Anda di halaman 1dari 32

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami pamjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas “Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Migrain
Aura”. Laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Keperawatan
terutama mengenai Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Migrain.
Terselesaikannya tugas ini tidak terlepas dari peranan pihak-pihak yang
membantu dalam proses bimbingan. Untuk itu kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada Pembimbing Akademik Ns. Yana Hendriana, S.Kep, M.Kep, Ns.
Aria Pranatha, S.Kep., M.Kep, Ns. Heri Hermansyah, S.Kep., M.Kep, kepada
Pembimbing Klinik RSU Kuningan Medical Center Luragung dan juga untuk
teman-teman dan orang tua yang selalu memberikan dukungan kepada kami untuk
menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih sangat sederhana dan masih
mempunyai banyak kekurangan. Maka dari itu, besar harapan kami agar tulisan
ini dapat diterima dan nantinya dapat berguna bagi semua pihak. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positif membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Kuningan, 04 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... iv
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi ........................................................................................................... 1
2. Anatomi Fisiologi Otak .................................................................................. 1
3. Etiologic.......................................................................................................... 5
4. Klasifikasi ....................................................................................................... 6
5. Patofisiologi dan Pathway .............................................................................. 7
6. Pemeriksaan Diagnostik ............................................................................... 10
7. Manifestasi Klinis ......................................................................................... 11
8. Penatalaksanaan ............................................................................................ 12
9. Pencegahan ................................................................................................... 13
10. Komplikasi.................................................................................................... 13
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian .................................................................................................... 14
2. Diagnosa Keperawatan ................................................................................. 17
3. Intervensi Keperawatan ................................................................................ 19
4. Implementasi Keperawatan .......................................................................... 26
5. Evaluasi/ Catatan Perkembangan ................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................28

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Ativitas Klien dengan Migrain .......................................................................... 16


Tabel 2 Pemeriksaan Fisik pada klien dengan Migrain .................................................. 17
Tabel 3 Intervensi Keperawatan ..................................................................................... 22

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Lobus dan cerebrum, dilihat dari atas dan samping ........................................ 2
Gambar 2 Cerebellum, dilihat dari belakang atas ............................................................. 3
Gambar 3 Pathway pada Klien dengan Migrain ............................................................. 10
Gambar 4 Tahapan Pemeriksaan Pasien dengan Nyeri Kepala ...................................... 11

iv
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. K DENGAN MIGRAIN AURA
DI RUANG PENYAKIT DALAM (RUANG TULIP 2 KAMAR 5)
RSU KUNINGAN MEDICAL CENTER LURAGUNG
2021

A. Konsep Dasar Migrain


1. Definisi
Migrain adalah suatu penyakit yang ditandai dengan episode nyeri kepala
berulang, seringkali unilateral, namun dapat juga bilateral, dan dalam beberapa
kasus disertai dengan gangguan visual atau sensorik yang dikenal sebagai aura.
Aura seringkali timbul sebelum nyeri kepala muncul, namun dapat terjadi
selama atau setelah nyeri kepala (Burstein, 2015).
Migrain adalah nyeri kepala berulang yang idiopatik, dengan serangan
nyeri yang berlangsung 4-27 jam, biasanya sesisi, sifatnya berdenyut, intensitas
nyeri sedang-berat, di perhebat oleh aktivitas fisik rutin, dapat disertai nausea,
fotofobia dan fonofobia. Migrain dapat terjadi pada anak-anak dengan lokasi
nyeri lebih sering bifrontal. Migrain merupakan suatu kondisi yang kronis dan
kumat-kumatan (Nurarif, Amin Huda. Kusuma, Hardhi. 2015).
Migrain adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada
waktu dari serangan sakit kepala berat yang berulang-ulang. Migrain merupakan
salah satu bentuk sakit kepala yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah
(Price &Wilson, 2007 dalam Giyanti 2018).

2. Anatomi Fisiologi Otak


Anatomi Fisiologi Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100 - 200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual
kita. Otak terdiri dari sel - sel otak yang disebut neuron. Otak merupakan organ
yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron - neuron di otak mati tidak
mengalami regenerasi kemampuan adaptif atau plastisitas. Pada otak dalam
situasi tertentu bagian - bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-
bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan
mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan stroke (Syaifuddin,
2016)

1
Secara garis besar sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat
dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla
spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari
SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian
tubuh lainnya (Syaifuddin, 2016). Otak merupakan bagian utama dari sistem
saraf dengan komponen bagiannya adalah :
a. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri serta tersusun dari korteks. Korteks ditandai
dengan sulkus (celah) dan girus. 2 Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus,
yaitu
1) Lobus Frontalis Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual
yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara
(area broca di hermisfer kiri), pusat penghidit dan emosi. Bagian ini
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis
(area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor).
Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara,
lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara,
motivasi dan inisiatif (Syaifuddin, 2016)
2) Lobus Temporalis Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum
yang berjalan ke bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari
fisura parieto-oksipitalis (Syaifuddin, 2016). Lobus ini berfungsi untuk
mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam
pembentukan dan perkembangan emosi.
3) Lobus Parietalis Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran
sensorik di gyrus post sentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran (Syaifuddin, 2016)
4) Lobus Oksipitalis Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan
dan area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini
dengan informasi saraf lain dan memori (Syaifuddin, 2016)
5) Lobus Limbik Lobus limbik untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan autonom (Syaifuddin,
2016)

Gambar 1 Lobus dan cerebrum, dilihat dari atas dan samping


(Sumber: Syaifuddin, 2016)

2
b. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi
yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi
somatosensori yang diterima inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan
output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang
menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf
pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan
tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot - otot volunter secara optimal.
Bagian - bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan
lobus fluccolonodularis (Syaifuddin, 2016)

Gambar 2 Cerebellum, dilihat dari belakang atas


(Sumber: Syaifuddin, 2016)

c. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh
proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya
dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur - struktur fungsional batang otak
yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian - bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang
saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu
mesensefalon, pons dan medulla oblongata.

Anatomi Peredaran Darah Otak


Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus

3
dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh -
pembuluh darah yang bercabang - cabang, berhubungan erat satu dengan yang
lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.
a. Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis
membentuk circulus willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang
dari arteri karotis komunis yang berakhir pada arten serebri anterior dan
arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh
darah ini keluar arteri communicans posterior yang bersatu kearah kaudal
dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan
melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal
dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteria subklavia kanan merupakan
cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan
cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui
foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arten basilaris.
b. Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus - sinus
duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur
duramater. Sinus - sinus duramater tidak mempunyai katup dan sebagian
besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir
ke dalam sinus longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena
cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang mengalir ke dalam
sinus longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke
dalam sinus transversus. Vena -vena serebri profunda memperoleh aliran
darah dari basal ganglia (Syaifuddin, 2016)

Sistem Sensorik
Menurut (Syaifuddin, 2016), tentang sistem kontrol sensorik menjelaskan
bahwa dengan indera yang kita miliki, kita mampu menerima sejumlah besar
informasi dari lingkungan. Rangsangan mencapai tubuh dalam berbagai bentuk
energi seperti elektromagnetik (rangsangan visual) atau energi mekanik
(rangsangan taktil). Berbagai reseptor sensorik atau sensor untuk rangsangan ini
secara klasik terdapat pada organ mata, telinga, kulit, lidah, dan hidung
sedangkan pada permukaan tubuh maupun didalam tubuh terdapat pada
propiosensor dan organ vestibular (keseirnbangan). Jalur sistem sensorik ini
memiliki empat elemen stimulasi yaitu modalitas, intensitas, durasi dan
lokalisasi. Setiap jenis sensor adalah memiliki stimulus unik yang spesifik atau
mampu membangkitkan modalitas sensorik tertentu seperti penglihatan, suara,
sentuhan, getaran, suhu, nyeri, rasa, bau, juga posisi tubuh dan gerakan lain -
lain. Masing - masing modalitas memiliki submodalitas seperti rasa yang bisa
manis atau pun pahit dan lain – lain
Menurut (Syaifuddin, 2016), System sensorik somatik menerima
informasi primer dari reseptor eksteroseptif dan proprioseptif. Didapatkan 4
subkelas mayor dari sensasi somatik, yaitu :

4
1) Sensasi nyeri, yang dicetuskan oleh rangsang yang dapat menciderai
(noxious)
2) Sensasi suhu (termal), terdiri dari rasa panas dan rasa dingin
3) Rasa (sensasi) sikap, dicetuskan oeh perubahan mekanis di otot dan
persendian serta mencakup rasa sikap anggota gerak serta gerakan anggota
gerak (kinesthesia)
4) Sensasi (rasa) tekan, dicetuskan oleh stimulasi mekanis yang diberikan pada
permukaan tubuh.

Sistem Motorik
Menurut Guyton dan Hall (2006), tentang bagian motorik dari sistem
saraf (efektor) menjelaskan bahwa peran terakhir yang paling penting dari sistem
saraf adalah untuk mengontrol berbagai kegiatan tubuh. Hal ini dicapai dengan
mengendalikan kontraksi yang tepat dari kerangka otot - otot pada seluruh
tubuh, kontraksi dari otot polos dalam organ internal, dan sekresi zat kimia aktif
oleh kedua kelenjar eksokrin dan endokrin di banyak bagian tubuh. Kegiatan ini
secara kolektif disebut fungsi motorik dari sistem saraf, otot dan kelenjar yang
disebut sebagai efektor karena mereka merupakan struktur anatomi yang
sebenarnya melakukan fungsi yang didikte oleh sinyal saraf.

3. Etiologi
Lebih dari separuh penderita memiliki keluarga dekat yang juga
menderita migrain, sehingga diduga ada kecenderungan bahwa penyakit ini
diturunkan secara genetik. Selain itu, migrain diduga disebabkan oleh campuran
faktor lingkungan (Piane et al., 2007). Sekitar dua pertiga kasus migrain
memiliki riwayat keluarga dengan migrain (Potter & Perry, 2005). Perubahan
kadar hormon juga berperan terhadap migrain dimana migrain sedikit lebih
banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan sebelum
pubertas, namun setelah pubertas terjadi 2-3 kali lebih banyak pada wanita
dibandingkan (Potter & Perry, 2005). Migrain terjadi jika arteri yang menuju ke
otak menjadi sempit (konstriksi, mengkerut) dan kemudian melebar (dilatasi),
yang akan mengaktifkan reseptor nyeri di dekatnya (Piane et al., 2007).

Migrain dengan atau tanpa aura pada umumnya menunjukkan pola


pewarisan yang bersifat multifaktorial, namun sifat spesifik dari pengaruh
genetik belum sepenuhnya dipahami. Studi asosiasi genom terbaru menunjukkan
terdapat 4 regio di mana polimorfisme nukleotida tunggal mempengaruhi risiko
menderita migrain (Piane et al., 2007).. Berbagai faktor pencetus serangan
migrain telah diidentifikasi, sebagai berikut
a. Kekurangan nutrisi dan kurang tidur

5
b. Terkena cahaya yang terlalu terang atau suara yang terlalu bising
c. Berubahnya hormon saat menstruasi
d. Stress
e. Perubahan cuaca yang drastis
f. Banyak mengkonsumsi minuman berkafein, dan beralkohol
g. Memakan makanan yang mengandung MSG atau nitrat
h. Merokok

4. Klasifikasi
Migrain di klasifikasikan menjadi migrain tanpa aura (common migrain)
dan migrain dengan aura (classic migrain) (Piane et al., 2007).
a. Migrain tanpa aura (common migrain)
Migrain tanpa aura adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi
serangan yang berlangsung selama 4-72 jam. Karakteristik khasnya adalah
lokasi unilateral, kualitas berdenyut, intensitas sedang atau berat, diperberat
oleh aktivitas fisik rutin dan berhubungan dengan mual dan atau fotofobia
dan fonofobia.
Kriteria diagnosisnya, terdiri dari:
1) Paling sedikit 5 kali serangan, memenuhi kriteria B-D
2) Nyeri kepala berlangsung selama 4-27 jam (tidak diterapi atau terapi
yang salah).
3) Nyeri kepala paling sedikit memiliki dua karakteristik dibawah ini:
a) Lokasi unilateral
b) Berdenyut
c) Intensitas sedang sampai berat
d) Diperberat oleh aktivitas fisik rutin atau menyebabkan hambatan
aktifitas fisik rutin (contohnya berjalan atau menaiki tangga)
4) Saat nyeri kepala, paling sedikit diikuti satu karakteristik dibawah ini:
a) Mual dan atau muntah
b) Fotofobia dan fonofobia
5) Tidak berkaitan dengan penyakit lain
Migrain tanpa aura adalah subtipe migrain yang paling sering terjadi
dan memiliki rata-rata frekuensi serangan yang lebih tinggi serta lebih
menyebabkan disabilitas jika dibandingkan dengan migrain dengan aura.
b. Migrain dengan aura (classic migrain)
Migrain dengan aura adalah nyeri kepala berulang dengan
manifestasi gejala neurulogis reversible yang biasanya berkembang secara
bertahap selama 5-20 menit dan berlangsung selama kurang dari 60 menit.
Kriteria diagnosis, terdiri dari:
1) Paling sedikit 2 kali serangan dan memenuhi kriteria B
2) Migrain aura memenuhi kriteria B dan C dari salah satu sub-bagian
(aura tipikal dengan migrain, aura tipikal tanpa migrain, aura tipikal
tanpa nyeri kepala, familial hemiplegic migrain, sporadic hemiplegic
migrain, basilar-type migrain)
3) Tidak berkaitan dengan penyakit lain

6
Aura adalah gejala neurologis kompleks yang terjadi sebelum atau
awal terjadinya migrain. Penderita migrain yang mengalami serangan
migrain dengan aura juga sering mengalami serangan tanpa aura.
Gejala prodromal, timbul dalam hitungan jam sampai satu atau dua
hari sebelum serangan migrain (dengan atau tanpa aura). Gejala- gejala
tersebut terdiri dari kelelahan, kesulitan berkonsentrasi, kaku leher,
sensitivitas terhadap cahaya atau suara, mual, penglihatan kabur, menguap
dan pucat.
Aura biasanya muncul selama 10-30 menit. Gangguan visual
merupakan gangguan yang paling banyak ditemukan. Selain itu juga
terdapat gangguan sensorik dan motorik. Gangguan visual dapat berupa
gejala visual seperti homonymous hemianopic atau quadrantic field defect,
central scotomas, tunnel vision atau scintillating scotoma.
Selain migrain dengan aura atau tanpa aura masih ada klasifikasi
migrain yang lain seperti childhood periodic syndrome, retinal migrain dan
probable migrain, akan tetapi klasifikasi migrain tersebut tidak dibahas
lebih lanjut disini.

5. Patofisiologi dan Pathway


Mekanisme migrain sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Penelitian biokimia membuktikan bahwa beberapa karakteristik fisiologis pada
migrain, telah diusulkan menjadi faktor predisposisi dari migrain. Karakteristik
tersebut terdiri dari metabolisme serotonin (5-HT), aktivasi trombosit,
peningkatan sensitifitas kepada nitric oxide, penurunan level dari metabolisme
enzim, fungsi reseptor opiat yang tidak normal dan abnormalitas dari electro-
encephalographic (EEG) (Silberstein, 2002 dalam Wastu 2020).

Dibawah ini merupakan beberapa teori yang dikemukakan dari


beberapa studi, antara lain (Hoffman, 2018):
a. Teori vaskular
Teori ini berkaitan dengan perubahan-perubahan sifat pembuluh
darah. Sebelum suatu serangan, pembuluh darah intrakranial mengalami
vasokonstriksi, menyebabkan penurunan aliran darah ke korteks
penglihatan, yang disusul dengan vasodilatasi, terutama pembuluh darah
ektraserebral kulit kepala dan duramater. Rasa nyeri pada migrain
disebabkan oleh vasodilatasi dari pembuluh darah tersebut.
b. Genetik
Salah satu aspek penting dari patofisiologi migrain adalah kelainan
yang secara alami diturunkan. Hasil studi migrain yang diturunkan dari

7
orang tua ke anak telah dilaporkan bahwa riwayat keluarga memiliki hasil
positif berhubungan dengan migrain (Piane et al., 2007).
Berdasarkan survei epidemiologi, menyatakan bahwa migrain tanpa
aura merupakan kelainan multifaktorial yang disebabkan oleh faktor
genetik dan lingkungan. Dengan penjelasan yang kurang jelas, tapi secara
epidemiologi migrain dengan aura berhubungan dengan
methyltetrahydrofolate reductase gene mutation C677T (Piane et al.,
2007)..
Selain itu, migrain berhubungan dengan mutasi kromosom 19
termasuk Cav2.1 (P/Q) type voltage-gate calcium channel CACNA1A
gene. Sekarang dikenal dengan FHM-I, mutasi ini bertanggung jawab
sebanyak 50% dari keluarga yang diidentifikasi serta menyebabkan
pengeluaran dari glutamat (Piane et al., 2007).
c. Cortical Spreading Depression (CSD)
Cortical Spreading Depression sudah cukup merangsang aktivasi
dari saraf trigeminal, meskipun masih kontroversial. Perubahan struktur di
duramater terlihat setelah ganglion trigeminal dirangsang, selain itu juga
terjadi degranulasi sel mast, perubahan venula pasca kapiler, dan aggregasi
trombosit. Semua perubahan tersebut mengawali respon inflamasi yang
menyebabkan nyeri pada migrain (Hoffman, 2018).
Studi pada aliran darah menunjukkan adanya hiperemia fokal
cenderung mendahului penyebaran oligemia. Hal ini mirip dengan apa
yang terjadi pada keadaan depresi. Oligemia akan merespon
cerebrovaskular untuk hiperkapnia (peningkatam karbon dioksida di darah)
dan sementara autoregulasi tetap akan utuh. Jadi, pola membuktikan
terjadinya depresi secara eksperimental (Hoffman, 2018).
d. Aktivasi saraf trigeminal
Secara biologik, migrain merangsang korteks serebri secara
berlebihan, yang mungkin mendasari terjadinya migrain dengan aura dan
sering meningkatkan komorbiditas depresi, mania dan anxietas. Rasa nyeri
yang timbul berhubungan dengan sensitisasi dari ujung saraf perifer di
sekitar pembuluh darah, mungkin menjadi penyebab pelebaran dari

8
pembuluh darah meningeal, yang menyebabkan sistem sentral trigeminal
teraktivasi dan tersensitisasi. Pengeluaran neuropeptida menyebabkan
inflamasi neurogenik dari pembuluh darah meningeal yang nantinya akan
mengaktivasi serabut sensorik trigeminal. Neuropeptida seperti substance
P dan calcitonin gene- related peptide (CGRP), mengawali respon
inflamasi tersebut (Akbar, 2012).
e. Serotonin
Teori serontonin telah mengobservasi bahwa serangan migrain
berhubungan dengan peningkatan dari metabolisme serotonin. Pelepasan
serotonin dari hipersensitivitas trombosit menjadi salah satu penyebab pada
migrain (Hoffman, 2018).

9
Gambar 3 Pathway pada Klien dengan Migrain
(Sumber: Akbar, 2012)

6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Bahrudin (2013), pemeriksaan diagnostik untuk mengetahui
diagnosa migrain, yaitu:
a. Elektoensefalografi (EEG)
Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui lokasi dari proses,
bukan untuk mengetahui etiologisnya. Pemeriksaan dapat dilakukan
dengan serial, dan biaya masih dapat dijangkau oleh sebagaian besar
masyarakat. Indikasi untuk EEG:
1) Bila terdapat gangguan lapangan penglihatan.
2) Bila terdapat gangguan fungsi saraf otak.
3) Bila pasien mengeluh black-out (epilepsi?, sinkope?).
4) Nyeri kepala yang menetap pada satu sisi disertai dengan gangguan
saraf otak ringan.
5) Perubahan dari lamanya dan sifat nyeri kepala.

10
6) Bila setelah diberikan pengobatan tidak ada perbaikan dari nyeri
kepala.
b. CT scan
Menurut Bahrudin (2013), dengan pemeriksaan ini dapat diketahui
tidak hanya letak dari proses tapi sering juga etiologi dari proses tersebut.
Sayangnya, biaya pemeriksaan masih mahal.

Gambar 4 Tahapan Pemeriksaan Pasien dengan Nyeri Kepala


(Sumber: Burhanudin, 2013)

7. Manifestasi Klinis
Seluruh perawatan klinis pada penderita migraine berbeda pada tiap
individu. Ada 4 fase umum yang umumnya terjadi pada penderita migraine,
namun tidak semuanya bisa dialami pada tiap individu (Suharjanti. 2013):
a. Fase Prodormal
Fase prodormal dialami sekitar 40-60% penderita migraine. Memiliki gejala
diantaranya perubahan mood, menjadi irritable, mudah menjadi depresi
atau euphoria, memiliki perasaan lemah, kebiasaan tidur berlebihan serta
menginginkan jenis makanan tertentu. Gejala tersebut muncul beberapa jam
bahkan beberapa hari sebelum nyeri kepala.
b. Fase Aura

11
Fase aura merupakan gejala neurologis fokal kompleks yang terjadi lebih
dulu atau menyertai serangan migraine. Fase aura muncul bertahap yaitu
selama 5-20 menit. Aura bisa berupa sensasi motorik, sensasi sensorik,
visual atau gabungan diantaranya. Pada aura visual 64% muncul pada
pasien dan itu merupakan gejala neurologis paling umum. Fase aura pada
migraine umumnya hilang beberapa menit kemudian muncul nyeri kepala.
c. Fase Nyeri Kepala
Migraine umumnya unilateral, berdenyut, dan biasanya dimulai di daerah
frontotemporalis dan ocular. Selanjutnya menyebar setelah 1-2 jam secara
difus kearah posterior. Serangan nyeri kepala dapat berlangsung kurang
lebih selama 4-72 jam pada orang dewasa dan pada anak-anak biasanya 1-
48 jam. Intensitas nyeri kepala sedang sampai berat yang dapat menggangu
aktivitas sehari-hari.
d. Fase Postdormal atau Pemulihan
Penderita biasanya merasa mudah lelah, menjadi irritable, konsentrasi yang
mudah turun dan terjadinya perubahan mood. Penderita dapat tertidur dalam
jangka waktu panjang.

8. Penatalaksanaan
a. Non Farmakologi
Pengobatan tanpa obat biasanya dilakukan untuk meringankan gejala
migrain dan untuk pencegahan. Relaksasi dipercaya mampu mencegah
timbulnya serangan migrain bila dilakukan saat gejala pendahuluan. Jika
memungkinkan, tidur merupakan obat yang paling mujarab (Hoffman,
2018). Untuk mencegah timbulnya migrain, pasien dapat dimotivasi untuk
mengubah pola hidup yang selama ini dicurigai dapat mencetuskan
timbulnya migrain. Hal ini termasuk menghentikan kebiasaan merokok,
menghindari makanan yang banyak mengandung tiramin seperti keju,
hindari pula makanan yang mengandung nitrat tinggi seperti kacang
kacangan. Selain itu harus segera melakukan apa yang disebut pola hidup
sehat seperti makan makanan yang bergizi, minum yang cukup, tidur yang
cukup, dan olah raga yang teratur (International Headache Society, 2013).

12
b. Farmakologi
Penderita migrain yang ketika serangan terjadi tidak terlalu
mempengaruhi aktifitasnya sehari hari cukup diberikan obat penghilang
nyeri (analgetik) yang banyak dijual di warung warung. Walaupun
demikian, penggunaan obat ini harus selalu memperhatikan aturan pakai
yang tertera di bungkus obat tersebut guna mencegah hal hal yang tidak
diingini (Hoffman, 2018)..
Terdapat dua golongan obat analgetik yang umum digunakan yaitu
Acetaminophen (Paracetamol) dan NSAID atau Non-Steroidal Anti-
Inflammatory Drugs. Obat NSAID dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu
aspirin dan non-aspirin. Yang termasuk ke dalam golongan NSAID non-
aspirin antara lain ibuprofen dan naproxen. Beberapa jenis dari obat NSAID
ini dapat diperoleh dengan menggunakan resep dokter. Selain untuk
migrain, obat NSAID juga digunakan untuk mengobati radang sendi, radang
tendon dan lain lain..
Acetaminophen atau paracetamol bekerja di pusat nyeri otak untuk
mengurangi rasa nyeri dan demam. Acetaminophen mempunyai efek
samping yang sangat minim terutama pada lambung bila dibandingkan
dengan obat NSAID. Meskipun demikian, bila digunakan secara
serampangan dan melebihi dosis yang dianjurkan, acetaminophen dapat
menyebabkan kerusakan hati yang lumayan berat. Pada pasien yang suka
minum alkohol, acetaminophen dapat menyebabkan kerusakan hati walau
diberikan pada dosis yang rendah. Kesimpulannya, selalulah membaca
aturan pakai obat yang tertera di label obat untuk mencegah keracunan atau
kelebihan dosis.
Obat NSAID mengurangi nyeri dengan cara mengobati reaksi
inflamasi yang menyebabkan terjadinya nyeri. Obat ini disebut non steroid
karena memang berbeda dari obat steroid walaupun sama sama mempunyai
efek mencegah terjadinya reaksi inflamasi. Obat obat yang termasuk ke
dalam golongan steroid (kortikosteroid) tidak dipergunakan karena
mempunyai efek samping yang kurang bagus bila digunakan dalam jangka
waktu yang lama. Efek samping ini tidak ditemukan pada obat NSAID.

13
Untuk mengobati sakit kepala, beberapa dokter menggunakan
kombinasi antara aspirin, acetaminophen, dan kafein. Ketiga obat ini
mempunyai efek sinergis untuk meringankan gejala sakit kepala.

9. Pencegahan
Migrain tidak dapat disembuhkan sepenuhnya, tetapi kita dapat
mengurangi frekuensi serangan penyakit ini semaksimal mungkin. Beberapa
upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan migrain
adalah (Alodocter, 2018):
a. Mengidentifikasi dan mencegah pemicu migrain
Mengindentifikasi pemicu migrain dapat dilakukan dengan membuat
catatan setelah terserang migirain. Pasca serangan migrain, penderita dapat
membuat catatan mengenai tanggal dan jam serangan terjadi, tanda-
gejala yang muncul, obat yang dikonsumsi, serta kapan gejala berakhir. Dari
catatan tesebut, dokter dapat membantu mengidentifikasi pemicunya dan
memberi penanganan yang tepat. Contohnya, migrain yang terjadi
setelah mengonsumsi makanan tertentu atau terjadi saat kondisi stress,
upaya penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari
konsumsi makanan tersebut atau mengendalikan stres agar tidak sampai
menimbulkan serangan migrain.
b. Buat jadwal kegiatan harian yang konsisten
Mengatur pola tidur dan makan yang teratur serta mengendalikan
tekanan atau stres dapat mencegah timbulnya serangan migrain. Selain itu,
dianjurkan untuk berolahraga secara teratur agar stres dapat berkurang,
sehingga dapat mencegah serangan migrain.
c. Konsumsi obat atau suplemen
Biasanya, dokter akan meresepkan obat jika ada kemungkinan
penderita terserang kembali migrain atau jika serangan migrain sering
terjadi. Obat pencegah serangan migrain diberikan sesuai pemicunya.
Contoh obat-obatan tersebut adalah flunarizin, propranolol untuk mengatasi
angina dan hipertensi, serta terapi penggantian hormon (contohnya estrogen)
untuk mencegah serangan migrain yang berkaitan dengan hormon.

10. Komplikasi
Sakit kepala sebelah (migrain) juga mungkin menderita sebagian
kerusakan otak karena sel-sel otak menggembung dan menjadi haus akan
oksigen .Temuan yang membantu menjelaskan mengapa penderita migrain
memiliki resiko lebih tinggi untuk terserang stroke, menurut beberapa peneliti
Ahad. Kerusakan otak serupa dapat terjadi akibat gegar otak dan kondisi pasca-
stroke, menurut peneliti tersebut dalam jurnal Nature Neuroscience.

14
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN NY. K DENGAN MIGRAIN DI RUANG PENYAKIT DALAM
(TULIP 2/ 5) RSU KMC LURAGUNG

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Migrain


1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan klien dengan
migrain, diantaranya:
a. Biodata
1) Data Pasien
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
Tanggal Masuk RS :
Tanggal Pengkajian :
Diagnosa Medis : Migrain Aura
2) Data Penanggungjawab
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
Hubungan dengan Klien :
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
1) Keluhan utama
Klien mengeluh sakit kepala
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien akan mengeluh sakit kepala yang tidak kunjung sembuh, biasanya
sakit dirasakan pada salah satu sisi dan akan menjalar kesisi yang lainnya,
sakit kepala akan dirasakan selama 5 – 60 menit dan didahului dengan
perubahan persepsi dan sensori seperti klien mengigau.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
a) Apakah sebelumnya klien pernah diawat dirumah sakit?

15
b) Apakah sebelumnya klien pernah mengalami penytakit yang sama
seperti saat ini?
c) Apakah selaama beberapa nulan terakhir klien sakit?
4) Riwayat kesehatan keluarga
a) Apakah terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien
b) Apakah dikeluarga terdapat anggota yeng menderita penyakit
menular, kronis dan menahun?
5) Riwayat Alergi
a) Apakah klien alergi terhadap makanan
b) Apakah klien alergi terhadap obat
c) Apakah klien memiliki alergi? Jika YA, alergi terhadap apa?
6) Aktivitas Dasar
Tabel 1 Ativitas Klien dengan Migrain

No Aktivitas Keterangan
1 Makan/ Minum Biasanya pada klien dengan migrain akan
mengalami mual sehingga nafsu makan akan
menusun dan terjadi defisit nutrisi pada klien.
2 Toileting Pada klien dewasa atau lansia dengan migrain
memungkinkan untuk terjadi jatuh saat ke
kamar mandi, sehingga aktivitas ini harus
dibantu.
3 Personal Hyegine Klien dengan migrain berat akan jarang untuk
melakukan personal hygine.
4 Berpakaian Klien berpakain mandiri
5 Mobilisasi dari Klien akan dibantu untuk melakukan
tempat tidur mobilisasi
6 Berpindah Klien akan dibantu untuk berpindah
7 Ambulasi Klien akan dibantu untuk melakukan ambulasi

c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Keadaan ketika dikaji: baik, sedang/ lemah
2) Kesadaran : Composmentis
3) GCS : E: 4 | V: 5 | M: 6
4) Tanda – Tanda Vital
a) Tekanan Darah : Biasanya terjadi peningkatan tekanan darah
b) Nadi : Normal 60 – 100 kali per menit
c) Respirasi : Normal 12 – 20 kali per menit
d) Suhu : Normal 3,.5 – 37,5oC

16
e) SpO2 : Normal 95 – 100%
5) Berat badan : Tanyakan berat badan klien
6) Tinggi badan : Tanyakan tinggi badan klien
7) Pemeriksaan Head to Toe
Tabel 2 Pemeriksaan Fisik pada klien dengan Migrain
Jenis Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
Kepala : Biasanya
wajah tampak
pucat, wajah
tampak
meringis,
konjungtiva
anemis,
skelra tidak
ikterik,
hidung tidak
sianosis,
mukosa bibir
kering,
biasanya
adanya
pergeseran
trakea.
Thorax : Kadang Fremitus Biasanya Normal
terlihat paru yang saat
retraksi terinfeksi diperkusi
interkosta biasanya terdapat
dan tarikan lemah suara pekak
dinding dada,
biasanya
pasien
kesulitan saat
inspirasi.
Abdomen : Biasanya Biasanya Biasanya Biasanya bising
tampak tidak ada terdapat usus pasien
simetris pembesaran suara tidak terdengar.
hepar tympani.
: Biasanya tidak ada pembesaran he

Ekstremitas : Biasanya
Atas CRT <2
detik, akral
teraba dingin,
tampak
pucat, tidak
ada edema,
turgor kulit
elastis

17
Ekstremitas : Biasanya
Bawah CRT <2
detik, akral
teraba dingin,
tampak
pucat, tidak
ada edema

d. Pemeriksaan Penunjang
Klien akan melakukan pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG) dan
atau CT – Scan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1 Data Subjektif: Trama tumpul D.0074
a. Klien mengatakan  Gangguan rasa
tidak nyaman nyaman: nyeri
b. Klien mengatakan Ekstra kranial
nyeri kepala 
c. Skala Nyeri 3 – 6 Terputusnya
kontinuitas jaringan
Data Objektif: otak
a. Klien tampak 
meringis
b. Klien terlihat lemas Perdarahan, hematoma

Perubahan sirkulasi
CSS

Peningkatan TIK

Gangguan rasa
nyaman: nyeri
2 Data subjektif: Trama tumpul D.0019
a. Klien emngatakan  Defisit Nutrisi
nyeri abdomen
b. Klien mengatakan Ekstra kranial
cepat kenyang setelah 
makan Terputusnya
c. Klien mengatakan kontinuitas jaringan
nafsu makan menurun otak

18
Data Objektif: 
a. Bising usus hiperaktif
b. Otot menelan lemah Perdarahan, hematoma
c. Membran mukosa 
pucat Perubahan sirkulasi
CSS

Peningkatan TIK

Mual, muntah,
penurunan fungsi

Defisit nutrisi
3 Data Subjektif: Nonn trauma D.0055
a. Klien mengeluh sulit  Gangguan pola
tidur tidur
b. Klien mengeluh tidak Beban pikiran stress
puas tidur psikologis
c. Klien mengeluh 
istirahat tidak cukup Hormon kortisol
vasokontriksi
pembuluh darah otak

Gangguan pola tidur
4 Faktor Risiko: Trama tumpul D.0143
a. Usia >65 tahun  Risiko Jatuh
b. Penurunan fungsi
kognitif Ekstra kranial
c. Kerusakan syaraf 
kognitif Terputusnya
kontinuitas jaringan
otak

Perdarahan, hematoma

Perubahan sirkulasi
CSS

Peningkatan TIK

Gangguan rasa
nyaman: nyeri

19

Disfungsi batang otak

Kerusakan syaraf
motorik

Risiko jatuh

b. Diagnosa Keperawatan Prioritas


1) Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan peningkatan tekaan
intra kranial dibuktikan dengan:
Data Subjektif:
a) Klien mengatakan tidak nyaman
b) Klien mengatakan nyeri kepala
c) Skala Nyeri 3 – 6
Data Objektif:
a) Klien tampak meringis
b) Klien terlihat lemas
2) Defisit nutrisi derhubungan dengan penurunan fungsi, peningkatan
metabolisme, intake nutrisi tidak adekuat dibuktikan dengan:
Data subjektif:
a) Klien emngatakan nyeri abdomen
b) Klien mengatakan cepat kenyang setelah makan
c) Klien mengatakan nafsu makan menurun
Data Objektif:
a) Bising usus hiperaktif
b) Otot menelan lemah
c) Membran mukosa pucat
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
dibuktikan dengan
Data Subjektif:
a) Klien mengeluh sulit tidur
b) Klien mengeluh tidak puas tidur

20
c) Klien mengeluh istirahat tidak cukup
4) Risiko jatuh dibuktikan dengan faktor risiko:
a) Usia > 65 tahun
b) Penurunan fungsi kognitif
c) Kerusakn syaraf motorik

21
3. Intervensi Keperawatan
Tabel 3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa (SDKI) Tujuan (SLKI) Intervensi (SLKI)


1 D.0077 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I. 08238)
Nyeri Akut keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan: Observasi
Definisi: Pengalaman 1. Tingkat nyeri menurun 1. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
sensorik atau emosional yang (L.08066) dengan kriteria nyeri
berkaitan dengan kerusakan hasil: keluhan tidak 2. Identifikasi skala nyeri
jaringan aktual atau nyaman menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
fungsional, dengan onset 2. Status kenyamanan 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
mendadak atau lambat dan meningkat (L.08064) nyeri
berintensitas ringan hingga dengan kriteria hasil 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
berat yang berlangsung keluhan nyeri menurun, 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
kurang dari 3 bulan. mual menurun. 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
Penyebab: diberikan
1. Agen pencedera fisiologis 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
(mis. Inflamasi, iskemia, Terapeutik
neoplasma) 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
2. Agen pencedra kimiawi nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
(mis. Terbakar, bahan biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
kimia iritan) terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
3. Agen pencidra fisik (mis. 2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Abses, trauma, amputasi, Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
terbakar, terpotong, 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
mengangkat berat,prosedur 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
operasi,trauma, latihan strategi meredakan nyeri
Edukasi

22
fisik berlebihan 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 D.00019 Setalh dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I. 03119)
Defisit Nutrisi keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan: Observasi
Definisi: Asupan nutrisi 1. Status nutrisi membaik (L. 1. Identifikasi status nutrisi
tidak cukup untuk memenuhi 03030) dengan kriteria 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
kebutuhan metabolisme. hasil porsi makanan yang 3. Identifikasi makanan yang disukai
dihabiskan meningkat, 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Penyebab; nyeri abdomen menurun. 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
1. Ketidakmampuan 6. Monitor asupan makanan
menelan makanan 7. Monitor berat badan
2. Ketidakmampuan 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
mencerna makanan Terapeutik
3. Ketidakmampuan 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
mengabsorbsi nutrien 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
4. Peningkatan kebutuhan makanan)
metabolisme 3. 3Sajikan makanan s4ecara menarik dan suhu yang sesuai
5. Faktor ekonomi (mis. 4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Finansial tidak 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
mencukupi) 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
6. Faktor psikologis (mis. 7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika
Stres, keengganan untuk asupan oral dapat ditoleransi
makan) Edukasi

23
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.
3 D, 0055 Setelah dilakukan tindakan Dukungan Tidur (I.09265)
Gangguan Pola Tidur keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan: Observasi
1. Pola tidur membaik 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
(L.05045) dengan kriteria 2. Identifikasi faktor pengganggu tidr
hasil: keluhan tidak puas 3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu
tiduk meningkat, keluhan tidur
istirahat yang cukup 4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
meingkat. Terapeutik
1. Modifikasi lingkungan
2. Batasi waktu tidur siang
3. Fasilitasi hilangkan stress sebelum tidur
4. Tetapkan jadwal tidur
5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
6. Sesuaikan jadwal pemberian obat
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari makanan/ minuma yang
mengganggu tidur
4. Ajarkan terapi non-farmakologi
4 D.0143 Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Jatuh (I.14540)
Risiko Jatuh keperawatan selama 3 x 24

24
jam diharapkan : Observasi
1. Tingkat jatuh menurun 1. Identifikasi faktor risiko jatuh
(L.14138) dengan kriteria 2. Identifikasi risiko jatuh satu kali setiap shift
hasil: jatuh dar tempat 3. Identifiikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko
tidur menurun, jatuh saat jatuh
berjalan menurun. 4. Monitor kemampuan berpiddah
2. Ambulasi meningkat Terapeutik
(L.05038) dengan kriteria 1. Pastikan roda tempat tidur selalu terkunci
hasil: nyeri saat berjalan 2. Pasang handrell tempat tidur
menurun 3. Gunakan alat bantu jalan
Edukasi
1. Anjurkan berkonsenterasi untuk menjaga keseimbangan
tubuh

25
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan.
Ada 3 tahap implementasi :
a. Fase Orientasi
Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama
kalinya bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.
b. Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana
perawat mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka dari
itu perawat diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam
tentang klien dan masalah kesehatanya.
c. Fase Terminasi
Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat
meninggalkan pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan, ketika
dievaluasi nantinya klien sudah mampu mengikuti saran perawat yang
diberikan, maka dikatakan berhasil dengan baik komunikasi terapeutik
perawat-klien apabila ada umpan balik dari seorang klien yang telah
diberikan tindakan atau asuhan keperawatan yang sudah direncanakan.

5. Evaluasi/ Catatan Perkembangan


Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah
diberikan dengan menggunakan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan
perencanaan).
Evaluasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
a. Evaluasi berjalan (sumatif)
Evaluaasi jelas ini dikerjakan dalam bentuk pengsisihan format catatan
perkembngan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh keluarga.
Format yng dipakai adalah format SOAP.

26
b. Evaluasi akhir (formatif)
Evaluasi akhir dikerjakan dengan cara membandingkan antar tujuan yang
akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan antara keduanya, mungkin semua tahap
dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat data-data, masalah,
atau rencana yang perlu dimodifikasi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Berstein, Daniel. 2015. The Cardiovascular System. Saunders Elvesier, Philadelphia.


Giyanti, Ni Putu Natiya. 2018. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Keluarga
pada Pasien Migrain. Politeknik Kesehatan Denpasar.
Guyton, Arthur C. Hall, J. E. 2011 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 12 ed. Terjemahan
oleh: Ilyas, Widjajakusuma, A. Tanzil, Singapore Elvesier.
Hoffmann, J. Dan May, A. 2018. Diagnosis, Pathofisiologyand Management of Cluster
Headache. The Lancet Neurology, Elsevier Ltd. 17(1) hal 75-83.
Piane, M., Lulli, P., Fsrinelli, I., Simeoni, 2002. Genetic of migraine
pharmacogenomics: Some conciderationa. Journal of Headache and Pain.
https://doi.org?10.1007/s10194-007-0427-2
Potter, P.A, Perry, A.G. 2002. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari, dkk. Jakarta:
EGC.

Syaifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wastu, Yudha Tri Darma. 2020. Hubungan antara Kualitas Tidur dengan Migrain Pada
Mahasiswa Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran UNSRI. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
https://alodocter.com/migrain/pencegahan . 2018. diakses pada tanggal 04 Februari
2021 pukul 10.52

28

Anda mungkin juga menyukai