Anda di halaman 1dari 28

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) merupakan salah satu komponen terpenting yang produksi

dan kelancarannya perlu diperhatikan oleh calon ibu. ASI mengandung kolostrum

yang kaya akan antibodi karena mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan

pembunuh kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif dapat

mengurangi risiko kematian pada bayi (Kementrian Kesehatan RI, 2016).

World Health Organization (WHO) dan United National Children,s Fund

(UNICEF) merekomendasikan pemberian nutrisi yang optimal bagi bayi baru

lahir melalui strategi global pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan (WHO,

2009) sedangkan America Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan

pemberian ASI eksklusif pada bayi selama minimal 6 bulan dan dapat dilanjutkan

minimal sampai bayi berusia 12 bulan (Albertina, et al., 2015).

Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena timbulnya

beberapa faktor antara lain faktor ibu, faktor bayi, faktor psikologis, faktor tenaga

kesehatan dan faktor sosial budaya. Faktor ibu yang menjadi masalah dalam

pemberian ASI adalah pengeluaran ASI. (Gunawan, 2017). Proses laktasi terjadi

dibawah pengaruh berbagai kelenjar endokrin, terutama hormon-hormon hipofisis

prolaktin dan oksitosin. Produksi dan sekresi ASI merupakan proses fisiologis

dari laktasi, maka faktor-faktor yang berpengaruh pada proses laktasi antara lain

posisi dan fiksasi bayi yang benar pada payudara, frekuensi dan durasi menyusui,

pengosongan pada payudara, nutrisi, keadaan ibu baik fisik maupun psikis serta

keadaan payudara (Delima, et al., 2016).


2

Hambatan pemberian ASI pada bayi baru lahir sering disebabkan karena ASI

yang belum keluar dan berkurangnya produksi ASI, hal ini karena kurangnya

rangsangan hormon prolaktin dan hormon oksitosin yang sangat berperan dalam

kelancaran produksi ASI . Penurunan hormon oksitosin dalam tubuh dipengaruhi

oleh perasaan stress, gelisah, kurang percaya diri, takut, cemas, nyeri terus

menerus akan mengalami (Rahayu, Anik Puji 2016).

Peningkatan kadar prolaktin dalam darah akan mencapai puncak pada 45

menit pertama setelah lahir dengan dirangsang oleh pemberian ASI sedini

mungkin. Apabila ASI dikeluarkan atau dikosongkan secara menyeluruh maka

akan meningkatkan produksi ASI menjadi lebih banyak. Pemberian ASI awal

sampai bayi berumur 6 bulan dapat mengurangi 22% kematian bayi di bawah

umur 28 hari (Jamilah, et al., 2013).

Penurunan produksi dan pengeluaran ASI pada hari pertama setelah

melahirkan dapat disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormon prolaktin dan

oksitosin yang sangat berperan dalam kelancaran produksi dan pengeluaran ASI.

Teknik untuk memperbanyak produksi ASI antara lain perawatan payudara

,pemijatan payudara ( pijat oketani) dan pemijatan pada tulang belakang sampai

tulang costae kelima dan keenam (Gunawan , 2017). Menurut Evariny (2008)

mengatakan bahwa untuk membantu memaksimalkan keluarnya hormon oksitosin

dan meminimalkan efek samping dari tertundanya proses menyusui salah satu

caranya dengan melakukan pijat Oksitani ( pijat oksitosin dan pijat oketani)

Pijat oksitosin adalah pemijatan pada daerah tulang belakang leher, punggung,

atau sepanjang tulang belakang sampai tulang costae kelima dan keenam. Pijat

oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin dan refleks


3

pengeluaran ASI, selain itu juga memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi

pembengkakan payudara, mengurangi sumbatan ASI dan mempertahankan

produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Monika, 2014). Pijat oksitosin yang

dilakukan 12 jam setelah operasi caesar lebih cepat untuk mengeluarkan produksi

ASI dibandingkan dengan ibu yang tidak dilakukan pijat oksitosin (Nia dkk,

2017).

Pijat Oketani sebagai sebuah program pendukung ASI eksklusif. selain di

Jepang, pemijatan Oketani di negara Bangladesh juga terbukti berhasil dalam

meningkatkan produksi ASI (N Kabir, S Tasnim , 2009). Pijat Oketani merupakan

metode perawatan payudara yang merangsang pectoralis kekuatan otot untuk

meningkatkan produksi ASI, membuat payudara menjadi lebih lembut dan elastis

sehingga memudahkan bayi untuk menyedot susu. Selain itu, pijat oketani juga

dapat meningkatkan kualitas kolostrum, memberikan rasa nyaman dan

menghilangkan rasa nyeri pada ibu postpartum (Nia dkk, 2017).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2016) menyatakan bahwa

pemberian ASI Eksklusif di Riau mencapai 56,2 persen. Dari 20 puskesmas yang

ada dikota Pekanbaru cakupan ASI eksklusif yang paling tinggi adalah puskesmas

Melur 75,0 persen dan cakupan ASI yang terendah nomor 3 adalah wilayah

puskesmas Rumbai Pesisir 42,19 persen.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di BPM Dince Safrina jumlah ibu

post partum dilihat pada 3 bulan terakhir (Oktober – Desember 2018) sejumlah 61

ibu post partum dan 34 ibu postpartum diantaranya terdapat ibu post partum yang

mengalami masalah dalam menyusui yaitu lambatnya proses pengeluaran asi. Dari

latar belakang tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk Mengetahui


4

Pengaruh Pijat Oksitani terhadap Produksi ASI Pada Ibu Post Partum di Bidan

Praktek Mandiri Dince Safrina.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu

“ Bagaimanakah Pengaruh Kombinasi Pijat Oksitani terhadap Produksi ASI Pada

Ibu Post Partum di Bidan Praktek Mandiri Dince Safrina.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh

Kombinasi Pijat Oksitani terhadap Produksi ASI pada Ibu Post Partum di Bidan

Praktek Mandiri Dince Safrina Tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Mengetahui perbedaan rata-rata produksi ASI pada ibu post partum pada

kelompok intervensi yang dilakukan pijat oksitani dan pada kelompok

kontrol yang hanya dilakukan pijat oksitosin di Bidan Praktek Mandiri

Dince Safrina Pekanbaru Tahun 2019.

b) Mengidentifikasi pijat oksitosin terhadap produksi asi pada ibu postpartum

di Bidan Praktek Mandiri Dince Safrina Pekanbaru Tahun 2019.

c) Mengidentifikasi pengaruh kombinasi pijat oksitani terhadap produksi asi

pada ibu postpartum di Bidan Praktek Mandiri Dince Safrina Pekanbaru

Tahun 2019.
5

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan referensi bagi

pengembangan ilmu kebidanan serta menambah wawasan peneliti maupun

pembaca tentang manfaat dari penerapan pengaruh kombinasi pijat oksitani

terhadap produksi asi pada ibu post partum di bidan praktek mandiri dince safrina.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini di harapkan dengan penerapan pijat

oksitani pada ibu post partum dapat mempengaruhi produksi ASI dan menambah

alternatif baru untuk menangani masalah pemberian ASI yang di alami oleh ibu

menyusui.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengenai pengaruh kombinasi pijat oksitani terhadap produksi

asi pada ibu post partum. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan febuari sampai

dengan april 2019. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan

desain quasi experiment dengan rancangan post test only design dengan group

kontrol. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu post partum yang bersalin

normal di BPM bd. Dince Safrina. Sampel pada penelitian ini adalah 20 orang ibu

post partum yang terdiri dari 10 ibu post partum yang dilakukan pijat oksitani dan

10 ibu post partum yang hanya dilakukan pijat oksitosin. Pengambilan sampel

dilakukan dengan cara purposive sampling. Pengolahan dan analisis data secara

komputerisasi menggunakan SPSS. Uji statistik yang di gunakan yaitu uji T

Independent dengan taraf signifikansi 95%.


6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ibu Post Partum

a. Masa nifas (puerpurium) dimulai sejak setelah kelahiran plasenta dan

berakhir ketika alat alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.

Masa nifas (puerpurium ) ini dimulai sejak 2 jam setelah lahirmya plasenta

sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Pitriani, 2014)

b. Post partum (puerpurium) adalah masa mulai pulih kembali, mulai dari

persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali pra-hamil, lama nifas

6-8 minggu (Wulandari & Ambarwati, 2008)

c. post partum (puerpurium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir

ketika alat-alat kandungan seperti keadaan sebelum hamil, berlangsung

selama kira-kira 6 minggu (Saleha, 2009)

d. Post partum (puerpurium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai

alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal post

partum berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati, 2010)

2.2 Konsep Menyusui

2.2.1 Definisi Menyusui

Menyusui adalah proses pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi sejak

lahir sampai berusia 2 tahun. Jika bayi diberikan ASI saja sampai usia 6 bulan

tanpa menambahkan dan mengganti dengan makanan atau minuman lainnya

merupakan proses menyusui eksklusif. Menurut WHO (2010), menyusui

eksklusif dapat melindungi bayi dan anak terhadap penyakit berbahaya dan

mempererat ikatan kasih sayang (bonding) antara ibu dan anak. Proses
7

menyusui secara alami akan membuat bayi mendapatkan asupan gizi yang

cukup dan limpahan kasih sayang yang berguna untuk perkembangannya

(Hidajati, 2012).

2.2.2 Fisiologi Menyusui

Payudara mulai dibentuk sejak embrio berumur 18-19 minggu, dan baru

selesai ketika mulai menstruasi, dengan terbentuknya hormon estrogen dan

progesteron yang berfungsi untuk maturasi alveoli. Hormon prolaktin adalah

hormon yang berfungsi untuk produksi ASI, disamping hormon lain seperti

insulin dan tiroksin. Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta

meningkat, tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh

estrogen yang tinggi, pada hari kedua dan ketiga setelah melahirkan, kadar

estrogen dan progesteron turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih

dominan, pada saati inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusui lebih

dini, terjadi perangsangan puting susu, maka terbentuklah prolaktin dari

hipofisis, sehingga sekresi ASI lancar. Dua refleks pada ibu yang sangat

penting dalam proses laktasi yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran yang

timbul akibat perangsangan oleh isapan bayi (Pollard, 2016).

Setiap kali bayi menghisap payudara akan merangsang ujung saraf

sensoris disekitar payudara sehingga merangsang kelenjar hipofisis bagian

depan untuk menghasilkan prolaktin. Prolaktin akan masuk ke peredaran

darah kemudian ke payudara menyebabkan sel sekretori di alveolus (pabrik

ASI) menghasilkan ASI. Prolaktin akan berada di peredaran darah selama 30

menit setelah dihisap, sehingga prolaktin dapat merangsang payudara


8

menghasilkan ASI untuk minum berikutnya. Sedangkan untuk minum yg

pertama kali, bayi mengambil ASI yang sudah ada (Saleha, 2009).

Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari gudang ASI (sinus laktiferus),

makin banyak produksi ASI. Dengan kata lain, makin sering bayi menyusui

makin banyak ASI diproduksi. Sebaliknya, makin jarang bayi menghisap,

makin sedikit payudara menghasilkan ASI. Jika bayi berhenti menghisap

maka payudara akan berhenti menghasilkan ASI (WHO, 2015).

Prolaktin umumnya dihasilkan pada malam hari, sehingga menyusui pada

malam hari dapat membantu mempertahankan produksi ASI. Hormon

prolaktin juga akan menekan ovulasi (fungsi indung telur untuk menghasilkan

sel telur), sehingga menyusui secara eksklusif akan memperlambat

kembalinya fungsi kesuburan dan haid. Oleh karena itu, menyusui pada

malam hari penting untuk tujuan menunda kehamilan (Saleha ,2009)

Hormon oksitosin diproduksi oleh bagian belakang kelenjar hipofisis.

Hormon tersebut dihasilkan bila ujung saraf disekitar payudara dirangsang

oleh isapan. Oksitosin akan dialirkan melalui darah menuju ke payudara yang

akan merangsang kontraksi otot di sekeliling alveoli (pabrik ASI) dan

memeras ASI keluar dari pabrik ke gudang ASI. Hanya ASI di dalam gudang

ASI yang dapat dikeluarkan oleh bayi dan atau ibunya (Saleha ,2009)\

Oksitosin dibentuk lebih cepat dibanding prolaktin. Keadaan ini

menyebabkan ASI di payudara akan mengalir untuk dihisap. Oksitosin sudah

mulai bekerja saat ibu berkeinginan menyusui (sebelum bayi menghisap).

Jika refleks oksitosin tidak bekerja dengan baik, maka bayi mengalami

kesulitan untuk mendapatkan ASI. Payudara seolah-olah telah berhenti


9

memproduksi ASI, padahal payudara tetap menghasilkan ASI namun tidak

mengalir keluar. Efek penting oksitosin lainnya adalah menyebabkan uterus

berkontraksi setelah melahirkan. Hal ini membantu mengurangi perdarahan,

walaupun kadang mengakibatkan nyeri.

Menurut Molika (2015) Beberapa keadaan yang dianggap dapat

mempengaruhi (meningkatkan) produksi hormon oksitosin:

a. Perasaan dan curahan kasih sayang terhadap bayinya.

b. Celotehan atau tangisan bayi

c. Dukungan ayah dalam pengasuhan bayi, seperti menggendong bayi ke ibu

saat akan disusui atau disendawakan, mengganti popok dan memandikan bayi,

bermain, mendendangkan bayi dan membantu pekerjaan rumah tangga

Beberapa keadaan yang dapat mengurangi produksi hormon oksitosin

a. Rasa cemas, sedih, marah, kesal, atau bingung

b. Rasa cemas terhadap perubahan bentuk pada payudara dan bentuk

tubuhnya, meninggalkan bayi karena harus bekerja dan ASI tidak mencukupi

kebutuhan bayi.

c. Rasa sakit terutama saat menyusui

2.3 Manajemen Laktasi

Laktasi adalah produksi dan pengeluaran ASI, dimana calon ibu harus

sudah siap baik secara psikologis dan fisik. Jika laktasi baik maka bayi cukup

sehat menyusu. Produksi ASI disesuaikan dengan kebutuhan bayi, volume ASI

500 – 800 ml/hari (3000 ml/hari) (Polit, 2012). Ruang Lingkup manajemen

laktasi adalah periode postnatal, antara lain ASI eksklusif, teknik menyusui,
10

memeras ASI, memberikan ASI peras, menyimpan ASI peras, pemenuhan gizi

selama periode menyusui. Manajemen Laktasi adalah tata laksana yang

dipelukan untuk menunjang keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaanya

terutama dimulai pada masa kehamilan, segera setelah persalinan dan pada

masa menyusui selanjutnya (Rukiyah, 2011).

Untuk memaksimalkan manfaat menyusui, bayi sebaiknya disusui selama

6 bulan pertama. Beberapa langkah yang dapat menuntun ibu agar sukses

menyusui secara eksklusif selama 6 bulan pertama, antara lain (Roesli, 2013):

a) Biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah bayi lahir terutama dalam

1 jam pertama (inisiasi dini), karena bayi baru lahir sangat aktif dan

tanggap dalam 1 jam pertama dan setelah itu akan mengantuk dan

tertidur. Bayi mempunyai refleks menghisap (sucking reflex) sangat kuat

pada saat itu. Jika ibu melahirkan dengan operasi caesar juga dapat

melakukan hal ini (bila kondisi ibu sadar, atau bila ibu telah bebas dari

efek anestesi umum). Proses menyusui dimulai segera setelah lahir

dengan membiarkan bayi diletakkan di dada ibu sehingga terjadi kontak

kulit kulit. Bayi akan mulai merangkak untuk mencari puting ibu dan

menghisapnya. Kontak kulit dengan kulit ini akan merangsang aliran

ASI, membantu ikatan batin (bonding) ibu dan bayi serta perkembangan

bayi.

b) Yakinkan bahwa hanya ASI makanan pertama dan satu-satunya bagi bayi

anda. Tidak ada makanan atau cairan lain (seperti gula, air, susu formula)

yang diberikan, karena akan menghambat keberhasilan proses menyusui.


11

Makanan atau cairan lain akan mengganggu produksi dan suplai ASI,

menciptakan bingung puting, serta meningkatkan risiko infeksi

c) Susui bayi sesuai kebutuhannya sampai puas. Bila bayi puas, maka ia akan

melepaskan puting dengan sendirinya.

Agar proses menyusui dapat berjalan lancar, maka seorang ibu harus

mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara ibu

ke bayi secara efektif. Keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi

menyusui dan perlekatan bayi pada payudara yang tepat. Posisi menyusui harus

senyaman mungkin, dapat dengan posisi berbaring atau duduk. Posisi yang

kurang tepat akan menghasilkan perlekatan yang tidak baik. Posisi dasar

menyusui terdiri dari posisi badan ibu, posisi badan bayi, serta posisi mulut

bayi dan payudara ibu (perlekatan/ attachment). Posisi badan ibu saat menyusui

dapat posisi duduk, posisi tidur terlentang, atau posisi tidur miring (Roesli,

2013).

Saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala lurus menghadap

payudara dengan hidung menghadap ke puting dan badan bayi menempel dengan

badan ibu (sanggahan bukan hanya pada bahu dan leher). Sentuh bibir bawah bayi

dengan puting, tunggu sampai mulut bayi terbuka lebar dan secepatnya dekatkan

bayi ke payudara dengan cara menekan punggung dan bahu bayi (bukan kepala

bayi). Arahkan puting susu ke atas, lalu masukkan ke mulut bayi dengan cara

menyusuri langit-langitnya. Masukkan payudara ibu sebanyak mungkin ke mulut

bayi sehingga hanya sedikit bagian areola bawah yang terlihat dibanding aerola

bagian atas. Bibir bayi akan memutar keluar, dagu bayi menempel pada payudara

dan puting susu terlipat di bawah bibir atas bayi.


12

Posisi tubuh yang baik dapat dilihat sebagai berikut (Roesli, 2013):

a. Posisi muka bayi menghadap ke payudara (chin to breast)

b. Perut/dada bayi menempel pada perut/dada ibu (chest to chest)

c. Seluruh badan bayi menghadap ke badan ibu hingga telinga bayi membentuk

garis lurus dengan lengan bayi dan leher bayi

d. Seluruh punggung bayi tersanggah dengan baik

e. Ada kontak mata antara ibu dengan bayi

f. Pegang belakang bahu jangan kepala bayi

Posisi menyusui yang tidak benar adalah sebagai berikut:

a. Leher bayi terputar dan cenderung kedepan

b. Badan bayi menjauh badan ibu

c. Badan bayi tidak menghadap ke badan ibu

d. Hanya leher dan kepala tersanggah

e. Tidak ada kontak mata antara ibu dan bayi

f. C-hold tetap dipertahankan

Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil

cukup banyak payudara kedalam mulutnya agar lidahnya dapat memeras sinus

laktiferus.

Tanda perlekatan bayi dan ibu yang baik:

a. Dagu menyentuh payudara

b. Mulut terbuka lebar

c. Bibir bawah terputar keluar

d. Lebih banyak areola bagian atas yang terlihat dibanding bagian bawah

e. Tidak menimbulkan rasa sakit pada puting susu


13

f. Jika bayi tidak melekat dengan baik maka akan menimbulkan luka dan nyeri

pada puting susu dan payudara akan membengkak karena ASI tidak dapat

dikeluarkan secara efektif. Bayi merasa tidak puas dan ia ingin menyusu sering

dan lama. Bayi akan mendapat ASI sangat sedikit dan berat badan bayi tidak naik

dan lambat laun ASI akan mengering (Roesli, 2013).

2.4 PIJAT OKSITOSIN

Oksitosin (Oxytocin) adalah salah satu dari dua hormone yang dibentuk

oleh sel-sel neuronal nuclei hipotalamik dan disimpan dalam lobus posterior

pituitary, hormone lainnya adalah vasopressin, yang memiliki kerja mengontraksi

uterus dan menginjeksi ASI (Suherni, Hesty & Anita, 2009).

Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran

produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang

(vertebrae) sampai tulang costae kelima- keenam dan merupakan usaha untuk

merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Roesli, 2009).

Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau let

down reflex. Selain untuk merangsang let down reflex manfaat pijat oksitosin

adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement),

mengurangi bendungan ASI, merangsang pelepasan hormone oksitosin (Rahayu,

2016).

Menurut Monika (2014) Persiapan ibu sebelum dilakukan pijat oksitosin :

a) Bangkitkan rasa percaya diri ibu (menjaga privacy)

b) Bantu ibu agar mempunyai pikiran dan perasaan baik tentang bayinya
Cara melakukan pijat oksitosin :
14

 Mengatur posisi ibu duduk dengan meletakkan tangan yang dilipat di meja atau

sanggahan didepan ibu, dengan posisi tersebut diharapkan bagian tulang

belakang menjadi mudah dilakukan pemijatan.

 Oleskan punggung ibu dengan minyak zaitun.

 Carilah pada bagian tulang belakang ibu yang paling menonjol.

 Telusuri tulang belakang ibu yang paling menonjol tersebut, kemudian turun

sedikit kebawahnya (jarak sekitar lebih 1-2 jari). Kemudian geser kembali ke

kanan dan kiri (masing-masing berjarang sekitar 1-2 jari).

 Kemudian, melakukan pemijatan disepanjang kedua sisi tulang belakang ibu.

Pijat dengan memakai ibu jari atau dengan kepalan tangan (sesuaikan dengan

keinginan).

 Lakukan pemijatan dengan gerakan memutar, lakukan secara perlahan-lahan

kearah bawah sehingga mencapai batas garis pakaian dalam ibu (bra).

 Lakukanlah pemijatan oksitosin ini sekitar 2-3 menit.

Gambar 2.1 Pijat Oksitosin


15

2.5 PIJAT OKETANI

a. Pengertian Pijat Oketani

Pijat oketani adalah pijat payudara yang tidak memberikan rasa sakit. Pijat

oketani merupakan salah satu metode breast care yang tidak menimbulkan rasa

nyeri. Pijat oketani dapat menstimulus kekuatan otot pectoralis untuk

meningkatkan produksi ASI dan membuat payudara menjadi lebih lembut dan

elastis sehingga memudahkan bayi untuk mengisap ASI. Pijat oketani juga akan

memberikan rasa lega dan nyaman secara, meningkatkan kualitas ASI, mencegah

putting lecet dan mastitis serta dapat memperbaiki /mengurangi masalah laktasi

yang disebabkan oleh puting yang rata ( flat nipple), puting yang masuk kedalam

(inverted). Sebanyak 8 sampel dari 10 sampel yang diteliti menyatakan bahwa

hasil pijat oketani 80% efektif mengatasi masalaah payudara diantaranuya untuk

kelancaran ASI dan putting yang tidak menonjol (Kabir & Tasnim, 2009).

b. Tujuan pijat oketani

adalah memberikan kelancaran ASI pada ibu dan memberikan keuntungan

tidak adanya nyeri yang berlebihan ketika dilakukan pijatan, meskipun payudara

terasa penuh dengan adanya bendungan ASI.

c. Teknik pijat oketani

1. Siapkan perlengkapan : minyak zaitun

2. Mulai pemijatan

a. Usapkan payudara dengan menggunakan minyak zaitun

b. Bagi payudara menjadi 3 kuadran (kuadran A, kuadran B, kuadran C)


16

A
B
C

c. Gerakan pertama : Mendorong C (1) dan menarik A (1), B (2) pada posisi

ketiga jari tangan kanan dan jari kelingking tangan kiri menuju bahu kiri

Sumber : Kabir,2009, Cho 2012

Gambar 2.2 Gerakan pertama Pijat Oketani

d. Gerakan kedua : Mendorong C (1-2) dan menarik bagian tengahnya dari A (1-

2) dan B (1-2) dengan jari ketiga kedua tangan menuju akson kiri
17

Sumber : Kabir,2009, Cho 2012

Gambar 2.3 Gerakan kedua Pijat Oketani

e. Gerakan ketiga : Mendorong C (2) dan menarik A (3) dan B (1) dengan jari

telunjuk dan ibu jari tangan kanan dan jari ketiga tangan kiri menempatkan ibu

jari di atas sendi kedua dari jempol kanan,disini mendorong dan menarik akan

sejajar dengan payudara yang berlawanan.

Sumber : Kabir,2009, Cho 2012

Gambar 2.4 Gerakan ketiga Pijat Oketani

f. Gerakan keempat : Mendorong seluru payudara menuju umbilikus

menempatkan jempol kanan pada C (1), tengah,ketiga dan jari kelingking

disisi B dan ibu jari kiri di C tengah,ketiga dan jari kelingking pada sisi A
18

Sumber : Kabir,2009, Cho 2012

Gambar 2.5 Gerakan keempat Pijat Oketani

g. Gerakan kelima : Menarik kebawah payudara kearah praktisi dengan tangan

kanan sambil memutarnya dengan lembut dari pinggiran atas ketepi bawah

payudara

Sumber : Kabir,2009, Cho 2012

Gambar 2.6 Gerakan kelima Pijat Oketani

h. Gerakan keenam : Menarik kebawah payudara kearah praktisi dengan tangan

kiri sambil memutarnya dengan lembut dari pinggiran atas ketepi bawah payudara

seperti gerakan kelima.


19

Sumber : Kabir,2009, Cho 2012

Gambar 2.7 Gerakan keenam Pijat Oketani

i. Gerakan ketujuh : Perlahan putar payudara secara searah jarum jam dan

perhatikan elastisitas payudara

Sumber : Kabir,2009, Cho 2012

Gambar 2.8 Gerakan ketujuh Pijat Oketani

j. Gerakan kedelapan : Ekspresi dilakukan dalamempat arah yang berbeda

permukaan luar (8A), bagian bawah (8B), bagian dalam payudara (8C) dan bagian

dalam pinggiran atas payudara kanan (8D) dan bagian dalam,bagian bawah,luar

dab bagian dalam pinggiran atas payudara kiri.


20

Sumber : Kabir,2009, Cho 2012

Gambar 2.9 Gerakan kedelapan Pijat Oketani

2.6 Penilaian Produksi ASI

Untuk mengetahui produksi dan pengeluaran ASI, ada beberapa kriteria

sebagai patokan untuk mengetahui keluarnya ASI dan jumlahnya mencukupi bagi

bayi pada hari hari pertama kelahiran, diantaranya adalah sebelum disusukan

payudara ibu akan terasa tegang, ASI yang banyak dapat merembes/menetes

keluar puting susu dengan sendirinya, ibu terlihat rileks saat menyusui, frekwensi

menyusui >8 kali sehari tanpa jadwal, perlekatan benar dan puting tidak lecet,

bayi dapat tidur setelah diberikan ASI. ASI yang kurang dapat dilihat saat

stimulasi pengeluaran ASI, ASI hanya sedikit yang keluar (Yuliarti, 2010).
21

2.7 KERANGKA TEORI

Pijat Oksitosin Pijat Oketani

Pijatan pada tulang Payudara


belakang

Medula Spinalis
Merangsang saraf
Parasimpatis
Mesensephalon

Hipotalamus
c

Hipofisis Posterior Hipofisis Anterior

Oksitosin Prolaktin

Sel-sel Alveoli c

Produksi ASI

Sumber : Pollard, 2016 ; Rahayu, 2016 ; Roeli, 2013 ; Stables and Rankim, 2010
22

BAB 3
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Pijat Oksitani Produksi ASI

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Bagan Alur Penelitian

Ibu Nifas Normal

Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol

Pijat Oksitosin Pijat Oksitosin

Sudah Dilakukan Sesudah Dilakukan


Penelitian Penelitian

Produksi ASI Produksi ASI

Analisa
23

3.3 Defini Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Alat Skala Hasil Ukur


Ukur Ukur Ukur
1 Salah satu cara untuk - - - -
membantu ketidaklancaran
ASI pada ibu sejak 2 jam
postpartum sampai 3 hari
post partum dengan
dilakukan pemijatan pada
tulang belakang sebanyak
1 kali sehari sebelum ibu
menyusui bayinya dengan
durasi 2-3 menit dan
dilakukan pijat pada
payudara ibu dengan
gerakan tertentu disekitar
areola dilakukan selama 15
menit pada hari pertama
sampai hari ketiga post
partum
2. Produksi Banyaknya volume ASI Mengukur Breast Rasio Rasio
ASI yang dinilai pada hari ke 4 volume Pump, Volume
setelah diberikan pijat ASI. gelas ASI dalam
oksitan, yaitu ukur Satuan ml.
dipagi hari antara pukul dan
07.00 WIB-11.00 WIB 2 lembar
jam setelah menyusui isian.
terakhir yang dipompa
selama 15 menit pada
tiap payudara.

3.3 Hipotesis

Ada pengaruh kombinasi pijat oksitani terhadap produksi ASI


24

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain


Jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan quasi eksperimen dan

menggunakan post test design. Alasan peneliti memilih desain ini karena jenis

penelitian ini dilakukan post test pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

sehingga dapat diketahui pengaruh kombinasi pijat Oksitani terhadap produksi

ASI setelah dilakukan perlakukan pada group intervensi dan kelompok kontrol.

Setelah dilakukan observasi dari 24 jam pertama sampai 3 hari postpartum untuk

mencari perbedaan pada masing masing kelompok dan di nilai pada hari ke 4 post

partum. Hasil yang didapat dari pengukuran pada kedua kelompok tersebut akan

di nilai dan di analisis.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2019

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Bidan Praktik Mandiri Dince Safrina Kota

Pekanbaru
25

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh ibu post partum di BPM Dince

Safrina Kecamatan Rumbai Pekanbaru dari bulan Februari sampai April

2019

4.3.2 Sampel

a. Jumlah sampel

Sampel dalam penelitian adalah sebanyak 20 orang yang diberikan pijat

oksitosindan yang dberikan pijat oksitosin oketani. Besar sampel ini di

tetapkan berdasarkan pernyataan Roscoe dalam Sugiyono (2011) yang

menyatakan bahwa, untuk penelitian eksperimen yang sederhana dapat

menggunakan kelompok intervensi dan kelompok kontrol, maka jumlah

sampel untuk masing masing kelompok adalah minimal 20 sampel.

b. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel pada penelitian ini

non probability sampling secara purposive sampling. Pengambilan sampel

secara purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti dengan memenuhi syarat kriteria

inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1) Ibu postpartum pervaginan dimulai 2 jam pertama

2) Ibu postpartum yang ingin memberikan ASI saja

3) Kondisi ibu postpartum dan bayi dalam keadaan sehat

b. Kriteria Eklusi
26

1) Ibu postpartum yang memiliki bayi dengan kelainan pada bibir dan

masalah kesehatan lainnya

2) Ibu postpartum yang memiliki bayi dengan BBLR

3) Ibu postpartum yang bayinya meninggal

4.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

observasi antara kelompok yang telah diberikan intervensi pijat oksitosin dan

kelompok yang diberikan intervensi pijat oksitosin oketani selama 3 hari post

partum kemudian dilakukan penilaian pada hari ke 4 postpartum dengan

menggunakan lembar observasi.

4.5 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian lembar

observasi yang di isi oleh peneliti langsung melalui observasi pada ibu post

partum di hari ke 4.

4.6 Pengolahan dan Analisa Data

4.6.1 Pengolahan Data

Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan

komputerisasi (SPSS). kemudian di olah dengan langkah lamgkah sebagai

berikut:

a. Editing

Pada langkah ini dilakukan pengecekan data pada lembar isian dan

dipastikan bahwa data yang dibutuhkan sudah lengkap.

b. Coding
27

Pada langkah ini, data diubah dari bentuk huruf menjadi data dalam bentuk

angka atau bilangan. Hal ini untuk mempermudah pada saat analisa dan

juga mempercepat pada saat entry data. Untuk variabel teknik oksitani

diberikan kode 1 (satu) jika tidak dilakukan dan kode 2 (dua) jika

dilakukan.

c. Entry Data

Pada langkah ini, data yang sudah diedit dan diberi koding mulai

dimasukkan ke dalam sistem komputerisasi, yaitu dengan menggunakan

perangkat komputer dengan program pengolahan data SPSS.

d. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientri untuk

mengetahui ada tidaknya kesalahan atau missing.

e. Processing

Setelah semua lembar isian diyakini lengkap dan sudah di coding, maka

langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis dengan

program SPSS

4.6.2 Analisis Data

a. Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Analisa univariat dalam penelitian

ini adalah menghasilkan nilai rata- rata dari tiap variable, yaitu rata–rata

produksi ASI pada kelompok control (tidak dilakukan pijat oksitani) dan

pada kelompok intervensi (dilakukan pijat oksitani).


28

b. Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh teknik

akupresur terhadap produksi ASI ibu nifas. Uji statistik yang digunakan

dalam penelitian ini adalah uji T Independent dengan taraf signifikansi 95%

(α = 0,5%) dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Apabila p value < α, maka keputusannya adalah ada pengaruh kombinasi

pijat oksitani terhadap produksi ASI.

b) Apabila p value > α, maka keputusannya tidak ada pengaruh kombinasi

pijat oksitani terhadap produksi ASI.

Anda mungkin juga menyukai