Anda di halaman 1dari 44

HUBUNGAN ANTARA PEER GROUP DAN REGULASI

EMOSI DENGAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA


AWAL DI KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2020

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh


Gelar Sarjana pada Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Oleh :
LARAS NURAZIZAH
CKR0160026

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat Nya
penyusun masih diberi kesehatan sehingga modul ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Modul yang berjudul “Modul Asuhan Keperawatan dengan
Abortus” ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah
keperawatan dasar profesi.

Kami menyadari bahwa modul ini tidaklah sempurna oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi
kesempurnaan modul ini dimasa akan datang.

Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan
pembaca pada umumnya. Dan semoga modul ini dapat dijadikan sebagai bahan
untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan pembaca.

Kuningan,28 Januari 2021

Penulis

1
ABORTUS

I. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa mampu memahami dan
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan Abortus.

II. Tujuan Khusus


1. Mengetahui Pengertian abortus
2. Mengetahui Jenis abortus
3. Mengetahui Patofisiloginyaabortus
4. Mengetahui Penyebab abortus
5. Mengetahui Uji diagnostic abortus
6. Mengetahui Penatalaksanaan medis abortus
7. Mengetahui Asuhan keperawatan abortus
III. Konsep Penyakit

A. Pengertian

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat akibat


tertentu pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu
atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan
(Elisabeth, 2015) .

Sedangkan menurut (Yulaikha Lily, 2015) bahwa abortus adalah


berakhirnya suatu kehamilan akibat faktor tertentu atau sebelum
kehamilan tersebut berusia 20 minggu atau buah kehamilan belum
mampu untuk hidup diluar kandungan.

Dapat disimpulkan dari beberapa penelitian diatas abortus adalah


berakhirnya suatu kehamilan atau buah kehamilan belum mampu
hidup diluar kandungan sebelum janin berusia 20-22 minggu.

B. Etiologi
1. Faktor genetik
Faktor genetik (kromosom) merupakan faktor yang paling
sering menyebakan abortus, yaitu sekitar 70% dalam 6 minggu
pertama , 50% sebelum 10 minggu dan 5% setelah 12 minggu
kehamilan. Kelainan kromosom dapat dibedakan atas kelainan
jumlah kromosom dan struktur kromosom yang terjadi saat
fertilasi atau pun saat implantasi (Irianti, B; dkk, 2014: 72).
2. Faktor infeksi
Infeksi adalah penyebab kedua abortus, yaitu dengan prevalensi
15%. Infeksi disebabkan oleh kuman yang menginfeksi indung
telur, endometerium (listeria, toksoplasma, ricketsia,
mikoplasma), infeksi virus (rubella, helpes, CMV, HbAv),
infeksi nonspesifik (colibacilli), infeksi lokal (servistis dan
endometritis), dan malaria. Infeksi dapat mengakibatkan jika

1
infeki terjadi pada plasenta dapat berakibat pada infusiensi
plasenta dan menyababkan kematian janin.
3. Faktor mekanik
a. Ovum : kehamilan kembar, hidamnion yang menyebabkan
overdistensi rahim, kontraksi dilatasi serviks dan pecah
selaput ketuban.
b. Rahim : hipoplasia dan hipotropi, cacat bawaan pada ibu
dengan riwayat abortus ditemukan anomali uterus sebanyak
27%. Penyebab abortus terbanyak adalah septum rahim
(60%), uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis.
Mioma uteri bisa menyebabkan abortus berulang.
c. Serviks inkompetensi : meyebabkan 30% dari abortus pada
trimester II.
4. Faktor hormonal
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Osmanagoglu (2010)
bahwa kadar ß-HCG yang tinggaldan kadar progesteron rendah
(<15mg/ml) akan berisiko terjadinya abortus. Selain itu ibu
dengan ketergantungan insulin dan glikosa yang tidak
terkontrol pada diabetes mempunyai peluang 2-3 kali lipat
mengalami abortus.
5. Faktor autoimun
Lebih dari 80% kasus abortus terjadi akibat dari kelainan dalam
imunologi (Caulam,2011). Terdapat hubungan yang nyata
antara abortus berulang dengan penyakit autoimun, misalnya
sistematic lupus erithematosus (SLE) dan anti phospolipid
antibodyes (aPA).
6. Lingkungan
Kelainan janin sebanyak 1-10% diakibatkan paparan obat,
bahan kimia, radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus.
Rokok dapat menyebabkan hambatan pada sirkulasi
uteroplasenter seperti halnya karbon monoksida yang dapat

1
menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin sehingga dapat
meningkatkan terjadinya abortus.
7. Faktor usia
Pada penelitian yang dilakukan oleh Grande (2012) 29%
kejadian abortus terjadi pada usia >35 tahun akibat anomaly
struktur genetik, 57% akibat kelainan trisomik.
8. Faktor berat badan ibu
Ibu dengan IMT lebih memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar
terjadi abortus. (Low, 2012)
Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor.
Umumnya abortus didahului oleh kematian janin menurut
(Sastrawinata, dkk, 2005) penyebab abortus antara lain:
1. Faktor janin
Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah
gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan
tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama,
yakni :
1) Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum) kerusakan embrio,
atau kelainan kromosom (monosomi, trisomy atau poliploidi).
2) Embrio dengan kelainan local
3) Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas).
2. Faktor maternal
a) Infeksi
Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang sedang
berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal
trimester kedua. Tidak diketahui penyebab kematian janin
secara pasti, apakah janin yang terinfeksi ataukah toksin yang
dihasilkan oleh mikroorganisme penyebabnya. Penyakit-
penyakit yang dapat menyebabkan abortus :

1
1) Virus, misalnya rubella, sitomegalovirus, virus herpes
simpleks, varicella zoster, vaccinia, campak, hepatitis, polio
dan ensefalomielitis.
2) Bakteri, misalnya salmonella typhi
3) Parasit, misalnya toxoplasma gondii, plasmodium.
b) Penyakit vascular,misalnya hiprtensi vascular
c) Kelainan endokrin
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesterone tidak
mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid, defisiensi
insulin.
d) Faktor imunologis
Ketidakcocokan (inkompabilitas) system HLA (Human
Leukocyte Antigen)
e) Trauma
Kasusnya jarang terjadi umumnya abortus terjadi segera setelah
trauma tersebut, misalnya akibat trauma pembedahan.
f) Kelainan uterus
Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa)
serviks inkompeten atau retroflexio uteri gravidi incarcerate.
g) Faktor psikomotorik
3. Faktor eksternal
1) Radiasi
Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama
dapat merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat
menyebabkan keguguran.
2) Obat-obatan
Antagonis asam folat, antikoagulan dan lain-lain. Sebaiknya
tidak menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan 16
minggu, kecuali telah dibuktikan bahwa obat tersebut tidak
membahayakan janin, atau untuk pengobatan penyakit ibu yang
parah.

1
3) Bahan-bahan kimia lainnya , seperti bahan yang mengandung
asam dan benzen.

C. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Alat reproduksi internal pada wanita

Gambar 2. Alat reproduksi eksternal pada wanita

Vagina

1
Vagina menghubungkan genitalia eksterna dengan genitalia
interna. Introitus vaginae tertutup pada himen (selaput dara), suatu
lipatan selaput setempat. Pada seorang virgo selaput daranya masih
utuh, dan lubang selaput dara (hiatus himenalis) umumnya hanya
dapat dilalui oleh jari kelingking.

Pada koitus pertama himen robek di beberapa tempat dan


sisanya dinamakan karunkulae mirtiformes. Bentuk lain yang
ditemukan pada himen ialah hymen kribriformis (menunjukkan
beberapa lubang), himen septus, dan sebagainya; kadang-kadang
himen tertutup sama sekali (himen imperforatus). Besarnya lubang
himen tidak menentukan apakah wanita tersebut masih virgo atau
tidak.

Hal ini baik diketahui sehubungan dengan kedokteran


kehakiman. Di Indonesia keutuhan selaput dara pada seorang
gadis/virgo masih dihargai sekali; maka selayaknya para dokter
memperhatikan hal ini. Pada seorang gadis yang memerlukan
pemeriksaan ginekologik sebaiknya dilakukan pemeriksaan rektal.
Vagina berukuran di depan 6,5 cm dan dibelakang 9,5 cm,
sumbunya berjalan kira-kira sejajar dengan arah pinggir bawah
simfisis ke Promontorium. Arah ini penting diketahui jika
memasukkan jari ke dalam vagina pada pemeriksaan ginekologik.

Pada pertumbuhan janin dalam uterus 2/3 bagian atas vagina


berasal dari duktus Miilleri (asal dari entoderm), sedangkan 1/3
bagian bawahnya dari lipatan-lipatan ektorderm. Hal ini penting
diketahui dalam menghadapi kelainan-kelainan bawaan. Epitel
vagina terdiri atas epitel skuamosa dalam beberapa lapisan. Lapisan
tidak mengandung kelenjar, akan tetapi dapat mengadakan
transudasi. Pada anak kecil epitel itu amat tipis, sehingga mudah
terkena infeksi, khususnya oleh gonokokkus.

1
Mukosa vagina berlipat-lipat horisontal; lipatan itu
dinamakan ruga di tengah-tengah bagian depan dan belakang ada
bagian yang lebih mengeras, disebut kolumna rugarum. Ruga-ruga
jelas dapat dilihat pada VS bagian distal vagina pada seorang virgo
atau nullipara, sedang pada seorang multipara lipatan-lipatan untuk
sebagian besar hilang. Di bawah epitel vagina terdapat jaringan ikat
yang mengandung banyak pembuluh darah. Di bawah jaringan ikat
terdapat otot-otot dengan susunan yang serupa dengan susunan otot
usus.

Sebelah luar otot-otot terdapat fasia (jaringan ikat) yang akan


berkurang elastisitasnya pada wanita yang lanjut usianya. Di sebelah
depan dinding vagina bagian bawah terdapat urethra sepanjang 2,5-4
cm. Bagian atas vagina berbatasan dengan kandung kencing sampai
ke forniks vaginae anterior. Dinding belakang vagina lebih panjang
dan membentuk forniks posterior yang jauh lebih luas daripada
forniks anterior. Di samping kedua forniks itu dikenal pula forniks
lateralis sinistra dan dekstra. Umumnya dinding depan dan belakang
vagina dekat mendekati. Pada wanita yang telah melahirkan anak,
pada kedua dinding vagina sering ditemukan tempat yang kondor
dan agak merosot (sistokele dan rektokele). Pada seorang virgo
keadaan ini jarang ditemukan.

Uterus

Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah advokat


atau buah peer yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah
7-7,5 cm, lebar di tempat yang paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5
cm. Uterus terdiri atas korpus uteri (% bagian atas) dan serviks uteri
(VS bagian bawah). Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum
uteri), yang membuka ke luar melalui saluran (kanalis servikalis)
yang terletak di serviks. Bagian bawah serviks yang terletak di

1
vagina dinamakan porsio uteri (pars vaginalis servisis uteri),
sedangkan yang berada di atas vagina disebut pars supravaginalis
servisis uteri. Antara korpus dan serviks masih ada bagian yang
disebut isthmus uteri.

Bagian atas uterus disebut fundus uteri, di situ tuba Fallopii


kanan dan kiri masuk ke uterus.Dinding uterus terdiri terutama atas
miometrium, yang merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah
luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua
lapisan ini beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat
berkontraksi dan berrelaksasi.

Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan


kelenjar, disebut endometrium.Endometrium terdiri atas epitel
kubik, kelenjar- kelenjar, dan stroma dengan banyak pembuluh-
pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Di korpus uteri endometrium
licin, akan tetapi di serviks berkelok-kelok; kelenjar- kelenjar itu
bermuara di kanalis servikalis (arbor vitae). Pertumbuhan dan fungsi
endometrium dipengaruhi sekali oleh hormon steroid ovarium.

Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu


tulang panggul dalam anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan
membentuk sudut dengan vagina, sedang korpus uteri berarah ke
depan dan membentuk sudut 120°-130° dengan serviks uteri. Di
Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri
berarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan
pengobatan.

Perbandingan antara panjang korpus uteri dan serviks


berbeda-beda dalam pertumbuhan. Pada bayi perbandingan itu
adalah 1 : 2, sedangkan pada wanita dewasa 2:1.

Di luar, uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viserale).Jadi,


dari luar ke dalam ditemukan pada dinding korpus uteri serosa atau

1
perimetrium, miometrium, dan endometrium.Uterus mendapat darah
dari arteria uterina, ranting dari arteria iliakainterna, dan dari
arteria ovarika.

Tuba

Tuba Fallopii ialah saluran telur berasal — seperti juga


uterus — dari duktus Miilleri. Rata-rata panjangnya tuba 11-14 cm.
Bagian yang berada di dinding uterus dinamakan pars intertisialis,
lateral dari itu (3-6 cm) terdapat pars isthmika yang masih sempit
(diameter 2-3 mm), dan lebih ke arah lateral lagi pars ampullaris
yang lebih lebar (diameter 4-10 mm) dan mempunyai ujung terbuka
menyerupai anemon yang disebut infundibulum. Bagian luar tuba
diliputi oleh peritoneum viserale, yang merupakan bagian dari
ligamentum latum.

Otot di dinding tuba terdiri atas (dari luar ke dalam) otot


longitudinal dan otot sirkuler.Lebih ke dalam lagi terdapat mukosa
yang berlipat-lipat ke arah longitudinal dan terutama dapat
ditemukan di bagian ampulla. Mukosa

Tuba terdiri atas epitel kubik sampai silindrik, yang


mempunyai bagian-bagian dengan serabut-serabut dan yang
bersekresi. Yang bersekresi mengeluarkan getah, sedangkan yang
berserabut dengan getarannya menimbulkan suatu arus ke arah
kavum uteri.

Ovarium

Indung telur pada seorang dewasa sebesar ibu jari tangan,


terletak di kiri dan di kanan, dekat pada dinding pelvis di fossa
ovarika.Ovarium berhubungan dengan uterus dengan ligamentum
ovarii proprium.Pembuluh darah ke ovarium melalui ligamentum
Suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopel- vikum).

1
Ovarium terletak pada lapisan belakang ligamentum
latum.Sebagian besar ovarium berada intraperitoneal dan tidak
dilapisi oleh peritoneum.Bagian ovarium kecil berada di dalam
ligamentum latum (hilus ovarii).Di situ masuk pembuluh-pembuluh
darah dan saraf ke ovarium. Lipatan yang menghubung- kan lapisan
belakang ligamentum latum dengan ovarium dinamakan
mesovarium.

Bagian ovarium yang berada di dalam kavum peritonei


dilapisi oleh epitel kubik-silindrik, disebut epithelium
germinativum.Di bawah epitel ini terdapat tunika albuginea dan di
bawahnya lagi baru ditemukan lapisan tempat folikel-folikel
primordial.Pada wanita diperkirakan terdapat banyak folikel.Tiap
bulan satu folikel, kadang-kadang dua folikel, berkembang menjadi
folikel de Graaf.

Folikel-folikel ini merupakan bagian ovarium yang


terpenting, dan dapat ditemukan di korteks ovarii dalam letak yang
beraneka ragam, dan pula dalam tingkat-tingkat perkembangan dari
satu sel telur yang dikelilingi oleh satu korpus luteum lapisan sel-sel
saja sampai folikel de Graaf yang matang.Folikel yang matang ini
terisi dengan likuor follikuli yang mengadung estrogen, dan siap
untuk berovulasi.

Pada waktu dilahirkan bayi mempunyai sekurang-kurangnya


750.000 oogonium.Jumlah ini berkurang akibat pertumbuhan dan
degenerasi folikel- folikel. Pada umur 6-15 tahun ditemukan
439.000, pada 16-25 tahun 159.000, antara umur 26-35 tahun
menurun sampai 59.000, dan antara 34-45 hanya 34.000. Pada masa
menopause semua folikel sudah menghilang.

Vulva

1
Vulva ialah tempat bermuaranya sistem urogenital. Di
sebelah luar vulva dilingkari oleh labia majora (bibir besar) yang ke
belakang menjadi satu dan membentuk kommissura posterior dan
perineum. Di bawah kulitnya terdapat jaringan lemak serupa dengan
yang ada di mons veneris. Medial dari bibir besar ditemukan bibir
kecil (labia minora) yang ke arah perineum menjadi satu dan
membentuk frenulum labiorum pudendi. Di depan frenulum ini
terletak fossa navikulare. Kanan dan kiri dekat pada fossa navikulare
ini dapat dilihat dua buah lubang kecil tempat saluran kedua
glandulae Bartholini bermuara. Ke depan labia minora menjadi satu
dan membentuk prepusium klitoridis dan frenulum klitoridis. Di
bawah prepusium klitoridis terletak klitoris. Kira-kira 1,5 cm di
bawah klitoris terdapat orifisium urethrae eksternum (lubang kemih).
Di kanan kiri lubang kemih ini terdapat dua lubang kecil dari saluran
yang buntu.

D. Pathway Abortus

1
1
E. Patofisiologi Abortus
Abortus biasanya diawali oleh perdarahan desidua basalis
diikuti nekrosis jaringan sekitarnya. Patofisiologi terjadinya
keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh jaringan
plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin
kekurangan nutrisi dan 𝑂2. Bagian yang terlepas dianggap benda
asing, sehingga rahim berusaha untuk mengeluarkan dengan
kontraksi. Pengeluaran dapat terjadi spontan seluruhnya atau
sebagian masih tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit.
Oleh karena itu, keguguran memiliki gejala umum sakit perut
karena kontraksi rahim, terjadinya perdarahan, dan disertai
pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi. Faktor
presdisposisi dari kejadian abortus antara lain usia ibu, paritas,
jarak kehamilan, riwayat abortus dan anemia (Cuningham,2013
dan Prawirohardjo, 2010).

Usia reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk


kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun.Wanita hamil pada
umur <20 tahun dari segi biologis perkembangan alat-alat
reproduksinya belum sepenuhnya optimal, rahim dan panggul ibu
belum tumbuh mencapai ukuran dewasa sehingga bila terjadi
kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi
diantaranya abortus. Pada usia <20 tahun secara psikologis kondisi
mental yang belum siap menghadapi kehamilan dan menjalankan
peran sebagai ibu. Risiko bagi wanita hamil yang usianya <20
tahun antara lain adalah perdarahan pada saat melahirkan
disebabkan karena otot rahim yang terlalu lemah dalam proses
involusi, lebih mudah mengalami abortus, kelahiran premature,
eklampsia/preeklamsia dan persalinan yang lama
(Prawirohardjo,2010).

1
Sedangkan ketika hamil pada usia >35 tahun wanita sudah
harus hati-hati karena elastisitas dari otot-otot panggul dan
sekitarnya serta alat- alat reproduksi pada umumnya mengalami
kemunduran. Kondisi ini pada wanita hamil di usia >35 tahun
besar kemungkinan mengalami komplikasi antenatal diantaranya
abortus karena kesehatan reproduksi wanita pada usia >35 tahun
menurun (Manuaba, 2010).

F. Faktor Resiko Abortus


a. Umur/Usia
Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau
diadakan) (Hoetomo, 2005). Sedangkan usia ibu hamil adalah
usia ibu yang diperoleh melalui pengisian kuesioner. Penyebab
kematian maternal dari faktor reproduksi diantaranya adalah
maternal age/usia ibu. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal
bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30
tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan
pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih
tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20
sampai 29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali
sesudah usia 30 sampai 35 tahun (Sarwono, 2008).
Usia seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu
muda dan tidak terlalu tua. Umur yang kurang dari 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun, berisiko tinggi untuk melahirkan.
Kesiapan seorang perempuan untuk hamil harus siap fisik,
emosi, psikologi, sosial dan ekonomi (Ruswana, 2006).
Idealnya, kehamilan berlangsung saat ibu berusia 20 tahun
sampai 35 tahun. Kenyataannya sebagian perempuan hamil
berusia dibawah 20 tahun dan tidak sedikit pula yang
mengandung di atas usia 35 tahun. Padahal kehamilan yang

1
terjadi di bawah usia 20 tahun maupun di atas usia 35 tahun
termasuk berisiko.
b. Kehamilan di Bawah Usia 20 Tahun
Remaja adalah individu antara umur 10-19 tahun. Penyebab
utama kematian pada perempuan berumur 15-19 tahun adalah
komplikasi kehamilan, persalinan, dan komplikasi keguguran.
Kehamilan dini mungkin akan menyebabkan para remaja muda
yang sudah menikah merupakan keharusan sosial (karena
mereka diharapkan untuk membuktikan kesuburan mereka),
tetapi remaja tetap menghadapi risiko-risiko kesehatan
sehubungan dengan kehamilan dini dengan tidak memandang
status perkawinan mereka.
Kehamilan yang terjadi pada sebelum remaja berkembang
secara penuh, juga dapat memberikan risiko bermakna pada
bayi termasuk cedera pada saat persalinan, berat badan lahir
rendah, dan kemungkinan bertahan hidup yang lebih rendah
untuk bayi tersebut. Kematian maternal pada wanita hamil dan
melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5
kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada
usia 20 sampai 29 tahun.Wanita hamil kurang dari 20 tahun
dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan
perkembangan janin karena belum matangnya alat reproduksi
untuk hamil. Penyulit pada kehamilan remaja (<20 tahun) lebih
tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat antara 20-30
tahun. Kehamilan remaja dengan usia di bawah 20 tahun
mempunyai risiko:
1) Sering mengalami anemia.
2) Gangguan tumbuh kembang janin.
3) Keguguran, prematuritas, atau BBLR.
4) Gangguan persalinan.
5) Preeklampsi.

1
6) Perdarahan antepartum.

Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi


keguguran. hal ini disebabkan oleh faktor-faktor alamiah dan
juga abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan maupun
memakai alat. Faktor lain yang dapat mempermudah terjadinya
keguguran diantaranya:
1) Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi.
Yakni ketika ibu masih belum menyadari kehamilannya
atautidak siap dengan kehamilan pertamanya.
Juga pengetahuan yang salah tentang masalah reproduksi
manusia (karena penerangan yang keliru) menyebabkan ibu
melakukan hal-hal yang tak dapat dibenarkan, misalnya
minum jamu atau obat-obatan dengan maksud agar haidnya
kembali menjelang. Sikap tersebut akan menimbulkan
gangguan pada pertumabuhan hasil konsepsi.
2) Kondisi fisik ibu hamil.
Keadaan ini erat hubungannya dengan hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar di dalam tubuh ibu yang tidak
memadai. Biasanya konsepsi yang terjadi akan tumbuh
dengan sempurna jika calon ibu sudah mencapai usia 20
tahun. Masa ini memangsering disebut masa subur sehat,
yang akan berlangsung sampaiibu mencapai usia 30 tahun.
3) Kehamilan Usia 20-35 tahun
Saat berusia 20-35, kondisi fisik perempuan sangat prima,
dan mengalami puncak kesuburan, sehingga risiko abortus
minim. Hal ini disebabkan oleh sel telur relatif muda,
sehingga meski pada trimester pertama kandungan tetap
kuat. Kualitas sel telur yang baik memperkecil
kemungkinan bayi lahir cacat, tetapi tidak dipungkiri pada
usia tersebut dapat terjadi abortus yang disebabkan oleh

1
ketidak normalan jumlah kromosom (Muharam 2008 dalam
umayah 2009).
4) Kehamilan di Atas Usia 35 Tahun.
Semakin lanjut usia wanita, semakin tipis cadangan telur
yang ada, indung telur juga semakin kurang peka terhadap
rangsangan gonadotropin. Makin lanjut usia wanita, maka
risiko terjadi abortus, makin meningkat karena menurunnya
kualitas sel telur atau ovum dan meningkatnya risiko
kejadian kelainan kromosom. Secara psikologis memang
lebih matang. Namun, dari sisi fisik justru berisiko
mengalami kelainan kehamilan yang membahayakan
kesehatan janin. Janin mengalami kelainan genetic dan lahir
cacat. Selain itu juga berpeluang mengalami keguguran,hal
ini dapat terjadi karena :
a) Komplikasi saat kehamilan.
Seperti tekanan darah tinggi, diabetes saat hamil dan
kesulitan melahirkan
b) Janin memiliki kelainan kromosom
Kromosom abnormal banyak yang berakhir dengan
keguguran. Semakin tinggi usia maka risiko terjadinya
abortus semakin tinggi pula seiring dengan naiknya
kejadian kelainan kromosom pada ibu yang berusia
diatas 35 tahun. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
kejadian leiomioma uteri pada ibu dengan usia lebih
tinggi dan lebih banyak yang dapat menambah risiko
terjadinya abortus (Muharam 2008 dalam umayah
2009). Sebagian besar wanita yang berusia di atas 35
tahun mengalami kehamilan yang sehat dan dapat
melahirkan bayi yang sehat pula. Tetapi beberapa
penelitian menyatakan semakin matang usia ibu
dihadapkan pada kemungkinan terjadinya beberapa

1
risiko tertentu, termasuk risiko kehamilan. Para tenaga
ahli kesehatan sekarang membantu para wanita hamil
yang berusia 30 dan 40an tahun untuk menuju ke
kehamilan yang lebih aman.
Ada beberapa teori mengenai risiko kehamilan di usia
35 tahun atau lebih, di antaranya:
1) Wanita pada umumnya memiliki beberapa
penurunan dalam hal kesuburan mulai pada awal
usia 30 tahun. Hal ini belum tentu berarti pada
wanita yang berusia 30 tahunan atau lebih
memerlukan waktu lebih lama untuk hamil
dibandingkan wanita yang lebih muda usianya.
Pengaruh usia terhadap penurunan tingkat
kesuburan mungkin saja memang ada hubungan,
misalnya mengenai berkurangnya frekuensi ovulasi
atau mengarah ke masalah seperti adanya penyakit
endometriosis, yang menghambat uterus untuk
menangkap sel telur melalui tuba fallopii yang
berpengaruh terhadap proses konsepsi.
2) Masalah kesehatan yang kemungkinan dapat terjadi
dan berakibat terhadap kehamilan di atas 35 tahun
adalah munculnya masalah kesehatan yang kronis.
Usia berapa pun seorang wanita harus
mengkonsultasikan diri mengenai kesehatannya ke
dokter sebelum berencana untuk hamil. Kunjungan
rutin ke dokter sebelum masa kehamilan dapat
membantu memastikan apakah seorang wanita
berada dalam kondisi fisik yang baik dan
memungkinkan sebelum terjadi kehamilan. Kontrol
ini merupakan cara yang tepat untuk membicarakan
apa saja yang perlu diperhatikan baik pada istri

1
maupun suami termasuk mengenai kehamilan.
Kunjungan ini menjadi sangat penting jika seorang
wanita memiliki masalah kesehatan yang kronis,
seperti menderita penyakit diabetes mellitus atau
tekanan darah tinggi. Kondisi ini, merupakan
penyebab penting yang biasanya terjadi pada wanita
hamil berusia 30-40an tahun dibandingkan pada
wanita yang lebih muda, karena dapat
membahayakan kehamilan dan pertumbuhan
bayinya. Pengawasan kesehatan dengan baik dan
penggunaan obat-obatan yang tepat mulai dilakukan
sebelum kehamilan dan dilanjutkan selama
kehamilan dapat mengurangi risiko kehamilan di
usia lebih dari 35 tahun, dan pada sebagian besar
kasus dapat menghasilkan kehamilan yang sehat.
Hal ini membuat pemikiran sangatlah penting ibu
yang berusia 35 tahun ke atas mendapatkan
perawatan selama kehamilan lebih dini dan lebih
teratur. Dengan diagnosis awal dan terapi yang
tepat, kelainan-kelainan tersebut tidak menyebabkan
risiko besar baik terhadap ibu maupun bayinya.
3) Risiko terhadap bayi yang lahir pada ibu yang
berusia di atas
35 tahun meningkat, yaitu bisa berupa kelainan
kromosom pada anak. Kelainan yang paling banyak
muncul berupa kelainan Down Syndrome, yaitu
sebuah kelainan kombinasi dari retardasi mental
dan abnormalitas bentuk fisik yang disebabkan oleh
kelainan kromosom.
4) Risiko lainnya terjadi keguguran pada ibu hamil
berusia 35 tahun atau lebih. Kemungkinan kejadian

1
pada wanita di usia 35 tahun ke atas lebih banyak
dibandingkan pada wanita muda. Pada penelitian
tahun 2000 ditemukan 9% pada kehamilan wanita
usia 20-24 tahun. Namun risiko meningkat menjadi
20% pada usia 35-39 tahun dan 50% pada wanita
usia 42 tahun. Peningkatan insiden pada kasus
abnormalitas kromosom bisa sama kemungkinannya
seperti resiko keguguran. Yang bisa dilakukan
untuk mengurangi risiko tersebut sebaiknya wanita
berusia 30 atau 40 tahun yang merencanakan untuk
hamil harus konsultasikan diri dulu ke dokter.
Bagaimanapun, berikan konsentrasi penuh
mengenai kehamilan di atas usia 35 tahun,
diantaranya:
a) Rencanakan kehamilan dengan konsultasi ke
dokter sebelum pasti untuk kehamilan tersebut.
Kondisi kesehatan, obat-obatan dan imunisasi
dapat diketahui melalui langkah ini.
b) Konsumsi multivitamin yang mengandung 400
mikrogram asam folat setiap hari sebelum hamil
dan selama bulan pertama kehamilan untuk
membantu mencegah gangguan pada saluran
tuba.
c) Konsumsi makanan-makanan yang bernutrisi
secara bervariasi, termasuk makanan yang
mengandung asam folat, seperti sereal, produk
dari padi, sayuran hijau daun, buah jeruk, dan
kacang-kacangan.
d) Mulai kehamilan pada berat badan yang normal
atau sehat (tidak terlalu kurus atau terlalu

1
gemuk). Berhenti minum alkohol sebelum dan
selama kehamilan.
e) Jangan gunakan obat-obatan, kecuali obat
anjuran dari dokter yang mengetahui bahwa si
ibu sedang hamil (Saleh, 2003).
5) Paritas
Paritas merupakan jumlah kehamilan yang menghasilkan
janin yang mampu hidup di luar rahim. Paritas
menggambarkan jumlah persalinan yang telah dialami
seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Lebih dari
80% abortus terjadi pada 12 minggu usia kehamilan, dan
sekurangnya separuh disebabkan oleh kelainan kromosom.
Risiko terjadinya abortus spontan meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah paritas, sama atau seiring dengan usia
maternal dan paternal (Pariani dkk, 2012). Anak lebih dari
4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan
pendarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya
sudah lemah. Paritas 2-3 biasanya paritas yang paling aman
ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas
tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal
lebih tinggi. Lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian
maternal.
Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan
obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi
dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana.
Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak
direncanakan (Andriza, 2013). Bayi yang dilahirkan oleh
ibu dengan paritas tinggi mempunyai risiko tinggi terhadap
terjadinya abortus sebab kehamilan yang berulang-ulang
menyebabkan rahim tidak sehat. Dalam hal ini kehamilan
yang berulang menimbulkan kerusakan pada pembuluh

1
darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi
ke janin akan berkurang dibanding pada kehamilan
sebelumnya, keadaan ini dapat menyebabkan kematian
pada bayi (Rochmawati, 2013).
6) Riwayat abortus sebelumnya
Menurut prawihardjo (2009) riwayat abotus pada penderita
upakan predisposisi terjadinya abortus
berulang.Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari beberapa
studi menunjukan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan
punya resiko 15% untuk megalami keguguran lagi, sedang
kan bila pernah 2 kali , resikonya akan meningkat 25%.
Beberapa studi meramalkan bahwa resiko abortus setalah 3
abortus berurutan adalah 30-45%..
7) Jarak kehamilan
Jarak adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua
benda atau tempat, kehamilan adalah dimulainya
pembuahan sel telur oleh sperma sampai dengan lahirnya
janin dihitung dari hari pertama haid terakhir (BKKBN,
2013). Jadi, jarak kehamilan adalah ruang sela antara
kehamilan yang lalu dengan kehamilan berikutnya. Jarak
kehamilan yang baik adalah jarak persalinan terakhir
dengan awal kehamilan sekarang lebih dari 2 tahun. Bila
jarak terlalu dekat, maka rahim dan kesehatan ibu belum
pulih dengan baik, pada keadaan ini perlu diwaspadai
kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan
lama atau pendarahan (Sarminah, 2012).
Jarak yang baik antara kehamilan yang lalu dengan
kehamilan berikutnya adalah antara 2-5 tahun. Jarak
kehamilan yang terlalu lama akan meningkatkan terjadinya
abortus dan sebaliknya jarak yang terlalu dekat akan
meningkatkan juga kejadian abortus (Fajria, 2012). Bila

1
jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2
tahun keadaan rahim dan kondisi ibu belum pulih dengan
baik. Kehamilan dalam keadaan tersebut perlu diwaspadai
karena ada kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik,
mengalami pendarahan atau persalinan dengan penyulit.
Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2
tahun keadaan rahim dan kondisi ibu belum pulih dengan
baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai
karena ada kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik,
mengalami persalinan yang lama, atau perdarahan
(abortus). Insidensi abortus meningkat pada wanita yang
hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan aterm.
8) Sosial ekonomi (pendapatan)
Sosial ekonomi masyarakat yang sering dinyatakan dengan
pendapatan keluarga, mencerminkan kemampuan
masyarakat dari segi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya termasuk kebutuhan kesehatan dan pemenuhan
zat gizi. Hal ini pada akhirnya berpengaruh pada kondisi
saat kehamilan yang beresiko pada kejadian abortus. Selain
itu pendapatan juga mempengaruhi kemampuan dan
mengakses pelayanan kesehatan, sehingga adanya
kemungkinan resiko terjadinya abortus dapat terdeteksi.
9) Pendidikan
Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk
pengembangan diri dan meningkatkan kematangan
intelektual seseorang. Kematangan intelektual akan
berpengaruh pada wawasan dan cara berfikir baik dalam
tindakan dan pengambilan keputusan maupun dalam
membuat kebijaksanaan dalam menggunakan pelayanan
kesehatan. Pendidikan yang rendah membuat seseorang
acuh tak acuh terhadap program kesehatan sehingga mereka

1
tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi, meskipun
sarana kesehatan telah tersedia namun belum tentu mereka
mau menggunakannya.
10) Pekerjaan
Pekerjaan adalah bekerja atau tidaknya seorang ibu diluar
rumah untuk memperoleh penghasilan yamg dapat
membantu perekonomian keluarga. Pekerjaan merupakan
salah satu faktor kemungkinan terjadinya abortus karena
adanya peningkatan beban kerja. Menurut analisis
professional bahwa maksud pekerjaan atau aktifitas bagi
ibu hamil bukan hanya pekerjaan keluar rumah atau
institusi tertentu, tetapi juga pekerjaan atau aktifitas sebagai
ibu rumah tangga dalam rumah, termasuk pekerjaan sehari-
hari di rumah dan mengasuh anak. Namun yang menjadi
masalah adalah kesehatan reproduksi wanita karena apabila
bekerja pada tempat yang berbahaya seperti bahan kimia,
radiasi dan jika terpapar zat tersebut dapat menyebabkan
abortus. Karena pada kehamilan trimester pertama dimana
embrio berdiferensiasi untuk membentuk sistem organ. Jadi
bahan berbahaya yang masuk kedalam tubuh wanita hamil
dapat mempengaruhi perkembangna hasil konsepsi. Dalam
keadaan ibu ini dapat mengganggu kehamilan dan dapat
mengakibatkan terjadinya abortus (Nurjaya, 2005).
Menurut Depkes beban kerja meliputi beban kerja fisik
maupun mental. Akibat beban pekerjaan yang terlalu berat
atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat
menyebabkan seseorang pekerja menderita gangguan
kesehatan seperti anemia, keguguran pada wanita hamil
atau penyakit akibat kerja. Ketika ibu hamil memiliki beban
pekerjaan yang berat ditempat kerja hal ini dapat
menyebabkan stres, karena ketika stres denyut jantung

1
manusia lebih cepat dari biasanya, ditambah hormon
adrenalin keluar secara berlebihan. Jika tidak segera
ditangani dapat mengganggu pertumbuhan janin (Murkoff,
2006).

G. Klasifikasi
Abortus dapat dibagi menjadi beberapa bagian menurut
Prawirohardjo (2008), yaitu:
1) Abortus Spontan (terjadi dengan sendiri, keguguran)
Merupakan ± 20 % dari semua abortus. Abortus spontan adalah
setiap kehamilan yang berakhir secara spontan sebelum janin
dapat hidup. WHO mendefinisikan sebagai embrio atau janin
seberat 500 gram atau kurang, yang biasanya sesuai dengan
usia janin (usia kehamilan) dari 20 hingga 22 minggu atau
kurang. Abortus spontan terjadi pada sekitar 15%-20% dari
seluruh kehamilan yang diakui, dan biasanya terjadi sebelum
usia kehamilan memasuki minggu ke-13 (Fauziyah, 2012).
Gejala abortus spontan adalah kram dan pengeluaran darah dari
jalan lahir adalah gejala yang paling umum terjadi pada abortus
spontan. Kram dan pendarahan vagina yang mungkin tejadi
sangat ringan, sedang, atau bahkan berat. Tidak ada pola
tertentu untuk berapa lama gejala akan berlangsung. Selain itu
gejala lain yang menyertai abortus spontan yaitu nyeri perut
bagian bawah, nyeri pada punggung, pembukaan leher rahim
dan pengeluaran janin dari dalam rahim. Berdasarkan
gambaran klinisnya, abortus dibagi menjadi:
2) Abortus Imminiens (keguguran mengancam).
Abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk
mempertahankannya. Pada abortus ini terjadinya pendarahan
uterus pada kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu,
janin masih dalam uterus, tanpa adanya dilatasi serviks.

1
Diagnosisnya terjadi pendarahan melalui ostium uteri
eksternum disertai mual, uterus membesar sebesar tuanya
kehamilan. Serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif.
3) Abortus incipiens (keguguran berlangsung)
Abortus ini sudah berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi.
Pada abortus ini peristiwa peradangan uterus pada kehamilan
sebelum usia kehamilan 20 minggu dengan adanya dilatasi
serviks. Diagnosisnya rasa mulas menjadi lebih sering dan
kuat, pendarahan bertambah.
4) Abortus incompletes (keguguran tidak lengkap).
Sebagian dari buah kehamilan telah dilahirkan tapi sebagian
(biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di dalam rahim.
Pada abortus ini pengeluaran sebagian janin pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam
uterus. Pada pemeriksaan vaginal, servikalis terbuka dan
jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang
sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Pendarahan tidak
akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan, dapat
menyebabkan syok.
5) Abortus complete (keguguran lengkap).
Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap. Pada
abortus ini, ditemukan pendarahan sedikit, ostium uteri telah
menutup, uterus sudah mengecil dan tidak memerlukan
pengobatan khusus, apabila penderita anemia perlu diberi sulfat
ferrosus.
6) Missed Abortion (keguguran tertunda)
Adalah keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke-
22. Pada abortus ini, apabila buah kehamilan yang tertahan
dalam rahim selama 8 minggu atau lebih. Sekitar kematian
janin kadang-kadang ada perdarahan sedikit sehingga
menimbulkan gambaran abortus imminiens (Sulistyawati,

1
2013).
7) Abortus habitualis (keguguran berulang-ulang)
Adalah abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi:
sekurang-kurangnya 3x berturut-turut.
8) Abortus infeksious
Adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genetalia.
9) Abortus septik
Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi
pada peredaran darah tubuh (Sarwono, 2014).

Abortus Provocatus (disengaja, digugurkan): 80 % dari semua


abortus dibagi atas 3 yaitu:
a. Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeuticus
Adalah pengguguran kehamilan biasanya dengan alat-alat
dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa
maut bagi ibu, misalnya karena ibu berpenyakit berat misalnya:
penyakit jantung, hypertensi essentialis, carcinoma dari serviks.
b. Abortus Provocatus criminalis

1
Abortus buatan kriminal (abortus provocatus criminalis) adalah
pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh
orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum
(Feryanto,2014). Abortus provokatus dapat dilakukan dengan
pemberian prostaglandin atau curettage dengan
penyedotan (vacum) atau dengan sendok kuret (Pudiastusi,
2012).
c. Abortus terapetik
Adalah abortus buatan yang dilakukan atas indikaisi medik.
Pertimbangan demi menyelamatkan nyawa ibu dilakukan oleh
minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis kebidanan dan
kandungan, spesialis penyakit dalam, dan spesialis Jiwa. Bila
perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama terkait.

H. Gejala Klinis
a. Tanda-tanda kehamilan, seperti amenorea kurang dari 20
minggu, mualmuntah,mengidam, hiperpigmentasi mammae,
dan tes kehamilan positif;
b. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau
kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun,
denyut nadi normal atau cepat dan kecil, serta suhu badan
normal atau meningkat;
c. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan
hasil konsepsi;
d. Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis disertai
nyeri
e. Pinggang akibat kontraksi uterus;

Pemeriksaan ginekologis:

1
a. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam ada/tidak jaringan hasil
konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva.
b. Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri ostium uteri terbuka
atau sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, serta
ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok vagina: porsio masih tebuka atau sudah tertutup serta
teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus
sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat
porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, dan
kavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

I. Komplikasi Pada Abortus


a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan mengosongkan uterus dari
sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlupemberian tranfusi darah.
Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan
tidak diberikan pada waktunya (Irianti, B; dkk, 2014: 77).
b. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok
hemoragik) dan karena infeksi berat.
c. Infeksi
Pada genitalia eksterna dan vagina terdapat flora normal,
khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,
streptococci, Gram negatif entertic bacilli, Mycoplasma,
Treponema (selain T. Paliidum), leptospira, streptococci,
staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp.,
Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus
infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua.
Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi
menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.
Organisme-organisme yang paling sering menyebabkan infeksi

1
paska abortus adalah E.coli, streptococcus non hemolitikus,
streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, streptococcus
hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang
kadang dijumpai adalah Neisseria gonomhoeae, Pneumococcus
dan Clostridium tetani. Treptococcus pyogenes potensial
berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.
d. Kematian
Abortus berkontribusi terhadap kematian ibu sekitar 15%. Data
tersebut seringkali tersembunyi dibalik data kematian ibu
akibat perdarahan atau sepsis. Data lapangan menunjukan
bahwa sekitar 60-70% kematian ibu disebabkan oleh
perdarahan, dan sekitar 60% kematian akibat perdarahan
tersebut, atau sekitar 35-40% dari seluruh kematian ibu,
disebabkan oleh perdarahan postpartum. Sekitar 15- 20%
kematian ibu disebabkan oleh sepsis.

Komplikasi yang terjadi pada abortus yang di sebabkan oleh


abortus kriminalis dan abortus spontan adalah sebagai berikut:
a) Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-
sisa
b) Infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis, infeksi dari tuba
dapat menimbulkan kemandulan.
c) Faal ginjal rusak disebabkan karena infeksi dan syok. Pada
pasien dengan abortus diurese selalu harus diperhatikan.
Pengobatan ialah dengan pembatasan cairan dengan
pengobatan infeksi.
d) Syok bakteril: terjadi syok yang berat rupa-rupanya oleh
toksintoksin.
e) Pengobatannya ialah dengan pemberian antibiotika, cairan,
kortiko steroid dan heparin.

1
f) Perforasi: ini terjadi karena curratage atau karena abortus
kriminalis (Pudiastuti,2012).

J. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Darah Lengkap
a. Kadar hemoglobin rendah akibat anemia hemoragik;
b. LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
c. Tes Kehamilan
Terjadi penurunan atau level plasma yang rendah dari ß-
hCG secara prediktif. Hasil positif menunjukkan terjadinya
kehamilan abnormal (blighted ovum, abortus spontan atau
kehamilan ektopik).
b. Ultrasonografi
1. USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan
4 - 5 minggu;
2. Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL >
5 mm (usia kehamilan 5 - 6 minggu);
3. Dengan melakukan dan menginterpretasi secara cermat,
pemeriksaan USG dapat digunakan untuk menentukan
apakah kehamilan viabel atau non-viabel.

K. Penatalaksanaan
a. Abortus imminens
1) Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan
rangsang
mekanik berkurang.
2) Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan untuk
mengurangi kerentanan otot-otot rahim.
3) Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negatif, mungkin
janin sudah mati.

1
4) Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup.
5) Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3 x 30 mg.
6) Pasien tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih
kurang 2 minggu.
b. Abortus insipiens
1) Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan
pemberian cairan dan transfusi darah.
2) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya
disertai perdarahan, tangani dengan pengosongan uterus
memakai kuret vakum atau cunam abortus, disusul dengan
kerokan memakai kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,5
mg intramuskular.
3) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus
oksitosin 10 IU dalam dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes
per menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus sampai
terjadi abortus komplet.
4) Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal,
lakukan pengeluaran plasenta secara digital yang dapat
disusul dengan kerokan.
5) Memberi antibiotik sebagai profilaksis.
c. Abortus inkomplet
1) Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan
NaCl fisiologis atau ringer laktat yang disusul dengan
ditransfusi darah.
2) Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret lalu
suntikkan ergometrin 0,2 mg intramuskular untuk
mempertahankan kontraksi otot uterus.
3) Berikan antibiotik untuk rnencegah infeksi.
d. Abortus komplet

1
1) Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus
atau transfusi darah.
2) Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
3) Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin. dan mineral.
e. Missed abortion
1) Bila terdapat hipofibrinogenemia siapkan darah segar atau
fibrinogen.
Pada kehamilan kurang dari 12 minggu.
Lakukan pembukaan serviks dengan gagang laminaria
selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks dengan
dilatator Hegar. Kemudian hasil konsepsi diambil dengan
cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
2) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu.
Infus intravena oksitosin 10 IU dalam dekstrose 5%
sebanyak 500 ml mulai dengan 20 tetes per menit dan
naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat
diberikan sampai 10 IU dalam 8 jam. Bila tidak berhasil,
ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat satu hari.
3) Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat,
keluarkan hasil konsepsi dengan menyuntik larutan garam
20% dalam kavum uteri melalui dinding perut.
f. Abortus infeksius dan septik
1) Tingkatkan asupan cairan.
2) Bila perdarahan banyak, lakukan transfusi darah.
3) Penanggulangan infeksi:
4) Gentamycin 3 x 80 mg dan Penicillin 4 x 1,2 juta.
5) Chloromycetin 4 x 500 mg.
6) Cephalosporin 3 x 1.
7) Sulbenicilin 3 x 1-2 gram.
8) Kuretase dilakukan dalam waktu 6 jam karena pengeluaran
sisa-sisa abortus mencegah perdarahan dan menghilangkan

1
jaringan nekrosis yang bertindak sebagai medium
perkembangbiakan bagi jasad renik.
9) Pada abortus septik diberikan antibiotik dalam dosis yang
lebih tinggi misalnya Sulbenicillin 3 x 2 gram.
10) Pada kasus tetanus perlu diberikan ATS, irigasi dengan H
dan histerektomi total secepatnya.
g. Abortus Habitualis
1) Memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang
sehat, istirahat yang cukup, larangan koitus, dan olah raga.
2) Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau
dihentikan.
3) Pada serviks inkompeten terapinya adalah operatif:
Shirodkar atau Mac Donald (cervical cerclage).

IV. Diagnosis Abortus


a. Anamnesa
1) Usia kehamilan ibu (kurang dari 20 minggu)
2) Adanya kram perut atau mules daerah atas simpisis, nyeri
pinggang akibat kontraksi uterus
3) Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya
jaringan hasil konsepsi (Irianti, B; dkk, 2014: 76).
b. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik didapati :
1) Biasanya keadaan umum (KU) tampak lemah
2) Tekanan darah normal atau menurun
3) Denyut nadi normal, cepat atau kecil dan lambat
4) Suhu badan normal atau meningkat
5) Pembesaran uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan.
c. Pemeriksaan ginekologi
Hasil pemeriksaan ginekologi didapat :

1
1) Inspeksi vulva untuk menilai perdarahan pervaginam dengan
atau
tanpa jaringan hasil konsepsi
2) Pemeriksaan pembukaan serviks
3) Inspekulo menilai ada/tidaknya perdarahan dari kavum uteri,
ostium uteri terbuka terbuka atau menutup, ada atau tidaknya
jaringan di ostium
4) Vaginal Toucher (VT)menilai porsio masih terbuka atau sudah
tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, tidak
nyeri
adneska, kavum doglas tidak nyeri.
d. Pemeriksaan penunjang dengan USG oleh dokter.

V. Konsep Keperawatan
Pengkajian
Temukan data-data yang dapat menunjang masalahkeperawatan pasien
dengan anamnese,observasi dan pemeriksaan fisik.
a. Identitas
Tanyakan tentang identitas pasien dan penanggungjawab pasien.
Hasil temuan biasanya pada kasus pre eklampsia usia sering terjadi
< 20 tahun dan > 35 tahun.
b. Keluhan utama
Keluhan yang paling sering muncul pada penderita abortus adalah
menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam
berulang.
c. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan riwayat keluhan sampai pasien datang ke tempat
pelayanan. Biasanya ibu merasa menstruasinya tidak lancar adanya
perdarahan pervaginam diluar siklus menstruasi.
d. Riwayat penyakit dahulu

1
Terkait penyakit yang pernah diderita oleh pasien dan gangguan
yang menjadi pemicu munculnya abortus misalnya:
1) riwayat abortus pada kehamilan sebelumnya
2) riwayat hipertensi sebelumnya.
3) Riwayat penyakit kronis lainnya seperti DM, ginjal, anemia dsb
e. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan penyakit yang pernah diderita oleh keluarga
f. Riwayat perkawinan
Tanyakan status perkawinan, umur saat menikah pertama kali,
berapa kali menikah dan berapa usia pernikahan saat ini
g. Riwayat obstertri
h. Riwayat haid
Tanyakan usia menarche, siklus haid, lama haid , keluhan saat haid
dan HPHT
i. Riwayat kehamilan
Kaji tentang riwayat kehamilan lalu dan saat ini. Tanyakan riwayat
ANC,keluhan saat hamil

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menggunakan sistem pengkajian head to toe dan
data fokus obstetri harus dapat ditemukan
a. Kepala leher
1) Kaji kebersihan dan distribusi kepala dan rambut
2) Kaji expresi wajah klien ( pucat, kesakitan)
3) tingkat kesadaran pasien baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
4) Kesadaran kuantitatif diukur dengan GCS.
5) Amati warna sklera mata ( ada tidaknya ikterik) dan
konjungtiva mata (
6) anemis ada/tidak)

1
7) Amati dan periksa kebersihan hidung, ada tidaknya pernafasan
cuping
8) hidung, deformitas tulang hidung
9) Amati kondisi bibir ( kelembaban, warna, dan kesimetrisan )
10) Kaji ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid, bendungan vena
jugularis
b. Thorak
1) Paru
Hitung frekuensi pernafasan, inspeksi irama pernafasan,
inspeksi pengembangan kedua rongga dada simetris/tidak,
auskultasi dan identifikasi suara nafas pasien
2) Jantung dan sirkulasi darah
Raba kondisi akral hangat/dingin, hitung denyut nadi,
identifikasikan kecukupan volume pengisian nadi, reguleritas
denyut nadi, ukurlah tekanan darah pasien saat pasien
berbaring/istirahat dan diluar his.
Identifikasikan ictus cordis dan auskultasi jantung identifikasi
bunyi jantung.
c. Payudara
Kaji pembesaran payudara, kondisi puting ( puting masuk,
menonjol, atau tidak) , kebersihan payudara dan produksi ASI
d. Abdomen
1) kaji pembesaran perut sesuai usia kehamilan /tidak
2) lakukan pemeriksaan leopold 1-4
3) periksa DJJ berapa kali denyut jantung janin dalam 1 menit
4) amati ada striae pada abdomen/tidak
5) amati apakah uterus tegang baik waktu his atau diluar his
6) ada tidaknya nyeri tekan
e. Genetalia
Kaji dan amati ada tidaknya perdarahan pevaginam
f. Ekstremitas

1
1) Kaji ada tidaknya kelemahan
2) Capilerry revile time
3) Ada tidaknya oedema
4) Kondisi akral hangat/dingin
5) Ada tidaknya keringat dingin
6) Tonus otot , ada tidaknya kejang
g. Pemeriksaan obstetri
Dituiskan hasil pemeriksaan leopold dan DJJ janin

Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan ditegakan dengan panduan Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia ( lihat SDKI )
Beberapa diagnosis yang dapat di tegakan berdasarkan SDKI, 2017
adalah
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologi
2. Ansietas b. d krisis situasional
3. Berduka b.d kehilangan/ kematian janin
4. Resiko hipovolemia b.d perdarahan pervaginam
5. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif/perdarahan

Perencanaan
Pada perencanaan akan di bahas 1 Diagnosis keperawatan sebagai
contoh , untuk selanjutnya mahasiswa diharapkan dapat
mengembangkan perencanaan secara mandiri dengan menggunakan
SIKI dan SLKI.

No Diagnosis Tujuan Intervensi Rasional


. Keperawatan
1. Hipovolemia Setelah dilakukan 1. Managemen - Cairan
b.d tindakan cairan diberikan
kehilangan keperawatan - Pertahankan untuk mengganti
cairan diharapkan terapi cairan out put

1
aktif/perdarahan hipovolemia sesuai instruksi - Cairan peroral
menurun , dengan - Tingkatkan in meningkatkan
kriteria sbb; take cairan kebutuhan
- Tekanan darah peroral sesuai cairan
meningkat, nadi kemampuan - Motivasi
menurun, klien keluarga
respirasi - Motivasi 57 sebagai
menurun keluarga untuk bentuk
- Kehangatan membantu perhatian
Acral meningkat meningkatkan in keluarga
- Turgor kulit take oral ke pasien
meningkat 2. Monitor cairan - Keseimbangan
- CTR meningkat - Ukur balans cairan sebagai
- Kelembaban cairan indikator
bibir - Monitor TTV kecukupan
meningkat dan kebutuhan
kondisi acral, cairan
turgor kulit, CTR tubuh
dan kelembaban - Kondisi acral,
bibir turgor, TTV ,
CTR
merupakan efek
langsung dari
kekurangan
cairan

VI. Berfikir Kritis


a. Studi Kasus

1
Ny.G, wanita berusia 26 tahun datang dengan keluhan perdarahan
dari vagina berupa bercak-bercak flek sejak kemarin. Ia sedang
hamil pertama dimana usia kehamilan 16 minggu. Ia juga
mengeluh nyeri perut yang hilang timbul. Pada pemeriksiaan
inspekulo didapatkan bahwa ostium uteri eksternum tertutup,
perdarahan (-), pemeriksaan fisik tinggi fundus uteri pertengahan
umbilical dengan simfisis pubis.
b. Pertanyaan Terkait Kasus
Apakah kemungkinan diagnosis di atas…
a) Abortus iminens
b) Abortus insipien
c) Abortus inkomplit
d) Abortus komplit
e) Abortus habitualis

DAFTAR PUSTAKA

1
Amalia, L. M., & Saryono. (2015). Faktor Resiko Kejadian
Abortus (Studi Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat 23-29.
Dinaria. (2015). Usia Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu
Hamil. Jurnal Kebidanan, 92-96.
Fajria, L. (2013, Oktober). Analisis Faktor Resiko Kejadian
Abortus Di RSUP Dr. M Djamil Padang. Ners Jurnal
Keperawatan, 140-151.
Fauziah, Y. (2012). Obstetri Patologi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Handayani, E. Y. (2014). Hubungan Umur Dan Paritas Dengan


Kejadian Abortus Di RSUD Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal
kebidanan, 1, 249-253.
Hidayat, A.A. (2007). Metode Penelitian Kebidanan & Teknik
Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

Hikmah, K., & Sari, D. P. (2017). Faktor Resiko Umur Ibu


Yang Beresiko Tinggi Terhadap Kejadian Abortus.
Jurnal Kebidanan, 1, 113-118.
Hosseini, H., Erfani, A., & Nojomi, M. (2017). Factors
Associated with Incidance of Induced Abortion in
Hamedan,Iran. Archieves Of Iranian Medicine, 282-287.
Hutapea, M. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kejadian Abortus Di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II
Binjai Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Kohesi, 1, 272-283.
Jayani, I. (2017). Tingkat Anemia Berhubungan Dengan
Kejadian Abortus Pada Ibu Hamil. Care Jurnal Ilmiah
Ilmu Kesehatan, 5, 59-68.

Kismiliansari, D. E., Nizomy, I. R., & Budiarti, L. Y. (2015,


Febuari). Hubungan Antara usia Ibu Hamil Dengan
Kejadian Abortus Habitualis Di RSUD Ulin
Banjarmasin Periode Tahun 2010-2013. Jurnal
Kedokteran & Kesehatan, 11, 73-83.

Kuntari, T., Wilopo, S. A., & Emilia, O. (2010, April 5).


Determinan Abortus Di Indonesia. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, 4, 223-229.

Lieskusumastuti, A. D. (2016). Faktor Resiko Yang


Berhubungan Dengan Kejadian Abortus Spontan Di
RSU PKU Muhammadiyah Delanggu. 129-143.

Anda mungkin juga menyukai