Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


HIPERBILIRUBINEMIA DI RUANG PERAWATAN ANAK (DAHLIA)
RSU KMC LURAGUNG
2021

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu


Stase Keperawatan AnakProgram Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Dosen Pembimbing:
Ns. Nanang Saprudin, S.Kep, M.Kep
Ns. Neneng Aria N, S.Kep, M.Kep

Oleh:
ENOK CUCU SUCIANI
JNR0200016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA

A. Konsep Dasar Hiperbilirubinemia


1. Definisi
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana menguningnya sklera, kulit
atau jaringan lain akibat perlekatan bilirubuin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam
darah lebih dari 5mg/ml dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan
fungsional dari liper, sistem biliary, atau sistem hematologi ( Atikah & Jaya, 2016 ).
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin yang
terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan timbulnya ikterus, yang mana ditandai
dengan timbulnya warna kuning pada kulit, sklera dan kuku. Hiperbilirubinemia
merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Pasien dengan
hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan dengan fototerapi dan transfusi tukar
(Kristianti ,dkk, 2015).
Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik
oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai dengan ikterus
(Mathindas, dkk , 2013).
Atikah dan Jaya, (2016), membagi ikterus menjadi 2 :
a. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis sering dijumpai pada bayi dengan berat lahir rendah, dan biasanya
akan timbul pada hari kedua lalu menghilang setelah minggu kedua. Ikterus fisiologis
muncul pada hari kedua dan ketiga. Bayi aterm yang mengalami hiperbilirubin
memiliki kadar bilirubin yang tidak lebih dari 12 mg/dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan
dapat hilang pada hari ke-14. Penyebabnya ialah karna bayi kekurangan protein Y,
dan enzim glukoronil transferase.
b. Ikterus Patologis
Ikterus patologis merupakan ikterus yang timnbul segera dalam 24 jam pertama, dan
terus bertamha 5mg/dl setiap harinya, kadal bilirubin untuk bayi matur diatas 10
mg/dl, dan 15 mg/dl pada bayi prematur, kemudian menetap selama seminggu
kelahiran. Ikterus patologis sangat butuh penanganan dan perawatan khusus, hal ini
disebabkan karna ikterus patologis sangat berhubungan dengan penyakit sepsis.
Tanda-tandanya ialah :
1) Ikterus muncul dalam 24jam pertama dan kadal melebihi12mg/dl.
2) Terjadi peningkatan kadar bilirubin sebanyak 5 mg/dl dalam24jam.
3) Ikterus yang disertai dengan hemolisis.
4) Ikterus akan menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayiaterm , dan
14 hari pada bayi BBLR.
Luasnya ikterus pada neonatus menurut daerah yang terkena dan kadar
bilirubinnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1 Derajat ikterus pada neonatus menurut rumus Kramer
Zona Luas Ikterik Rata-rata Bilirubin Kadar bilirubin
Serum (umol/L) (mg)
1 Kepala dan leher 100 5
2 Pusar-leher 150 9
3 Pusar-paha 200 11
4 Lengan dan tungkai 250 12
5 Tangan dan kaki >250 16
Sumber : Atikah & Jaya (2016)

2. Anatomi Fisiologi Hati


a. Anatomi Hati
Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas
rongga abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah tua karena kaya akan
persediaan darah (Sloane, 2004). Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh
manusia dengan berat kurang lebih 1,5 kg (Junqueira & Carneiro., 2007). Sebagian
besar hepar terletak di profunda arcus costalis dextra dan hemidiaphragma dextra
memisahkan hepar dari pleura, pulmo, pericardium, dan cor. Hepar terbentang ke
sebelah kiri untuk mencapai hemidiaphragma sinistra (Snell, 2006).
Hepar terbagi menjadi empat lobus, yakni lobus dextra, lobus caudatus, lobus
sinistra, dan lobus qaudatus. Terdapat lapisan jaringan ikat yang tipis, disebut dengan
kapsula Glisson, dan pada bagian luar ditutupi oleh peritoneum. Darah arteria dan
vena berjalan di antara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena centralis.
Vena centralis pada masing-masing lobulus bermuara ke venae hepaticae. Dalam
ruangan antara lobulus-lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang
arteria hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah cabang ductus choledochus (trias
12 hepatis). (Sloane, 2004) Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika
yang mengelilingi bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang
membentuk 6 kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan
diantara lembaran sel hati (Amirudin, 2009).

b. Fisiologi Hati
Vena porta hepatika mengalirkan darah keluar dari sistem venous usus
dengan membawa nutrien yang diserap di dalam saluran cerna ke hati. Hati
melaksanakan berbagai fungsi metabolik. Sebagai contoh, pada saat puasa hati akan
menghasilkan sebagian besar glukosa melalui glukoneogenesis serta glikogenolisis,
melakukan detoksifikasi, menyimpan glikogen dan memproduksi getah empedu
disamping berbagai protein serta lipid (Berkowitz, 2013).
Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi yaitu:
1) Metabolisme karbohidrat
Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan glikogen
dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa,
glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa kimia yang penting dari hasil
perantara metabolisme karbohidrat.
2) Metabolisme lemak
Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain:
mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain,
membentuk sebagian besar kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein, membentuk
lemak dari protein dan karbohidrat.
3) Metabolisme protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino,
pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh,
pembentukan protein plasma, dan interkonversi beragam asam amino dan
membentuk senyawa lain dari asam amino. d. Lain-lain Fungsi hati yang lain
diantaranya hati merupakan tempat penyimpanan vitamin, hati sebagai tempat
menyimpan besi dalam bentuk feritin, hati membentuk zat-zat yang digunakan
untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak dan hati mengeluarkan atau
mengekskresikan obat-obatan, hormon dan zat lain.

3. Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.
Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat
inkopatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat pula
timbul karna adanya perdarahan tertutup (hematoma cepal, perdarahan subaponeurotik)
atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam
terjadinya hiperbilirubinemia; keadaaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan
gastroenteritis. Faktor lain yaitu hipoksia atau asfiksia, dehidrasi dan asiosis,
hipoglikemia, danpolisitemia (Atikah & Jaya, 2016).
Nelson, (2011), secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain,
defisiensi enzim G-6-PD,piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase
(sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam
hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.Kelainan
diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
Etiologi ikterus yang sering ditemu-kan ialah: hiperbilirubinemia fisiologik,
inkompabilitas golongan darah ABO dan Rhesus, breast milk jaundice, infeksi, bayi
dari ibu penyandang diabetes melitus, dan polisitemia/hiperviskositas.
Etiologi yang jarang ditemukan yaitu: defisiensi G6PD, defisiensi piruvat kinase,
sferositosis kongenital, sindrom Lucey-Driscoll, penyakit Crigler-Najjar, hipo-tiroid, dan
hemoglobinopati. (Mathindas, dkk , 2013)

4. Patofisiologi
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir dari
katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat
hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma, terikat erat pada
albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat dengan
ligandin. Setelah diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin direduksi
menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi ini
dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan bilirubin plasma total
(Mathindas ,dkk, 2013).
Bilirubin mengalami peningkatan pada beberapa keadaan. Kondisi yang sering
ditemukan ialah meningkatnya beban berlebih pada sel hepar, yang mana sering
ditemukan bahwa sel hepar tersebut belum berfungsi sempurna. Hal ini dapat ditemukan
apabila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, pendeknya umur
eritrosit pada janin atau bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, dan atau
terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik (Atikah & Jaya, 2016).
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.
Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan
dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui traktus
gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri
pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang
kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atikah &
Jaya, 2016).
Pathway

Faktor penyebab: Faktor resiko:


1. Pembentukan bilirubin berlebih 1. Faktor maternal
2. Gangguan uptake, transportasi, dan 2. Faktor prenatal
eksresi bilirubin dalam hati 3. Faktor neonatus
3. Penyakit hemolitik
4. Produksi yang berlebihan

Bilirubin indirek

Hiperbilirubin

Jaringan ekstravaskuler Otak Pencernaan


(Kulit, konjungtiva, mukosa,
dan bagian tubuh lain)
Perlekatan bilirubin indirek Pengeluaran cairan empedu
ke organ usus

Ikterus Kern ikterus


Peristaltik usus

Pigmentasi (Jaundice) Kejang


Diare

Fototerapi MK: Resiko Jatuh


MK: Diare

Evaporasi

Kelembapan kulit Anoreksia, daya hisap


MK: Defisit volume cairan
Kulit kering Pemberian asi terganggu

CRT <, turgor kulit MK: Ketidakefektifan


proses menyusui

MK: Resiko kerusakan


integritas kulit

Vasokontriksi pembuluh Suhu tubuh MK: Hipertermi


darah

Pemisahan bayi dan orang MK: Resiko gangguan pola asuh


tua

MK: Ikterus neonatus


5. Penatalaksanaan
Menurut Atikah dan Jaya, 2016, cara mengatasi hiperbilirubinemia yaitu:
a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital. Fenobarbital dapat
bekerja sebagai perangsang enzim sehingga konjugasi dapat dipercepat.
b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya ialah
pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubion bebas.
c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata setelah dicoba dengan
alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan bilirubin dengan cepat. Walaupun
demikian fototerapi tidak dapat menggantikan transfusi tukar pada proses hemolisis
berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca transfusi tukar.
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara terapeutik :
1) Fototerapi
Dilakukan apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg% dan berfungsi untuk
menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin dengan oksidasi foto pada
bilirubin daribiliverdin.
Langkah-langkah pelaksanaan fototerapi yaitu :
1) Membuka pakaian neonatus agar seluruh bagian tubuhneonatus kena sinar.
2) Menutup kedua mata dan gonat dengan penutup yangmemantulkan cahaya.
3) Jarak neonatus dengan lampu kurang lebih 40 cm
4) Mengubah posisi neonatus setiap 6 jam sekali.
5) Mengukur suhu setiap 6 jam sekali.
6) Kemudian memeriksa kadar bilirubin setiap 8 jam atausekurang-kurangnya sekali
dalam 24 jam.
7) Melakukan pemeriksaan HB secara berkala terutama pada penderita yang
mengalami hemolisis.
2) Fenoforbital
Dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatis glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan
bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis
protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin. Fenobarbital
tidak begitu sering dianjurkan.
3) Transfusi Tukar
Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi atau kadar bilirubin
indirek lebih dari 20 mg%. Langkah penatalaksanaan saat transfusi tukar adalah
sebagai berikut :
1) Sebaiknya neonatus dipuasakan 3-4 jam sebelumtransfusi tukar.
2) Siapkan neonatus dikamar khusus.
3) Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada neonatus.
4) Tidurkan neonatus dalam keadaan terlentang dan bukapakaian ada
daerah perut.
5) Lakukan transfusi tukar sesuai dengan protap.
6) Lakukan observasi keadaan umum neonatus, catatjumlah darah yang
keluar dan masuk.
7) Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada talipusat.
8) Periksa kadar Hb dan bilirubin setiap 12 jam.
(Suriadi dan Yulianni 2006)
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara alami :
a. Bilirubin Indirek
Penatalaksanaanya dengan metode penjemuran dengan sinar ultraviolet ringan yaitu
dari jam 7.oo – 9.oo pagi. Karena bilirubin fisioplogis jenis ini tidak larut dalam air.
b. Bilirubin Direk
Penatalaksanaannya yaitu dengan pemberian intake ASI yang adekuat. Hal ini
disarankan karna bilirubin direk dapat larut dalam air, dan akan dikeluarkan melalui
sistem pencernaan. (Atikah & Jaya, 2016 ; Widagdo, 2012)

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Hiperbilirubinemia


1. Pengkajian
Pengkajian pada kasus hiperbilirubinemia meliputi :
a. Identitas, seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, danlebih sering
diderita oleh bayi laki-laki.
b. Keluhan utama
Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu,tampak lemah, dan bab
berwarna pucat.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi, refleks hisap kurang,
pada kondisi bilirubin indirek yang sudah .20mg/dl dan sudah sampai ke jaringan
serebral maka bayi akan mengalami kejang dan peningkatan tekanan intrakranial
yang ditandai dengan tangisan melengking.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat gangguan hemolisis darah
(ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma,
gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM.
Mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasio
pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi
dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayipria daripada bayi wanita.
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yang dapat menyebabkan
maturitas pada organ dan salah satunya hepar, neonatus dengan berat badan lahir
rendah, hipoksia dan asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin,
neonatus dengan APGAR score rendah juga memungkinkan terjadinya hipoksia
serta asidosis yang akanmenghambat konjugasi bilirubin.
4) Pemeriksaan fisik
a) Kepala-leher.
Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
b) Dada
Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akanterlihat pergerakan
dada yang abnormal.
c) Perut
Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan oleh gangguan
metabolisme bilirubin enterohepatik.
d) Ekstremitas
Kelemahan pada otot.
e) Kulit
Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala dan leher
termasuk ke grade satu, jika kuning pada daerah kepala serta badan bagian
atas digolongkan ke grade dua. Kuning terdapat pada kepala, badan bagian
atas, bawah dan tungkai termasuk ke grade tiga, grade empat jika kuning pada
daerah kepala, badan bagian atas dan bawah serta kaki dibawah tungkai,
sedangkan grade 5 apabila kuning terjadi pada daerah kepala, badan bagian
atas dan bawah, tungkai, tangan dan kaki.
f) Pemeriksaan neurologis
Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah mencapai jaringan
serebral, maka akan menyebabkankejang-kejang dan penurunan kesadaran.
g) Urogenital
Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang sudah fototerapi
biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan.
5) Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan bilirubin serum
Bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl,
antara 2 dan 4 hari kehidupan. Jika nilainya diatas 10 mg/dl yang berarti tidak
fisiologis, sedangkan bilirubin pada bayi prematur mencapai puncaknya 10-12
mg/dl, antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl
yaitu tidak fisiologis. Ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan bilirubin indirek
munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan hilang pada hari ke 4 dan ke 5 dengan
kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12 mg/dl, sedangkan pada bayi
dengan prematur bilirubin indirek munculnya sampai 3 sampai 4 hari dan
hilang 7 sampai 9 hari dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 15
mg/dl/hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl
perhari.
b) Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantongempedu
c) Radioisotope scan dapat dogunakan untuk membantu membedakan hepatitis
dan atresia biliary
(Surasmi, dkk, 2003; Lynn & Sowden, 2009; Widagdo,2012)
6) Data penunjang
a) Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal = <2mg/dl).
b) Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran apusandarah tepi.
c) Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi.
d) Pemeriksaan kadar enzim G6PD.
e) Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
terhadap galaktosemia.
f) Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT
rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CPR).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1 DO: Faktor penyebab (pembentukan Risiko jatuh
DS: bilirubin berlebih, gangguan
o KU lemah uptake, transportasi, dll), Faktor
o Kesadaran CM risiko (faktor maternal, faktor
o Terdapat cianosis perinatal, aktor neonatus)
o Klien tampak ↓
terpasang O2 Bilirubin indirek
o Tanda-tanda vital: ↓
S: 38,2 | R: 69xpm Hiperbiliruinemia
| N: 160xpm | ↓
SpOa: 90% Otak

Perlekatan bilirubin indirek

Kern ikterus

Kejang

Risiko jatuh
2 DO: Faktor penyebab (pembentukan Diare
DS: bilirubin berlebih, gangguan
o KU lemah uptake, transportasi, dll), Faktor
o Kesadaran CM risiko (faktor maternal, faktor
o Terdapat cianosis perinatal, aktor neonatus)
o BAB 5x konsistensi ↓
cair Bilirubin berlebih
o Klien tampak ↓
terpasang O2 Hiperbiliruinemia
o Tanda-tanda vital: ↓
S: 38,2 | R: 69xpm Pencernaan
| N: 160xpm | ↓
SpOa: 90% Pengeluaran cairan empedu ke
organ usus meningkat

Peristaltik usus meningkat

Diare

Diare
3 DO: Faktor penyebab (pembentukan Defisit Nutrisi
DS: bilirubin berlebih, gangguan
o KU lemah uptake, transportasi, dll), Faktor
o Kesadaran CM risiko (faktor maternal, faktor
o Terdapat cianosis perinatal, aktor neonatus)
o Reflek hisap lemah ↓
o Klien tampak Bilirubin berlebih
terpasang O2 ↓
o Tanda-tanda vital: Hiperbiliruinemia
S: 38,2 | R: 69xpm ↓
| N: 160xpm | Pencernaan
SpOa: 90% ↓
Anoreksia daya hisap menurun

Pemberian ASI terganggu

Defisit Nutrisi
4 DO: Faktor penyebab (pembentukan Ikterus
DS: bilirubin berlebih, gangguan neonatus
o KU lemah uptake, transportasi, dll), Faktor
o Kesadaran CM risiko (faktor maternal, faktor
o Sklera ikterik perinatal, aktor neonatus)
o Mukosa ikterik ↓
o Terdapat cianosis Bilirubin berlebih
o Klien tampak ↓
terpasang O2 Hiperbiliruinemia
o Tanda-tanda vital: ↓
S: 38,2 | R: 69xpm Jaringan ekstravaskuler (kulit,
| N: 160xpm | konjungtiva, mukosa dan bagian
SpOa: 90% tubuh lain)

Ikterus

Ikterus neonatus
5 DO: Faktor penyebab (pembentukan Defisit volume
DS: bilirubin berlebih, gangguan cairan
o KU lemah uptake, transportasi, dll), Faktor
o Kesadaran CM risiko (faktor maternal, faktor
o Turgor kulit kering perinatal, aktor neonatus)
o Terdapat cianosis ↓
o Klien tampak Bilirubin berlebih
terpasang O2 ↓
o Tanda-tanda vital: Hiperbiliruinemia
S: 38,2 | R: 69xpm ↓
| N: 160xpm | Jaringan ekstravaskuler
SpOa: 90% ↓
Ikterus

Pigmentasi

Fototerapi

Kelembapan kulit menurun

Defisit volume cairan
6 DO: Faktor penyebab (pembentukan Risiko
DS: bilirubin berlebih, gangguan kerusakan
o KU lemah uptake, transportasi, dll), Faktor integritas kulit
o Kesadaran CM risiko (faktor maternal, faktor
o Kelembapan kulit perinatal, aktor neonatus)
menurun ↓
o Terdapat cianosis Bilirubin berlebih
o Klien tampak ↓
terpasang O2 Hiperbiliruinemia
o Tanda-tanda vital: ↓
S: 38,2 | R: 69xpm Jaringan ekstravaskuler
| N: 160xpm | ↓
SpOa: 90% Ikterus

Pigmentasi

Fototerapi

Evaporasi

Kelembapan kulit menurun

Kulit

CRT <, turgor kulit menurun

Risiko kerusakan integritas kulit
7 DO: Faktor penyebab (pembentukan Hipertermia
DS: bilirubin berlebih, gangguan
o KU lemah uptake, transportasi, dll), Faktor
o Kesadaran CM risiko (faktor maternal, faktor
o Terdapat cianosis perinatal, aktor neonatus)
o Klien dilakukan ↓
fototerapi dalam Bilirubin berlebih
inkubator ↓
o Klien tampak Hiperbiliruinemia
terpasang O2 ↓
o Tanda-tanda vital: Jaringan ekstravaskuler
S: 38,2 | R: 69xpm ↓
| N: 160xpm | Ikterus
SpOa: 90% ↓
Pigmentasi

Fototerapi

Vasokontriksi pembuluh darah

Suhu tubuh meningkat

Hipertermia

b. Diagnosa Keperawatan Prioritas


1) Ikterik neonatus berhubungan dengan hiperbilirubinemia dibuktikan dengan
DS : -
DO : o KU lemah
o Kesadaran CM
o Sklera ikterik, mukosa ikterik
o Terdapat cianosis
o Klien dilakukan fototerapi dalam inkubator
o Klien tampak terpasang O2
o Tanda-tanda vital: S: 38,2 | R: 69xpm | N: 160xpm | SpOa: 90%
2) Defisit volume cairan berhubungan dengan menurunan kelambapan kulit
dibuktikan dengan
DS : -
DO : o KU lemah
o Kesadaran CM
o Membran mukosa kering, turgor kulit kering. CRT 3 detik
o Terdapat cianosis
o Klien dilakukan fototerapi dalam inkubator
o Klien tampak terpasang O2
o Tanda-tanda vital: S: 38,2 | R: 69xpm | N: 160xpm | SpOa: 90%
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan pemberian ASI terganggu dibuktikan dengan
DS : -
DO : o KU lemah
o Kesadaran CM
o Reflek hisap lemah
o Terdapat cianosis
o Klien dilakukan fototerapi dalam inkubator
o Klien tampak terpasang O2
o Tanda-tanda vital: S: 38,2 | R: 69xpm | N: 160xpm | SpOa: 90%
4) Hipertermia berhubungan pengaturan suhu tubuh belum sempurna dibuktikan
dengan:
DS : -
DO : o KU lemah
o Kesadaran CM
o Klien dilakukan fototerapi dalam inkubator
o Terdapat cianosis
o Klien dilakukan fototerapi dalam inkubator
o Klien tampak terpasang O2
o Tanda-tanda vital: S: 38,2 | R: 69xpm | N: 160xpm | SpOa: 90%
5) Diare berhubungan dengan meningkatkan peristaltik usus dibuktikan dengan:
DS : -
DO : o KU lemah
o Kesadaran CM
o BAB 5x dengan konsistensi cair
o Terdapat cianosis
o Klien dilakukan fototerapi dalam inkubator
o Klien tampak terpasang O2
o Tanda-tanda vital: S: 38,2 | R: 69xpm | N: 160xpm | SpOa: 90%
6) Risiko jatuh berhubungan dengan kejang dibuktikan dengan
DS : -
DO : o KU lemah
o Kesadaran CM
o Sklera ikterik, mukosa ikterik
o Terdapat cianosis
o Klien dilakukan fototerapi dalam inkubator
o Klien tampak terpasang O2
o Tanda-tanda vital: S: 38,2 | R: 69xpm | N: 160xpm | SpOa: 90%
7) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan evaporasi dibutikan dengan:
DS : -
DO : o KU lemah
o Kesadaran CM
o Kelembapan kulit menurun
o Terdapat cianosis
o Klien dilakukan fototerapi dalam inkubator
o Klien tampak terpasang O2
o Tanda-tanda vital: S: 38,2 | R: 69xpm | N: 160xpm | SpOa: 90%

3. Intervensi Keperawatan Berdasarkan SDKI, SLKI, SIKI


Perencanaan Keperawatan
Standar Diagnosis
Standar Luaran
Keperawatan Standar Intervensi
No Keperawatan
Indonesia Keperawatan Indonesia Rasional
Indonesia
(SDKI) (SIKI)
(SLKI)
1 Ikterik neonatus Setelah dilakukan Fototerapi Neonatus
tindakan (I.03091)
Definisi keperawatan
Kulit dan membrane selama ....x24 jam, Observasi Observasi
mukosa neonates diharapkan: o Monitor ikterik pada o Mengetahui
menguning setelah o Integritas kulit sklera dan kulit bayi ada atau
24 jam kelahiran dan jaringan tidaknya
akibat bilirubin tidak meningkat, hipernilirubin
terkonjugasi masuk dengan kriteria o Identifikasi kebutuhan o Mengetahui
ke dalam sirkulasi. hasil: hidrasi cairan sesuai dengan cairan yang
meningkat usia gestasi dan berat harus
Penyebab o Adaptasi badan dibutuhkan
o Penurunan berat neonatus o Monitor efek samping o Mencegah
badan abnormal membaik dengan fisioterapi adanya efek
(>7-8%) pada kriteria samping
bayi baru lahir hasil,membran Terapeutik Terapeutik
yang menyusu mukosa kuning o Siapkan lampu o Melakukan
ASI, >15% pada menurun, kulit fisioterapi dan SOP sesui
bayi cukup kuing menurun, incubator atau kotak prosedur
bulan) sklera kuning bayi mencegah
o Pola makan tidak menurun. o Lepaskan pakaian adanya indikasi
diteteapkan bayi kecuali popok mal praktik
dengan baik o Berikan penutup mata
o Kesulitan (eye protector/
tranmisi ke billiband) pada bayi.
kehidupan ekstra
uterin Perawatan Bayi
o Usia kurang dari (I.10338)
7 hari Observasi Observasi:
o Keterlambatan o Monitor tanda tanda o Mengetahui
pengeluaran vital bayi TTV bayi
feses Terapeutik Terapeutik:
(meconium) o Mandikan bayi o Menjaga agar
dengan suhu ruangan tetap segar
21-24 oC
o Mandikan bayi dalam o Menjaga
waktu 5-10 menit dan kehangatan
2 kali dalam sehari
o Rawat tali pusat o Mencegah
secara terbuka (tali infeksi
pusat tidak di bungkus
apapun)
o Bersihkan pangkal tali o Mencegah
pusat lidi kapas yang infeksi
telah diberi air matang
o Kenakan popok bayi o Mencegah
di bawah umbilicus nyeri
jika tali pusat belum
terlepas
o Lakukan pemijatan o Merelaksasikan
bayi bayi
o Ganti popok bayi jika o Menjaga
basah kenyaanan
o Kenakan pakaian bayi o Agar nyaman
dari bahan katun
Edukasi Edukasi:
o Anjurkan ibu o Menjaga hidrasi
menyusui sesuai
kebutuhan bayi
o Ajarkan ibu cara o Agar dapat
merawat bayi dirumah merawat bayi
o Ajarkan cara dirumah
pemberian makanan o Menjaga nutrisi
pendamping ASI pada bayi
bayi > 6 bulan
2 Defisit Volume Setelah tilakukan Manajemen Hipovolemi
Cairan tindakan o Periksa tanda dan o Mengetahui
keperawatan selama gejala hipovolemi hipovolemia
Definisi: .... x 24 jam o Monitor intake dan o Mengetahui
Penurunan volume diharapkan: output cairan intake output
cairan intraseluler, o Status cairan o Anjurkan o Mencegah
interstitial dan/ membaik dengan memperbanyak dehidrasi
atau intravaskuler. kriteria hasil: asupan cairan oral o Menjaga
frekuensi nadi o Kolaborasi pemberian keseimbangan
Penyebab: meningkat. cairan IV cairan
o Kehilangan Turgor kulit o Kolaborasi pemberian o Menjada
cairan aktif membaik produk darah keseimbangan
o Kegagalan o Tingkat cairan
mekanisme perdarahan Pencegahan
regulasi menurun dengan Perdarahan
o Peningkatan kriteria hasil TTV o Monitor tanda dan o Mengetahui
permeabilitas membaik gejala perdarahan perdarahan
kapiler o Monitor nilai Hb dan o Mengetahui
o Kekurangan Ht sebelum dan nilai lab Hb
intake cairan sesudah kehilangan
o Evaporasi cairan o Mengetahui
o Monitor TTV TTV
o Pertahankan bedrest o Mencegah
selama perdarahan jatuh
o Anjurkan o Menyeimbangk
meningkatkan an cairan
kebutuhan cairan
untuk menghindari
konstipasi
o Anjurkan o Menjaga cairan
meningkatkan dan nutrisi
asupan makan dan
vitamin K
o Anjurkan segera o Mencegah
melapor jika terjadi adanya hal
perdarahan tidak diinginkan
3 D.00019 Status nutrisi Manajemen Nutrisi (I.
Defisit Nutrisi (L. 03030) 03119)
Setelah dilakukan Observasi Observasi
Definisi: intervensi selama 3 o Identifikasi status o Mengetahui
Asupan nutrisi tidak x 24 jam, maka nutrisi status nutrisi
cukup untuk Suhu tubuh yang
memenuhi membaik dengan dibutuhkan
kebutuhan kriteria hasil : o Identifikasi alergi dan o Untuk
metabolisme. o BB meningkat intoleransi makanan mengetahui
o Panjang badan adanya alergi
Penyebab: meningkat pada klien
o Pola makan o Identifikasi makanan o Untuk
o Ketidakmampua membaik yang disukai meningkatkan
n menelan o Proses tumbuh nafsu makan
makanan kembang o Identifikasi kebutuhan o Mengetahui
o Ketidakmampua membaik kalori dan jenis asupan nutrisi
n mencerna nutrient yang masuk
makanan kedalam tubuh
o Ketidakmampua o Identifikasi perlunya o Membantu klien
n mengabsorbsi penggunaan selang memenuhi
nutrien nasogastrik kebutuhan
o Peningkatan nutrisi
kebutuhan o Monitor asupan o Mengetahui
metabolisme makanan asupan nutrisi
o Faktor ekonomi yang masuk
(mis. finansial o Monitor berat badan o Mengetahui
tidak mencukupi) berubahan atau
o Faktor psikologis penurunan BB
(mis. stres, pada klien
keengganan o Monitor hasil o Mengetahui
untuk makan) pemeriksaan perkembangan
laboratorium penyakit

Terapeutik Terapeutik
o Lakukan oral hygiene o Agar
sebelum makan, jika meningkatkan
perlu nafsu makan
o Fasilitasi menentukan o Agar kebutuhan
pedoman diet (mis. nutrisi klien
Piramida makanan) terpenuhi
o Sajikan makanan o Menambah
secara menarik dan nafsu makan
suhu yang sesuai klien
o Berikan makan tinggi o Mencegah
serat untuk mencegah konstifasi
konstipasi
o Berikan makanan o Kebutuhan
tinggi kalori dan tinggi nutrisi klien
protein tercukupi
dengan baik
o Berikan suplemen o Untuk
makanan, jika perlu menambah
nafsu makan
o Hentikan pemberian o Agar klien
makan melalui selang dapat makan
nasigastrik jika secara normal
asupan oral dapat
ditoleransi

Edukasi Edukasi
o Anjurkan posisi o Agar tidak
duduk, jika mampu tersedak
o Ajarkan diet yang o Untuk
diprogramkan pemenuhan
kebutuhan
nutrisi klien
Kolaborasi Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian o Untuk
medikasi sebelum meningkatkan
makan (mis. Pereda nafsu makan
nyeri, antiemetik), jika klien
perlu
o Kolaborasi dengan o Mengetahui
ahli gizi untuk asupan nutrisi
menentukan jumlah yang masuk
kalori dan jenis kedalam tubuh
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu.
4 D.0130 Setelah tilakukan Manajemen Hipertermia
Hipertermia tindakan (I.15506)
keperawatan selama Observasi
Definisi: 3 x 24 jam o Identifkasi penyebab o Agar dapat
Suhu tubuh diharapkan: hipertermi (mis. mengetahui
meningkat diatas o L. 14134 Dehidrasi terpapar bagaimana
rentang normal Termoregulasi lingkungan panas hipertermi
tubuh Membaik, penggunaan terjadi
dengan kriteria incubator)
Penyebab hasil:kejang o Monitor suhu tubuh o Agar selalu
o Dehidrasi menurun, terpantau,
o Terpapar takikardi mencegah
lingkungan panas menurun. kejang
o Proses penyakit o Monitor kadar o Agar selalu
(mis. Infeksi, elektrolit terpantau
kanker) o Monitor haluaran o Agar
o Ketidaksesuaian urine mengetahui
pakaian dengan haluaran urin
tubuh
o Peningkatan laju
metabolisme Terapeutik Terapeutik:
o Respon trauma o Sediakan lingkungan o Mencegah
o Aktivitas yang dingin hipertermi
berlebihan berulang
o Penggunaan o Longgarkan atau o Melebarkan
incubator lepaskan pakaian pembuluh
darah
o Basahi dan kipasi o Mencegah
permukaan tubuh syok
o Berikan cairan oral o Mempertahank
an cairan
o Ganti linen setiap hari o Agar merasa
atau lebih sering jika nyaman
mengalami
hiperhidrosis
(keringat berlebih)
o Lakukan pendinginan o Menurunkan
eksternal (mis. panas
Selimut hipotermia
atau kompres dingin
pada dahi, leher,
dada,
abdomen,aksila)
o Hindari pemberian o Mencegah
antipiretik atau komplikasi
aspirin

Edukasi Edukasi:
o Anjurkan tirah baring o Agar banyak
istirahat
Kolaborasi Kolaborasi:
o Kolaborasi cairan dan o Mempertahank
elektrolit intravena, an asupan
jika perlu cairan

Regulasi Temperatur Regulasi


(I.14578) Temperatur
Observasi: Observasi:
o Monitor suhu bayi o Mencegah
sampai stabil ( 36.5 C komplikasi
-37.5 C) pada bayi
o Monitor suhu tubuh o Agar selalu
anak tiap 2 jam, jika terpantau,
perlu mencegah
kejang
o Monitor tekanan o Mengetahui
darah, frekuensi TD
pernapasan dan nadi
o Monitor warna dan o Mengetahui
suhu kulit adanya
sianosis
o Monitor dan o Agar
catat tanda dan terdokumentas
gejala hipotermia dan i
hipertermia
Terapeutik Terapeutik
o Pasang alat o Agar terpantau
pemantau suhu
kontinu, jika perlu
o Tingkatkan asupan o Menurunkan
cairan dan nutrisi panas
yang adekuat
o Bedong bayi segera o Mencegah
setelah lahir, untuk kehilangan
mencegah panas
kehilangan panas
o Masukkan bayi BBLR o Mencegah
ke dalam plastic kehilangan
segera setelah lahir ( panas
mis. Bahan
polyethylene, poly
urethane)
o Gunakan topi bayi o Mencegah
untuk memcegah kehilangan
kehilangan panas panas
pada bayi baru lahir
o Tempatkan bayi baru o Menghangatka
lahir di bawah radiant n bayi
warmer
o Pertahankan o Mempertahank
kelembaban an suhu bayi
incubator 50 % atau
lebih untuk
mengurangi
kehilangan panas
Karena proses
evaporasi
o Atur suhu incubator o Mencegah
sesuai kebutuhan hipotermi
o Hangatkan terlebih o Mempertahank
dahulu bahan-bahan an suhu tubuh
yang akan kontak bayi
dengan bayi (mis.
Selimut, kain
bedongan,stetoskop)
o Hindari meletakkan o Mencegah
bayi di dekat jendela bayi
terbuka atau di area mengalami
aliran pendingin hipotermi
ruangan atau kipas
angin
o Gunakan matras o Menjaga suhu
penghangat, selimut tubuh bayi
hangat dan
penghangat ruangan,
untuk menaikkan
suhu tubuh, jika perlu
o Gunakan kasur o Menjaga suhu
pendingin, water tubuh bayi
circulating blanket,
ice pack atau jellpad
dan intravascular
cooling catherization
untuk menurunkan
suhu
Edukasi: Edukasi:
o Demonstrasikan o Menjaga suhu
teknik perawatan tubuh bayi
metode kangguru
(PMK) untuk bayi
BBLR
Kolaborasi Kolaborasi:
o Kolaborasi o Mencegah
pemberian antipiretik komplikasi
jika perlu
5 Diare Setelah dilakukan Manajemen diare
tindakan (I.03101)
Definisi: keperawatan Observasi Observasi:
Peneluaran feses selama ....x24 jam o Identifikasi penyebab o Mengetahui
yang sering, lunak diharapkan: diare (mis. Inflamasi apa yang
dan tidak o Eliminasi fekal gastrointestinal, iritasi menyebabkan
berbentuk membaik dengan gastrointestinal) diare
kriteria hasil: o Identifikasi riwayat o Mengetahui
Penyebab: keluhan defekasi pemberian makanan kuman dalam
Fisiologis lama menurun, makanan
o Inflamasi peristaltik usus o Monitor warna, o Mengetahui
gastrointestinal menurun volume, frekwensi, adanya
o Iritasi dan konsistensi tinja. kelainan organ
gastrointestinal o Monitor tanda dan o Mencegah
o Proses infeksi gejala hipovolemia syok
o Malabsorbsi o Monitor iritasi dan o Mencegah
Psikologis ulserasi kulit didaerah iritasi kulit
o Kecemasan perineal
o Tingkat stres o Monitor jumlah o Mengetahui
tinggi pengeluaran diare dehidrasi
Situasional Terapeutik Terapeutik
o Terpapar o Berikan asupan o Menjaga
kontaminan cairan oral keseimbangan
o Terpapar toksin cairan
o Penyalahgunaan o Berikan cairan o Menjaga
laksatif intravena cairan
o Penyalahgunaan o Ambil sampel darah o Mengetahui
zat untuk pemeriksaan nilai elektrolit
o Program darah lengkap dan
pengobatan (Agen elektrolit
tiroid. Analgesik, o Ambil sampel feses o Mengetahui
pelunak feses, untuk kultur, jika hasil
ferosulfat, perlu pemeriksaan
antasida, cimetidi feses
ne dan antibiotik)
o Perubahan air dan Edukasi
makanan o Anjurkan makanan
o Bakteri pada air porsi kecil dan sering
secara bertahap
o Anjurkan
menghindari
makanan, pembentu
k gas, pedas, dan
mengandung lactose
o Anjurkan melanjutkan
pemberian ASI
Kolaborasi
o Kolaborasi
pemberian obat
antimotilitas
o Kolaborasi
pemberian obat
antispasmodic/
spasmolitik
o Kolaborasi
pemberian obat
pengeras feses.
6 Risiko Jatuh Setelah dilakukan Pencegahan Jatuh
tindakan (I.14540)
keperawatan selama
3 x 24 jam Observasi
diharapkan : o Identifikasi faktor o Mengetahui
o Tingkat jatuh risiko jatuh faktor risiko
menurun jatuh pasien
(L.14138) dengan o Identifikasi risiko o Agar pasien
kriteria hasil: jatuh satu kali setiap dapat
jatuh dar tempat shift terkontrol dan
tidur menurun, mencegah
jatuh saat jatuh
berjalan o Identifiikasi faktor o Meminimalisir
menurun. lingkungan yang faktor
o Ambulasi meningkatkan risiko lingkungan
meningkat jatuh penyebab
(L.05038) dengan jatuh
kriteria hasil: o Monitor kemampuan o Mencegah
nyeri saat berpindah perpidahan
berjalan menurun berlebih

Terapeutik
o Pastikan roda tempat o Mencegah
tidur selalu terkunci pasien jatuh
o Pasang handrell o Mencegah
tempat tidur pasien jatuh
o Gunakan alat bantu o Mencegah
jalan jatuh

Edukasi
o Anjurkan o Mencegah
berkonsenterasi jatuh
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
7 Risiko kerusakan Setelah dilakukan Perawatan Integritas
integritas tindakan Kulit (I.11353)
jaringan keperawatan selama Observasi Observasi:
3 x 24 jam o Identifikasi penyebab o Mengetahui
Definisi: diharapkan : gangguan integritas perubahan
Kerusakan kulit o Integritas kulit kulit (mis. Perubahan integritas kulit
(dermis dan/atau membaik dengan sirkulasi, perubahan
epidermis) atau kriteria hasil: status nutrisi,
jaringan (membran peneurunan
mukosa, kornea, kelembaban, suhu
fasia, otot, tendon, lingkungan ekstrem,
tulang, kartilago, penurunan mobilitas)
kapsul sendi Terapeutik Terapeutik:
dan/atau ligamen). o Ubah posisi setiap 2 o Mencegah
jam jika tirah baring dekubitus
Penyebab: o Bersihkan perineal o Mencegah
o Perubahan dengan air hangat, ruam
sirkulasi terutama selama
o Perubahan periode diare
status nutrisi o Gunakan produk o Menjaga
(kelebihan atau berbahan kelembaban
kekurangan) petrolium atau
o Kekurangan/kele minyak pada kulit
bihan volume kering
cairan o Hindari produk o Mencegah
o Penurunan berbahan dasar iritasi
mobilitas alkohol pada kulit
o Bahan kimia kering
iritatif Edukasi Edukasi:
o Suhu lingkungan o Anjurkan o Menjaga
yang ekstrem menggunakan kelembaban
o Faktor pelembab (mis. Lotin,
mekanis (mis. serum)
Penekanan o Anjurkan minum air o Mempertahank
pada tonjolan yang cukup an turgor kulit
tulang, gesekan) o Anjurkan o Menjaga
atau faktor meningkatkan keseimbangan
elektris asupan nutrisi o Menjaga
(elektrodiatermi, o Anjurkan meningkat keseimbangan
energi listrik asupan buah dan cairan dan
bertegangan
tinggi) saur nutrisi tubuh
o Efek samping
terapi radiasi
o Kelembaban
o Proses penuaan
o Neuropati perifer
o Perubahan
pigmentasi
o Perubahan
hormonal
o Kurang terpapar
informasi
tentang upaya
memperthankan/
melindungi
integritas
jaringan

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Ada 3 tahap implementasi :
a. Fase Orientasi
Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama kalinya
bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.
b. Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana perawat
mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka dari itu perawat
diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam tentang klien dan
masalah kesehatanya.
c. Fase Terminasi
Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat meninggalkan
pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan, ketika dievaluasi nantinya klien
sudah mampu mengikuti saran perawat yang diberikan, maka dikatakan berhasil
dengan baik komunikasi terapeutik perawat-klien apabila ada umpan balik dari
seorang klien yang telah diberikan tindakan atau asuhan keperawatan yang sudah
direncanakan.

5. Evaluasi/ Catatan Perkembangan


Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah
diberikan dengan menggunakan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan perencanaan).
Evaluasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
a. Evaluasi berjalan (sumatif)
Evaluaasi jelas ini dikerjakan dalam bentuk pengsisihan format catatan
perkembngan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh keluarga.
Format yng dipakai adalah format SOAP.
b. Evaluasi akhir (formatif)
Evaluasi akhir dikerjakan dengan cara membandingkan antar tujuan yang
akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan antara keduanya, mungkin semua tahap
dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat data-data, masalah,
atau rencana yang perlu dimodifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Atikah,M,V & Jaya,P. 2015. Buku Ajar Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, danBalita. Jakarta.
CV.Trans Info Media
Aviv,J. 2015. Researchers Submit Patent Application."Bilirubin Hematofluorometer and
Reagent Kit” . Perpustakaan Nasional RI. DiaksesPada 10 Januari 2017
Dinkes Kota Padang. 2015. Profil Kesehatan Kota padang 2014. SumateraBarat.
Kementrian kesehatan RI
Gusni, S,R. 2016. Perbedaan Kejadian Ikterus Neonatorum Antara Bayi
Prematur Dan Bayi Cukup Bulan Pada Bayi Dengan BBLR Di RSPK
Muhammadiyah Surakarta. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Herdman. 2015. Diagnosis Keperawatan Defenisi & Klasifikasi Edisi 10.
Jakarta. ECG
Hidayat, A,A . 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta. SalembaMedika
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas) 2013.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kristanti ,H,M. Etika,R. Lestari,P . 2015. Hyperbilirubinemia Treatment OfNeonatus. Folia
Medica Indonesian Vol. 51
Lynn, B, C & Sowden, L,A . 2009. Keperawatan Pediatri. Jakarta. EGC Mathindas, S. Wiliar,R.
Wahani,A . 2013. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus. Jurnal Biomedik, Volume
5, Nomor 1, Suplemen
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M, L. Swanson, E. 2016. Nursing interventionsclasification
(NIC). United Kingdom. Mocomedia
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M, L. Swanson, E. 2016. Nursing outcomesclasification
(NOC). United Kingdom. Mocomedia
Nelson. Waldo E. dkk. 2011. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 1. Jakarta.
EGCSurasmi, A. Handayani, S. Kusuma, H, N. 2003. Perawatan bayi risiko tinggi.
Jakarta . EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Widagdo. 2012. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Ikterus. Jakarta. Sagung Seto
Wong, D, L. Eaton, M, H. Wilson, D. Winkelstein, M, L. Schwartz. 2009. Bukuajar keperawatan
pediatrik. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai