Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


SYOK HIPOVOLEMIK

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu


Stase Keperawatan Gadar dan Kritis Program Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Dosen Pembimbing:
Ns. Yana Hendriana, S.Kep, M.Kep
Ns. Moch. Didik Nugraha, S.Kep

Oleh:
ENOK CUCU SUCIANI
JNR0200016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN SYOK HIPOVOLEMIK

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif.

Kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat

akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan

adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang dengan

cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok

harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik

syok).(Bruner & Suddarth,2002).

Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang

menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan,

dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis (Toni Ashadi,2006).

Syok hipovolemik diinduksi oleh penurunan volume darah, yang

terjadi secara langsung karena perdarahan hebat atau tidak langsung karena

hilangnya cairan yang berasal dari plasma (misalnya, diare berat, pengeluaran

urin berlebihan, atau keringat berlebihan). (Bruner & Suddarth,2002).

Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang

menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok

adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran

darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisacedera.(Az


Rifki, 2006).

2. Etiologi

Syok Hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari

volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini dapat terjadi

akibat pendarahan yang masif atau kehilangan plasma darah. Kekurangan

volume darah sekitar 15-25% biasanya akan menyebabkan penurunan

tekanan darah sistolik, sedangkan defisit volume darah lebih dari 45%

umumnya fatal.

Syok setelah trauma biasanya jenis hipovolemik yang disebabkan

oleh perdarahan (internal atau eksternal) atau karena kehilangan cairan ke

dalam jaringan kontusio atau usus yang memgembang, kerusakan jantung

dan paru-paru dapat juga menyongkong masalah ini secara bermakna. Syok

akibat kehilangan cairan berlebih juga timbul pada pasien luka bakar yang

luas (Caterio, Jeffry M., Kahan, Scott, 2010).

Penyebab syok hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam tiga

kelompok yang terdiri dari :

a. Perdarahan

1) Eksternal

Kehilangan darah karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh di

sebabkan oleh trauma tembus atau trauma tumpul. Trauma yang

berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah

yang besar. Misalnya fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml


perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 mi perdarahan.

2) Internal

a) Hematom supkapsular hati

b) Aneurisma aorta pecah karena kelainan pembuluh darah

c) Perdarahan gastrointestinal

d) Perlukaan berganda

b. Kehilangan Plasma

1) Luka bakar luas

2) Pankreatitis

3) Deskuamasi kulit

4) Sindrom Dumping

5) DHF

6) Peritonitis

7) Obstruksi Ileus

c. Kehilangan Cairan Ekstrsseluler

1) Muntah (vomitus)

2) Dehidrasi

3) Diare

4) Terapi diuretik yang sangat agresif

5) Diabetes Inspidius

6) Infusiensi Adrenal
3. Manifestasi Klinis

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia,

kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya

berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis

respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi

kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia.

Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi

pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan

dalam waktu yang cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).

Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan

hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali

dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut (Toni Ashadi,

2006) adalah:

a. Kilit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian

kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

b. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon

homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran

darah ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan

kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis

jaringan.

c. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh

darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor

yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi


aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak

dibawah 70 mmHg.

d. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok

hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin

kurang dari 30ml/jam.

4. Patofisiologi

Syok hipovolemik atau status syok akibat dari kehilangan volume

cairan sirkulasi (penurunan volume darah), dapat diakibatkan oleh berbagai

kondisi yang secara bermakna menguras volume darah normal, plasma, atau

air. Patologi dasar, tanpa memperhatikan tipe kehilangan cairan yang pasti,

dihubungkan dengan defisit volume atau tekanan cairan sirkulasi aktual.

Penurunan volume cairan sirkulasi menurunkan aliran balik vena, yang

mengurangi curah jantung dan karenannya menurunkan tekanan darah.

Penurunan curah jantung disebabkan oleh penurunan volume preload

walaupun terdapat kompensasi peninggian resistansi vaskuler, vasokonstriksi

dan takikardia. (Dewi, Rismala. 2013)

Kegagalan sirkulasi menyebabkan hantaran oksigen (DO ) ke jaringan

berkurang diikuti dengan penurunan tekanan oksigen parsial (pO ). Pada saat

terjadi penurunan pO sampai pada titik kritis, maka fosforilasi oksidatif yang

bergantung pada oksigen akan menggeser metabolisme, dari aerob menjadi

anaerob, sehingga kadar laktat darah meningkat dan menyebabkan

terjadinyaasidosis laktat. Hantaran oksigen dipengaruhi oleh kandungan


oksigen darah arteri (CaO ) dan curah jantung (CO) sesuai dengan persamaan

berikut (Dewi, Rismala. 2013) : Curah jantung pada anak sangat tergantung

pada detak jantung (HR) dibandingkan dengan isi sekuncup (SV) karena

miokard belum matang. Pada saat tubuh kehilangan volume intravaskular

lebih dari 10% akan terlihat beberapa usaha tubuh untuk mengembalikan

fungsi kardiovaskular dan volume darah dengan mekanisme kompensasi

yang melibatkan respon neurohumoral, kemoreseptor, dan endokrin.

Berdasarkan proses patofisiologi tersebut syok terbagi menjadi 3 fase, yaitu

fase kompensasi, dekompensasi, dan ireversibel. (Dewi, Rismala. 2013)

Berbeda dengan gambaran klinis pada dewasa, pada anak hipotensi

merupakan keadaan yang sudah terlambat, sehingga sangat diperlukan

kecurigaan yang cukup besar dari para klinisi serta pemeriksaan fisik yang

terarah agar dapat mendiagnosis syok pada fase awal (Dewi, Rismala.2013).

Berdasarkan penyebabnya, syok hipovolemik dibagi menjadi 2

yaitu hemoragik (perdarahan masif) dan non hemoragik (kehilangan

cairan tubuh) (Ramdani B., 2016).

Penyebab syok hipovolemik yang sering terjadi pada anak

meliputi (Ramdani B., 2016) :

a. Diare (Penyebab paling umum pada anak)

b. Muntah

c. Kehilangan darah internal atau eksternal

d. Luka bakar derajat III (lebih dari 30%)

e. Dehidrasi berat
f. Diuresis osmotik, seperti pada kasus ketoasidosis diabetik

g. Hilang ke rongga ketiga : pergeseran cairan ke ruang interstisial

(biasanya pada kasus ileus obstruktif).


Kehilangan cairan eksternal : O2  CO2 
Trauma (Multiple Vehicle Trauma)
Pembedahan Perpindahan cairan internal :
Muntah-muntah Hemoragi internal
Luka bakar Hipoperfusi Alveoli
Diare
Diuresis Asites
Diabetes Insipidus Peritonitis
Nafas Cepat

Gangguan Pertukaran Gas


Tubuh kekurangan
oksigen dan darah

Hipovolemia Hipovolemi Metabolism Anaerob Iskemia Gastro Pelepasan Toksin

Cardiac Filling
Menghasilkan Energy Tingkat Rendah Ulserasi Akibat Stress Lambung
(Bersifat Asam)
Cardiac Output

Defisit Nutrisi
TD  Sel Membengkak

Tonus Simpatik Peningkatan Nadi Membrane Sel Lebih


Permeable Angiotensin I
Vasokonstriksi Renin
Hipoksia Perubahan Perfusi
Pembuluh Darah Jaringan Angiotensin II
Elektrolit dan Cairan
Mudah Merembes
Kulit Gangguan Perfusi Serebral Pelepasan Aldosteron Dari Korteks
Adrenal
Akral Dingin Kematian Sel
Perubahan Perilaku Oliguri 20 ml/jam
Retensi Na + air

Letargi Pelepasan ADH oleh


Kelenjar Pituitari
Koma
Ginjal Menahan Air
Lebih Banyak

Gangguan eliminasi urin


5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali

diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada

pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa

pasien cepat ke ruang operasi.

b. Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala

hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber

perdarahan.

c. Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan

ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta

abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya

dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto

polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau

Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien

tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.

d. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia

subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah

dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan

kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat

kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan

ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun

pernah dilaporkan.
e. Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari

foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography,

aortografi, atau CT-Scan dada.

f. Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan

FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan

pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan

pada pasien yang stabil.

g. Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan

radiologi (Gultom, 2005)

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada syok hipovolemik menurut (Tambunan

Karmell, 1990.) adalah sebagai berikut:

a. Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dipertahankan dengan

memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan

mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh

penderita karena akan sangat berbahaya.

b. Pemberian Cairan

1) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-

mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan

ke dalam paru.

2) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau

dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
3) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada

indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita

menjadi mual atau muntah.

4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan

pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan

volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma

atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik

intravaskuler.

5) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus

seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin

diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah

pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus

diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan

elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume

intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali

volume perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan

koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan

yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat

yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya

dengan darah lengkap.

6) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian

cairan yang berlebihan.


7) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,

mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ

majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat

canggih berupa pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan

pemeriksaan analisa gas darah.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Primary Survey

Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera

yang mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E.

Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk

memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah

tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan

penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita

mengijinkan.

1) Airway dan breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten

dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan

tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih

dari 95%.

2) Sirkulasi - kontrol perdarahan

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan


yang jelas terlihat, memperoleh akses intra vena yang cukup, dan

menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat

dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat pendarahan.

PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat digunakan untuk

mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas

bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat.

Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi

yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat

mengendalikan perdarahan internal.

3) Disability – pemeriksaan neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan

tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi

motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai

perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan

meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak

selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin mencerminkan

perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak

harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal

dari cidera intra kranial.

4) Exposure – pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas- prioritas untuk menyelamatkan

jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun

sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari cidera. Bila


menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hipotermia.

5) Dilasi lambung – dikompresi.

Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma,

khususnya pada anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau

disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa

bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang berlabihan. Distensi

lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang

tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi

lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal.

Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukan selamh atau

pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya

pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun

penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.

6) Pemasangan kateter urin

Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin

akan adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan

memantau produksi urine. Darah pada uretra atau prostad pada letak

tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki

merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter uretra

sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.

b. Sekundery Survey

1) Keluhan utama

Pasien dengan syok hipovolemik akan merasa dehidrasi karena


terjadi pendarahan, biasanya mengalami epitaksis atau hematemesis.

Selain itu, pasien akan merasa sesak berat dan dehidrasi.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Pasien akan mengeluh mengalami pendarahan, sesak berat dan

tekanan darah dibawah normal, akral teraba dingin, bahkan pasien

mengalami penurunan kesadaran, biasanya pasien mengalami

somnolen.

3) Riwayat kesehatan yang lalu

Kaji apakah pasien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Kaji apakah anggota keluarga memiliki penyakit yang sama dengan

pasien, apakah terdapat anggota keluarga dengan penyakit menular

seperti TBC, penyakit menahun/ kronis seperti hipertensi atau

diabetes mellitus?

5) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan Umum

Klien tampak sakit sedang/ berat.

b) Kesadaran

Kesadaran klien dinilai secara kuantitatif dengan mengacu pada

GCS yang terdiri dari penilaian Eye. Motorik dan Verbal. Pada

pasien dengan syok hipovolemik akan mengalami penurunan

kesadaran. Secara kualitatif, tingkat kesadaran dapat dinilai

dengan mengetahui keadaan pasien. Kesadaran pasien


diantaranya adalah: composmentis. Apatis, delirium, somnolen,

sopor, coma.

c) Tanda - tanda vital

Pasien dengan syok hipovolemik akan mengalami tanda vital

yang abnormal, diasanya TD menurun, respirasi meningkat

karena sesak berat, nadi teraba lemah dan suhu tubuh dingin.

d) Pemeriksaan head to toe

(1) Kepala

Kaji adanya keluhan pusing atau sakit kepala, warna rambut,

keadaan distribusi rambut, dan kebersihan rambut.

(2) Mata

Kaji kesimetrisan mata, warna konjungtiva, sklera, kornea,

dan fungsi penglihatan.

(3) Hidung

Kaji kesimetrisan, keadaan kebersihan hidung, dan fungsi

penciuman.

(4) Mulut

Kaji kelembaban mukosa mulut dan bibir, keadaan gigi,

fungsi pengecapan, keadaan mulut dan fungsi menelan.

(5) Telinga

Kaji adanya kelainan bentuk, keadaan, dan fungsi

pendengaran.

(6) Leher
Kaji adakah pembengkakan, pembesaran kelenjar tiroid,

distensi vena jugularis, pembesaran kelenjar getah bening.

(7) Daerah dada

Kaji adanya keluhan sesak nafas, bentuk, nyeri dada,

auskultasi suara jantung, bunyi jantung, frekuensi nadi, dan

tekanan darah.

(8) Abdomen

Kaji adanya massa pada abdomen, distensi, bising usus,

bekas luka, nyeri tekan, karakteristik nyeri, kondisi hepar

dan kandung kemih.

(9) Genitalia Eksterna

Kaji adanya pengeluaran sekret dan perdarahan, wana,

bau, keluhan gatal dan kebersihan.

(10) Anus

Kaji adanya keluhan konstipasi, dan inspeksi adanya

hemoroid eksterna.

(11) Ekstremitas

Kaji kekuatan otot, varises, kontraktur pada

persendian, refleks-refleks, dan kesulitan pergerakan.

6) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien

dengan syok hipovolemik, diantaranya:

b) Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus


pertama kali diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih

utama daripada pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi

segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi.

c) Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala

hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada

sumber perdarahan.

d) Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan

pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai

terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi

perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang

nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos dada

posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau

Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya

setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber

perdarahan.

e) Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien

perempuan usia subur. Jika pasien hamil dan sementara

mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis

harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki

fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik

sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada

pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah

dilaporkan.
f) Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan

penemuan dari foto polos dada awal, dapat dilakukan

transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-Scan dada.

g) Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan

pemeriksaan FAST (Focused Abdominal Sonography for

Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak

stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil.

h) Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan

pemeriksaan radiologi (Gultom, 2005)

c. Tertiery Survey

1) Terapi awal cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal.

Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam wakti singkat dan juga

menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan

kehilangan cairan berikutnya kedalam ruang intersisial dan

intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama.

NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis

merupakan pengganti cairan terbaik namun cairan ini memiliki

potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini

bertambah besar bila fungi ginjalnya kurang baik.

Tabel 1. Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi


Cairan Na+ K+ Cl- Ca++ HCO3 Tekanan
(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) Osmotik
mOsm/L
Ringer 130 4 109 3 28* 273
Laktat
Ringer 130 4 109 3 28: 273
Asetat
NaCl 154 - 154 - - 308
0.9%
* sebagai laktat
: sebagai asetat

2. Diagnosa Keperawatan Prioritas

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kadar oksigen

dibuktikan dengan klien mengeluh sesak, RR >20xpm, SpO2 <95%,

klien tampak menggunakan Oksigen NRM 10lpm.

b. Perfusi perifeer tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplay

darah ke jaringan dibuktikan dengan takikardi, takipneu, akral teraba

dingin

c. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dibuktikan

dengan klien tampak mengalami pendarahan pada mulut atau

hematemesis dan epitaksis, klien tampak dehidrasi, tekanan darah

mengalami hipotensi, takikardi, takipneu, akral teraba dingin, Hb

menurun, dll.

d. Defisit nutrisi berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat

dibuktikan dengan klien mengeluh mual, napsu makan menurun.

e. Gangguan eliminasi urine berhubunga dengan oliguria dibuktikan

dengan volume urine menurun.


3. Intervensi Keperawatan

Standar Perencanaan Keperawatan


Diagnosis
Standar Luaran Standar Intervensi
No Keperawatan
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Rasional
Indonesia
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1 Gangguan Pertukaran Gas (L.01003) Pemantauan Respirasi (I.01014) Untuk memantau perubahan
Pertukaran Gas Observasi dan perkembangan :
Definisi: Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Frekuensi , irama, kedalaman
Kelebihan atauselama 1 x 8 jam, diharapkan kedalaman, dan upaya napas dan upaya napas sedini
kekurangan dan/ pertukaran gas meningkat dengan 2. Monitor pola napas (seperti mungkin
atau eleminasikriteria hasil sebagai berikut : bradipnea, takipnea, 2. Pola napas sedini mungkin
CO2 pada 1. Dipsneu menurun hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
membran alveolus 2. Bunyi napas tambahan Stokes, Biot, ataksik
kapiler. menurun 3. Monitor kemampuan batuk 3. Kemampuan batuk efektif
3. PCO2 membaik efektif 4. Adanya sumbatan jalan napas
Penyebab: 4. Takikardi membaik 4. Monitor adanya produksi sputum 5. Adanya produksi sputum
1. Ketidakseimba 5. Sianosis membaik 5. Monitor adanya sumbatan jalan sedini mungkin
ngan ventilasi 6. Pola napas membaik napas 6. Untuk mengetahuan adanya
perfusi 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi kelainan/tidak
2. Perubahan paru 7. Untuk mengetahui bunyi
membran 7. Auskultasi bunyi napas tambahan
alveolus 8. Monitor saturasi oksigen, Monitor 8. Untuk memantau perubahan
kapiler nilai AGD, Monitor hasil x- dan perkembangan saturasiO2,
ray toraks nilai AGD dan X-Ray toraks
sedini mungkin
Terapeutik Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan 1. Respirasi klien terkontrol
respirasi sesuai kondisi pasien dengan baik
2. Dokumentasikan hasil 2. Untuk mengetahui hasil
pemantauan evaluasi

Edukasi Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur 1. Agar keluarga mengerti proses
pemantauan pemantauan
2. Informasikan hasil 2. Agar keluarga mengetahui
pemantauan, jika perlu perkembangan klien
2 Perfusi perifer Perfusi perifer (L,02011) Perawatan Sirkulasi Perawatan Sirkulasi
tidak efektif Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x8 jam Observasi Observasi
diharapkan perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. 1. Mengetahui normal atau
meningkat dengan kriteria hasil: Nadi perifer, edema, pengisian tidaknya sirkulasi perifer
1. TTV membaik kalpiler, warna, suhu, angkle
brachial index) 2. Apabila mengeyahui faktor
2. Identifikasi faktor resiko risikonya, pasian akan
gangguan sirkulasi (mis. mendapatkan perawatan yang
Diabetes, perokok, orang tua, tepat
hipertensi dan kadar kolesterol
tinggi)
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, 3. Mengetahui ada atau tidaknya
atau bengkak pada ekstremitas tanda-tanda infeksi

Terapeutik Terapeutik
1. Hindari pemasangan infus atau 1. Mencegah kebocoran plasma
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan 2. Mencegah kebocoran plasma
darah pada ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan 3. Agar tidak terjadi perburukan
pemasangan torniquet pada area kondisi
yang cidera
4. Lakukan pencegahan infeksi 4. Mencegah infeksi
5. Lakukan hidrasi 5. Agar suplay darah ke jaringan
tetap baik

Edukasi Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok 1. Mencegah perburukan
2. Anjurkan berolahraga rutin 2. Agar tetap sehat
3. Anjurkan mengecek air 3. Mencegah terbakarnya kulit
mandi untuk menghindari kulit akibat panas
terbakar 4. Agar tekanan darah tetap stabil
4. Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan darah secara
teratur
3 Hipovolemia Status Cairan Manajemen Hipovolemia (I.03116) Manajemen Hipovolemia
Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
keperawatan selama 1 x 8 jam 1. Periksa tanda dan gejala 1. Mengetahui tanda dan gejala
diharapkan status cairan membaik hipovolemia (mis. frekuensi nadi hipovolemia
dengan kriteria hasil: meningkat, nadi teraba lemah,
1. TTV membaik tekanan darah menurun, tekanan
2. Pendarahan berkurang nadi menyempit,turgor kulit
menurun, membrane mukosa
kering, volume urine menurun,
hematokrit meningkat, haus dan
lemah)
2. Monitor intake dan output cairan 2. mengetahui intake output cairan
Terapeutik Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan 1. Mengetahui kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modified 2. Agar sirkulasi membaik
trendelenburg 3. Menambah cairan
3. Berikan asupan cairan oral

Edukasi Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan 1. Agar kebutuhan cairan baik
cairan oral 2. Mencegah syok
2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak

Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV 1. Menyeimbangkan keluaran
issotonis (mis. cairan NaCl, RL) cairan
2. Kolaborasi pemberian cairan IV 2. meyeimbangkan keluaran
hipotonis (mis. glukosa 2,5%, cairan
NaCl 0,4%) 3. menyeimbangkan keluaran
3. Kolaborasi pemberian cairan cairan
koloid (mis. albumin, plasmanate) 4. menambah nilai Hb agar dalam
4. Kolaborasi pemberian produk batas normal
darah
4 D.00019 Status nutrisi Manajemen Nutrisi (I. 03119)
Defisit Nutrisi (L. 03030) Observasi
Setelah dilakukan intervensi Observasi
Definisi: selama 1x8 jam, diharapkan 1. Identifikasi status nutrisi 1. Mengetahui status nutrisi yang
Asupan nutrisi status nutrisi membaik dengan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi dibutuhkan
tidak cukup untuk kriteria hasil : makanan 2. Untuk mengetahui adanya
memenuhi 1. BB meningkat 3. Identifikasi makanan yang alergi pada klien
kebutuhan 2. Pola makan membaik disukai 3. Untuk meningkatkan nafsu
metabolisme. 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan makan
jenis nutrient 4. Mengetahui asupan nutrisi
Penyebab: 5. Identifikasi perlunya penggunaan yang masuk kedalam tubuh
1. Ketidakmampu selang nasogastrik 5. Membantu klien memenuhi
an menelan 6. Monitor asupan makanan kebutuhan nutrisi
makanan 7. Monitor berat badan 6. Mengetahui asupan nutrisi
2. Ketidakmampu 8. Monitor hasil pemeriksaan yang masuk
an mencerna laboratorium 7. Mengetahui berubahan atau
makanan penurunan BB pada klien
3. Ketidakmampu 8. Mengetahui perkembangan
an Terapeutik penyakit
mengabsorbsi
nutrien 1. Lakukan oral hygiene sebelum Terapeutik
4. Peningkatan makan, jika perlu 1. Agar meningkatkan nafsu
kebutuhan 2. Fasilitasi menentukan pedoman makan
metabolisme diet (mis. Piramida makanan) 2. Agar kebutuhan nutrisi klien
5. Faktor 3. Sajikan makanan secara menarik terpenuhi
ekonomi (mis. dan suhu yang sesuai 3. Menambah nafsu makan klien
finansial tidak 4. Berikan makan tinggi serat untuk 4. Mencegah konstifasi
mencukupi) mencegah konstipasi 5. Kebutuhan nutrisi klien
6. Faktor 5. Berikan makanan tinggi kalori tercukupi dengan baik
psikologis dan tinggi protein 6. Untuk menambah nafsu makan
(mis. stres, 6. Berikan suplemen makanan, jika 7. Agar klien dapat makan secara
keengganan perlu normal
7. Hentikan pemberian makan
untuk makan) melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika 1. Agar tidak tersedak
mampu 2. Untuk pemenuhan kebutuhan
2. Ajarkan diet yang diprogramkan nutrisi klien

Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi 1. Untuk meningkatkan nafsu
sebelum makan (mis. Pereda makan klien
nyeri, antiemetik), jika perlu 2. Mengetahui asupan nutrisi
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk yang masuk kedalam tubuh
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu.

5 Gangguan Eliminasi Urine (L.04034) Manajemen Eliminasi Urine Manajemen Eliminasi Urine
Eliminasi Urine Luaran Utama: (I.04152)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …x 24 jam Observasi: Observasi:
diharapkan elimnasi urine 1. Identifikasi tanda dan gejala 1. Mengetahui tanda gejala
membaik dengan kriteria hasil: retensi atau inkontinensia urine inkontinensia urine
Kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor yang 2. Mengetahui faktor
1. Sensasi berkemih meningkat menyebabkan retensi atau penyebabnya agar dilakukan
2. Desakan berkemih (urgensi) inkontinensia urine penanganan yang tepat
menurun 3. Monitor eliminasi urine (misal: 3. Dengan mengetahui frekuensi.
3. Distensi kandung kemih frekuensi, konsistensi, aroma, Konsistensi, aroma, volume
menurun volume dan warna) dan warna dapat
4. Berkemih tidak tuntas mengidentifikasi terapi yang
(hesitancy) menurun tepat.
5. Volume residu urine menurun
6. Urin menetes (dribbling) Terapeutik: Terapeutik:
menurun 1. Catat waktu – waktu dan haluaran 1. Sebagai bahan skrining
7. Nokturia menurun berkemih 2. Agar kerja ginjal tidak terlalu
8. Mengompol menurun 2. Batasi asupan cairan, jika perlu berat
9. Enuresis menurun 3. Ambil sample urine tengah 3. Mengetahui kelainan pada
10. Disuria menurun (midstream) atau kultur ginjal
11. Anuria menurun
12. Frekuensi BAK membaik Edukasi: Edukasi:
Karakteristik urine membaik 1. Ajarkan tanda dan gejala ISK 1. Agar klien dapat mengenal
tanda hejala ISK
2. Ajarkan mengukur asupan cairan 2. Agar klien dapat
dan haluaran urine memperkirakan dan
menghitung intake output
3. Ajarkan mengenali tanda 3. Agar klien dapat memahami
berkemih dan waktu yang tepat tanda dan waktu yang tepat
untuk berkemih untuk berkemih
4. Ajarkan terapi modalitas dan 4. Agar klien dapat mandiri
penguatan otot-otot perkemihan dalam pemulihannya
5. Anjurkan minum yang cukup, jika 5. Agar hemodinamika tetap
tidak ada kontraindikasi seimbang
6. Anjurkan mengurangi minum 6. Agar tidak mengompol saat
menjelang tidur tidur

Kolaborasi: Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat 1. Membantu berkemih
supositoria uretra, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3). EGC,

Jakarta.

Dewi, E, & Rahayu, S. (2010). Kegawatadaruratan Syok Hipovolemik. Solo: FIK

UMS

Dewi, Rismala. 2013. Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat Pada Anak.

Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

Doenges, E, Marilynn, Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler. 2002. Rencana

Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.

Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta

Ramdani, B. Syok Hipovolemik pada Anak. 2016.

http://www.pustakadokter.com/2016/11/12/syok- hipovolemik-pada-

anak/. Diakses pada tanggal 10 Juni 2021.

Sibuea, W. H., M. M. Panggabean, dan S. P. Gultom. 2005. Ilmu Penyakit

Dalam. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia

(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Toni Ashadi, (2006). Syok Hipovolemik. (online). Http:// www. Medicastore.

Com/med/.detail-pyk. Phd?id.

Anda mungkin juga menyukai