingkat
an dengan b. Frekuensi nadi ketika beraktivitas yang tepat aktivitas
tirah baring dipertahankan 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi 2. Membantu klien untuk melakukan
c. Warna kulit dipertahankan aktivitas yang mampu dilakukan tindakan sesuai dengan kemampuan atau
3. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan kondisi klien
diwaktu luang 3. Dengan aktivitas yang teratur tubuh
4. Monitor respon fisik, emosi, social, dan terbiasa sehingga klien bisa lebih kuat
spiritual. melakukan aktivitas
4. Menetapkan kemampuan, kebutuhan dan
memudahkan pilihan

4. Resiko Knowledge : Infection control Infection Control (kontrol infeksi)


infeksi 1. Pertahankan lingkungan aseptik selama
dengan a. Mengidentifikasi tanda dan gejala pemasangan alat 1. Menurunkan pasien terkena inveksi
faktor infeksi sekunder, mengontrol penyebaran sumber
2. Berikan terapi antibiotic bila perlu
resiko b. Suhu kulit inveksi
Infection protection (proteksi terhadap
prosedur infeksi) 2. Mencegah inveksi dan penyebaran ke
invasif 3. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah jaringan sekitar dan aliran darah
4. Ajarkan cara menghindari infeksi 3. Mengetahui adanya rembesan pada luka
dapt menandakan hematoma gangguan
penyatuan jahitan
4. Deteksi dini terjadinya ineksi memberikan
kesempatan untuk intervensi tepat waktu
dan dapat mencegah komplikasi lebih
lanjut

22
5. Resiko syok Syok prevention Syok Prevention
(hipovolemi 1. Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, 1. Mengetahui status sirkulasi BP, warna
k) a. Penurunan tekanan nadi perifer suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR, dan
b. Tekanan darah sistolik nadi perifer, dan kapiler refill ritme, nadi perifer, dan kapiler refill
c. Tekanan darah diastolik 2. Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki 2. Memberikan posisi nyaman dan pada
d. Penurunan tingkat kesadaran elevasi untuk peningkatan preload dengan perawatan tulang belakang
tepat 3. Mengurangi rasa syok
3. Berikan cairan IV atau oral yang tepat 4. Dengan melibatkan pasien dan keluarga
4. Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda tanda gejala syok dapat segera diketahui
dan gejala datangnya syok dan tindakan yang cepat dan tepat segera
diberikan

6. Ansietas Anxiety Level Anxiety Reduction (penurunan


berhubung kecemasan)
an dengan a. Anxiety level 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
perubahan b. Sosial anxiety level 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang 1. Membina hubungan saling percaya dan
besar dirasakan selama prosedur membuat pasien menjadi lebih nyaman
3. Identifikasi tingkat kecemasan 2. Pengetahuan dapat menurunkan cemas
4. Dorong pasien untuk mengungkapkan 3. Mengetahui sejauh mana tingkat ansietas
perasaan, ketakutan, persepsi pasien
5. Instruksikan pasien mengunakan teknik 4. Mengurangi kecemasan pasien
relaksasi 5. Meningkatkan kenyamanan pasien

7. Konstipasi Bowel Elimination Constipation /Impaction Management 1. Mengetahui tanda dan gejala konstipasi
berhubung 1. Monitor tanda dan gejala konstipasi 2. Memenuhi asupan cairan yang adekuat
an dengan a. Status kenyamanan 2. Dorong meningkatkan asupan cairan, 3. Diet tinggi serat dapat mencegah
b. Keparahan gejala terkait

23
fisiologis ketidaknyamanan kecuali dikontraindikasikan terjadinya konstipasi
3. Anjurkan pasien/keluarga untuk diet 4. Memberikan informasi tentang proses
tinggi serat pencernaan normal
4. Ajarkan pasien atau keluarga tentang
proses pencernaan yang normal.

24
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan diatas aborsi merupakan menggugurkan
kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus.
Berarti pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan (Setyaningrum, 2017).
Fakor-faktor yang dapat meningkatkan terjadinya abortus yaitu,
faktor janin berupa kelainan telur, trauma embrio, kelainan pembentukan
plasenta. Faktor maternal berupa infeksi, penyakit vasikullar, kelainan
endokrin, imunologi, trauma, kelainan uterus. Dan faktor eksternal berupa
radiasi, obat-obatan, zat kimiawi lain yang mengandung arsen, benzene.
Adapun tanda dan gejala dari abortus seperti terlambat haid kurang dari 20
minggu, tampak lemah, tekanan darah menurun, denyut nadi cepat dan
kecil, suhu badan meningka, perdarahan per vaginam, mungkin disertai
keluarnya jaringan hasil konsepsi dan rasa mulas atau kram perut di daerah
simfisis, disertai nyeri panggul.

B. SARAN
Saran bagi mahasiswa keperawatan diharapkan agar makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pemahaman serta wawasan mahasiswa
khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan pada ibu dengan abortus.
Diharapkan untuk kedepannya makalah bisa lebih baik lagi sesuai
perkembangan terbaru.

25
DAFTAR PUSTAKA

BAPPENAS. 2011. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015.


http://www.4shared.com/get/I45gBOZ/Rencana_Aksi_Nasional_Pangan .
Diakses 10 September 2019.
Cunningham, dkk. 2010. Obstetri Wiliam. Jakarta : buku kedokteran EGC
Marmi, dkk. 2015. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: pustaka pelajar
Martaadisoebrata D. 2013. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 3.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nurarif, A.H, Kusuma, H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction
Setiyaningrum E, sugiarti. 2017. Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternitas pada
Ibu Hamil, Bersalin, Nifas. Yogyakarta: indomedia pustaka
Sujiyatini. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Pustaka Nuha Medika
Sukarni, I, Margareth, Z.H. 2013. Kehamilan, Persalinan dan Nifas.
Yogyakarta: Nuha Medika
Sukarni I, sudarti. 2014. Patologi: Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus
Risiko Tinggi. Yogyakarta: nuha medika
Sukarni, I, Wahyu, P. 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta:
Nuha Medika
Achadiat (2004), Norwitz (2008), Nugroho (2012), dan Winkjosastro (2009)

26

Anda mungkin juga menyukai