Anda di halaman 1dari 32

MATERNITAS |1

MAKALAH MATERNITAS

“ABORTUS”

Disusun oleh :

Kelas 1-C

Kelompok 02

1. Ana Fransiska
2. Cut Deswita Kanassa Suci
3. Tika Febriyani
4. Nilta Sofia Ulfa
5. Yulida Rachmita
6. Zamzam Nurzaman

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadinya perdarahan. Perdarahan
dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan
kejadian abortus, misscarriage, early pregnancy loss. Perdarahan yang terjadi pada umur
kehamilan yang lebih tua terutama setelah melewati trimester III disebut perdarahan
antepartum.

Perdarahan pada kehamilan muda dikenal beberapa istilah sesuai dengan pertimbangan
masing-masing, tetapi setiap kali kita melihat terjadinya perdarahan pada kehamilan kita
harus selalu berfikir tentang akibat dari perdarahan ini yang menyebabkan kegagalan
kelangsungan kehamilan itu sendiri. Dikenal beberapa batasan tentang peristiwa yang
ditandai dengan perdarahan pada kehamilan muda, salah satunya adalah abortus.

Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram.

Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak
dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Sementara itu, dari kejadian yang
diketahui 15-20% merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari
pasangan yang mencoba hamil akan mengalami keguguran 2 kali yang berurutan, dan
sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran berurutan. Rata-rata terjadi
114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan
antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya
bisa mendekati 50%.

Abortus disebabkan oleh beberapa faktor baik dari ibu maupun dari janin, oleh sebab
itu kita sebagai tenaga kesehatan harus memberikan wawasan pada ibu hamil untuk selalu
memeriksakan kehamilannya dan waspada terhadap komplikasi yang terjadi.

MATERNITAS | 2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti tentang konsep Abortus dalam
keperawatan.

2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini :
a. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi abortus
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami etiologi abortus
c. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami jenis-jenis abortus
d. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tanda & gejala abortus
e. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pathofisiologi abortus
f. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami faktor penyebab abortus
g. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami komplikasi aborsi
h. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan abortus
i. Mahasiswa dapat menganalisa dari masing-masing kasus yang telah diberikan
mengenai kasus tentang abortus

MATERNITAS | 3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Kata abortus (aborsi, abortion) berasal dari bahasa latin aboriri-keguguran (to miscarry).
Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak direncanakan,
diduga atau terjadi tiba-tiba gugurnya janin dalam kandungan sebelum janin dapat hidup
diluar rahim.

Menurut New Shorter Oxford Dictionary (2002) dalam Cunningham F. Gary (2013)
abortus adalah persalinan kurang bulan sebelum usia janin yang memungkinkan untuk
hidup, dan dalam hal ini kata ini bersinonim dengan keguguran. Abortus juga berarti
induksi penghentian kehamilan untuk menghancurkan janin.

Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau
umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Menurut WHO dan VIGO dikatakan abortus
jika kehamilan kurang dari 20-22 minggu. Abortus selama kehamilan terjadi 15-20%
dengan 80% diantaranya tejadi pada trimester pertama (≤13 minggu) dan sangat sedikit
terjadi pada trimester kedua. (salim dalam jurcovic, 2011)

Abortus adalah penghentian atau berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin viable
(dalam konteks ini usia janin 20 minggu). Diperkirakan 10-20% dari kehamilan berakhir
dengan abortus spontan dan sebagian besar peristiwa ini terjadi dalam usia 12 minggu
pertama. ( Farrer Helen, 2001)

Abortus adalah suatu ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan, berhentinya kehamilan pada usia <20 minggu yang
mengakibatkan kematian janin. BBL <500 gram, PB <25cm. angka harapan hidup sangat
kecil yaitu <1% dan batasan berbeda tentang abortus 18-24 minggu, WHO 22 minggu.
(Setyaningrum Erna, 2013)

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan.Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram (Bantuk Hadijanto,2008).

MATERNITAS | 4
B. Etiologi
Ada beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya abortus, diantaranya yaitu :
1. Factor genetic
Factor genetic (kromosom) merupakan factor yang paling sering menyebabkan
abortus, yaitu sekitar 70% dalam 6 minggu pertama, 50% sebelum 10 minggu dan
5% setelah 12 minggu kehamilan. Kelainan kromosom dapat dibedakan atas
kelainan jumlah kromosom dan struktur kromosom yang terjadi saat fertilisasi
ataupun saat implantasi.

Separuh dari abortus karena kelainan sitogenik pada trimester pertama berupa
trisomi autosom. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama
gametogenesis pada pasien dengan kriotip normal. Untuk sebahagian besar trisomi,
gangguan miosis maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi
meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian sekitar 30
persen dari seluruh trisomi, merupakan penyebab terbanyak.Semua kromosom
trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1. Pengelolaan standar
menyarankan untuk pemeriksaan genetik amniosentesis pada semua ibu hamil
dengan usia lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1:80,
pada usia di atas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan
meningkat setelah usia 35 tahun (Bantuk Hadijanto,2008)

2. Factor infeksi
Infeksi adalah penyebab kedua abortus, yaitu dengan prevalensi 15% . infeksi
disebabkan oleh kuman yang menginfeksi indung telur, endometrium (listeria,
tokoplasma, rickettsia, mikoplasma), infeksi virus (rubella, helpes, CMV
[cytomegalovirus], HbAv,), infeksi nonspesifik (colibacilli), infeksi local (servisitis
dan endometritis), dan malaria. Infeksi dapat menyebabkan kematian dan infeksi
berat pada janin, sehingga sulit untuk bertahan hidup. Jika infeksi terjadi pada
plasenta dapat berakibat pada insufisiensi plasenta (komplikasi yang terjadi pada
kehamilan dimana plasenta mengalami gangguan atau hambatan sehingga bayi
dalam kandungan tidak dapat cukup oksigen dan nutrisi, karena hal itu, maka bayi
mengalami gangguan pertumbuhan) dan menyebabkan kematian janin.

MATERNITAS | 5
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917,
ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus
berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Berbagai teori diajukan
untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus, diantaranya
sebagai berikut :
a. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak
langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
b. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin
sulit bertahan hidup.
c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian
janin.
d. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitelia bawah (misalnya
Mikoplasma bominis, Klamidia) yang bisa mengganggu proses implantasi.
e. Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus
selama kehamilan awal (misalnya Rubela, Parvovirus B19, Sitomegalovirus,
Koksakie virus B, Varisela-Zoster, HSV). (Prawirohardjo, S.,2008)
3. Factor mekanik
a. Ovum : kehamilan kembar, hidramnion yang menyebabkan overdistensi Rahim
(pembesaran rahim yang berlebihan karena terlalu banyak cairan ketuban atau
bayi besar terutama dengan berat lahir lebih dari 4000 gram,kehamilan ganda)
kontraksi dilatasi serviks dan pecah selaput ketuban.
Dilatasi serviks adalah pembesaran atau pelebaran muara dan saluran serviks
yang terjadi pada awal persalinan. Kelenjar hipofisis uterus menyekresikan
oksitosin yang berperan dalam merangsang uterus. Kelenjar uterus fetus
menyekresikan sejumlah besar kortisol, yang merupakan suatu stimulsn uterus
lain. Selain itu, membran fetus melepaskan prostaglandin yang dapat
meningkatkan intensitas kontraksi uterus.
b. Rahim : hypoplasia (keadaan suatu organ (tubuh) yang ukurannya lebih kecil
dari pada biasanya karena perkembangan yang tidak sempurna) dan hipotropi,
cacat bawaaan. Pada ibu dengan riwayat abortus ditemukan anomaly uterus
sebanyak 27% penyebab utama abortus adalah septum Rahim (60%), uterus
bikornis atau uterus didelfis atau unikornis. Mioma arteri bisa menyebabkan
abortus berulang.
c. Servix inkompetensi : menyebabkan 30% dari abortus pada trimester II

MATERNITAS | 6
4. Faktor hormonal
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Osmanagoglu (2010) bahwa kadar β-HCG
yang tinggi dan kadar progesterone rendah (<15ng/ml) akan berisiko terjadinya
abortus. Selain itu ibu dengan ketergantungan insulin dan glukosa yang tidak
terkontrol pada diabetes mempunyai peluang 2-3 kali lipat mengalami abortus.

Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endoktrin dan karbohidrat yang


menunjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa
dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadar dalam
darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai
janin, sehingga kadar gula darah ibu mempengaruhi kadar darah janin.

Menurut Dr. Jovanovic jika kadar glukosa tinggi pada awal dan selama kehamilan,
embrio tidak akan membentuk dengan benar dan ada peningkatan laju kehamilan
kosong (blighted ovum).

Menurut Dr. Nanette Santoro, MD, Profesor dan direktur Divisi endoktrinologi
Reproduksi dan Infertilitas di Albert Einstein College of Medicine mengatakan
bahwa wanita penderita diabetes hamil lebih mungkin untuk memiliki siklus tidak
teratur, siklus ovulasi yang kurang subur, memiliki tingkat hormon yang tidak
seimbang dan beberapa kondisi yang tidak cukup untuk mendukung kehamilan.
Wanita dengan diabetes mellitus terkontrol memiliki risiko abortus yang tidak lebih
jelek dibandingkan wanita tanpa diabetes mellitus. Akan tetapi, terjadi peningkatan
signifikan risiko abortus dan malformasi janin pada wanita-wanita pengidap diabetes
dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama. Wanita pengidap DM tipe 1
dengan kontrol glukosa tidak adekuat mempunyai peluang 2- 3 kali lipat mengalami
abortus. Selain itu, kadar progesteron yang rendah mempengaruhi kepekaan
endometrium terhadap implantasi embrio. Dukungan pada fase luteal mempunyai
peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu saat di mana trofoblas harus
menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus
luteum sebelum usia 7 minggu akan menyebabkan abortus. Apabila progesteron
diberikan pada pasien ini, kehamilan bisa diselamatkan (Bantuk Hadijanto, 2008).

MATERNITAS | 7
5. Factor autoimun
Lebih dari 80% kasus abortus terjadi akibat dari kelainan dalam imunoligi
(Coulam,2011). Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan
penyakit autoimun, misalnya systematic lupus erythematosus (SLE) dan anti
phospholipid antibodyes (aPA).

6. Lingkungan
Kelainan janin sebanyak 1-10% diakibatkan paparan obat, bahan kimia, radiasi, dan
umumnya berahir dengan abortus. Rokok dapat menyebabkan hambatan pada
sirkulasi uteroplasenter seperti halnya karbon monoksida yang dapat menurunkan
pasokan oksigen ibu dan janin sehinigga dapat meningkatkan terjadinya abortus.
(Irianti Bayu. dkk, 2013)

Diperkirakan 1-10 persen malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia,
atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus.Rokok diketahui mengandung
ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek
vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga
menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin.Dengan
terjadinya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan
pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus (Prawirohardjo, S.,2008).

Menurut dr.Eko Handayani Mpsi dari bagian psikologi klinik anak fakultas
psikologi universitas indonesia, stres pada ibu hamil akan memberikan akibat pada
janin yang dikandungnya, karena posisi janin yang berada dalam rahim dapat
merespon apa yang dialami oleh ibu. Berdasarkan penelitian ibu hamil yang
mengalami stres akan meningkatkan risiko melahirkan bayi prematur dan bayi yang
lebih kecil bahkan bahaya stres pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran.
Secara psikologis, stres pada ibu hamil dapat dibagi dalam tiga tahapan, yaitu :
a. Tahap pertama adalah pada triwulan pertama, yaitu pada saat usia kehamilan
satu hingga tiga bulan. Dalam kurun waktu tersebut, biasanya ibu belum
terbiasa dengan keadaannya, di mana adanya perubahan hormon yang
mempengaruhi kejiwaan ibu, sehingga ibu sering merasa kesal atau sedih.
Selain itu, ibu hamil ada juga yang mengalami mual-mual dan morning
sickness, yang mengakibatkan stres dan gelisah.

MATERNITAS | 8
b. Tahap kedua saat triwulan kedua, yaitu pada saat usia kehamilan empat hingga
enam bulan. Dalam kurun waktu tersebut, biasanya ibu sudah merasa tenang,
karena telah terbiasanya dengan keadaannya. Di tahap ini, ibu hamil sudah
dapat melakukan aktivitas, termasuk aktivitas hubungan suami istri.
c. Selanjutnya pada tahap ketiga yakni trimester ketiga, stres pada ibu hamil akan
meningkat kembali. Hal itu dapat terjadi dikarenakan kondisi kehamilan
semakin membesar. Kondisi itu tidak jarang memunculkan masalah seperti
posisi tidur yang kurang nyaman dan mudah terserang rasa lelah. Dan semakin
bertambah dekatnya waktu persalinan pun akan membuat tingkat stres ibu
semakin tinggi. Perasaan cemas muncul bisa dikarenakan si ibu memikirkan
proses melahirkan serta kondisi bayi yang akan dilahirkan.

C. Jenis-jenis
Terdapat dua jenis abortus, iaitu abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus
spontan didefinisikan sebagai abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis.
Dengan kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (miscarriage). Sedangkan
abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut sebagai abortus
provokatus (Cunningham dkk.,2010).

1. Abortus Spontan
Abortus spontan adalah keadaan terjadinya pengeluaran sebagian ataupun seluruh
bagian hasil konsepsi secara alami, bukan tindakan pengeluaran secara sengaja.
Abortus spontan ditandai dengan terjadinya perdarahan dari jalan lahir dengan
adanya jaringan dan disertai dengan rasa mulas pada perut bagian bawah. Keadaan
ini disebut dengan keadaan keguguran yang sebenarnya (Pubmed, 2012).

MATERNITAS | 9
Adapun beberapa tipe dari abortus spontan yaitu :
a. Abortus iminens
Abortus iminens (mengancam) merupakan keadaan terjadinya perdarahan
berupa bercak dengan atau tanpa mulas pada bagian perut bawah. Pada
pemeriksaan inspeksi genitalia interna, keadaan ostium uteri tertutup. 80% ibu
ynag mengalami abortus mengancam jika tidak tertangai dengan tepat maka
kehamilannya akan dapat dipertahankan, tetapi jika perdarahan tetap
berlangsung dan disertai dengan mulas, maka prognosa kehamilan menjadi lebih
buruk, hal ini menjadi tanda terjadinya abortus spontan (Irianti Bayu.dkk ,2015)
Abortus iminens mengacu pada perdarahan intrauterin pada umur <20 minggu
kehamilan lengkap dengan atau tanpa kontraksi uterus, tanpa dilatasi serviks
dan tanpa pengeluaran hasil konsepsi (Product of conception, POC). Selain itu,
ultrasonografi harus memperlihatkan adanya janin yang menunjukan tanda-
tanda kehidupan (misalnya, denyut jantung atau gerakan). Pada abortus iminens
hasil kehamilan yang belum viabel berada dalam bahaya tapi kehamilan terus
berlanjut. (Benson dan Pernoll, 2013)

Pada tipe ini terlihat perdarahan pervaginam. Pada 50% kasus, perdarahan
tersebut hanya sedikit serta berangsur-angsur akan berhenti setelah berlangsung
beberapa hari dan kehamilan berlangsung secara normal. (Helen Farrer, 2001)

b. Abortus Insipiens (Keguguran Berlangsung)


Abortus insipiens adalah perdarahan intrauterin sebelum kehamilan lengkap 20
minggu dengan dilatasi serviks berlanjut tetapi tanpa pengeluaran POC. Pada
abortus ini, mungkin terjadi pengeluaran sebagian atau seluruh hasil konsepsi
dengan cepat. Abortus dianggap insipiens jika ada dua atau lebih tanda-tanda
berikut :
Abortus insipiens ditandai oleh kehilangan darah sedang hingga berat, kontraksi
uterus yang menyebabkan nyeri kram pada abdomen bagian bawah dan dilatasi
seviks. Jika abortus tidak terjadi dalam waktu 24 jam, uterus harus dikosongkan
dengan menggunakan forceps ovum, alat kuret dan kanula penghisap, semua
bahan yang diperoleh pada tindakan ini dikirim untuk pemeriksaan histologi.
Antibiotic sering diberikan pada astadiumini.

MATERNITAS | 10
Sementara memenuhi semua aspek jasmaniah yang penting dalam perawatan
abortus insipiens, perhatian terhadap kebutuhan emosional dari wanita yang
mengalami abortus dan suaminya juga tidak boleh terlupakan. Privasi dan
beberapa kelonggaran pada rutinitas di rumah sakit harus sudah diatur untuk
memungkinkan pasangan suami istri tersebut berada bersama selama
menghadapi saat-saat sulitini. (Helen Farer, 2001) Abortus insipients merupakan
pengeluaran hasil konsepsi yang tidak dapat dicegah lagi, dimana peristiwa
tersebut sedang berlangsung disertai dengan mulas yang meningkat dan
perdarahan yang bertambah. Pada pemeriksaan inspekulum terlihat ostium
uterus terbuka dan kantung kehamilan menonjol ataupun terlihat aliran darah.
(Iryanti Bayu, 2015)

c. Abortus kompletus
Abortus kompletus terjadi kalau semua produk pembuahan-janin, selaput
ketuban dan plasenta sudah keluar perdarahan dan rasa nyeri kemudian akan
berhenti, serviks menutup dan uterus mengalami involusi. (Helen Farer, 2001)
Pada keadaan ini, hasil konsepsi keluar dari cavum uteri secara keseluruhan,
biasa terjadi pada kehamilan awal, pada saat plasenta belum terbentuk. Sehingga
memungkinkan hasil konsepsi keluar seluruhnya. Perdarah yang terjadi
meningkat seiring dengan mulas yang terjadi, hinnga hasil konsepsi
terkeluarkan seluruhnya dan ostium uteri akan tertutup serta perdarahan akan
berangsur-angsur berhenti. ( Irianti Bayu, 2015)

d. Abortus inkompletus
Abortus inkompletus berkaitan dengan retensi sebagian produk pembuangan
(hampir selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada kehamilan dini
seperti halnya pada kehamilan aterm. Dalam keadaan ini, perdarahan tidak
segera berkurang sementara servik tetap terbuka. (Helen Farrer, 2001) Abortus
inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi dengan meninggalkan
sisa konsepsi dalam Rahim sehingga menimbulkan keluhan perdarahan dan
nyeri pada bagian perut bawah. Pada pemeriksaan inspekulum didapati ostium
uteri membuka. Darah yang dikeluarkan disertai dengan jaringan dan tidak akan
berhenti hingga sisa konsepsi dikeluarkan. Jika sisa konsepsi tidak dikeluarkan
dapat menimbulkan infeksi pada ibu. (Irianti Bayu, 2015)

MATERNITAS | 11
e. Missed Abortion (aborsi tertunda)
Missed Abortion terjadi kalau sesudah mengalami abortus iminens, perdarahan
pervaginam berhenti namun produk pembuahan meninggal dan tetap berada
dalam Rahim. Tanda-tanda kehamilan berkurang lemah yaitu :payudara menjadi
lebih kecil dan lebih lunak, pertumbuhan uterus berhenti, dan wanita tersebut
tidak lagi merasa hamil. Sesudah beberapa minggu, secret kecoklatan dapat
terlihat keluar dari dalam vagina dan tanda-tanda eksternal kehamilan
menghilang. Hipofibrinogenemia dapat terjadi. Bekuan darah dari perdarahan
plasenta kadang-kadang memenuhi uterus untuk membentuk molakarneosa.
Efakuasi spontan akhirnya terjadi pada sekitar usia kehamilan 18 minggu dan
sebagian dokter beranggapan bahwa tindakan yang lebih aman pada missed
abortion adalah menunggu efakuasi spontan. Namun demikian, wanita yang
mengalami kejadian ini biasanya meminta dokter untuk mengeluarkannya
secepat mungkin setelah menyadari bahwa bayinya telah meninggal (halini bias
dimengerti) keadaan ini memberikan situasi yang sangat sulit. (Hellen Farrer,
2001)

Pada Missed Abortion janin telah meninggal tetapi hasil konsepsi masih ada
didalam Rahim selama beberapa jangka waktu yang lebih panjang (2 minggu
atau lebih). Gejala klinis yang muncul yaitu perdarahan bercak, terdapat nyeri
abdomen/ punggung (bias ada/bisa tidak), ostium uteri tertutup, kondisi pada
awal kehamilan normal tanpa disertai tanda kemungkinan dan dugaan
kehamilan. Tidak terjadi penambahan tinggi fundus uteri serta berangsur-angsur
Rahim menjadi kecil (akibat maserasi janin dan penyerapan cairan amnion),
kelenjar susu yang sebelumnya mengalami perubahan kembali keadaan semula,
wanita tertentu mengalami penurunan berat badan. Amenore menetap dan tidak
ada denyut jantung. (Irianti Bayu, 2015)

MATERNITAS | 12
f. Abortus akibat inkompetensi serviks

Abortus akibat inkompetensi serviks biasnya terjadi di sekitar usia 20 minggu


kehamilan. Serviks berdilatasi tanpa rasa nyeri dan kantong janin menonjol.
Pada kehamilan berikutnya, abortus dapat dicegah dengan membuat jahitan
seperti tali pada mulut kantung (purse-stringsuture) yang dilakukan dengan
pembiusan disekeliling servik pada titik temuan tararugae vagina danserviks
yang licin (jahitan shirodkar). Jahitan tersebut dibiarkan sampai kehamilan
berusia 38 minggu dan pada saat ini, jahitan dipotong sehingga persalinan
spontan diharapkanakan terjadi. Angka keberhasilan jahitan shirodkar mencapai
80% pada kasus-kasus inkompetensi serviks murni.
Kalau terapi tidak berhasil atau tidak cocok, jahitan yang lebih sulit dengan
menggunakan benang polivilin dapat dilakukan pada ostium interna ketika
wanita itu tidak hamil. Jahitan semacam ini tidak bisa dilepas sehingga wanita
tersebut harus menjalani section caesarea untuk melahirkan bayi berikutnya.

g. Abortus habitualis

Istilah ini digunakan kalau seorang wanita mengalami tiga kali atau lebih
abortus spontan yang terjadi berturut-turut. Penyebab abortus habitualis lebih
dari satu (multipel) dan sering terdapat lebih dari satu factor yang terlibat.

MATERNITAS | 13
Kesehatan umum yang jelek, penyakit/ infeksi yang kronis, anxietas,
inkompetensi serviks, dan gangguan hormonal semuanya merupakan unsure
penyebab yang bisa menimbulkan abortus. Kalau penyelidikan yang cermat
dapat menyingkirkan salah satu faktor-faktor ini saja, kehamilan berikutnya
kerap kali akan berlangsung baik hingga aterm. Istirahat yang tidakdipaksa akan
membawa hasil yang baik.(Helen Farrer, 2001)
Abortus habitualis adalah istilah yang diberikan ketika seorang ibu mengalami
abortus spontan sebanyak 3 kali atau lebih secara berurutan. Apabila wanita
tersebut sudah berulang kali mengalami aborsi, maka ia perlu dipertimbangkan
untuk mendapat konseling genetic dan pemeriksaan endokrinologi. (Irianti
Bayu, 2015)
h. Abortus septik/sepsis

Infeksi dapat mempersulit setiap jenis abortus karena resistensi normal saluran
genetalia pada hakikatnya tidak dapat saat ini. Abortus kriminalis (abortus
illegal yang dilakukan secara gelap) masih menjadi penyebab infeksi yang
paling sering karena tidak dilakukan secara aseptic. Factor lain yang terlibat
adalah keberadaan produk pembuahan, yaitu jaringan plasenta yang mati,
didalam Rahim. Infeksi dapat menyerang endometrium dan menyebar kebagian
lain secara langsung atau tidak langsung untuk menyebabkan peritonisis,
salpingitis, dan septicemia.(Hellen Farrer, 2001)

2. Abortus Provokatus (disengaja, digugurkan),


Abortus provokatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari
bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus
provocatus merupakan salah satu dari berbagai macam jenis abortus (Nainggolan
2006).

MATERNITAS | 14
Menurut Nainggolan (2006) dalam Kusmariyanto (2002), pengertian aborsi atau
abortus provokatus adalah penghentian atau pengeluaran hasil kehamilan dari rahim
sebelum waktunya. Dengan kata lain “pengeluaran” itu dimaksudkan bahwa
keluarnya janin disengaja dengan campur tangan manusia, baik melalui cara
mekanik atau obat.
Klasifikasi abortus provokatif adalah :
a. Abortus terapeutik (Medicinalis)

Adalah abortus yang dilakukan atas pertimbangan/indikasi kesehatan wanita,


dimana bila kehamilan itu dilanjutkan akan membahayakan dirinya, contohnya
pada wanita dengan penyakit jantung, hipertensi, ginjal dan korban perkosaan
(masalah psikis). Dapat juga dilakukan atas pertimbangan kelainan janin yang
berat.
Abortus terapeutik adalah pengakhiran kehamilan sebelum saatnya janin mampu
hidup dengan maksud melindungi kesehatan ibu. Antara indikasi untuk
melakukan abortus therapeutik adalah apabila kelangsungan kehamilan dapat
membahayakan nyawa wanita tersebut seperti pada penyakit vaskular
hipertensif tahap lanjut dan invasive karsinoma pada serviks. Selain itu, abortus
terapeutik juga boleh dilakukan pada kehamilan akibat perkosaan atau akibat
hubungan saudara (incest) dan sebagai pencegahan untuk kelahiran fetus dengan
deformitas fisik yang berat atau retardasi mental (Cunningham et al., 2005).
Syarat-syarat abortus terapeutik :
1) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ahli dan berwenang
2) Meminta pertimbangan ahli (medis, agama, hukum, psikologi)
3) Melakukan inform consent
4) Saran kesehatan memadai
5) Prosedur tidak dirahasiakan
6) Dokumen medis harus lengkap

MATERNITAS | 15
b. Abortus Elektif (voluntary)

Abortus elektif atau sukarela adalah pengakhiran kehamilan sebelum janin


mampu hidup atas dasar permintaan wanita, dan tidak karena kesehatan ibu
yang terganggu atau penyakit pada janin (Pritchard et, al., 1991)
Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005), abortus terapeutik dapat
dilakukan dengan cara:
1) Kimiawi – pemberian secara ekstrauterin atau intrauterin obat abortus,
seperti: prostaglandin, antiprogesteron, atau oksitosin.
2) Mekanis:
a) Pemasangan batang laminaria atau dilapan akan membuka serviks
secara perlahan dan tidak traumatis sebelum kemudian dilakukan
evakuasi dengan kuret tajam atau vakum.
b) Dilatasi serviks dilanjutkan dengan evakuasi, dipakai dilator Hegar
dilanjutkan dengan kuretasi.
c) Histerotomi / histerektomi.
d)
D. Tanda dan Gejala
Secara umum tanda dan gejala terjadinya obortus yaitu :
1. Terjadinya kontraksi uterus/rahim
2. Terjadinya perdarahan uterus/rahim
3. Dilatasi serviks (pelebaran mulut rahim)
4. Ditemukan sebagian atau seluruh hasil konsepsi/pembuahan

MATERNITAS | 16
Adapun tanda dan gejala dari jenis-jenis abortus diantaranya adalah :
1. Imminens
a. Terdapat keterlambatan datang bulan
b. Seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu
c. Terdapat perdarahan sedikit pada vagina,
d. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai
sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi.
e. Pada pemeriksaan dijumpai besarnya rahim sama dengan umur kehamilan dan
terjadi kontraksi otot rahim
f. Hasil periksa terdapat perdarahan dari kanalis servikaslis, dan kanalis servikalis
masih tertutup dapat dirasakan kontraksi otot rahim.
g. Hasil pemeriksaan tes kehamilan masih positif

2. Inspiens
a. Wanita hamil ditemukan perdarahan banyak,
b. kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri, perut mulas atau sakit
lebih hebat karena kontraksi rahim kuat
c. Ditemukan adanya kanalis servikalis terbuka atau dilatasi serviks sehingga jari
pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba
d. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu
e. Jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus
segera dilakukan.
f. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini
merupakan kontraindikasi (sastrawinata et al., 2005).

3. Inkomplit
a. Perdarahan memanjang sampai terjadi keadaan anemi
b. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat
c. Terjadi infeksi, ditandai dengan suhu tinggi
d. Dapat terjadi degenerasi ganas (kario karsinoma)
e. Hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal
(biasanya jaringan plasenta).
f. Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu.

MATERNITAS | 17
g. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang
dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan
berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu
merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens

4. Kompletus
a. Hasil konsepsi lahir dengan lengkap
b. Uterus telah mengecil
c. Perdarahan sedikit atau segera berkurang
d. Canalis servikalis telah tertutup atau serviks dengan segera menutup kembali.
e. Setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan
berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan
epitelisasi telah selesai.

5. Missed abortion
a. Janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2
bulan atau lebih.
b. Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorsi air ketuban dan
maserasi janin
c. Buah dada mengecil kembali
d. Pada abortus tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit
yang berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah
tinggi,malahan tambah rendah
e. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit (Mochtar, 2000).

6. Abortus habitualis
a. Abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih
b. Dilakukan tes Histerosalfingografi untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus
submukosa dan anomali kongenital.
c. BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak
gangguan glandula thyroidea.

MATERNITAS | 18
7. Abortus septik
a. Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di luar
rumah sakit.
b. Kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan
c. Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri tekan dan
leukositosis.
d. Pada abortus septik : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi kecil dan
cepat, tekanan darah turun sampai syok. (Mochtar 2000)

8. Abortus akibat inkompetensi serviks


a. Abortus yang disertai dengan gejala dan tanda infeksi alat genitalia, seperti
panas, takikardi, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar,
lembek serta nyeri tekan, dan adanya leukositosis.
b. Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadang-kadang menggigil.
c. Demam tinggi, dan tekanan darah menurun.
d. Untuk mengetahui kuman penyebab perlu dilakukan pembiakan darah dan getah
pada serviks uteri.

MATERNITAS | 19
E. Pathofisiologi

Abortus spontan Abortus provokatus

Ab. Imminens Ab. Medisinalis Intoleran aktivitas

Ab. Insipiens Ab. Kriminalis

Ab. Inkompletus
Gangguan rasa nyaman
Ab. Komplitus

Missed abortion
Nyeri abdomen

Ansietas
Curetase Kurang pengetahuan

Jaringan terputus/terbuka Resiko infeksi


Post anastesi

Penurunan syaraf oblongata Nyeri


Invasi bakteri
gangguan pemenuhan ADL

Penurunan syaraf negative Perdarahan

Peristaltic? Penyerapan cairan di kolon? Kekurangan volume


cairan resiko infeksi
resiko syok (hipovilemik)
Gangguan eliminasi
(konstipasi)

MATERNITAS | 20
Patofisiologi abortus pada awalnya terjadi Karena perdarahan pada desidua basalis,
diikiuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya, kemudian sebagian atau seluruh hasil konsepsi
terlepas. Karena dianggap benda asing uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkannya.
Pada kehamilan dibawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, Karena vili
korialis belum menembus desidua terlalu dalam. Pada kehamilan 8-14 minggu, vili
korialis telah masuk agak dalam, sehingga sebagian akan keluar sebagian lagi akan
tinggal atau melekat pada uterus. Hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari aktivitas
kontraksi dan retraksi myometrium menyebabkan terjadi perdarahan.

Ketika plasenta, seluruh atau sebagian tertinggal didalam uterus, akan menimbulkan
perdarahan yang terjadi seketika ataupun kemudian. Abortus biasanya disertai oleh
perdarahan kedalam desidua basalis dan nekrosis dijaringan dekat tempat perdarahan.
Hasil konsepsi terlepas, hal ini memicu kontraksi uterus yang menyababkan ekspulasi.
Apabila kantung dibuka biasanya dijumpai janin kecil yang mengalami maserasi dan
dikelilingi oleh cairan, atau mungkin tidak tampak janin didalam kantung dan disebut
blighted ovum. (Irianti Bayu.dkk, 2013)

Sebagian besar abortus spontan terjadi setelah kematian janin yang akan diikuti adanya
perdarahan pada desidua basalis, lalu akan terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada
daerah implantasi. Hasil konsepsi akan terlepas seluruhnya atau sebagian yang akan
dianggap sebagai nemda asing didalam Rahim, dan hal inilah yang menyebabkan
kontraksi. Seringkali fetus tak tampak (blighted ovum). Perlu ditekankan bahwa pada
abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama 2 minggu sebelum
perdarahan, Maka dari itu ada yang menganggap bahwa pengobatan untuk
mempertahankan bayi kurang tepat jika telah terjadi perdarahan banyak. Sebelum
minggu kesepuluh biasanya hasil konsepsi dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini
disebabkan Karena sebelum 10 vili korealis belum melekat erat kedalam desidua hingga
telur bisa terlepas seluruhnya.
Antara minggu ke 10-12 korion tumbuh dengan cepat dan vili korealis melekat dengan
erat ke desidua sehingga saat abortus sering terdapat sisa-sisa konsepsi yang tertinggal
dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin
dikeluarkan dalam berbagai bentuk, kantong kecil dengan bentuk janin yang tak jelas
(blighted ovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola krueta, fetus kompresus,
meserasi atau fetus papiraseus. (Setyaningrum Erna, 2013)

MATERNITAS | 21
Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara:
1. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan sisa
desidua.
2. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion dan
desidua.
3. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin ke luar,
tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang dikeluarkan).
4. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh. Kuretasi
diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan atau infeksi lebih
lanjut.

F. Faktor Penyebab
Penyebab terjadinya aborsi spontan sangatlah bervariasi dan seringkali merupakan cara
alami mengeluarkan janin yang tidak sempurna. Studi secara mikroskopik terhadap
materi yang dikeluarkan dalam kasus ini memperlihatkan bahwa penyebab aborsi
spontan yang paling sering adalah adanyan kelainan bawaan pada hasil konsepsi.
Kelainan ini dapat berupa embrio yang abnormal, trofoblas yang abnormal, atau
keduanya.
Pada aborsi trimester pertama, 80% aborsi tersebut dikatakan dengan beberapa
kelainanpada embrio ata trofoblas yang tidak dapat bertahan hidp atau dapat
mengakibatkan anak yang tidak dapat terbentuk dengan sempurna. Insidensi
abnormalitas yang terjadi akibat kesalahan kromosom pada trimester kedua adalah
sekitar 53% (Cunningham et al., 1993), biasanya sulit jika mungkin dilakukan, untuk
menentukan apakah plasma germinal spermatozoa atau ovum yang salah.( Redder
J.Sharon dkk, 2014)
Sebab-sebab abortus spontan :
1. Abnormalitas embrio atau janin merupakan penyebab paling sering untuk abortus
dini dan kejadian ini kerapkali disebabkan oleh cacat kromosom.
2. Abnormalitas uterus yang mengakibatkan kalinan kavum uteri atau halanhan
tetrhadap pertumbuhan dan pembesaran uterus, misalnya fibroid, malformasi
kongenital, prolapses, atau retroversion uteri.
3. Kerusakan pada serviks akibat robekan yang dalam pada saat melahirkan atau akibat
tindakan pembedahan (dilatasi, amputasi).

MATERNITAS | 22
4. Penyakit-penyait maternal dan penggunaan obat: penyakit mencakup infeksi virus
akut, panas tinggi dan inokulasi, misalnya pada vaksinasi terhadap penyakit cacar.
Nefritis kronis dan gagal jantung dapat mengakibatkan anoksia janin. Kesalahan
pada metabolisme asam folat yang diperlukan untuk perkembangan janin akan
mengakibatkan kematian janin. Obat-obat tertentu, khususnya preparat sitotoksik,
akan mengganggu proses normal pembelahan sel yang cepat. Prostaglandin akan
menyebabkan abortus dengan merangsang kontraksi uterus.
5. Trauma, tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri. Hubungan seksual
khususnya jika terjadi orgasme, dapat menyebabkan abortus pada wanita dengan
riwayat keguguran berkali-kali.
6. Factor-faktor hormonal, misalnya penurunan sekresi progesterone diperkirakan
sebagai penyebab terjadinya abortus pada usia kehamilan 10-12 minggu yaitu
plasenta mengambil alih fungsi korpus luteum dalam produksi hormone.
7. Sebab-sebab psikosomatik: stress dan emosi yang kuat diketahui dapat
mempengaruhi fungsi uterus lewat system hipotalamus-hipofise. Banyak dokter
obstetric yang melaporkan kasus-kasus abortus spontan dengan riwayat stress, dan
biasanya mereka juga menyebutkan kehamilan yang berhasi baik (pada wanita
dengan riwayat stress berat) setelah kecemasan dihilangkan.

G. Komplikasi
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah. kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robeka pada rahim, misalnya abortus provokartus
kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi
harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan
apakah ada yang diperlukan alat-alat lain.
3. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat.

MATERNITAS | 23
4. Infeksi
Pada genitalia eksterna dan vagina terdapat flora normal, khususnya pada genitalia
eksterna yaitu staphylococi, sterptococi, gram negatif, enteric bacilli, mycoplasma,
trepornema (selain T, paliidum), leptospira, jamur, trikomonas vaginalis, sedangkan
pada vagina ada lactobacilli, streptococi, staphilococi, gram negatif, enteric bacilli,
clostridium sp, bacteroides sp, listeria dan jamur. Umunnya pada abortus infeksiosa,
infeksi terbatas pada desidua.
5. Kematian
Abortus berkontribusi terhadap kematian ibu sekitar 15%. Data tersebut sering kali
tersembunyi dibalik data kematian ibu akibat perdarahan atau sepsis. Data lapangan
menunjukan bahwa sekitar 60-70% kematian ibu disebabkan karena perdarahan,
dan sekitar 60% kematian akibat perdarahan tersebut, atau sekitar 35-40% dari
seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan post partum. Sekitar 15-20%
kematian itu disebabkan oleh sepsis.

H. Penatalaksanaan
1. Abortus spontan
a. Abortus imminens (SetiaNingrum Erna 2013)
1) Bed rest, tidak perlu penobatan khusus atau tirah baring total
2) Jangan melakukan aktivitas fisik brebihan
3) Kurangi hubungan seksual
4) Tidak perlu terapi hormonal baik estrogen maupun progesteron
5) Tidak perlu pemberian tokolitika (salbutamol dan indometasin)
6) Pemberian fenobarbital 3x30 mg/hari
7) Pemberian papaverin 3x40 mg/hari
8) Observasi perdarahan (jike berhenti : lakukan asuhan antenatal seperti biasa,
lakukan penilaian jika terjadi perdarahn lagi. Jika terus berlangsung : nilai
kondisi janin lewat uji kehamilan atau usg, konfirmasi penyebab lain jika
ditemukan ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan)
b. Abortus imminens Helen Farrer 2001
1) tirah baring dan penggunaan sedatif selama paling sedikit 48 jam
2) observasi yang cermat terhadap warna dan jenis darah atau jaringan yang
keluar dari vagina
3) Preparat enema dan laksatif tidak boleh diberikan

MATERNITAS | 24
4) Pemeriksaan USG terhadap isi uterus dikerjakan pada stadium ini dan dapat
diulangi 2 minggu kemudian.
5) Tidak melakukan hubungan seksual
2. Abortus Insipiens
a. Abortus insipiens Helen Farrer 2001
1) tirah baring total
2) Tindakan dan observasi yang cermat terhadap semua bahan yang keluar dari
vagina.
3) Pengawasan sering yang akurat terhadap tanda-tanda vital (suhu tubuh,
denyut nadi, frekuensi respirasi, tekanan darah)
4) Peredaan rasa nyeri
5) Makanan dan mungkin pola minuman tidak boleh diberikan karena pada
keadaan ini dapat diperlukan anastesi umum
6) Ergometrin (obat yang diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus)
7) Darah diambil untuk pemeriksaan Hb, golongan darah, dan pencocokan
silang

b. Erna Setia Ningrum 2013


jika usia kehamilan <16 minggu, evaluasi uterus dengan AVM jika evaluasi
tidak dapat dilakukan segera lakukan :
1) Pemberian ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit jika
perlu), atau pemberian misoprostol 400 mg/oral (dapat diulang setelah 4 jam
jika perlu)
2) Segera lakuakan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus jika
usia kehamilan >16 minggu
3) Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi
4) Jika perlu pasang infus 20 IU oksitosin dalam RL atau garam fisiologi 500
ml IV, dengan kecepatan 40 tetes/menit
5) Tetap pantau kondisi setelah penanganan
6) Pasang infus D5% = oksitosin 10 IU

MATERNITAS | 25
c. Muchtar 1998
1) Bila ada tanda-tanda syok maka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan
transfuse darah.
2) Jaringan dikeluarkan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase.
Setelah itu, beri obat-obat uterotonika dan antibiotika.

3. Abortus inkompletus
a. Abortus inkompletus Erna Setia Ningrum 2013
1) Tentukan besar uterus, kenali dan atasi setiap komplikasi (perdarahan hebat,
syok, infeksi)
2) Keluarkan sisa konsepsi secara digital atau dengan menggunakan cunam
ovum dan evluasi perdarahan
3) Jika perdarahan berhenti, berikan ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol
400 mg/oral
4) Jika perdarahan terus berlangsung evaluasi sisa hasil konsepsi dengan AVM
5) Jika terdapat tanda-tanda infeksi berikan anti biotik propilaksis
6) Jika terjadi perdarahan hebat <16 minggu, segera evaluasi dengan AVM
7) Bila pasien tampak anemik berikan sulfas ferrosus 600 mg/hari selama 2
minggu atau transfusi darah

b. Abortus inkompletus Helen Farrer 2001


1) Terapi, asuhan keperawatan dan observasi pada abortus ini dilakukan sama
dilakukan dengan abortus insipiens. namun demikian rupa evakuasi uterus
harus segera dikerjakan setelah diagnosis ditegakkan untuk mencegah
pergerakan lebih lanjut
2) Perhatian khusus diberikan pada hygiene vulva
3) Pada sebagian kasus, supresi laktasi mungkin diperlukan.
4) Preparat gamaglobulin anti-D diberikan pada wanita dengan Rh-negatif

c. Muchtar 1998
1) Bila ada tanda-tanda syok maka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan
transfuse darah.
2) Jaringan dikeluarkan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase.
Setelah itu, beri obat-obat uterotonika dan antibiotika

MATERNITAS | 26
4. Abortus Kompletus
a. Abortus kompletus Erna Setia Ningrum 2013
1) Tidak perlu evaluasi
2) Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak
3) Bila kondisi baik, cukup berikan ergometrin 3x1 tablet/hari selama 3 hari
4) Tetap pantau kondisi ibu setelah penanganan
5) Bila terjadi anemia sedang berikan sulfasterosus teblet 600 mg/hari selama 2
minggu dan anjurkan untuk konsumsi makanan yang bergizi
6) Untuk anemia berat lakukan transfusi darah
7) Bila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberikan antibiotik atau
apabila khawatir akan infeksi dapat diber antibiotik profilaksis
8) Lakukan konseling pasca abortus dan lakukan pemantauan lebih lanjut.
b. Mochtar 1998
1) Seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga
rahim kosong
2) Terapi yang diberikan hanya uterotonika.

5. abortus septik
a. Abortus septik Erna Setia Ningrum 2013
1) Resusitasi dan perbaikan keadaan umum ibu
2) Berikan antibiotik spectrum luas dosis tinggi
3) Keluarkan sisa konsepsi dalam 6 jam
b. Abortus septik Helen Farrer 2001
1) Pemeriksaan swab tinggi pada vagina dilakukan untuk kultur dan terapi
antibiotik dimulai
2) Produk yang tertahan dikosongkan dengan kuretase (atau jika usia kehamian
sudah lebih dari 12 minggu)
3) Kuretase baru akan dilakukan 12-14 jam kemudian untuk menunggu kerja
antibiotik, kecuali jika terdapat pula perdarahan yang hebat

MATERNITAS | 27
6. Abortus habitualis
a. Abortus habitualis Erna Setia Ningrum 2013
1) Perbaiki keadaan umum
2) Lakukan pemeriksaan dan evaluasi tanda-tanda vital
3) Bila ibu hipotensi berikan infus NS
4) Berikan O2 bila ada indikasi
5) Berhatikan dan anjurkan diet sempurna
6) Anjurkan istirahat
7) Anjurkna untuk tidak koitus/olahraga sampai keadaan memungkinkan
8) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian hormon progesteron, vitamin,
hormon tyroid
9) Konseling dan motivasi untuk memperbaiki keadaan psikologis
10) Lakukan pengiriman jaringan ke RS untuk diperiksa

b. Abortus habitualis prof. dr moch anwar


1) Analisis sitogenetik parenteral lupus dan lupus antikoagulan dan antibodi
antikardiolipin
2) Pemeriksaan kariotipe sebaiknya dilakukan terhadap pasangan yang
mengalami abortus berulang untuk merencanakan kehamilan berikutnya
3) Evaluasi kadar glukosa dan hb AIC diindikasi untuk perempuan yang
diketahui atau dicuragai diabetes mellitus
4) Resiko abortus habitualis yang meningkat pada perempuan dengan sindroma
dengan polistik ovarium dapat dikurangi dengan pemberian metformin
5) Pemeriksaan serologis secara rutin, kulturservikal, dan biopsi endometrium
untk mendeteksi adanya infeksi pada perempuan dengan riwayat abortus
habitualis tidak dianjurkan
6) Evaluasi terbatas pada perempuan yang secara klinis menderita serviksitis,
bakterial vaginsis kronik atau berulang, atau adanya keluhan infeksi panggul

c. Mochtar 1998
1) Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar
hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya.
2) Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan.

MATERNITAS | 28
7. Missed Abortion
a. Missed abortion Erna Setia Ningrum 2013
1) Keluarkan jaringan konsepsi dengan laminaria, dan stimulasi kontraksi
uterus dengan oksitosin
2) Jika diputuskan untuk melakukan tindakan kuretase, harus sangat berhati-
hati karena jaringan telah mengeras dan dapat terjadi gangguan pembekuan
darah akibat hipofibrinogenemia.

b. Muchtar 1998
1) Obat diberi dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua dapat
dikeluarkan, kalau tidak berhasil, dilatasi dan kuretase dilakukan.
2) Histerotomia anterior juga dapat dilakukan dan pada penderita, diberikan
tonika dan antibiotika.

8. Abortus inkopeten serviks


Terapinya adalah operatif yaitu operasi Shirodkar atau McDonald (Mochtar, 1998).

MATERNITAS | 29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata abortus (aborsi, abortion) berasal dari bahasa latin aboriri-keguguran (to
miscarry). Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak
direncanakan, diduga atau terjadi tiba-tiba gugurnya janin dalam kandungan sebelum
janin dapat hidup diluar rahim. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.Sebagai batasan ialah
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Bantuk
Hadijanto,2008).

Etiologi dari aborsi yaitu ada faktor genetik, infeksi, mekanik, hormonal, autoimun,
dan lingkungan. Adapun jenis-jenis dari abortus yaitu abortus spontan yang terbagi
menjadi 1) abortus imminens 2) abortus insipien 3) abortus komplit 4)abortus
inkomplit 5) missed abortus 6) abortus habitualis 7) abortus inkompetensi serviks 8)
abortus sepsis/septik. Selain itu ada abortus provokatis yaitu 1) abortus therapeutik 2)
abortus elektif.
Secara umum tanda dan gejala terjadinya obortus yaitu :
1. Terjadinya kontraksi uterus/rahim
2. Terjadinya perdarahan uterus/rahim
3. Dilatasi serviks (pelebaran mulut rahim)
4. Ditemukan sebagian atau seluruh hasil konsepsi/pembuahan

Patofisiologi abortus pada awalnya terjadi Karena perdarahan pada desidua basalis,
diikiuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya, kemudian sebagian atau seluruh hasil
konsepsi terlepas. Karena dianggap benda asing uterus akan berkontraksi untuk
mengeluarkannya.

MATERNITAS | 30
Faktor penyebab dari abortus yaitu Pada aborsi trimester pertama, 80% aborsi tersebut
dikatakan dengan beberapa kelainanpada embrio ata trofoblas yang tidak dapat
bertahan hidp atau dapat mengakibatkan anak yang tidak dapat terbentuk dengan
sempurna. Insidensi abnormalitas yang terjadi akibat kesalahan kromosom pada
trimester kedua adalah sekitar 53%.
Komplikasi dari abortus adalah syok, perdarahan, kematian, perforasi, infeksi.
Adapun penatalaksanaan dari abortus namun penatalaksaan tersebut harus disesuaikan
dengan kejadian abortus yang dialami.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini penyusun berharap bahwa seluruh mahasiswa/i mampu
untuk memahami dan dapat mengimplementasikan baik dari konsep dan penjabaran
kasus yang telah diberikan dalam bentuk asuhan keperawatan.

MATERNITAS | 31
DAFTAR PUSTAKA

Anwar Mochamad. 2014. Ilmu Kandungan, Edisi 2 Cetakan Kedua. Jakarta : PT BINA
PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARDJO

Benson dan Pernoll’s. 2013. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi, Edisi 9. Jakarta : EGC

Cunningham, dkk. 2013. Obstetri Williams, Volume 1 Edisi 23. Jakarta : EGC

Farrer Helen. 2001. Perawatan Maternitas, Edisi 2. Jakarta : EGC

Irianti Bayu, dkk. 2015. Asuhan Kehamilan Berdasarkan Bukti. Jakarta : Sagung Seto

Redder J.Sharon, dkk. 2014. Keperawatan Maternitas : Kesehatan Wanita, Bayi dan
Keluarga, Vol 2. Jakarta : EGC

Setyaningrum Erna. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternitas (Asuhan Kebidanan


Patologi), Buku 1. Jakarta : In Media

Elisa, Fibriana. 2017. Faktor kejadian abortus spontan, Epidemiologi dan Biostatistika,
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri
Semarang http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

MATERNITAS | 32

Anda mungkin juga menyukai