PENDAHULUAN
Air Susu Ibu (ASI) merupakan salah satu komponen terpenting yang
produksi dan kelancarannya perlu diperhatikan oleh calon ibu. Air Susu Ibu
(ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012
adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan,
tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain
(kecuali obat, vitamin, dan mineral). ASI mengandung kolostrum yang kaya
akan antibodi karena mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan
pembunuh kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif
dapat mengurangi risiko kematian pada bayi (Profil Kesehatan RI, 2016).
Kolostrum berwarna kekuningan dihasilkan pada hari pertama sampai hari
ketiga. Hari keempat sampai hari kesepuluh ASI mengandung
immunoglobulin, protein, dan laktosa lebih sedikit dibandingkan kolostrum
tetapi lemak dan kalori lebih tinggi dengan warna susu lebih putih.
Informasi yang didapatkan dari Data Informasi Profil Kesehatan
Indonesia 2017 adalah Cakupan ASI Eksklusif ( usia 0-6 bulan ) di Indonesia
pada tahun 2016 mencapai 54 %. Jika mengacu pada cakupan ASI Eksklusif
dalam rencana strategi ( Renstra ) Kementrian Kesehatan tahun 2015-2019
sebesar 50 % maka jumlah cakupan ASI di Indonesia sudah mencapai target
nasional. Namun pemberian ASI Eksklusif di Riau pada tahun 2016 mencapai
56,2 %. Dari 20 puskesmas yang ada dikota Pekanbaru cakupan ASI eksklusif
yang paling tinggi adalah puskesmas Melur 75,0 % dan cakupan ASI yang
terendah nomor 3 adalah wilayah puskesmas Rumbai Pesisir 42,19 % ( Dinas
Kesehatan Kota Pekanbaru , 2016 ).
Rendahnya cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas
Rumbai Pesisir tentunya perlu mendapat perhatian lebih dari berbagai pihak.
Adapun pihak yang dapat terlibat baik pemerintah, swasta dan juga masyarakat
1
untuk mempromosikan dan memberikan pengetahuan terkait pentingnya ASI
Eksklusif. Salah satu bidan Praktik Mandiri di wilayah kerja Puskesmas
Rumbai Pesisir adalah BPM Dince Safrina.
Pemberian ASI secara eksklusif sampai usia 6 bulan pertama
kehidupan merupakan suatu misi primer dalam program kesehatan masyarakat
dunia yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO). ASI
Eksklusif menurut World Health Organization (WHO, 2017) adalah
memberikan hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain
kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin.
Namun bukan berarti setelah pemberian ASI eksklusif pemberian ASI
dihentikan, tetapi tetap diberikan kepada anak sampai berusia 2 tahun.
Pemberian ASI Eksklusif memiliki peran penting dalam survival anak
di negara negara berkembang dimana ia menyumbang dalam sistem imunitas
dan meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Banyak komponen yang
terkandung dalam ASI yang berperan aktif melawan infeksi (Soetjiningsih,
1997). Bayi diberikan ASI Eksklusif memiliki risiko lebih kecil untuk terkena
penyakit dibandingkan dengan bayi yang tidak ASI Eksklusif karena bayi
yang mendapat ASI Eksklusif tidak terkena kontaminasi dari makanan lain.
Dampak negatif yang dapat terjadi kepada bayi jika tidak diberikan ASI yang
eksklusif adalah memiliki risiko kematian karena diare 3,94 kali lebih besar
dibandingkan bayi yang mendapat ASI Eksklusif (Kemenkes, 2010).
Produksi ASI yang kurang dan lambat keluar dapat meyebabkan ibu
tidak memberikan ASI pada bayinya dengan cukup. Kenyataan di lapangan
menunjukkan produksi dan pengeluaran ASI yang sedikit pada hari hari
pertama setelah melahirkan menjadi kendala dalam memberikan ASI secara
dini. Menurut Cox ( 2006) ibu yang tidak dapat menyusui pada hari hari
pertama disebabkan oleh kecemasan dan ketakutan ibu akan mempengaruhi
produksi ASI .Kecemasan dan ketakutan ibu tersebut menyebabkan penurunan
hormon oksitosin sehingga ASI tidak dapat keluar segera setelah melahirkan
dan akhirnya ibu memutuskan memberikan susu formula terhadap bayinya.
2
Penurunan produksi ASI pada hari pertama setelah melahirkan dapat
di sebabkan oleh kurangnya hormon prolaktin dan oksitosin yang sangat
berperan dalam kelancaran ASI. Untuk membantu memaksimalkan keluarnya
hormon oksitosin dan meminimalkan efek samping dari tertundanya proses
menyusui salah satu caranya adalah dengan cara melakukan pijat oksitosin
(Evariny, 2008). Pijat oksitosin adalah salah satu solusi untuk mengatasi
ketidaklancaran produksi ASI. Dengan dilakukan pemijatan ini ibu akan
merasa rileks,kelelahan setelah melahirkan akan hilang, sehingga begitu
hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat keluar, mengurangi sumbatan
ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin,mempertahankan produksi ASI
(Mardiyaningsih, 2010)
Selain itu ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses
pemberian ASI Eksklusif. Dari studi yang dilakukan oleh Akter, 2015 masalah
yang kerap terjadi pada ibu dalam masa menyusui ,seperti jumlah ASI yang
tidak cukup, kontak fisik yang kurang , kelainan pada puting dan hal lainnya
yang dapat memicu terjadinya bendungan ASI. Sementara itu solusi yang
dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi masalah tersebut adalah
melaksanakan konseling, memberikan pengetahuan mengenai posisi
menyusui, kompres hangat atau dingin, pijat atau masase dan metode lainnya.
Terdapat beberapat jenis pijat yang dapat dijadikan pilihan ibu yang
mengalami masalah selama menyusui. Salah satunya jenis pijat payudara yang
telah diterapkan di jepang adalah Pijat Oketani sebagai sebuah program
pendukung ASI eksklusif . selain di Jepang, pemijatan Oketani di negara
Bangladesh juga terbukti berhasil dalam meningkatkan produksi ASI (N
Kabir, S Tasnim , 2009). Pijat Oketani juga salah satu metode perawatan
payudara yang tidak menyebabkan rasa sakit,pijatan ini menstimulasi
pectoralis kekuatan otot untuk meningkatkan produksi ASI dan membuat
payudara menjadi lebih lembut dan elastis sehingga memudahkan bayi untuk
menyedot susu. Selain itu, pijat ini juga dapat meningkatkan kualitas
kolostrum ( Nia dkk ,2017 )
3
Oleh karna itu, peneliti tertarik untuk mengatasi masalah tersebut
sehingga peneliti mengambil judul penelitian “ Dampak Kombinasi pijat
Oksitosin dan pijat Oketani terhadap produksi ASI pada ibu post partum di
BPM Dince Safrina. “
4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan referensi
bagi pengembangan ilmu kebidanan serta menambah wawasan peneliti
maupun pembaca tentang manfaat dari penerapan pijat oksitosin dan pijat
oketani terhadap produksi ASI
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menyusui adalah proses pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi
sejak lahir sampai berusia 2 tahun. Jika bayi diberikan ASI saja sampai
usia 6 bulan tanpa menambahkan dan mengganti dengan makanan atau
minuman lainnya merupakan proses menyusui eksklusif. Menurut WHO
(2010), menyusui eksklusif dapat melindungi bayi dan anak terhadap
penyakit berbahaya dan mempererat ikatan kasih sayang (bonding) antara
ibu dan anak. Proses menyusui secara alami akan membuat bayi
mendapatkan asupan gizi yang cukup dan limpahan kasih sayang yang
berguna untuk perkembangannya (Hidajati, 2012).
karena masih dihambat oleh estrogen yang tinggi, pada hari kedua dan
6
puting susu, maka terbentuklah prolaktin dari hipofisis, sehingga sekresi
ASI lancar. Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses
laktasi yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran yang timbul akibat
laktiferus), makin banyak produksi ASI. Dengan kata lain, makin sering
(WHO, 2015).
ASI. Hormon prolaktin juga akan menekan ovulasi (fungsi indung telur
7
memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid. Oleh karena itu,
(pabrik ASI) dan memeras ASI keluar dari pabrik ke gudang ASI. Hanya
ASI di dalam gudang ASI yang dapat dikeluarkan oleh bayi dan atau
menghisap). Jika refleks oksitosin tidak bekerja dengan baik, maka bayi
ASI namun tidak mengalir keluar. Efek penting oksitosin lainnya adalah
8
c. Dukungan ayah dalam pengasuhan bayi, seperti menggendong bayi
Laktasi adalah produksi dan pengeluaran ASI, dimana calon ibu harus
sudah siap baik secara psikologis dan fisik. Jika laktasi baik maka bayi cukup
ASI 500 – 800 ml/hari (3000 ml/hari) (Polit, 2012). Ruang Lingkup
manajemen laktasi adalah periode postnatal, antara lain ASI eksklusif, teknik
9
Untuk memaksimalkan manfaat menyusui, bayi sebaiknya disusui
selama 6 bulan pertama. Beberapa langkah yang dapat menuntun ibu agar
sukses menyusui secara eksklusif selama 6 bulan pertama, antara lain (Roesli,
2013):
1. Biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah bayi lahir terutama dalam
1 jam pertama (inisiasi dini), karena bayi baru lahir sangat aktif dan
tanggap dalam 1 jam pertama dan setelah itu akan mengantuk dan
pada saat itu. Jika ibu melahirkan dengan operasi caesar juga dapat
melakukan hal ini (bila kondisi ibu sadar, atau bila ibu telah bebas dari
kulit kulit. Bayi akan mulai merangkak untuk mencari puting ibu dan
ASI, membantu ikatan batin (bonding) ibu dan bayi serta perkembangan
bayi.
2. Yakinkan bahwa hanya ASI makanan pertama dan satu-satunya bagi bayi
anda. Tidak ada makanan atau cairan lain (seperti gula, air, susu formula)
Makanan atau cairan lain akan mengganggu produksi dan suplai ASI,
3. Susui bayi sesuai kebutuhannya sampai puas. Bila bayi puas, maka ia akan
10
Agar proses menyusui dapat berjalan lancar, maka seorang ibu harus mempunyai
keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara ibu ke bayi
secara efektif. Keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui dan
perlekatan bayi pada payudara yang tepat. Posisi menyusui harus senyaman
mungkin, dapat dengan posisi berbaring atau duduk. Posisi yang kurang tepat
akan menghasilkan perlekatan yang tidak baik. Posisi dasar menyusui terdiri dari
posisi badan ibu, posisi badan bayi, serta posisi mulut bayi dan payudara ibu
(perlekatan/ attachment). Posisi badan ibu saat menyusui dapat posisi duduk,
dengan badan ibu (sanggahan bukan hanya pada bahu dan leher). Sentuh bibir
bawah bayi dengan puting, tunggu sampai mulut bayi terbuka lebar dan
secepatnya dekatkan bayi ke payudara dengan cara menekan punggung dan bahu
bayi (bukan kepala bayi). Arahkan puting susu ke atas, lalu masukkan ke mulut
mungkin ke mulut bayi sehingga hanya sedikit bagian areola bawah yang terlihat
dibanding aerola bagian atas. Bibir bayi akan memutar keluar, dagu bayi
menempel pada payudara dan puting susu terlipat di bawah bibir atas bayi.
Posisi tubuh yang baik dapat dilihat sebagai berikut (Roesli, 2013):
11
c. Seluruh badan bayi menghadap ke badan ibu hingga telinga bayi
Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil
cukup banyak payudara kedalam mulutnya agar lidahnya dapat memeras sinus
laktiferus.
d. Lebih banyak areola bagian atas yang terlihat dibanding bagian bawah
12
f. Jika bayi tidak melekat dengan baik maka akan menimbulkan luka dan
nyeri pada puting susu dan payudara akan membengkak karena ASI tidak dapat
dikeluarkan secara efektif. Bayi merasa tidak puas dan ia ingin menyusu sering
dan lama. Bayi akan mendapat ASI sangat sedikit dan berat badan bayi tidak naik
Payudara terasa lebih penuh tegang dan nyeri terjadi pada hari
vera dan pembuluh dasar bening. Hal ini semua merupakan bahwa tanda
asi mulai banyak di sekresi, namun pengeluaran belum lancar. Bila nyeri
ibu tidak mau menyusui keadaan ini akan berlanjut, asi yang disekresi
menonjol dan putting menjadi lebih getar. Bayi menjadi sulit menyusu.
Pada saat ini payudara akan lebih meningkat, ibu demam dan payudara
terasa nyeri tekan, saluran tersumbat terjadi statis pada saluran asi
13
(ductus akhferus) secara local sehingga timbul benjolan local
(Wiknjosastro, 2009).
terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak
susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi
bendungan ASI.
Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena
bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan
14
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan
oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolactin oleh
efektif dan pengeluaran ASI oleh bayi, rasa tersebut pulih dengan cepat.
ASI dan cairan jaringan. Aliran vena dan limfatik tersumbat, aliran susu
menjadi terhambat dan tekanan pada saluran ASI dan alveoli meningkat.
15
dengan mudah. Terjadinya tekanan dan pelebaran pembuluh darah
overdistensi sistem lacteal oleh air susu. Payudara yang terbendung terjadi
karena hambatan aliran darah vena atau saluran getah bening akibat ASI
berlebihan, bayi disusui terjadwal, bayi tidak menyusu dengan adekuat, posisi
menyusui yang salah, atau karena putting susu yang datar atau terbenam. Hal
ini bisa juga terjadi karena terlambat menyusui dini, perlekatan yang kurang
adalah :
16
5. Kurangnya pengetahuan cara perawatan payudara dan cara pencegahan
payudara yang kecil, kontak ibu-bayi yang sangat minimal, tidak menyusui
dimalam hari, ibu mengalami stress, sudah mulai diberikan suplemen, faktor
menggunakan skala 1-6 yang disebut skala humenick (Arora, 2009). Skala ini
tegang, dan mengkilat, tampak kemerahan, ASI tidak mengalir, dapat ditemui
demam selama 24 jam dengan suhu kurang dari 38 derajat Celcius (WHO,
2006). Tanda lain yang ditemukan adalah bayi tidak dapat menyusui, puting
lecet, mastitis, ketidaknyamanan pada aksila, putting datar, nyeri tekan pada
17
Pijat Oketani adalah suatu alternative cara yang dilakukan untuk
sakit. Pijat oketani merupakan salah satu metode breast care yang tidak
mengisap ASI. Pijat oketani juga akan memberikan rasa lega dan
disebabkan oleh puting yang rata ( flat nipple), puting yang masuk
18
payudara diantaranuya untuk kelancaran ASI dan putting yang tidak
bendungan ASI.
2. Mulai penijatan
pada posisi ketiga jari tangan kanan dan jari kelingking tangan kiri
19
Sumber : Kabir,2009, Cho 2012
d. Gerakan kedua : Mendorong C (1-2) dan menarik bagian tengahnya dari A (1-
2) dan B (1-2) dengan jari ketiga kedua tangan menuju akson kiri
e. Gerakan ketiga : Mendorong C (2) dan menarik A (3) dan B (1) dengan jari
telunjuk dan ibu jari tangan kanan dan jari ketiga tangan kiri menempatkan ibu
jari di atas sendi kedua dari jempol kanan,disini mendorong dan menarik akan
20
f. Gerakan keempat : Mendorong seluru payudara menuju umbilikus
disisi B dan ibu jari kiri di C tengah,ketiga dan jari kelingking pada sisi A
kanan sambil memutarnya dengan lembut dari pinggiran atas ketepi bawah
payudara
21
h. Gerakan keenam : Menarik kebawah payudara kearah praktisi dengan tangan
kiri sambil memutarnya dengan lembut dari pinggiran atas ketepi bawah payudara
i. Gerakan ketujuh : Perlahan putar payudara secara searah jarum jam dan
22
j. Gerakan kedelapan : Ekspresi dilakukan dalamempat arah yang berbeda
permukaan luar (8A), bagian bawah (8B), bagian dalam payudara (8C) dan bagian
dalam pinggiran atas payudara kanan (8D) dan bagian dalam,bagian bawah,luar
dibentuk oleh sel-sel neuronal nuclei hipotalamik dan disimpan dalam lobus
kerja mengontraksi uterus dan menginjeksi ASI (Suherni, Hesty & Anita,
2009).
23
Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
atau let down reflex. Selain untuk merangsang let down reflex manfaat
pemijatan.
24
Kemudian geser kembali ke kanan dan kiri (masing-masing
belakang ibu. Pijat dengan memakai ibu jari atau dengan kepalan
25
menggunakan bahasa inggris sehingga peneliti yang memerlukan lembar
observasi tersebut melakukan uji validistas dan reliabilitas dengan
menggunakan bahasa negaranya. Seperti namanya LACTH memiliki huruf
huruf huruf akronim yaitu “L” untuk menilai seberapa baik bayi menempel ke
payudara, “A” untuk menilai jumlah menelan yang dapat didengar di catat,
“T” untuk menilai kondisi bentuk puting ibu, “C” unutk menilai tingkat
kenyamanan ibu dan “H” untuk menilai seberapa butuh bantuankah ibu untuk
menggendong bayinya kepayudara ( Abbas, 2015).
26
Indikator 0 1 2 Score
27
Setelah melakukan penilaian terhadap produksi ASI maka penilai akan
menjumlahkan skor yang telah diberikan dan produksi ASI akan dinilai
dengan rentang seperti tabel 2.2 berikut
Pijatan pada
tulang belakang Payudara
Menghasilkan Medula
Impuls saraf Spinalis
Hipotalamus
Prolaktin
Produksi
BAB 3ASI
28
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS
Pijat Oksitosin
Produksi ASI
Pijat Oketani
29
2. Pijat Pijat yang dilakukan - - - -
Oketani
pada payudara ibu
dengan gerakan
tertentu disekitar
areola dilakukan
selama 15 menit pada
hari pertama sampai
hari ketiga post
partum
3. Produksi Tingkat produksi Air Observasi LATCH Interval 0-3 : rendah
ASI
Susu Ibu yang dinilai 4-7 : sedang
dengan lembar isian 8-10 : tinggi
pada hari keempat
post partum setelah
perlakuan
3.3 Hipotesis
a. Ada pengaruh pijat oksitosin dan pijat oketani terhadap produksi ASI
b. Tidak ada pengaruh pijat oksitosin dan pijat oketani terhadap produksi
ASI
30
BAB 4
METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2019
4.3.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh ibu post partum di BPM
Dince Safrina Kecamatan Rumbai Pekanbaru dari bulan Februari
sampai April 2019
31
4.3.2 Sampel
a. Jumlah sampel
Sampel dalam penelitian adalah sebanyak 20 orang yang diberikan
pijat oksitosin dan pijat oketani. Besar sampel ini di tetapkan berdasarkan
pernyataan Roscoe dalam Sugiyono (2011) yang menyatakan bahwa,
untuk penelitian eksperimen yang sederhana dapat menggunakan
kelompok intervensi dan kelompok kontrol, maka jumlah sampel untuk
masing masing kelompok adalah minimal 20 sampel.
a. Kriteria Inklusi
1) Ibu postpartum pervaginan dimulai 2 jam pertama
2) Ibu postpartum yang ingin memberikan ASI saja
3) Ibu postpartum yang bersedia menjadi responden
4) Kondisi ibu postpartum dan bayi dalam keadaan sehat
b. Kriteria Eklusi
1) Ibu postpartum dengan kelainan puting susu
2) Ibu postpartum yang memiliki bayi dengan kelainan pada
bibir dan masalah kesehatan lainnya
3) Ibu postpartum yang memiliki bayi dengan BBLR
4) Ibu postpartum yang bayinya meninggal
32
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara observasi antara kelompok yang telah diberikan
intervensi pijat oksitosin dan pijat oketani dengan yang tidak
diberikan intervensi pijat oksitosin dan pijat oketani selama 3 hari post
partum kemudian dilakukan penilaian pada hari ke 4 postpartum
dengan menggunakan lembar observasi
a. Editing
Tahap ini merupakan tahap penyuntingan data yang dilakukan di
lapangan, agar data yang salah masih dapat di telusuri kembali
pada responden yang bersangkutan dengan menggunakan aplikasi
SPSS.
b. Coding
Tahap ini merupakan pemberian kode atau angka pada setiap data
untuk masing masing responden sehingga memudahkan dalam
pengolahan data
c. Entry Data
Tahap ini merupakan proses memasukkan data hasil dari observasi
yang dilakukan oleh peneliti secara langsung dengan menggunakan
aplikasi SPSS
33
d. Cleaning
Tahap dimana semua data yang dimasukkan diperiksa kembali
untuk melihat apakah ada kemungkinan kesalahan kode, ketidak
lengkapan dan lain sebagainya, lalu dilakukan perbaikan pada data
tersebut.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
uji Shapiro Wilk ( data < 50 sampel ) dengan ketentuan data akan
terdistribusi normal apabila nilai p > 0,05 dan sebaliknya data tidak
terdistribusi normal apabila hasil dari nilai p < 0.05
b. Univariat
Analisis univariat yang digunakan adalah untuk
menghitung nilai mean dan minimum maksimum. Oleh karena
data tidak terdistribusi normal, analisis univariat yang dilakukan
adalah mencari distribusi rerata dan distribusi normal, analisis
univariat yang dilakukan adalah mencari distribusi rerata dan
standar deviasi pada tiap variabel independen terhadap variabel
dependen.
c. Bivariat
Tahap analisis data bivariat pada penelitian ini menggunakan
uji T- Independent dengan batas kepercayaan 95% . Penelitian
ini menggunakan statistik non parametrik Mann Whitney U
karesna data hasil tidak terdistribusi secara normal.
34