Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) merupakan salah satu komponen terpenting yang
produksi dan kelancarannya perlu diperhatikan oleh calon ibu. Air Susu Ibu
(ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012
adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan,
tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain
(kecuali obat, vitamin, dan mineral). ASI mengandung kolostrum yang kaya
akan antibodi karena mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan
pembunuh kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif
dapat mengurangi risiko kematian pada bayi (Profil Kesehatan RI, 2016).
Kolostrum berwarna kekuningan dihasilkan pada hari pertama sampai hari
ketiga. Hari keempat sampai hari kesepuluh ASI mengandung
immunoglobulin, protein, dan laktosa lebih sedikit dibandingkan kolostrum
tetapi lemak dan kalori lebih tinggi dengan warna susu lebih putih.
Informasi yang didapatkan dari Data Informasi Profil Kesehatan
Indonesia 2017 adalah Cakupan ASI Eksklusif ( usia 0-6 bulan ) di Indonesia
pada tahun 2016 mencapai 54 %. Jika mengacu pada cakupan ASI Eksklusif
dalam rencana strategi ( Renstra ) Kementrian Kesehatan tahun 2015-2019
sebesar 50 % maka jumlah cakupan ASI di Indonesia sudah mencapai target
nasional. Namun pemberian ASI Eksklusif di Riau pada tahun 2016 mencapai
56,2 %. Dari 20 puskesmas yang ada dikota Pekanbaru cakupan ASI eksklusif
yang paling tinggi adalah puskesmas Melur 75,0 % dan cakupan ASI yang
terendah nomor 3 adalah wilayah puskesmas Rumbai Pesisir 42,19 % ( Dinas
Kesehatan Kota Pekanbaru , 2016 ).
Rendahnya cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas
Rumbai Pesisir tentunya perlu mendapat perhatian lebih dari berbagai pihak.
Adapun pihak yang dapat terlibat baik pemerintah, swasta dan juga masyarakat

1
untuk mempromosikan dan memberikan pengetahuan terkait pentingnya ASI
Eksklusif. Salah satu bidan Praktik Mandiri di wilayah kerja Puskesmas
Rumbai Pesisir adalah BPM Dince Safrina.
Pemberian ASI secara eksklusif sampai usia 6 bulan pertama
kehidupan merupakan suatu misi primer dalam program kesehatan masyarakat
dunia yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO). ASI
Eksklusif menurut World Health Organization (WHO, 2017) adalah
memberikan hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain
kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin.
Namun bukan berarti setelah pemberian ASI eksklusif pemberian ASI
dihentikan, tetapi tetap diberikan kepada anak sampai berusia 2 tahun.
Pemberian ASI Eksklusif memiliki peran penting dalam survival anak
di negara negara berkembang dimana ia menyumbang dalam sistem imunitas
dan meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Banyak komponen yang
terkandung dalam ASI yang berperan aktif melawan infeksi (Soetjiningsih,
1997). Bayi diberikan ASI Eksklusif memiliki risiko lebih kecil untuk terkena
penyakit dibandingkan dengan bayi yang tidak ASI Eksklusif karena bayi
yang mendapat ASI Eksklusif tidak terkena kontaminasi dari makanan lain.
Dampak negatif yang dapat terjadi kepada bayi jika tidak diberikan ASI yang
eksklusif adalah memiliki risiko kematian karena diare 3,94 kali lebih besar
dibandingkan bayi yang mendapat ASI Eksklusif (Kemenkes, 2010).
Produksi ASI yang kurang dan lambat keluar dapat meyebabkan ibu
tidak memberikan ASI pada bayinya dengan cukup. Kenyataan di lapangan
menunjukkan produksi dan pengeluaran ASI yang sedikit pada hari hari
pertama setelah melahirkan menjadi kendala dalam memberikan ASI secara
dini. Menurut Cox ( 2006) ibu yang tidak dapat menyusui pada hari hari
pertama disebabkan oleh kecemasan dan ketakutan ibu akan mempengaruhi
produksi ASI .Kecemasan dan ketakutan ibu tersebut menyebabkan penurunan
hormon oksitosin sehingga ASI tidak dapat keluar segera setelah melahirkan
dan akhirnya ibu memutuskan memberikan susu formula terhadap bayinya.

2
Penurunan produksi ASI pada hari pertama setelah melahirkan dapat
di sebabkan oleh kurangnya hormon prolaktin dan oksitosin yang sangat
berperan dalam kelancaran ASI. Untuk membantu memaksimalkan keluarnya
hormon oksitosin dan meminimalkan efek samping dari tertundanya proses
menyusui salah satu caranya adalah dengan cara melakukan pijat oksitosin
(Evariny, 2008). Pijat oksitosin adalah salah satu solusi untuk mengatasi
ketidaklancaran produksi ASI. Dengan dilakukan pemijatan ini ibu akan
merasa rileks,kelelahan setelah melahirkan akan hilang, sehingga begitu
hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat keluar, mengurangi sumbatan
ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin,mempertahankan produksi ASI
(Mardiyaningsih, 2010)
Selain itu ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses
pemberian ASI Eksklusif. Dari studi yang dilakukan oleh Akter, 2015 masalah
yang kerap terjadi pada ibu dalam masa menyusui ,seperti jumlah ASI yang
tidak cukup, kontak fisik yang kurang , kelainan pada puting dan hal lainnya
yang dapat memicu terjadinya bendungan ASI. Sementara itu solusi yang
dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi masalah tersebut adalah
melaksanakan konseling, memberikan pengetahuan mengenai posisi
menyusui, kompres hangat atau dingin, pijat atau masase dan metode lainnya.
Terdapat beberapat jenis pijat yang dapat dijadikan pilihan ibu yang
mengalami masalah selama menyusui. Salah satunya jenis pijat payudara yang
telah diterapkan di jepang adalah Pijat Oketani sebagai sebuah program
pendukung ASI eksklusif . selain di Jepang, pemijatan Oketani di negara
Bangladesh juga terbukti berhasil dalam meningkatkan produksi ASI (N
Kabir, S Tasnim , 2009). Pijat Oketani juga salah satu metode perawatan
payudara yang tidak menyebabkan rasa sakit,pijatan ini menstimulasi
pectoralis kekuatan otot untuk meningkatkan produksi ASI dan membuat
payudara menjadi lebih lembut dan elastis sehingga memudahkan bayi untuk
menyedot susu. Selain itu, pijat ini juga dapat meningkatkan kualitas
kolostrum ( Nia dkk ,2017 )

3
Oleh karna itu, peneliti tertarik untuk mengatasi masalah tersebut
sehingga peneliti mengambil judul penelitian “ Dampak Kombinasi pijat
Oksitosin dan pijat Oketani terhadap produksi ASI pada ibu post partum di
BPM Dince Safrina. “

1.2 Rumusan Masalah


Salah satu faktor penghambat dalam pemberian ASI adalah produksi
yang sedikit atau tidak lancar. Faktor lain yang mendukung yaitu ibu kurang
percaya diri, informasi menyusui yang tidak baik dan benar, budaya
masyarakat khususnya orangtua atau mertua untuk memberikan makanan
selain ASI . Pijat oksitosin dan oketani adalah salah satu solusi untuk
mengatasi ketidaklancaran produksi ASI (Poernomo, 2003)
Untuk itu dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu “Dampak
Kombinasi pijat Oksitosin dan pijat Oketani terhadap produksi ASI pada ibu
post partum di BPM Dince Safrina. “

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dampak Kombinasi pijat Oksitosin dan pijat Oketani
terhadap produksi ASI pada ibu post partum di BPM Dince Safrina

1.3.2 Tujuan Khusus


a) Mengetahui rerata produksi ASI pada ibu post partum sesudah
dilakukan pijat oksitosin
b) Mengetahui rerata produksi ASI pada ibu post partum sesudah
dilakukan pijat oketani
c) Mengetahui perbedaan rerata produksi ASI pada ibu post partum
antara yang dilakukan pijat oksitosin dan oketani dan yang tidak
dilakukan pijat oksitosin dan oketani.

4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan referensi
bagi pengembangan ilmu kebidanan serta menambah wawasan peneliti
maupun pembaca tentang manfaat dari penerapan pijat oksitosin dan pijat
oketani terhadap produksi ASI

1.4.2 Manfaat Praktis


Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini di harapkan dengan penerapan
pijat oksitosin dan pijat oketani pada ibu post partum dapat mempengaruhi
produksi ASI dan menambah alternatif baru untuk menangani masalah
pemberian ASI yang di alami oleh ibu menyusui

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini mengenai Dampak Kombinasi pijat Oksitosin dan pijat
Oketani terhadap produksi ASI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan maret
sampai dengan april 2019. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
menggunakan desain quasi experiment dengan rancangan post test only design
with control group. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu post
partum yang bersalin normal di BPM bd. Dince Safrina. Sampel pada
peneitian ini adalah 30 orang yang di ambil secara judgemental sampling.
Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan
data pribadi dan observasi di sertai dengan lembar pengisisan lembar
observasi LATCH Assesment Tool pada hari keempat setelah perlakuan,
kemudian hasil akan di olah serta di analisis secara komputerisasi
menggunakan SPSS. Uji statistik yang di gunakan yaitu uji T-Independent
dengan taraf signifikansi 95%.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Menyusui

2.1.1 Definisi Menyusui

Menyusui adalah proses pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi
sejak lahir sampai berusia 2 tahun. Jika bayi diberikan ASI saja sampai
usia 6 bulan tanpa menambahkan dan mengganti dengan makanan atau
minuman lainnya merupakan proses menyusui eksklusif. Menurut WHO
(2010), menyusui eksklusif dapat melindungi bayi dan anak terhadap
penyakit berbahaya dan mempererat ikatan kasih sayang (bonding) antara
ibu dan anak. Proses menyusui secara alami akan membuat bayi
mendapatkan asupan gizi yang cukup dan limpahan kasih sayang yang
berguna untuk perkembangannya (Hidajati, 2012).

2.1.2 Fisiologi Menyusui

Payudara mulai dibentuk sejak embrio berumur 18-19 minggu, dan

baru selesai ketika mulai menstruasi, dengan terbentuknya hormon

estrogen dan progesteron yang berfungsi untuk maturasi alveoli. Hormon

prolaktin adalah hormon yang berfungsi untuk produksi ASI, disamping

hormon lain seperti insulin dan tiroksin. Selama kehamilan hormon

prolaktin dari plasenta meningkat, tetapi ASI biasanya belum keluar

karena masih dihambat oleh estrogen yang tinggi, pada hari kedua dan

ketiga setelah melahirkan, kadar estrogen dan progesteron turun drastis,

sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan, pada saati inilah mulai

terjadi sekresi ASI. Dengan menyusui lebih dini, terjadi perangsangan

6
puting susu, maka terbentuklah prolaktin dari hipofisis, sehingga sekresi

ASI lancar. Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses

laktasi yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran yang timbul akibat

perangsangan oleh isapan bayi (Lawrence, 2005).

Setiap kali bayi menghisap payudara akan merangsang ujung

saraf sensoris disekitar payudara sehingga merangsang kelenjar hipofisis

bagian depan untuk menghasilkan prolaktin. Prolaktin akan masuk ke

peredaran darah kemudian ke payudara menyebabkan sel sekretori di

alveolus (pabrik ASI) menghasilkan ASI. Prolaktin akan berada di

peredaran darah selama 30 menit setelah dihisap, sehingga prolaktin

dapat merangsang payudara menghasilkan ASI untuk minum berikutnya.

Sedangkan untuk minum yg pertama kali, bayi mengambil ASI yang

sudah ada (Perry & Lowdermilk, 2005).

Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari gudang ASI (sinus

laktiferus), makin banyak produksi ASI. Dengan kata lain, makin sering

bayi menyusui makin banyak ASI diproduksi. Sebaliknya, makin jarang

bayi menghisap, makin sedikit payudara menghasilkan ASI. Jika bayi

berhenti menghisap maka payudara akan berhenti menghasilkan ASI

(WHO, 2015).

Prolaktin umumnya dihasilkan pada malam hari, sehingga

menyusui pada malam hari dapat membantu mempertahankan produksi

ASI. Hormon prolaktin juga akan menekan ovulasi (fungsi indung telur

untuk menghasilkan sel telur), sehingga menyusui secara eksklusif akan

7
memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid. Oleh karena itu,

menyusui pada malam hari penting untuk tujuan menunda kehamilan

(Sitti Saleha ,2009)

Hormon oksitosin diproduksi oleh bagian belakang kelenjar

hipofisis. Hormon tersebut dihasilkan bila ujung saraf disekitar payudara

dirangsang oleh isapan. Oksitosin akan dialirkan melalui darah menuju

ke payudara yang akan merangsang kontraksi otot di sekeliling alveoli

(pabrik ASI) dan memeras ASI keluar dari pabrik ke gudang ASI. Hanya

ASI di dalam gudang ASI yang dapat dikeluarkan oleh bayi dan atau

ibunya (Sitti Saleha ,2009)\

Oksitosin dibentuk lebih cepat dibanding prolaktin. Keadaan ini

menyebabkan ASI di payudara akan mengalir untuk dihisap. Oksitosin

sudah mulai bekerja saat ibu berkeinginan menyusui (sebelum bayi

menghisap). Jika refleks oksitosin tidak bekerja dengan baik, maka bayi

mengalami kesulitan untuk mendapatkan ASI. Payudara seolah-olah

telah berhenti memproduksi ASI, padahal payudara tetap menghasilkan

ASI namun tidak mengalir keluar. Efek penting oksitosin lainnya adalah

menyebabkan uterus berkontraksi setelah melahirkan. Hal ini membantu

mengurangi perdarahan, walaupun kadang mengakibatkan nyeri.

Beberapa keadaan yang dianggap dapat mempengaruhi

(meningkatkan) produksi hormon oksitosin:

a. Perasaan dan curahan kasih sayang terhadap bayinya.

b. Celotehan atau tangisan bayi

8
c. Dukungan ayah dalam pengasuhan bayi, seperti menggendong bayi

ke ibu saat akan disusui atau disendawakan, mengganti popok dan

memandikan bayi, bermain, mendendangkan bayi dan membantu

pekerjaan rumah tangga

Beberapa keadaan yang dapat mengurangi produksi hormon oksitosin

a. Rasa cemas, sedih, marah, kesal, atau bingung

b. Rasa cemas terhadap perubahan bentuk pada payudara dan

bentuk tubuhnya, meninggalkan bayi karena harus bekerja dan

ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi.

c. Rasa sakit terutama saat menyusui

2.2 Manajemen Laktasi

Laktasi adalah produksi dan pengeluaran ASI, dimana calon ibu harus

sudah siap baik secara psikologis dan fisik. Jika laktasi baik maka bayi cukup

sehat menyusu. Produksi ASI disesuaikan dengan kebutuhan bayi, volume

ASI 500 – 800 ml/hari (3000 ml/hari) (Polit, 2012). Ruang Lingkup

manajemen laktasi adalah periode postnatal, antara lain ASI eksklusif, teknik

menyusui, memeras ASI, memberikan ASI peras, menyimpan ASI peras,

pemenuhan gizi selama periode menyusui. Manajemen Laktasi adalah tata

laksana yang dipelukan untuk menunjang keberhasilan menyusui. Dalam

pelaksanaanya terutama dimulai pada masa kehamilan, segera setelah

persalinan dan pada masa menyusui selanjutnya (Rukiyah, 2011).

9
Untuk memaksimalkan manfaat menyusui, bayi sebaiknya disusui

selama 6 bulan pertama. Beberapa langkah yang dapat menuntun ibu agar

sukses menyusui secara eksklusif selama 6 bulan pertama, antara lain (Roesli,

2013):

1. Biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah bayi lahir terutama dalam

1 jam pertama (inisiasi dini), karena bayi baru lahir sangat aktif dan

tanggap dalam 1 jam pertama dan setelah itu akan mengantuk dan

tertidur. Bayi mempunyai refleks menghisap (sucking reflex) sangat kuat

pada saat itu. Jika ibu melahirkan dengan operasi caesar juga dapat

melakukan hal ini (bila kondisi ibu sadar, atau bila ibu telah bebas dari

efek anestesi umum). Proses menyusui dimulai segera setelah lahir

dengan membiarkan bayi diletakkan di dada ibu sehingga terjadi kontak

kulit kulit. Bayi akan mulai merangkak untuk mencari puting ibu dan

menghisapnya. Kontak kulit dengan kulit ini akan merangsang aliran

ASI, membantu ikatan batin (bonding) ibu dan bayi serta perkembangan

bayi.

2. Yakinkan bahwa hanya ASI makanan pertama dan satu-satunya bagi bayi

anda. Tidak ada makanan atau cairan lain (seperti gula, air, susu formula)

yang diberikan, karena akan menghambat keberhasilan proses menyusui.

Makanan atau cairan lain akan mengganggu produksi dan suplai ASI,

menciptakan bingung puting, serta meningkatkan risiko infeksi

3. Susui bayi sesuai kebutuhannya sampai puas. Bila bayi puas, maka ia akan

melepaskan puting dengan sendirinya.

10
Agar proses menyusui dapat berjalan lancar, maka seorang ibu harus mempunyai

keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara ibu ke bayi

secara efektif. Keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui dan

perlekatan bayi pada payudara yang tepat. Posisi menyusui harus senyaman

mungkin, dapat dengan posisi berbaring atau duduk. Posisi yang kurang tepat

akan menghasilkan perlekatan yang tidak baik. Posisi dasar menyusui terdiri dari

posisi badan ibu, posisi badan bayi, serta posisi mulut bayi dan payudara ibu

(perlekatan/ attachment). Posisi badan ibu saat menyusui dapat posisi duduk,

posisi tidur terlentang, atau posisi tidur miring.

Saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala lurus menghadap

payudara dengan hidung menghadap ke puting dan badan bayi menempel

dengan badan ibu (sanggahan bukan hanya pada bahu dan leher). Sentuh bibir

bawah bayi dengan puting, tunggu sampai mulut bayi terbuka lebar dan

secepatnya dekatkan bayi ke payudara dengan cara menekan punggung dan bahu

bayi (bukan kepala bayi). Arahkan puting susu ke atas, lalu masukkan ke mulut

bayi dengan cara menyusuri langit-langitnya. Masukkan payudara ibu sebanyak

mungkin ke mulut bayi sehingga hanya sedikit bagian areola bawah yang terlihat

dibanding aerola bagian atas. Bibir bayi akan memutar keluar, dagu bayi

menempel pada payudara dan puting susu terlipat di bawah bibir atas bayi.

Posisi tubuh yang baik dapat dilihat sebagai berikut (Roesli, 2013):

a. Posisi muka bayi menghadap ke payudara (chin to breast)

b. Perut/dada bayi menempel pada perut/dada ibu (chest to chest)

11
c. Seluruh badan bayi menghadap ke badan ibu hingga telinga bayi

membentuk garis lurus dengan lengan bayi dan leher bayi

d. Seluruh punggung bayi tersanggah dengan baik

e. Ada kontak mata antara ibu dengan bayi

f. Pegang belakang bahu jangan kepala bayi

Posisi menyusui yang tidak benar dapat dilihat sebagai berikut:

a. Leher bayi terputar dan cenderung kedepan

b. Badan bayi menjauh badan ibu

c. Badan bayi tidak menghadap ke badan ibu

d. Hanya leher dan kepala tersanggah

e. Tidak ada kontak mata antara ibu dan bayi

f. C-hold tetap dipertahankan

Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil

cukup banyak payudara kedalam mulutnya agar lidahnya dapat memeras sinus

laktiferus.

Tanda perlekatan bayi dan ibu yang baik:

a. Dagu menyentuh payudara

b. Mulut terbuka lebar

c. Bibir bawah terputar keluar

d. Lebih banyak areola bagian atas yang terlihat dibanding bagian bawah

e. Tidak menimbulkan rasa sakit pada puting susu

12
f. Jika bayi tidak melekat dengan baik maka akan menimbulkan luka dan

nyeri pada puting susu dan payudara akan membengkak karena ASI tidak dapat

dikeluarkan secara efektif. Bayi merasa tidak puas dan ia ingin menyusu sering

dan lama. Bayi akan mendapat ASI sangat sedikit dan berat badan bayi tidak naik

dan lambat laun ASI akan mengering.

2.3 Konsep Bendungan ASI

1. Definisi Bendungan ASI

Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena

penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak

dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada putting susu.

Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara

karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan

bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan.

Payudara terasa lebih penuh tegang dan nyeri terjadi pada hari

ketiga atau hari ke empat pasca persalinan disebakan oleh bendungan

vera dan pembuluh dasar bening. Hal ini semua merupakan bahwa tanda

asi mulai banyak di sekresi, namun pengeluaran belum lancar. Bila nyeri

ibu tidak mau menyusui keadaan ini akan berlanjut, asi yang disekresi

akan menumpuk sehingga payudara bertambah tegang. Gelanggang susu

menonjol dan putting menjadi lebih getar. Bayi menjadi sulit menyusu.

Pada saat ini payudara akan lebih meningkat, ibu demam dan payudara

terasa nyeri tekan, saluran tersumbat terjadi statis pada saluran asi

13
(ductus akhferus) secara local sehingga timbul benjolan local

(Wiknjosastro, 2009).

2. Penyebab Bendungan ASI

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:

1. Pengosongan mamae yang tidak sempurna

Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu

yang produksi ASI-nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang

dan selesai menyusu, & payudara tidak dikosongkan, maka masih

terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak

dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI.

2. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif

Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering

mungkin atau jika bayi tidak aktif mengisap, maka akan

menimbulkan bendungan ASI.

3. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar

Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting

susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi

menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi

bendungan ASI.

4. Puting susu terbenam

Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena

bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan

akibatnya terjadi bendungan ASI.

14
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan

progesteron turun dalam 2-3 hari. Hipotalamus yang menghalangi keluarnya

pituitary lactogenic hormone (prolaktin) waktu hamil, dan sangat dipengaruhi

oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolactin oleh

hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar payudara terisi

dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya dibutuhkan reflex yang

menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitelial yang mengelilingi alveolus dan

duktus kecil kelenjar-kelenjar. Pada permulaan nifas apabila bayi belum

menyusui dengan baik, atau kemudian apabila kelenjar-kelenjar tidak

dikosongkan dengan sempurna, maka dapat terjadi pembendungan air susu

Sejak hari kedua sampai keempat setelah persalinan, ketika ASI

secara normal dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh. Pengisapan yang

efektif dan pengeluaran ASI oleh bayi, rasa tersebut pulih dengan cepat.

Namun dapat berkembang menjadi bendungan, payudara terasa penuh dengan

ASI dan cairan jaringan. Aliran vena dan limfatik tersumbat, aliran susu

menjadi terhambat dan tekanan pada saluran ASI dan alveoli meningkat.

Payudara menjadi bengkak dan edematous (Novita, 2011).

3. Etiologi Pembengkakan Payudara

Pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan cairan yang berada

didalamnya masuk ke dalam ruang interstitial sehingga terjadi edema yang

akan menekan aliran air susu. Proses terjadinya pembengkakan payudara

merupakan sebuah siklus dimana terjadi pelebaran pembuluh darah-edema-

aliran yang terhambat-pelebaran pembuluh darah yang akan terjadi lagi

15
dengan mudah. Terjadinya tekanan dan pelebaran pembuluh darah

menyebabkan pengaliran lympathic juga terlambat, sehingga racun dan

bakteri yang ada dapat menyebabkan payudara menjadi terinfeksi atau

mengalami mastitis (Novita, 2011).

Selama 24 hingga 48 jam pertama sesudah terlihatnya sekresi

lacteal, payudara sering mengalami distensi menjadi keras dan berbenjol-

benjol. Keadaan ini menggambarkan aliran darah vena normal yang

berlebihan dan pengembungan limfatik dalam payudara, yang merupakan

prekusor regular untuk terjadinya laktasi. Keadaan ini bukan merupakan

overdistensi sistem lacteal oleh air susu. Payudara yang terbendung terjadi

karena hambatan aliran darah vena atau saluran getah bening akibat ASI

terkumpul pada payudara. Kejadian ini timbul karena produksi ASI

berlebihan, bayi disusui terjadwal, bayi tidak menyusu dengan adekuat, posisi

menyusui yang salah, atau karena putting susu yang datar atau terbenam. Hal

ini bisa juga terjadi karena terlambat menyusui dini, perlekatan yang kurang

baik atau mungkin kurang seringnya ASI dikeluarkan (Bobak, 2004).

Penyebab terjadinya pembengkakan payudara menurut (Bobak, 2003)

adalah :

1. Posisi menyusui yang tidak benar

2. Pengosongan payudara yang tidak baik

3. Pemakaian BH yang terlalu ketat

4. Tekanan jari ibu pada waktu menyusui

16
5. Kurangnya pengetahuan cara perawatan payudara dan cara pencegahan

pembengkakan payudara (bendungan ASI).

Penyebab pembengkakan payudara adalah ASI banyak

(hyperlactation), terlambat memulai menyusui, perlekatan kurang baik,

pengosongan ASI tidak sering, adanya pembatasan lama menyusui, ukuran

payudara yang kecil, kontak ibu-bayi yang sangat minimal, tidak menyusui

dimalam hari, ibu mengalami stress, sudah mulai diberikan suplemen, faktor

ibu kelelahan, ibu mendapat cairan intravena selama proses persalinan

(WHO, 2003; Novita VT, 2011). Skala pengukuran pembengkakan payudara

menggunakan skala 1-6 yang disebut skala humenick (Arora, 2009). Skala ini

dipergunakan untuk mengetahui perkembangan payudara yang mengalami

pembengkakan karena aliran ASI kurang lancar.

4. Tanda dan Gejala Pembengkakan Payudara

Payudara bengkak ditandai dengan nyeri sekitar payudara, edema,

tegang, dan mengkilat, tampak kemerahan, ASI tidak mengalir, dapat ditemui

demam selama 24 jam dengan suhu kurang dari 38 derajat Celcius (WHO,

2006). Tanda lain yang ditemukan adalah bayi tidak dapat menyusui, puting

lecet, mastitis, ketidaknyamanan pada aksila, putting datar, nyeri tekan pada

payudara (Henning, 2006).

5. Perawatan Bendungan ASI

Perawatan payudara yang sudah dilakukan untuk mengatasi bendungan

ASI yang dilami ibu-ibu postpartum adalah :

a. Melakukan Pijat Oketani

17
Pijat Oketani adalah suatu alternative cara yang dilakukan untuk

menstimulasi proses produksi air susu ibu dengan menekan otot

pectoralis. Dilakukan pada hari pertama postpartum hari ke tiga sampai

dengan hari ketujuh frekuensi 1x dalam sehari (Qomar,2018).

Pemijatan pada payudara merupakan suatu tindakan perawatan

payudara yang dimulai pada hari pertama atau kedua setelah

melahirkan. Perawatan payudara bertujuan untuk melancarkan sirkulasi

darah dan mencegah tersumbatnya aliran susu sehingga mempelancar

pengeluaran air susu ibu. Selain itu menghindari terjadinya pembekakan

payudara dan kesulitan menyusui, serta menjaga kebersihan payudara

agar tidak mudah terkena infeksi (Rahawati,2018)

Pijat oketani adalah pijat payudara yang tidak memberikan rasa

sakit. Pijat oketani merupakan salah satu metode breast care yang tidak

menimbulkan rasa nyeri. Pijat oketani dapat menstimulus kekuatan otot

pectoralis untuk meningkatkan produksi ASI dan membuat payudara

menjadi lebih lembut dan elastis sehingga memudahkan bayi untuk

mengisap ASI. Pijat oketani juga akan memberikan rasa lega dan

nyaman secara, meningkatkan kualitas ASI, mencegah putting lecet dan

mastitis serta dapat memperbaiki /mengurangi masalah laktasi yang

disebabkan oleh puting yang rata ( flat nipple), puting yang masuk

kedalam (inverted). Sebanyak 8 sampel dari 10 sampel yang diteliti

menyatakan bahwa hasil pijat oketani 80% efektif mengatasi masalaah

18
payudara diantaranuya untuk kelancaran ASI dan putting yang tidak

menonjol (Kabir & Tasnim, 2009).

b. Tujuan pijat oketani

Tujuan pijat oketani adalah memberikan kelancaran ASI pada ibu

dan memberikan keuntungan tidak adanya nyeri yang berlebihan ketika

dilakukan pijatan, meskipun payudara terasa penuh dengan adanya

bendungan ASI.

c. Teknik pijat oketani

1. Siapkan perlengkapan : minyak zaitun

2. Mulai penijatan

a. Usapkan payudara dengan menggunakan minyak zaitun

b. Bagi payudara menjadi 3 kuadran (kuadran A, kuadran B, kuadran

c. Gerakan pertama : Mendorong C (1) dan menarik A (1), B (2)

pada posisi ketiga jari tangan kanan dan jari kelingking tangan kiri

menuju bahu kiri

19
Sumber : Kabir,2009, Cho 2012

d. Gerakan kedua : Mendorong C (1-2) dan menarik bagian tengahnya dari A (1-

2) dan B (1-2) dengan jari ketiga kedua tangan menuju akson kiri

Sumber : Kabir,2009, Cho 2012

e. Gerakan ketiga : Mendorong C (2) dan menarik A (3) dan B (1) dengan jari

telunjuk dan ibu jari tangan kanan dan jari ketiga tangan kiri menempatkan ibu

jari di atas sendi kedua dari jempol kanan,disini mendorong dan menarik akan

sejajar dengan payudara yang berlawanan.

Sumber : Kabir,2009, Cho 201

20
f. Gerakan keempat : Mendorong seluru payudara menuju umbilikus

menempatkan jempol kanan pada C (1), tengah,ketiga dan jari kelingking

disisi B dan ibu jari kiri di C tengah,ketiga dan jari kelingking pada sisi A

g. Gerakan kelima : Menarik kebawah payudara kearah praktisi dengan tangan

kanan sambil memutarnya dengan lembut dari pinggiran atas ketepi bawah

payudara

21
h. Gerakan keenam : Menarik kebawah payudara kearah praktisi dengan tangan

kiri sambil memutarnya dengan lembut dari pinggiran atas ketepi bawah payudara

seperti gerakan kelima.

i. Gerakan ketujuh : Perlahan putar payudara secara searah jarum jam dan

perhatikan elastisitas payudara

22
j. Gerakan kedelapan : Ekspresi dilakukan dalamempat arah yang berbeda

permukaan luar (8A), bagian bawah (8B), bagian dalam payudara (8C) dan bagian

dalam pinggiran atas payudara kanan (8D) dan bagian dalam,bagian bawah,luar

dab bagian dalam pinggiran atas payudara kiri.

b. Melakukan Pijat Oksitosin

Oksitosin (Oxytocin) adalah salah satu dari dua hormone yang

dibentuk oleh sel-sel neuronal nuclei hipotalamik dan disimpan dalam lobus

posterior pituitary, hormone lainnya adalah vasopressin, yang memiliki

kerja mengontraksi uterus dan menginjeksi ASI (Suherni, Hesty & Anita,

2009).

23
Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi

ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada

sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima- keenam

dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin

setelah melahirkan (Roesli, 2009).

Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin

atau let down reflex. Selain untuk merangsang let down reflex manfaat

pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi

bengkak (engorgement), mengurangi bendungan ASI, merangsang

pelepasan hormone oksitosin (Depkes RI, 2007).

Persiapan ibu sebelum dilakukan pijat oksitosin :

1. Bangkitkan rasa percaya diri ibu (menjaga privacy)

2. Bantu ibu agar mempunyai pikiran dan perasaan baik tentang


bayinya

3. Cara melakukan pijat oksitosin :


 Mengatur posisi ibu duduk dengan meletakkan tangan yang dilipat

di meja atau sanggahan didepan ibu, dengan posisi tersebut

diharapkan bagian tulang belakang menjadi mudah dilakukan

pemijatan.

 Oleskan punggung ibu dengan minyak zaitun.

 Carilah pada bagian tulang belakang ibu yang paling menonjol.

 Telusuri tulang belakang ibu yang paling menonjol tersebut,

kemudian turun sedikit kebawahnya (jarak sekitar lebih 1-2 jari).

24
Kemudian geser kembali ke kanan dan kiri (masing-masing

berjarang sekitar 1-2 jari).

 Kemudian, melakukan pemijatan disepanjang kedua sisi tulang

belakang ibu. Pijat dengan memakai ibu jari atau dengan kepalan

tangan (sesuaikan dengan keinginan).

 Lakukan pemijatan dengan gerakan memutar, lakukan secara

perlahan-lahan kearah bawah sehingga mencapai batas garis

pakaian dalam ibu (bra).

 Lakukanlah pemijatan oksitosin ini sekitar 2-3 menit.

2.4 Lembar Observasi Produksi ASI ( LATCH )

2.4.1 Definisi LATCH

Merupakan lembar observasi yang dikembangkan oleh Jensen pada


tahun 1994 yang yang berpedoman pada sistem penilaian APGAR . LACTH
didesain dengan sederhana dan bahasa yang mudah dimengerti sehingga
dalam penggunaanya jarang ditemukan kesulitan untuk melakukan penilaian
atas observasi yang dilakukan ( Abbas, 2015). Dokumen awal LACTH

25
menggunakan bahasa inggris sehingga peneliti yang memerlukan lembar
observasi tersebut melakukan uji validistas dan reliabilitas dengan
menggunakan bahasa negaranya. Seperti namanya LACTH memiliki huruf
huruf huruf akronim yaitu “L” untuk menilai seberapa baik bayi menempel ke
payudara, “A” untuk menilai jumlah menelan yang dapat didengar di catat,
“T” untuk menilai kondisi bentuk puting ibu, “C” unutk menilai tingkat
kenyamanan ibu dan “H” untuk menilai seberapa butuh bantuankah ibu untuk
menggendong bayinya kepayudara ( Abbas, 2015).

2.4.2 Uji Validitas LATCH Assessement Tools

Penggunaan LATCH Assessement Tools sebelumnya telah di uji oleh


Lau (2016) dimana hasil nilai α dari 4 dan 5 dari penilaian yang pengujian
menggunakan cronbach masing masing adalah 0,70 dan 0,74. Selain itu,
Nilgun (2014) juga telah melakukan evaluasi terhadap validitas dan reliabilitas
dari LATCH Scoring System dan didapatkan hasil nilai dari korelasi
koefisiensi antara 0,85 dan 0,91 menggunakan uji Crombach. Makna dari hasil
perhitungan tersebut adalah LATCH Assessement Tools dapat digunakan
karena telah valid dan reliabel.

2.4.3 Sistem Penilaian dalam Penggunaan LATCH Assessement Tools

Penggunaan LATCH sebagai lembar observasi untuk menentukan


produksi ASI di nilai dengan menggunakan skor Numerik ( 0,1 atau 2) pada
kelima item penilaian dalam skor total berkisar dari 0 hingga 10, dimana skor
diberikan sesuai dengan kondisi yang sedang dialami dan dilihat oleh peneliti
pada tabel 2.1.

26
Indikator 0 1 2 Score

L Latch-on Perlekatan Perlu Perlekatan


Perlekatan buruk, daya stimulasi baik, daya
hisap lemah untuk hisap kuat
perlekatan

A Audible Tidak terdengar Jarang Terdengar


Swallowing terdengar sering dan
Bunyi Menelan teratur

T Type or shape of Terbenam Datar Normal


nipple
Tipe atau bentuk
puting

C Comfort Level Nyeri, puting Puting lecet, Tidak ada


Tingkat retak,payudara kemerahan keluhan
kenyamanan ibu bengkak
saat menyusui

H Hold positioning Perlu dibantu Perlu Tidak perlu


Posisi bayi sepenuhnya dibantu dibantu
sedikit
TOTAL
Sumber : Jensen dalam the international Lactation Consultant Asociation,2014

27
Setelah melakukan penilaian terhadap produksi ASI maka penilai akan
menjumlahkan skor yang telah diberikan dan produksi ASI akan dinilai
dengan rentang seperti tabel 2.2 berikut

Tabel 2.2 Klasifikasi Produksi ASI Berdasarkan total penilaian LATCH


Jumlah Skor Produksi ASI
0-3 Rendah
4-7 Sedang
8-10 Tinggi
Sumber : Abbas, 2015

2.4.4 KERANGKA TEORI

Pijat Oksitosin Pijat Oketani

Pijatan pada
tulang belakang Payudara

Menghasilkan Medula
Impuls saraf Spinalis

Hipotalamus

Prolaktin

Produksi
BAB 3ASI

28
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Pijat Oksitosin
Produksi ASI
Pijat Oketani

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Defini Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Alat Skala Hasil Ukur


Ukur Ukur Ukur
1. Pijat Salah satu cara untuk - - - -
Oksitosin
membantu
ketidaklancaran ASI
pada ibu sejak 2 jam
postpartum sampai 3
hari post partum
dengan dilakukan
pemijatan pada tulang
belakang sebanyak 1
kali sehari sebelum
ibu menyusui bayinya
dengan durasi 2-3
menit

29
2. Pijat Pijat yang dilakukan - - - -
Oketani
pada payudara ibu
dengan gerakan
tertentu disekitar
areola dilakukan
selama 15 menit pada
hari pertama sampai
hari ketiga post
partum
3. Produksi Tingkat produksi Air Observasi LATCH Interval 0-3 : rendah
ASI
Susu Ibu yang dinilai 4-7 : sedang
dengan lembar isian 8-10 : tinggi
pada hari keempat
post partum setelah
perlakuan

3.3 Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Ada pengaruh pijat oksitosin dan pijat oketani terhadap produksi ASI
b. Tidak ada pengaruh pijat oksitosin dan pijat oketani terhadap produksi
ASI

30
BAB 4

METODELOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain

Jenis penelitian ini bersifat kuantitatif dengan pendekatan quasi


eksperimen dan menggunakan desain pre test dan post test. Alasan peneliti
memilih desain ini karena jenis penelitian ini dilakukan pre test dan post test pada
kelompok intervensi sehingga dapat diketahui perbandingan dampak pijat
oksitosin dan pijat oketani terhadap produksi ASI setelah dilakukan perlakukan
pada group intervensi. Setelah dilakukan observasi dari 24 jam pertama sampai 3
hari postpartum untuk mencari perbedaan pada masing masing kelompok dan di
nilai pada hari ke 4 post partum. Hasil yang didapat dari pengukuran pada kedua
kelompok tersebut akan dibandingkan dan di analisis.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2019

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Bidan Praktik Mandiri Dince Safrina


Kota Pekanbaru

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh ibu post partum di BPM
Dince Safrina Kecamatan Rumbai Pekanbaru dari bulan Februari
sampai April 2019

31
4.3.2 Sampel

a. Jumlah sampel
Sampel dalam penelitian adalah sebanyak 20 orang yang diberikan
pijat oksitosin dan pijat oketani. Besar sampel ini di tetapkan berdasarkan
pernyataan Roscoe dalam Sugiyono (2011) yang menyatakan bahwa,
untuk penelitian eksperimen yang sederhana dapat menggunakan
kelompok intervensi dan kelompok kontrol, maka jumlah sampel untuk
masing masing kelompok adalah minimal 20 sampel.

b. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel pada penelitian


ini non probability sampling secara purposive sampling. Pengambilan
sampel secara purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti dengan
memenuhi syarat kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi
1) Ibu postpartum pervaginan dimulai 2 jam pertama
2) Ibu postpartum yang ingin memberikan ASI saja
3) Ibu postpartum yang bersedia menjadi responden
4) Kondisi ibu postpartum dan bayi dalam keadaan sehat

b. Kriteria Eklusi
1) Ibu postpartum dengan kelainan puting susu
2) Ibu postpartum yang memiliki bayi dengan kelainan pada
bibir dan masalah kesehatan lainnya
3) Ibu postpartum yang memiliki bayi dengan BBLR
4) Ibu postpartum yang bayinya meninggal

4.4 Metode Pengumpulan Data

32
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara observasi antara kelompok yang telah diberikan
intervensi pijat oksitosin dan pijat oketani dengan yang tidak
diberikan intervensi pijat oksitosin dan pijat oketani selama 3 hari post
partum kemudian dilakukan penilaian pada hari ke 4 postpartum
dengan menggunakan lembar observasi

4.5 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang di gunakan dalam


penelitian lembar observasi yang di isi oleh peneliti langsung melalui
observasi pada ibu post partum di hari ke 4

4.6 Pengolahan dan Analisa Data

4.6.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi setelah data


terkumpul, kemudian di olah dengan langkah lamgkah sebagai berikut :

a. Editing
Tahap ini merupakan tahap penyuntingan data yang dilakukan di
lapangan, agar data yang salah masih dapat di telusuri kembali
pada responden yang bersangkutan dengan menggunakan aplikasi
SPSS.
b. Coding
Tahap ini merupakan pemberian kode atau angka pada setiap data
untuk masing masing responden sehingga memudahkan dalam
pengolahan data
c. Entry Data
Tahap ini merupakan proses memasukkan data hasil dari observasi
yang dilakukan oleh peneliti secara langsung dengan menggunakan
aplikasi SPSS

33
d. Cleaning
Tahap dimana semua data yang dimasukkan diperiksa kembali
untuk melihat apakah ada kemungkinan kesalahan kode, ketidak
lengkapan dan lain sebagainya, lalu dilakukan perbaikan pada data
tersebut.

4.6.2 Analisis Data

a. Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
uji Shapiro Wilk ( data < 50 sampel ) dengan ketentuan data akan
terdistribusi normal apabila nilai p > 0,05 dan sebaliknya data tidak
terdistribusi normal apabila hasil dari nilai p < 0.05
b. Univariat
Analisis univariat yang digunakan adalah untuk
menghitung nilai mean dan minimum maksimum. Oleh karena
data tidak terdistribusi normal, analisis univariat yang dilakukan
adalah mencari distribusi rerata dan distribusi normal, analisis
univariat yang dilakukan adalah mencari distribusi rerata dan
standar deviasi pada tiap variabel independen terhadap variabel
dependen.
c. Bivariat
Tahap analisis data bivariat pada penelitian ini menggunakan
uji T- Independent dengan batas kepercayaan 95% . Penelitian
ini menggunakan statistik non parametrik Mann Whitney U
karesna data hasil tidak terdistribusi secara normal.

34

Anda mungkin juga menyukai

  • Pendokumentasian Soap PNC
    Pendokumentasian Soap PNC
    Dokumen6 halaman
    Pendokumentasian Soap PNC
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Bab I Nifas
    Bab I Nifas
    Dokumen5 halaman
    Bab I Nifas
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Pendokumentasi Soap BBL
    Pendokumentasi Soap BBL
    Dokumen10 halaman
    Pendokumentasi Soap BBL
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Soap BBL
    Soap BBL
    Dokumen3 halaman
    Soap BBL
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen2 halaman
    Bab V
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Kak Au Coc
    Kak Au Coc
    Dokumen13 halaman
    Kak Au Coc
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Soap Nifas
    Soap Nifas
    Dokumen4 halaman
    Soap Nifas
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Bab I Nifas
    Bab I Nifas
    Dokumen5 halaman
    Bab I Nifas
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • 4
    4
    Dokumen1 halaman
    4
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen1 halaman
    1
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • 6
    6
    Dokumen1 halaman
    6
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Aftar Lampiran 1
    Aftar Lampiran 1
    Dokumen3 halaman
    Aftar Lampiran 1
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Suhartati
    Suhartati
    Dokumen5 halaman
    Suhartati
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • 2
    2
    Dokumen1 halaman
    2
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Data Umum Responden
    Data Umum Responden
    Dokumen1 halaman
    Data Umum Responden
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen4 halaman
    Lembar Pengesahan
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Lembar Konsultasi Penyusunan Proposal
    Lembar Konsultasi Penyusunan Proposal
    Dokumen4 halaman
    Lembar Konsultasi Penyusunan Proposal
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • A. Bab 1 .5
    A. Bab 1 .5
    Dokumen28 halaman
    A. Bab 1 .5
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • A. Bab 1 .3
    A. Bab 1 .3
    Dokumen27 halaman
    A. Bab 1 .3
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Kndung Kemih 1
    Kndung Kemih 1
    Dokumen2 halaman
    Kndung Kemih 1
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Pendahuluan
    Bab 1 Pendahuluan
    Dokumen36 halaman
    Bab 1 Pendahuluan
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Betol
    Daftar Isi Betol
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi Betol
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen7 halaman
    Bab 1
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • Metlit Deskriptif
    Metlit Deskriptif
    Dokumen1 halaman
    Metlit Deskriptif
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat
  • A. Cover
    A. Cover
    Dokumen1 halaman
    A. Cover
    Anonymous 7XSPu0KeM
    Belum ada peringkat