Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA SYOK

HIPOVOLEMIK

Oleh :

Ayu Oktaviani

20214663017

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................5

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................7

1.3 Tujuan...............................................................................................................................7

1.4 Manfaat.............................................................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................8

2.1 Definisi.............................................................................................................................8

2.2 Epidemiologi....................................................................................................................8

2.3 Etiologi.............................................................................................................................8

2.4 Patofisiologi......................................................................................................................9

2.5 Klasifikasi.......................................................................................................................10

2.6 Diagnosis........................................................................................................................11

2.7 Manifestasi Klinis...........................................................................................................12

2.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................13

2.9 Penatalaksanaan..............................................................................................................13

2.10 Prognosis......................................................................................................................20

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................................30

3.1 WOC...............................................................................................................................21

3.2 Pengkajian......................................................................................................................22

3.3 Analisa Data...................................................................................................................23

3.4 Diagnosa Keperawatan...................................................................................................28

3.5 Rencana Keperawatan........................................................................................... 28


BAB VI PENUTUP.................................................................................................................45

6.1 Kesimpulan.....................................................................................................................45

6.2 Saran...............................................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................46
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan yang disebabkan gangguan kehilangan akut dari darah atau
cairan tubuh yang disebabkan berbagai keadaan. Berdasarkan penelitian Moyer dan
Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan
tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Hal ini menyebabkan munculnya
masalah keperawatan gangguan pertukaran gas karena Gangguan pertukaran gas
menjadi masalah utama, akibat dari adanya kelebihan atau kekurangan oksigen atau
eliminasi karbondioksida pada membran alveolar kapiler (Heardman, 2012).

Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian tiap tahun, meskipun


penyebabnya berbeda-beda tiap negara. Jumlah insiden syok semakin meningkat di
Indonesia. Sebuah studi menyebutkan bahwa prevalensi insiden trauma di Amerika
diperkirakan mencapai 700 hingga 900 kasus tiap 1 juta penduduk (200.000 hingga
250.000 orang). Sebanyak 500.000 pasien syok hipovolemik pada terjadi pada wanita
karena kasus perdarahan obsetri meninggal pertahunnya 99% terjadi pada negara
berkembang. Sebagian besar penderita meninggal setelah beberapa jam terjadi
perdarahan karena tidak mendapat perlakuan yang tepat dan adekuat. Menurut WHO
2010, angka kematian pada pasien trauma yang mengalami syok hipovolemik di
rumah sakit dengan tingkkat pelayanan yang lengkap mencapai 6%, sedangkan angka
kematian akibat trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan
peralatan yang kurang memadai mencapai angka 36%. Apabila masalah gangguan
pertukaran gas tidak ditangani secara cepat maka bisa menimbulkan masalah yang
berat seperti pasien akan sesak nafas atau gagal nafas hungga menimbulkan kematian.
Intervensi tentang pemberian O2 dan posisikan semi fowler sesuai dengan intervensi
pada diagnosa keperawatn bersihan jalan nafas tidak efektif (Bulecheck, Butcher, &
Dochterman, & Wagner, 2013; Carpenito, 2010; Doenges, Moorhouse, & Murr, 2010;
Newfield, Hinz, Tilley, & Sridaromont, 2007), belum optimal untuk mengatasi
masalah pasien dengan gangguan pertukaran gas di RS. Penanganan pemberian
oksigenasi pada gangguan pertukaran gas yang tidak adekuat bisa merugikan pasien.
Pemberian terapi oksigen dan posisi semifowler untuk mengatasi gangguan
pertukaran gas belum teratasi.

Syok merupakan suatu kondisi ketika terjadi abnormalitas pada sel. Hal ini
diakibatkan oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat sehingga sel tidak dapat
dipertahankan fungsinya karena hipoksia (Ignatavicius & Workman, 2013). Pada
pasien syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan yang disebabkan gangguan kehilangan akut dari darah atau cairan
tubuh yang disebabkan berbagai keadaan. Syok hipovolemik terjadinya penurunan
hebat volume intravaskuler apakah akibat perdarahan atau dehidrasi akibat sebab lain
maka darah yang balik ke jantung (venous return) juga berkurang dengan hebat,
sehingga curah jantung pun menurun. Pada akhirnya ambilan oksigen di paru juga
menurun dan asupan oksigen ke jaringan atau sel (perfusi) juga tidak dapat dipenuhi.
Peningkatan tahanan arteri juga dapat mengganggu sistim sirkulasi yang
mengakibatkan menurunya ejeksi ventrikel jantung sehingga sirkulasi dan oksigenasi
jaringan menjadi tidak optimal sehingga menyebabkan gangguan pertukaran gas. Hal
ini menyebabkan munculnya masalah keperawatan gangguan pertukaran gas karena
Gangguan pertukaran gas menjadi masalah utama, akibat dari adanya kelebihan atau
kekurangan oksigen atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolar kapiler
(Heardman, 2012).

Fisioterapi dada berkaitan erat dengan penggunaan postural drainase yang


dikombinasikan dengan teknik-teknik tambahan lainnya yang dianggap dapt
meningkatkan bersihan jalan nafas. Teknik ini meliputi perkusi manual, vibrasi dan
penekanan dada. Postural drainase yang dikombinasikan dengan ekspirasi kuat
terbukti bermanfaat selama fisioterapi dada menunjukkan perbaikan yang signifikan
dalam kinerja otot pernafasan dan pengurangan desaturasi O2 jika digunakan sebagai
kombinasi. Fisioterapi dada diberikan dua kali setiap hari rata-rata 30 menit per sesi.

Oleh karena itu untuk mengatasi gangguan pertukaran gas selain


menggunakan terapi oksigenasi dan semi fowler saja tidak mendukung sehingga dapat
didampingi dengan pemberian terapi fisioterapi dada. Fisioterapi dada tidak hanya
mencegah obstruksi, tetapi juga mencegah rusaknya saluran respiratori serangkaian
tindakan postural drainase membantu menghilangkan kelebihan mukus kental di paru
ke dalam trakea yang dapat dikeluarkan (Lubis, 2005).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Efektifitas dari fisioterapi dada dalam memberikan terapi pada
pasien dengan gangguan pertukaran gas yang terdiagnosa Syok Hipovolemik dalam
pengobatannya?
1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui Efektifitas dari fisioterapi dada dalam memberikan terapi pada pasien
dengan gangguan pertukaran gas yang terdiagnosa Syok Hipovolemik dalam
pengobatannya
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Menggambarkan konsep fisioterapi dada dalam memberikan terapi terhadap
pasien dengan masalah gangguan pertukaran gas yang terdiagnosa Syok
Hipovolemik dalam pengobatannya
2. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi keberhasilan fisioterapi dada
sebagai media terapi
1.4 Manfaat
1. Bagi perawat
Dapat digunakan sebagai ajang optimalisasi dari pemberian asuhan
keperawatan pada pasien Syok Hipovoemik
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan mampu digunakan sebagai bahan dalam peningkatan keilmuan
dan pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada pasien Syok
Hipovolemik
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan dimana terjadi kehilangan cairan
tubuh dengan cepat sehingga terjadinya penurunan fungsi organ akibat perfusi yang
tidak adekuat (Smeltzer, 2001).

Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi


kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,
disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang
tidak adekuat.

2.2 Epidemiologi
Menurut WHO cedera akibat kecelakaan setiap tahunnya meyebabkan
terjadinya 5 juta kematian di seluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang
mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap
mencapai 6%. Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami syok
hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang kurang memadai mencapai 36%.
Di Indonesia, angka kematian penderita syok hipovolemik akibat demam berdarah
yang disertai perdarahan yaitu berkisar 56 sampai 66 jiwa per di tahun 2014.

2.3 Etiologi
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akibat berkurangnya volume plasma
di intravaskuler. Syok ini terjadi akibat perdarahan hebat, trauma yang menyebabkan
perpindahan cairan ke ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi berat dengan berbagai
penyebab seperti luka bakar, diare berat. Kehilangan cairan yang cepat dapat menurunkan
cardiac output sehingga terjadi kegagalan sirkulasi.

Kehilangan Cairan dan Perdarahan Kehilangan Plasma dan


Elektrolit Kebocoran Kapiler
Diare Ruotura Hepar/Lien Luka Bakar
Diabetes Insipidus Fraktur Tulang Panjang Sindroma Nefrotik
Renal Loss Trauma Ileus
Luka Bakar Kelainan Hematologi DBD, Sepsis, dll
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi pada syok hipovolemik tergantung pada penyakit primer yang
menyebabkanya. Saat terjadi penurunan darah yang sangat cepat akibat kehilangan
cairan, kebocoran atau sebab lain maka tubuh akan mengadakan respon fisiologis
untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat ke seluruh tubuh.

Syok hipovolemik terjadinya penurunan hebat volume intravaskuler akibat


perdarahan atau dehidrasi akibat sebab lain maka darah yang balik ke jantung (venous
return) juga berkurang dengan hebat, sehingga curah jantung pun menurun. Pada
akhirnya ambilan oksigen di paru juga menurun dan asupan oksigen ke jaringan atau
sel (perfusi) juga tidak dapat dipenuhi. Peningkatan tahanan arteri juga dapat
mengganggu sistem sirkulasi yang mengakibatkan menurunya ejeksi ventrikel jantung
sehingga sirkulasi dan oksigenasi jaringan menjadi tidak optimal. Saat sel-sel tubuh
kekurangan pasokan darah dan O2, maka kemampuan metabolisme energi pada sel-sel
akan terganggu.

Skema Terjadinya Syok Hipovolemik

Energi Untuk
Penurunan Fase
Kompensasi
Volume
nanDarah Dekompensasi
Habis

Fase ATP yang Mulai Timbul


Kompensasi dihasilkan Kematian Sel 
Jaringan  Organ

Metabolisme Penumpukan Multi Organ


Anaerob Asam Laktat  Failure 
Meningkat Asidosis Irreversible
Shock

Berdasarkan skema diatas, terjadinya syok hipovolemik terjadi dalam 3 fase


yaitu fase kompensasi, fase dekompensasi dan fase syok irreversibel.

1. Fase Kompensasi
Pada fase ini metabolisme dapat dipertahankan. Mekanisme sirkulasi dapat
dilindungi dengan meningkatkan aktivitas simpatik. Sistem sirkulasi mulai
menampakkan organ-organ vitl sebagai prioritas untuk mendapatkan perfusi yang
baik. Tekanan darah sistolik normal, sedangkan diastolik meningkat.

2. Fase Dekompensasi

Fase ini metabolisme anaerob sudah mulai terjadi dan semakin meningkat.
Akibat sistem kompensasi yang terjadi sudah tidak efektif untuk meningkatkan kerja
jantung. Produksi asam laktat meningkat, produksi asam karbonat intraseluler juga
meningkat jadi terjadi asidosis metabolik. Membran sel terganggu, akhirnya terjadi
kematian sel. Terjadi vasodilatasi menyebabkan tekanan darah turun dibawah nilai
normal dan jarak sistol-diastol menyempit.

3. Fase Syok Irreversibel

Saat energi habis, kematian sel mulai meluas, kemudian cadangan energi di
hati juga habis. Kerusakan meluas sampai ke organ. Fase ini, meski sirkulasi
diperbaiki, defisit energi yang terlambat diperbaiki menyebabkan kerusakan organ
yang esktensif. Pada akhirnya terjadi gagal sirkulasi, nadi tidak teraba, dan gagal
organ multipel.
2.5 Klasifikasi

Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan


Kelas I : kehilangan Hanya takikardi minimal, Tidak perlu penggantian
volume darah <15% EBV nadi <100 x/menit volume cairan secara
IVFD
Kelas II : kehilangan Takkardi (120 x/menit), Pergantian volume
2.6 volume darah 15-30% takipnea (30-40 x/menit), darah yang hilang
EBV penurunan pulse pressure, dengan cairan kristaloid
penurunan produksi urin RL atau NaCl 0,9%)
(20-30 cc/jam) sejumlah 3 kali volume
darah yang hilang
Kelas III : kehilangan Takikardi (>120 x/menit), Pergantian volume
volume darah 30-40% takipnea (30-40 x/menit), darah yang hilang
EBV peubahan status mental, dengan cairan kristaloid
penurunan urin (5-15 (NaCl 0,9% atau RL )
cc/jam) dan darah
Kelas IV : kehilangan Takikardi (>140 x/menit), Pergantian volume
volume darah >40% EBV takipnea (35 x/menit), darah yang hilang
perubahan status mental. dengan cairan kristaloid
Bila kehilangan volume (NaCl 0,9% atau RL)
darah >50% : pasien tidak dan darah
sadar, tekanan sistolik sama
dengan diastolik, produksi
urune minimal atau tidak.

Diagnosis
Syok merupakan diagnosis klinik yang tidak meiliki diagnosis banding.
Diagnosis banding hanya ada pada penyebab syok ini. Gejala yang timbul juga
berbeda di setiap fase yang ada.

a. Fase Kompensasi
 Nadi cepat
 Sianosis, kulit lembab
 Suhu tubuh menurun
 CRT memanjang
 Gelisah atau apatis
b. Fase Dekompensasi
 Takikardi bertambah
 Tekanan darah menurun dibawah normal
 Perfusi memburuk, akral dingin, kebiruan, CRT memanjang
 Oliguria sampai anuria
 Asidosis, pernafasan kusmaull
 Kesadaran menurun
c. Fase Irreverbel
 Nadi tidak terukur
 Penurunan kesadaran
 Anuria
 Kegagalan orga lain: (ginjal, ureum kreatinin meningkat tajam, hematuria)

Gejala Klinis Syok Hipovolemik

Tanda Klinis Kompensasi Dekompensasi Irrevesibel


Blood loss (%) Sampai 25 25-40 >40
Heart rate Takikardi + Takikardi ++ Taki/bradikardi
Tekanan sistolik Normal Normal/menurun Tidak teratur
Nadi (volume) Normal/menurun Menurun + Menurun ++
Capillary refill Normal/meningkat Meningkat >5 detik Meningkat ++ 3-5 s
Kulit Dingin, pucat Dingin/mottled Dingin +
Pernafasan Takipnea Takipnea + Sighing respiration
Kesadaran Gelisah Lethargi Reaksi atau hanya
bereaksi terhadap
nyeri

2.7 Manifestasi Klinis


Secara umun, manifestasi klinis syok hipovolemik disebabkan perdarahan atau
non-erdarahan menunjukkan gejala yang sama. Respon tubuh berpau untuk tetap
memberikan peredaran darah yang baik ke otak dan jantung dengan mengorbankan
area-area lain seperti ekstremitas. Saat mempertahankan perfusi ke otak dan jantung
tubuh akan berusaha memperbaiki kadar cairan dalam tubuh dan memperbaiki
sirkulasi sistemik. Respon tubuh yang dievaluasi yaitu hiperventilasi, peningkatan
kerja saraf simpatis, penurunan produksi urin, agitasi, takikardi (meski sekitar 7% bisa
menjadi bradikardi) dan dypsnea.

Syok hipovolemik merupakan kondisi ketika terjadi penurunan perfusi yang


tidak adekuat ke jaringan. Pada kondisi syok, tubuh tetap berusaha melakukan
kompensasi untuk menyesuaikan dan mengembalikan keadaan yang terjadi.
Kompensasi tersebut adalah untuk mempertahankan fungsi jantung dan
mempertahankan volume darah. Mekanisme kompensasi akan menimbulkan berbagai
manifestasi klinis pada pasien bergantung pada keparahan yang terjadi.

1. Agitasi
2. Akral dingin
3. Penurunan konsentrasi
4. Penurunan kesadaran
5. Penurunan atau tidak ada keluaran urine
6. Lemah
7. Warna kulit pucat/sianosis
8. Nafas cepat
9. Berkeringat

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Syok hipovolemik membutuhkan penatalaksanaan yang cepat. Pemeriksaan
penunjang juga penting untuk mendiagnosis kausa yang menyebabkan syok.
Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan adalah:

1. Darah lengkap : penting untuk menilai kausa dari kejang hipovolemik, seperti
kasus DHF, trombositopenia dapat terdeteksi. Selain itu Hb, HT bisa menjadi
indikator hipovolemia.
2. Urine lengkap : untuk menilai fungsi ginjal, apa sudah ada kerusakan organ atau
belum. Mencakup pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis.
3. Analisa Gas Darah : untuk menilai kondisi asidosis pada pasien, PaO 2, PaCO2 dan
HCO3.
4. Elektrolit : untuk menilai kadar elektroit dan segera melakukan koreksi bila
diperlukan.
5. Fungsi ginjal : untuk menilai apakah terjadi kerusakan faal ginjal. Dapat bermakna
ketika ureum dan kreatinin meningkat masifl
6. EKG : menilai adanya perubahan segmen ST dan gelombang T dan disritmia yang
menyerupai infark miokard.

2.9 Penatalaksanaan
Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk hamper sem
ua penderita trauma, penanganan dilakukan seolah – olah penderita menderita syok hi
povolemi, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan oleh suatu etiol
ogic yang bukan hypovolemia. Prinsip pengelolaan dasar yang harus dipegang ialah m
enghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.

1. Primary survey
Pemeriksaan jasmani diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam nyawa
dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline recordin
g) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiks
a adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan pen
derita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.
a. Tentukan respon
Pengkajian respon dengan cara cepat pada kegawatdaruratan pasien syok deng
an menggunakan AVPU, yaitu:
A : Alert = sadar penuh
V : Verbal = memberikan reaksi pada suara
P : Pain = memberikan reaksi pada rasa sakit
U : Unresponsive = tidak bereaksi terhadap rangsangan apapun
b. Airway (bebaskan jalan napas) dengan lindungi tulang servikal
Kaji:
1. Bersihan jalan napas
2. Ada tidaknya sumbatan jalan napas
3. Distress pernafasan
4. Tanda-tanda perdarahan di jalan napas, muntahan, edema laring
5. Sumbatan jalan napas total:
a) Pasien sadar: memegang leher, gelisah, sianosis
b) Pasien tidak sadar: tidak terdengar suara napas dan sianosis
6. Sumbatan jalan napas Sebagian
a) Px mungkin masih mampu bernapas namun kualitas pernapasannya bis
a baik atau buruk
b) Pada px yang pernapasannya masih baik, anjurkan untuk batuk dengan
kuat sampai benda keluar
c) Bila sumbatan partial menetap, aktifkan system emergency
d) Obstruksi partial dengan pernapasan buruk diperlakukan seperti sumba
tan jalan napas komplit. Sumbatan yang dapat disebabkan oleh berbaga
i hal sehingga mengakibatkan px bernapas dengan suara:
1) Cairan menimbulkan bunyi gurgling
2) Lidah jatuh ke belakang menyebabkan bunyi snowing
3) Penyempitan jalan napas akan menimbulkan suara crowing
c. Breathing (adekuat pernapasan + oksigen jika ada)
1) Frekuensi napas
2) Suara pernapasan
3) Adanya udara keluar dari jalan napas
4) Kaji:
a. Look: apakah keadaan menurun, gelisah, adanya jejas diatas klavikula,
adanya penggunaan otot tambahan
b. Listen: dengan atau tanpa alat apakah ada suara tambahan
c. Feel: perkusi ICS
d. Circulation + kendalikan perdarahan
1. Posisi syok
a) Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi ± 45°. 300
– 500 cc darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral
b) Cari dan hentikan perdarahan
c) Ganti volume kehilangan darah
2. Menghentikan perdarahan (prioritas utama)
a) Tekan sumber perdarahan
b) Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka
c) Bebat tekan pada seluruh ekstremitas yang luka
d) Pasang tampon sub fasia (gauza pack)
e) Hindari tourniquet (tourniquet = usaha terakhir)
3. Perdarahan permukaan tubuh ekstremitas lakukan penekanan, gunakan sar
ung tangan atau plastic sebagai pelindung
4. Perdarahan 20 cc/menit = 1200 cc/jam
5. Pemasangan infus dan pergantian volume darah dengan cairan/darah
6. Cari sumber perdarahan yang tersembunyi
Rongga perut (hati, limpa, arteri), rongga pleura, panggul atau pelvis, tulan
g paha (femur), kulit kepala (anak)
7. Lokasi dan estimasi perdarahan
a) Fraktur femur tertutup : 1,5-2 liter
b) Fraktur tibia tertutup : 0,5 liter
c) Fraktur pelvis : 3 liter
d) Hemothorak : 2 liter
e) Fraktur iga (tiap satu) : 150 cc
f) Luka sekepal tangan : 500 cc
g) Bekuan darah sekepal : 500 cc

Catatan :

Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respon minimal
kemungkinan adanya sumber perdarahan aktif yang harus dihentikan, segera lakukan
pemeriksaan golongan darah dan cross matched, konsultasi dengan ahli bedah, hentik
an perdarahan luar yang tampak (misalnya pada ekstremitas)

Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (WBC) atau komponen dar
ah merah (PRC). Usahakan jangan memberikan tranfusi yang dingin karena dapat menyebab
kan hipotermi.

e. Disability – pemeriksaan neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat ke


sadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motoric dan sensorik. Infor
masi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kela
inan neurologi dan meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi system saraf sen
tral tidak selalu disebabkan cedera intracranial tetapi mungkin mencerminkan
perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat di
anggap berasal dari cedera intracranial.
f. Exposure – pemeriksaan lengkap

Setelah menguras prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, pe


nderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki seb
agai bagian dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting
mencegah hypothermia.

g. Folley catheter

Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya


hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin. Da
rah pada uretra atau postat dengan letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak ters
entuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan katete
r uretra sebelum ada konfirmasi radiografis tentang uretra yang utuh.

h. Gastric cholic – dekompresi

Dilatasi lambung seringkali terjadi pada penderita trauma, khususnya p


ada anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang
tak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi syaraf vagus
yang berlebihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada p
enderita yang tidak sadar, distensi lambung membesarkan resiko aspirasi isi la
mbung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi l
ambung dilakukan dengan memasukkan selang/pipa kedalam perut melalui hid
ung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lamb
ung. Namun waktu penempatan pipa sudah baik, masih memungkinkan terjadi
aspirasi.

2. Bidang kegawatdaruratan

Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik an


tara lain, memaksimalkan pengantaran oksigen dilengkapi dengan ventilasi yang adek
uat, peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah, mengontrol ke
hilangan darah lebih lanjut, dan resusitasi cairan.

1) Memaksimalkan penghantaran oksigen

Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika per
lu. Kedalaman dan frekuensi pernapasan, dan juga suara napas, harus diperhati
kan. Jika terjadi keadaan patologi (seperti pneumothoraks, hemothoraks, dan fl
ail chest) yang mengganggu pernapasan, harus segera ditangani. Tambahan ok
sigen dalam jumlah besar dan bantuan ventilator harus diberikan pada semua p
asien. Ventilasi tekanan positif yang berlebihan dapat berbahaya pada pasien y
ang mengalami syok hipovolemik dan sebaiknya dihindari.

Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Hukum Poese


uille mengatakan bahwa aliran berbanding terbalik dengan Panjang kateter inf
us dan berhubungan langsung dengan diameter. Sehingga kateter infus intaven
a yang ideal adalah pendek dan diameternya lebar; diameter lebih penting dari
pada panjangnya. Jalur intravena dapat ditempatkan pada vena antecubiti, ven
a sphena, atau vena tangan, atau pada vena sentralis dengan menggunakan Tek
nik seldinger. Jika digunakan jalur utama vena sentralis maka digunakan katet
er infus berdiameter lebar. Pada anak kurang dari 6 tahun dapat digunakan jalu
r intraosseus. Factor yang paling penting dalam melakukannya adalah skill dan
pengalaman.

Pengadaan infus arteri perlu dipertimbangkan pada pasien dengan perd


arahan hebat. Untuk pasien ini, infus arteri akan memonitoring tekanan darah s
ecara berkala dan juga Analisa gas darah.

Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi a


dalah kristaloid isotonic, seperti ringer laktat atau saline normal. Bolus awal 1-
2 liter pada orang dewasa (20 ml/kg BB pada pasien anak), dan respon pasien
dinilai.

Jika tanda vital sudah Kembali normal pasien diawasi agar tetap stabil
dan darah pasien perlu dikirim untuk dicocokkan. Jika tanda vital membaik se
mentara, infus kristaloid dilanjutkan dan dipersiapkan darah yang cocok. Jika
perbaikan yang terjadi tidak bermakna atau tidak ada, infus kristaloid harus dil
anjutkan, dan darah O diberikan (darah tipe O rhesus (-) harus diberikan kepad
a pasien wanita usia subur untuk mencegah sensitasi dan komplikasi lanjut).

Jika pasien kritis dan hipotensi berat diberikan cairan kristaloid dan dar
ah tipe O. Pedoman pemberian kristaloid dan darah tidak diatur, terapi yang di
berikan harus berdasarkan kondisi pasien.
Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi, salah satu
contohnya menaikkan kedua kaki pasien sementara cairan diberikan. Contoh l
ain dari posisi yang bermanfaat adalah memirigkan pasien yang sementara ha
mil dengan trauma kearah kirinya, dengan tujuan memposisikan janin menjauh
i vena cafa inferior dan meningkatkan sirkulasi. Posisi Trendelenburg tidak dia
njurkan untuk pasien dengan hipotensi karena dikhawatirkan terjadi aspirasi. P
osisi Trendelenburg juga tidak memperbaiki keadaan kardiopulmonal dan dap
at mengganggu pertukaran udara.

Autortranfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma. Bebera


pa alat diizinkan untuk koleksi steril, antikoagulas, filtrasi, dan retransfusi dara
h disediakan. Pada penanganan trauma darah yang berasal dari hemothoraks di
alirkan melalui selang thorakosthomi.

2) Control perdarahan lanjut

Control perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering memerlu


kan intervesi bedah. Pada pasien dengan trauma, perdarahan luar harus diatasi
dengan menekan sumber perdarahan secara langsung, perdarahan dalam mem
butuhkan intervensi bedah. Fraktur tulang Panjang ditangani dengan traksi unt
uk mengurangi kehilangan darah.

Pada pasien dengan nadi yang tidak teraba di unit gawat darurat atau a
wal tibanya dapat diindikasikan thorakothomi emergensi dengan klam menyila
ng pada aorta diindikasikan untuk menjaga suplai darah ke otak. Tindakan ini
hanya bersifat paliatif dan butuh segera dibawa ke ruang operasi.

Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin intravena


dan H2 bloker telah digunakan. Vasopressin umumnya dihubungkan dengan re
aksi negative, seperti hipertensi, aritmia, gangrene, dan inkemiamiocard atau s
planikus. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan untuk penggunaannya secara
tetap. H2 bloker relatif aman, tetapi tidak terlalu menguntungkan.

Infus omatostatin dan ocreotide telah menunjukkan adanya penguranga


n perdarahan gastrointestinal ang bersumber dari varises dan ulkus peptikum.
Obat ini membantu kerja vasopressin tanpa efek samping yang signifikan.

Pada pasien dengan perdarahan varises, penggunaan sengstaken-blake


more tube dapat dipertimbangkan. Alat ini memiliki balon gaster dan balon es
ofagus. Balon gaster pertama dikembangkan dan dilanjutkan balon esofagus bi
la perdarahan berlanjut. Penggunaan selang ini dikaitkan dengan akibat yang b
uruk, seperti srtuktur esofagus, asfiksi, aspirasi, dan ulserasi mukosa. Oleh kar
ena alasan tersebut penggunaan ini dpertimbangkan hanya sebagai alat sement
ara pada keadaan yang ekstrim.

Pada dasarnya penyeab perdarahan akut pada system reproduksi (conto


hnya kehamilan ektopik, plasenta previa, solusio plasenta, rupture kista, kegug
uran) memerlukan intervensi bedah.

PASG dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tul


ang pelvis atau ekstremitas bagian bawah, namun tidak boleh mengganggu res
usitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resu
sitasi yang dipelukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan
perdarahan internal.

3) Resusitasi cairan

Apakah kristaloid dan koloid merupakan resusitasi terbaik yang dianjur


kan masih menjadi masalah dalam diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah
diteliti untuk digunakan pada resusitasi, yaitu : natrium klorida isotonis, laruta
n ringer laktat, saline hipertonis, albumin, fraksi protein murni, fresh frozen pl
asma, hetastarch, pentrastach, dan dextran 70.

Pendukung resusitasi koloid membantah bahwa peningkatan tekanan o


nkotik dengan menggunakan substansi ini akan menurunan edema pulmonal.
Namun pembuluh darah pulmonal memungkinkan aliran zat seperti protein ant
ara ruang intertisiel dan ruang intravaskuler. Mempertahankan tekanan hidrost
atik pulmoner (<15mmHg tampaknya menjadi faktor yang lebih penting dala
m mencegah edemaparu).

Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk me


ningkatkan volume intravaskuler. Penelitian telah menunjukkan akan kebenara
n hal ini. Namun mereka belum menunjukkan perbedaan hasil antara koloid di
bandingkan dengan kristaloid.

Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentatstarch, dan dextran 70


mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan koloid alami seperti fr
aksi protein murni, fresh frozen plasma, dan albumin. Larutan ini mempunyai
zat dengan volume yang sama, tetapi karena strukturnya dan berat molekul ya
ng tinggi, maka kebanyakan tetap berada pada intravaskuler, mengurangi ede
ma intertisiel. Meskipun secara teorotis menguntungkan, penelitian gagal men
unjukkan perbedaan pada parameter ventilasi, hasil tes fungsi paru, lama peng
gunaan ventilator, lama perawatan, atau kelangsungan hidup.

Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari sebelumny


a karena fakta-fakta menunjukkan bahwa hal ini dapat meningkatkan kontrakti
litas dan sirkulasi jantung. Penelitian di Amerika Serikat dan Jepang gagal me
nunjukkan perbedaan kombinasi ini jika dibandingkan dengan larutan natrium
klorida isotonic atau ringer laktat. Selanjutnya meski ada banyak cairan resusit
asi yang dapat digunakan tetap dianjurkan untuk menggunakan ringer laktat te
rlebih dahulu dan pilihan keduanya yaitu normal saline 0,9%.

Area yang lain yang menarik tentang resusitasi adalah tujuan untuk mengembalikan
volume sirkulasi dan tekanan darah kepada keadaan normal sebelum control per
darahan.

2.10 Prognosis
Syok hipovolemik merupakan kondisi dengan morbiditas yang cukup
tinggi. Apabila penatalaksanaan dilakukan dengan cepat dan tepat, kondisi
dapat segera membaik dan pasien pulih tanpa gejala sisa. Namun seringkali
karena pasien datang terlambat ke sarana kesehatan, syok hipovolemik
menyebabkan kematian.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 WOC

4.1
Pendarahan Kehilangan Penyakit Anafilaksis Sepsis Impuls
Cairan Miokard Neurogenik
atau katup

Gagal Vasodilatasi
Jantung
Hipovolemia

Penurunan
Curah
Jantung

Termogulasi
Hipoperfusi
Tidak Efektif
Jaringan
Trombosis Edema
Urin
Menetes Anoksia
Jaringan Asidosis

Oliguria Perdarahan

Syok
Hipovolemik Peradangan Disfungsi
Gagal
Gastrointestinal Intestinal
Ginjal
Gagal Paru-
Dipsnea paru
Diare
(ARDS)

CO2 & O2
Kematian karena
Resiko
Gagal
Ketidakseimbangan
Kardiorespirasi
Cairan
Gangguan
Pertukaran
Gas
3.2 Pengkajian
1 Pengkajian primer
a. Airway
Jalan nafas dan pernafasan tetap merupakan prioritas pertama, untuk mend
apatkan oksigen yang cukup. Tambahan oksigen diberikan bila perlu untuk
menjaga tekanan O2 antara 80-100 mmHg
b. Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi di
nding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi su
ara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan
kaji adanya trauma pada dada
c. Sirkulasi dan kontrol perdarahan
Prioritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup
besar dan nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka eksternal biasanya da
pat dikontrol dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka, seperti dike
pala,leher dan ekstermitas. Perdarahan internal dalam rongga toraks dan ab
domen pada fase pra RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan. Pem
bidaian dan spalk-traksi dapat membantu pengurangi perdarahan pada tula
ng panjang.
d. Disability-pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah menentukan tingka
t kesadaran, pergerakan bola mata dan reaksi pupil, fungsi motorik dan sen
sorik. Data ini diperlukan untuk menilai perfusi otak
2 Pengkajian sekunder
a. Identitas pasien
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak diwawancarai sehingga riwayat sakit m
ungkin hanya didapatkan dari keluarga, atau orang yang mengetahui kejadiann
ya
b. Keluhan utama
Klien dengan syok mengeluh sulit bernafas, mengeluh mual muntah, kejang-k
ejang
c. Riwayat kesehatan sekarang
- Riwayat trauma (banyak perdarahan)
- Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
- Riwayat infeksi (suhu tinggi)
- Riwayat pemakaian obat (kesadaran menurun setelah memakan obat)
d. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami penyakit yang sama
e. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama seperti klien se
belumnya
f. Pemeriksaan fisik
1. Kulit: suhu teraba dingin (karena begitu syok berlanjut akan
terjadi hipovolemia)
2. Tekanan darah: hipotensi dengan tekanan systole <80mmH
g
3. Status jantung : takikardi, plus lemah dan sulit diraba , suar
a jantung: distritmia dan perkembangan S3 dapat mengakib
atkan disfungsi miokard, efek dari asidosis/ketidakseimban
gan elektrolit
4. Status respirasi : respirasi meningkat, dan dangkal
5. Status mental : gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan
6. Fungsi ginjal : oliguri, anuria (curah urin <30ml/jam, kritis)
7. Fungsi metabolic : asidosis akibat dari timbunan asam lakta
t di jaringan
8. Sirkulasi : tekanan vena sentral menurun pada syok hipovol
emik
9. Keseimbangan asam basa : pada awal syok pO2 dan Pco2
menurun ( menurun Pco2 karena takipnea, penurunan Po2 k
arena adaya aliran pintas di paru

3.3 Analisa Data


KASUS

Tn. A berumur 38 tahun dibawa oleh keluarga ke IGD Rumah Sakit muhammadiyah
sby pukul 10.00 WIB karena tidak sadarkan diri. Menurut keluarga, px sudah
mengalami diare 4 hari yang lalu dengan konsistensi cair, ampas sedikit. Sejak tadi
pagi istri px mengatakan BAB cair ± 7 dengan konsistensi cair. Dari hasil
pemeriksaan didapatkan TD : 130/80 mmHg, N : 110 x/menit, S : 35,8 oC, RR : 30
x/menit. Didapatkan Hb : 10,5 g/dl. Diagnosa medis syok hipovolemik e.c diare.

 Pengkajian

A. IDENTITAS KLIEN

1.  Nama : Tn. A

2. Umur : 38Tahun

3. Jenis Kelamin : laki-laki

4. Pendidikan : SMA

5. Pekerjaan : Wiraswasta

6. Tgl Masuk RS : 2 mei 2020

7. Diagnosa Med : Syok Hippovolemik e.c Diare

8. Alamat : Surabaya

B. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama : Keluarga pasien mengatakan pasien sudah BAB air 7 kali sejak
tadi pagi dengan konsistensi air dengan ampas sedikit.

2. Riwayat Penyakit Sekarang : frekuensi diare malah semakin banyak. Tadi pagi
pada pukul 09.30 px setelah keluar dari kamar mandi langsung pingsan dan tidak
sadarkan diri. Kemudian keluarga pasien membawa pasien ke IGD Rumah Sakit
muhammadiyah sby pada pukul 10.00 WIB.

3. Riwayat penyakit dahulu : Klien tidak memiliki riwayat penyakit menular


ataupun menurun. Klien hanya mengalami sakit biasa seperti batuk, flu, dan berobat
ke puskesmas.

4. Riwayat penyakit keluarga : Keluarga mengatakan tidak ada di dalam anggota


keluarga yang mengalami Penyakit yang sama seperti klien.

5. Riwayat Kebiasaan : Keluarga klien mengatakan kebiasaan klien sering tidur


malam
6. Riwayat Alergi : Keluarga klien mengatakan klien tidak mempunyai riwayat alergi
terhadap makanan, minuman ataupun obat-obatan.

C. Pengkajian Primer

1. Airway

a. Tidak ada sumbatan jalan nafas


b. Pola nafas tidak efektif

2. Breathing

a. Sesak nafas
b. RR 30 x/menit
c. Pernafasan cepat dan dangkal

3. Circulation

a Pucat
b Akral dingin
c HR : 110 x/menit
d HB :10,8 gr/dl x/menit

4. Disability

a Kesadaran Somnolen
b Keadaan umum lemah

5. Pola eliminasi

1) BAB

Sebelum sakit : keluarga mengatakan bahwa ia biasa BAB setiap hari dengan bentuk
faces padat, warna feses kuning, bau khas feses, dan feses tidak bercampur darah.

Saat sakit : keluarg mengatakan bahwa ia BAB ± 7x/hari dengan bentuk fases encer,
feses berwarna kuning, ampas sedikit.

2) BAK

Sebelum sakit : keluarga mengatakan bahwa px biasa BAK secara normal dengan
karakteristik urin cair, warnanya kuning, bau khas urine, serta tidak bercampur darah.
Saat sakit : keluarga mengatakan bahwa px terpasang kateter produksi 60 cc (3 jam
pemasangan kateter), dengan karakter urinenya kuning pekat.

Pemeriksaan fisik

1. Kesadaran : somnolen
2. Keadaan umum : lemah
3. Tanda-tanda Vital :
a TD : 130/80 mmHg e. TB : 170 cm
b Nadi : 110 x/menit f. BB : 55 kg
c Suhu : 358 o C
d RR : 30 x/menit

4. Keadaan fisik

a Wajah, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa. Alis dan mata terlihat simetris, tidak
terdapat udim palpebra, sklera aninterik, pupil isokor miosis, konjungtiva anemis.
 Hidung simetris, tidak terlihat adanya serumen
 -Telinga simetris, tidak terlihat adanya serumen dan discart, tidak teraba massa dan
nyeri tekan pada tragus, cartilago, aurikul.
 -Mulut simetris, mukosa bibir kering,
 -Leher terlihat simetris, tidak terlihat adanya hiperpigmentasi, tidak terlihat adanya
lesi, tidak teraba massa pada kelenjar tiroid dan kelenjar limfe.
b Dada :

Paru : Bentuk paru terlihat simetris, tidak terlihat adanya lesi dan odema, tidak teraba massa
dan nyeri tekan, terdengar suara sonor pada ICS 2-8.

Jantung : Terlihat iktus kordis,terdengar suara S1 dan S2 tunggal regular tidak teraba massa
dan nyeri tekan.

c Payudara dan ketiak : Bentuk payudara terlihat simetris, tidak terlihat adanya lesi dan
odemad.
d Abdomen : Tidak terlihat adanya hiperpigmentasi,tidak terlihat adanya lesi pada
abdomen. Terdengar gerakan peristaltik ±37 kali/menit. Terdengar suara pekak.
e Genetalia : Tidak terkaji
f Integumen : Tidak terlihat adanya lesi dan odema
g Ekstremitas :
Atas : Tangan terlihat simetris, tidak terlihat adanya lesi dan odema dan turgor kulit kering.

Bawah : Kaki terlihat simetris, tidak terlihat adanya lesi dan odema, dan turgor kulit kering.

h Neurologis : Status mental dan emosi : pasien tidak sadarkan diri hanya bisa
mengerang

Data Etiologi Masalah keperawatan


DS: - Gangguan Pertukaran Gas
DO: Syok hipovolemik
- Kesadaran menurun
- RR 30x/menit
- Pernapasan cepat dan ARDS
dangkal
- Klien tampak pucat
- TD: 130/80 mmHg Dipsnea

CO2 O2

Gangguan pertukaran gas

DS:- Disfungsi Intestinal Resiko Ketidakseimbangan


DO: Cairan
- BAB 7 x/hari
- Turgor kulit kering Diare
- Konjungtiva anemis
- Mukosa bibir kering
- Akral dingin
- Berkeringat dingin Resiko Ketidakseimbangan
Cairan
3.4 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi


ditandai dengan dispnea.
2. Resiko Ketidakseimbangan Cairan ditandai dengan disfungsi intestinal
3. Termogulasi Tidak Efektif ditandai dengan dehidrasi

 Prioritas Masalah
1. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
ditandai dengan dispnea.
2. Resiko Ketidakseimbangan Cairan ditandai dengan disfungsi intestinal

3.5 Rencana Keperawatan


No Diagnosa Tujuan Dan Kriteri Intervensi Rasional
a Hasil
1 Gangguan Setelah dilakukan Ti Observasi Observasi
Pertukaran Gas ndakan keperawatan - Monitor frekuensi, i - Untuk mengetahui freku
berhubungan 3 jam diharapkan ma rama, kedalaman da ensi, irama, kedalaman
dengan salah Pertukaran Gas n upaya napas dan upaya napas pasien
ketidakseimbanga Meningkat, Dengan - Monitor pola napas - Untuk mengetahui pola
n ventilasi- kriteria hasil: - Monitor adanya sum napas pasien
perfusi ditandai 1. Dispnea menurun batan jalan napas - Untuk mengetahui adak
dengan dispnea. 2. Bunyi napas tam Terapeutik ah sumbatan jalan napas
bahan menurun - Atur interval peman pada pasien
tauan respirasi sesua Terapeutik
i kondisi pasien - Untuk mengetahui respi
- Dokumentasikan ha rasi pasien
sil pemantauan - Untuk membantu menca
Edukasi tat hasil pemantauan pas
- Jelaskan tujuan dan ien
prosedur pemantaua Edukasi
n - Untuk memberikan pem
- Informasikan hasil p ahaman pada pasien me
emantauan ngenai tujuan dan prose
dur pemantauan
- Untuk memberikan info
rmasi hasil pemantauan
pada pasien
2 Resiko Setelah dilakukan Ti Observasi Observasi
Ketidakseimbang ndakan keperawatan - Monitor status hidra - Untuk mengatahui freku
an Cairan 1x24 jam diharapkan si ensi nadi, kekuatan nadi,
ditandai dengan Keseimbangan - Monitor berat badan akral, pengisian kapiler,
disfungsi Cairan Meningkat, harian kelembapan mukosa, tur
intestinal Dengan kriteria hasi Terapeutik gor kulit, tekanan darah
l: - Catat intake – outpu pasien
1. Asupan cairan m t dan hitung balance - Untuk mengetahui apak
embaik cairan 24 jam ah pasien mengalami me
2. Haluaran urin me - Berikan asupan cair nurunan berat badan ata
ningkat an, sesuai kebutuha u tidak
3. Kelembapan me n Terapeutik
mbrane mukosa Kolaborasi - untuk mengetahui intake
meningkat - Kolaborasi pemberi – output cairan pada pas
an diuretik, jika perl ien
u - untuk memberikan asup
an cairan pasien sesuai k
ebutuhan
Kolaborasi
- untuk membantu penye
mbuhan pasien
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan yang disebabkan gangguan kehilangan akut dari darah atau cairan tubuh yang
disebabkan berbagai keadaan. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang
fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman
oksigen ke jaringan. Hal ini menyebabkan munculnya masalah keperawatan gangguan
pertukaran gas karena Gangguan pertukaran gas menjadi masalah utama, akibat dari adanya
kelebihan atau kekurangan oksigen atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolar
kapiler (Heardman, 2012).

Oleh karena itu untuk mengatasi bersihan jalan nafas selain menggunakan terapi
oksigenasi dan semi fowler saja tidak mendukung sehingga dapat didampingi dengan
pemberian terapi fisioterapi dada. Fisioterapi dada tidak hanya mencegah obstruksi, tetapi
juga mencegah rusaknya saluran respiratori serangkaian tindakan postural drainase
membantu menghilangkan kelebihan mukus kental di paru ke dalam trakea yang dapat
dikeluarkan (Lubis, 2005).

6.2 Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang akan menjadi seorang
perawat mampu mengenali tanda dan gejala syok ketika menemukan klien yang mengalami
syok sehingga dapat menerapkan pemberian fisioterapi dada guna memberikan
pembebebasan jalan nafas.
DAFTAR PUSTAKA

Duymaz, T., Karabay, O., & Ural, I. H. (2020). The Effect of Chest Physiotherapy After
Bariatric Surgery on Pulmonary Functions, Functional Capacity, and Quality of Life.
Obesity surgery, 30(1), 189-194.

Corten, L., Jelsma, J., & Morrow, B. M. (2015). Chest physiotherapy in children with acute
bacterial pneumonia. The South African journal of physiotherapy, 71(1)

Grosse‐Onnebrink, J., Mellies, U., Olivier, M., Werner, C., & Stehling, F. (2017). Chest
physiotherapy can affect the lung clearance index in cystic fibrosis patients. Pediatric
pulmonology, 52(5), 625-631.

Voldby, C., Green, K., Rosthøj, S., Kongstad, T., Philipsen, L., Buchvald, F., ... & Nielsen,
K. G. (2018). The effect of time-of-day and chest physiotherapy on multiple breath washout
measures in children with clinically stable cystic fibrosis. PloS one, 13(1).

Tomar, G. S., Singh, G. P., Bithal, P., Upadhyay, A. D., & Chaturvedi, A. (2018).
Assessment of Manual and Mechanical Methods of Chest Physical Therapy Techniques on
Intracranial Pressure in Patients With Severe Traumatic Brain Injury on a Ventilator: A
Randomized, Crossover Trial. Physical Therapy.

Hardisman, H. (2013). Memahami patofisiologi dan aspek klinis syok hipovolemik: Update
dan penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(3), 178-182.

Mery DiGiulie, RN, MSN, APRN, BC; Donna Jacson, RN, MSN, APRN, BC; Jim Keogh.
(2014). Keperawatan Medikal Bedah Ed.1. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Defiinisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia

Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Defiinisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia

Tim pokja SLKI DPP PPNI.2017. Standar luaran Keperawatan Indonesia definisi dan
kriteria hasil keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai