Anda di halaman 1dari 18

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Konsep Dasar Syok Hipovolemik


2.1.1 Definisi Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik adalah suatu kondisi dimana terdapat kehilangan volume
sirkulasi efektif yang disebabkan oleh kehilangan cairan eksternal akibat hemoragi dan
perpindahan cairan internal seperti dehidrasi berat, edema atau asites, dan kehilangan
cairan akibat diare atau muntah (Baughman dan Diane, 2011).
Dalam keadaan normal, tubuh menyediakan oksigen yang cukup pada sel untuk
memenuhi kebutuhan metabolik. Pada kondisi stress, tubuh akan menggunakan oksigen
lebih cepat dan melakukan mekanisme kompensasi untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan oksigen sehingga perfusi menuju sel lebih baik. Kondisi klinis yang
berkaitan dengan hipoperfusi seluler seringkali disebut sebagai keadaan syok, dimana
mencakup suatu keadaan yaitu hipovolemia (Morton, Fontaine, Hudak and Gallo,
2011).
Hipovolemia dapat diartikan sebagai suatu kondisi berkurangnya volume darah,
dimana terjadi perpindahan cairan dari ruang intravascular menuju ruang interstitial
yang menyebabkan hipoperfusi atau volume sirkulasi tidak adekuat (Vincent, 2013).

2.1.2 Etiologi Syok Hipovolemik


Berkurangnya volume plasma di dalam intravaskuler merupakan penyebab
terjadinya syok hipovolemik. Hal ini dapat terjadi dikarenakan perdarahan hebat
(hemoragik), perpindahan cairan (ekstravasasi) yang diakibatkan oleh trauma ke ruang
tubuh non fungsional, dan dehidrasi berat yang diakibatkan oleh luka bakar ataupun
diare berat. Pada dasarnya syok hipovolemik banyak disebabkan karena perdarahan,
sehingga syok hipovolemik dikebal dengan syok hemoragik. Hardisman (2013)
menyatakan bahwa penyebab perdarahan hebat dapat disebabkan karena berbagai
trauma hebat yang dapat terjadi pada organ-organ tubuh, atau terjadi karena fraktur
yang disertai dengan adanya luka langsung pada pembuluh darah arteri.
Penyebab syok hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang
terdiri dari :
1. Perdarahan
a. Eksternal : Kehilangan darah karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh
disebabkan oleh trauma tembus atau trauma tumpul. Trauma yang berakibat
fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya,
fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur
menampung 1000-1500 ml perdarahan.
b. Internal :
1) Hematom subkapsular hati
2) Aneurisma aorta pecah karena kelainan pembuluh darah
3) Perdarahan gastrointestinal
4) Perlukaan berganda
2. Kehilangan plasma
a. Luka bakar luas
b. Pankreatitis
c. Deskuamasi kulit
d. Sindrom Dumping
e. DHF
f. Peritonitis
g. Obstruksi ileus
3. Kehilangan cairan ekstraseluler
a. Muntah (vomitus)
b. Dehidrasi
c. Diare
d. Terapi diuretik yang sangat agresif
e. Diabetes insipidus
f. Infusiensi adrenal

2.1.3 Klasifikasi Syok Hipovolemik


Faktor Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
Kehilangan <750 750-1500 1500-2000 >2000
darah (mL)
Kehilangan <15 15-30 30-40 >40
darah (%)
Nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan darah Normal Normal Menurun Rendah
Tekanan nadi Normal atau Menurun Menurun Rendah
meningkat
Capillary Refill Normal Positif Positif Positif
Delay
Pernapasan 14-20 20-30 30-40 >40

Urine (ml/jam) >30 20-30 5-15 Negligible


Status mental Sedikit Agak cemas Cemas, Cemas,
cemas bingung letargi
Penggantian Kristaloid Kristaloid Kristaloid, Kristaloid,
cairan darah darah
2.1.4 Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi
premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan
kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respon kompensasi. Pasien muda
dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang
vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu
lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga
dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2016)
Apabila syok terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia,
penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit.
Tanda-tanda syok menurut (Toni Ashadi, 2016) diantaranya :
1) Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler
selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan
2) Takikardia : peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon
homeostatis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke
homeostatis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke
mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3) Hipotensi : karena tekanan darah adalah produk resitensi pembuluh darah
sistenik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang ensensial
dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.
4) Oliguria : produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.
Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urine kurang dari 30 ml/jam

2.1.5 WOC Syok Hipovolemik


Muntah, diare,
melena, perdarahan

Kekurangan volume
cairan
Hospitalisasi Syok Hipertermi

Suplai Resusitasi
cairan/darah cairan
O₂ kurang

Hipovolemi

Paru Jantung Ginjal Otak

Hiperventilasi Gagal ginjal Hipoksia


Penurunan
curah jantung

Kematian
Ketidakefektifan batang otak
pola nafas Gagal jantung

Kesadaran
Gagal nafas menurun

2.1.6 Komplikasi Syok Hipovolemik


Komplikasi yang terjadi pada syok hipovolemik menurut Az Rifki, (2016) adalah
sebagai berikut :
1. Gagal Jantung, Gagagl Ginjal
2. Kerusakan jaringan ARDS (Acute Respiratory Disstres Syndrom)
3. Kerusakan otak irreversible
4. Dehidrasi kronis
5. Multiple organ failure DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Syok Hipovolemik


1. Nitrogen Urea Darah (BUN): mungkin meningkat karena dehidrasi, penurunan
perfusi ginjal, atau penurunan fungsi ginjal.
2. Hematokrit: peningkatan pada dehidrasi, penurunan perdarahan. Ingatlah bahwa
hematokrit akan tetap normal segera setelah hemoragi akut tetapi setelah periode
beberapa jam akan ada perpindahan cairan CIS ke plasma dan hematokrit akan
turun.
3. Elektrolit serum: bervariasi, tergantung pada jenis kehilangan cairan.
4. Gas Darah Arteri: pada mulanya terdapat alkalosis respiratori sebagai akibat
takipnea yang kemudian berlanjut menjadi asidosis metabolik, terdapat hipokapnia
dan hipoksemia.

2.1.8 Penatalaksanaan Syok Hipovolemik


Tujuan pengobatan adalah :
1. Optimalisasi perfusi jaringan dan organ vital
2. Mencegah dan memperbaiki kelainan metabolik yang timbul sebagai akibat
hipoperfusi jaringan.
Tatalaksana :
a. Bebaskan jalan nafas, berikan oksigen kalau perlu bisa diberikan ventilatory
support.
b. Pasang akses vaskuler secepatnya ( dalam 60-90 detik) untuk resusitasi cairan,
berikan cairan secepatnya. Hampir pada setiap jenis syok terjadi hipovolemi baik
absolut atau relatif sehingga terjadi penurunan preload. Karena itu terapi cairan
pada syok sangat penting. Terapi syok paling tepat adalah pemberian cairan
dengan cepat dan agresif yaitu pemberian kristaloid atau koloid 20 ml/kgbb
dalam 10-15 menit secara intravena. Pemberian cairan ini dapat 2-3 kali, kalau
masih belum berhasil bisa diberi plasma atau darah. Pada syok yang berat atau
sepsis pemberian cairan bisa mencapai > 60 ml/kgbb dalam 1 jam pertama. Bila
resusitasi sudah mencapai 2-3 kali dimana jumlah cairan yang diberikan sudah
mencapai 40-60 % dari volume darah yang telah diberikan tapi belum ada respon
yang adekuat, maka dilakukan tindakan intubasi dan bantuan ventilasi. Evaluasi
hasil analisis gas darah dan koreksi asidosis metabolik yang terjadi bila pH <
7,15. Bila masih tetap hipotensi atau nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter
vena sentral untuk pemberian resusitasi dan pemantauan status cairan tubuh.
Evaluasi kembali kenaikan CVP setelah pemberian cairan secara berhati-hati.
c. Inotropik
Inotropik mempunyai efek kontraktilitas dan efek terhadap pembuluh darah yang
bervariasi terhadap tahanan vaskuler, sebagian menyebabkan vasokonstriksi
(epinefrin, norepinefrin) sebagian lainnya menyebabkan vasodilatsi (dopaamine,
dobutamine, melrinon). Meskipun banyak digunakan tetap harus diingat bahwa
penggunaan yang tidak tepat bisa memperjelek keadaan karena penggunaan
initropik dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard yang dapat
memperberat fungsi miokard dengan perfusi yang sudah terbatas. Efek
vasokontriksi juga akan memperberat iskemia dan akan memperjelek perfusi
orgn-organ perifer. Indikasi pemberian inotropik adalah syok kardiogenik dan
renjatan refrakter terhadap pemberian cairan.
Obat-obat inotropik :
1) Dopamin
Mempunyai efek campuran yaitu sebagai inotropik dan vasodilatasi dan organ
pada dosis rendah ( 2-5 g/kgbb/menit). Pada dosis 5-10 g/kgbb/menit
meningkatkan kontraktilitas miokard dan curah jantung dan meningkatkan
konduksi jantung ( meningkatkan rate ). Pada dosis >10-20 g/kgbb/menit
mempunyai efek terhadap reseptor alpha agonis sehingga dapat menyebabkan
vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah sentral.
2) Epinefrin
Mempunyai efek terhadap reseptor alpha dan beta, meningkatkan
kontraktilitas otot jantung dan menyebabkan vasokonstriksi perifer, ini akan
meningkatkan tekanan darah sentral tapi aliran darah perifer berkurang. Dosis
0,1 g/kgbb/menit Iv, bisa ditingkatkan secara bertahap sampai efek yang
diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai mencapai 2-3 g/kgbb/menit.
3) Dobutamin
Efek utama adalah beta 1 agonis yaitu meningkatkan kntraktilitas miokard.
juga mempunyai sedikit efek beta 2 agonis yaitu vasodilatsi sehingga bisa
menurunkan resistensi vaskuler dan after load dan memperbaiki fungsi
jantung, karena itu dobutamin sangat cocok pada renjatan kardiogenik. Dosis 5
g/kgbb/menit IV, dapat ditingkatkan bertahap sampai mencapai 20
g/kgbb/menit
4) Norepinefrin
Terutama mempunyai efek alpha agonis (menyebabkan vasokonstriksi) dan
sedikit efek beta 1 agonis. Dosis 0,1 g/kgbb/menit IV dosis dapat ditingkatkan
sampai efek yang diharapkan tercapai.
5) Phosphodiesterase
Inhibitor ( melrinon, amrinon) Bekerjanya dengan cara meningkatkan c AMP
sehingga dapat meningkatkan level kalsium intrasel yang pada akhirnya akan
memperbaiki kontraktilitas otot jantung dan vasodilatsi perifer. Bermanfaat
pada renjatan dengan volume intravaskuler cukup, tapi kontraktilitas otot
jantung dan perfusi jelek. Dosis melrinon : 25-50 g/kgbb/menit dalam 10
menit dilanjutkan 0,375-0,75 g/kgbb/menit.
6) Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid pada syok masih merupakan kontroversi.
Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan berat yang resisten terhadap
katekolamin dan kecurigaan adanya insufisiensi adrenal atau pada anak
dengan penyakit yang mendapat steroid dalam waktu yang lama atau pada
anak yang menderita kelainan hipofise atau adrenal. Walaupun
penggunaannya masih dalam perdebatan, dari penelitian –penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid pada renjatan
memberikan hasil yang cukup baik. Kortikosteroid yang diberikan adalah
hidrokortison dosis tinggi yaitu 25 kali dosis stres. Dosis hidrokortison untuk
renjatan adalah 50 mg/mgkbb/ Iv bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama
dalam 24 jam secr continous infussion. Kortikosteroid pada syok dapat
memperbaiki fungsi sirkulasi melalui:
a) Bekerja sebagai adrenergic blocking agent sehingga bisa menurunkan
tahanan perifer.
b) Mencegah aktivasi komplemen dan proses koagulasi
c) Mencegah pengeluaran mediator vasoaktif
d) Mempunyai efek inotrofik
e) Menstabilisasi dinding sel dan membran lisosom
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Syok Hipovolemik
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian Primer
a. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Wheezing atau krekles.
3) Kepatenan jalan nafas.
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3) Ronchi, krekles.
4) Ekspansi dada tidak penuh.
5) Penggunaan otot bantu nafas.
c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
8) Kulit pucat, sianosis.
9) Output urine menurun.
d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale
(GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan
kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh. Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat
dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan
kacau motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar
terhadap orang lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran
yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri.
Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan
dengan rangsang apapun.
e. Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan ketidaknyamanan
(nyeri) dengan pengkajian PQRST.
Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu terjadinya
penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum sakit
terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan
menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien dengan
kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas
Data Subyektif :
a) Kelemahan.
b) Kelelahan.
c) Tidak dapat tidur.
d) Pola hidup menetap.
e) Jadwal olah raga tidak teratur.
Data Obyektif :
a) Takikardi.
b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi
Data Subyektif : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah
tekanan darah, diabetes mellitus.
Data Obyektif :
a) Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat
dari tidur sampai duduk atau berdiri.
b) Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia).
c) Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain
ventrikel.
d) Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung :
 Friksi ; dicurigai Perikarditis.
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.
 Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer,
edema umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau
ventrikel.
 Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran
mukossa atau bibir.
3) Integritas ego
Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir
tentang keuangan, kerja, keluarga.
Data Obyektif : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
4) Eliminasi
Data Obyektif : normal, bunyi usus menurun.
5) Makanan atau cairan
Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar.
Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan.
6) Hygiene
Data Subyektif atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas perawatan.
7) Neurosensori
Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat).
Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Data Subyektif :
a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
b) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
c) Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
d) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi,
diabetes mellitus, hipertensi, lansia.
9) Pernafasan:
Data Subyektif :
a) Dispnea tanpa atau dengan kerja.
b) Dispnea nocturnal.
c) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
d) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Data Obyektif :
a) Peningkatan frekuensi pernafasan.
b) Nafas sesak / kuat.
c) Pucat, sianosis.
d) Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum.
10) Interaksi social
Data Subyektif :
a) Stress.
b) Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan
di RS.
Data Obyektif :
a) Kesulitan istirahat dengan tenang.
b) Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut).
c) Menarik diri.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan Berdasarkan SDKI

1. Hipovolemia

Hipovolemia (D.0023)
Kategori : Fisikologis
Subkategori : Nutrisi dan Cairan
Definisi
Penurunan volume cairan intravascular, interstisial, dan atau intraseluler
Penyebab
1. Kehilangan cairan aktif
2. Kegagalan mekanisme regulasi
3. Peningkatan permeabilitas kapiler
4. Kekurangan intake cairan
5. Evaporasi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
Tidak tersedia

Objektif :
1. Frekuensi nadi meningkat
2. Nadi teraba lemah
3. Tekanan darah menurun
4. Tekanan nadi menyempit
5. Turgor kulit menurun
6. Membrane mukosa kering
7. Volume urine menurun
8. Hematokrit menigkat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus

Objektif :
1. Pengisian vena menurun
2. Status mental berubah
3. Suhu tubuh meningkat
4. Konsentrasi urine meningkat
5. Hematokrit meningkat
Kondisi Klinis Terkait
1. Penyakit addinson
2. Trauma/perdarahan
3. Luka bakar
4. AIDS
5. Penyakit crohn
6. Muntah
7. Diare
8. Colitis ulseratif
9. Hipoalbiminemia

2. Diare
Diare (D.0020)
Kategori : Fisikologis
Subkategori : Nutrisi dan Cairan
Definisi
Pengeluaran feses yang sering, lunak daan tidak berbentuk.
Penyebab
Fisiologis
1. Inflamasi gastrointestinal
2. Iritasi gastrointestinal
3. Proses infeksi
4. Malabsorpsi
Psikologis
1. Kecemasan
2. Tingkat stress tinggi
Situasional
1. Terpapar kontaminan
2. Terpapar toksin
3. Penyalahgunaan laksatif
4. Penyalahgunaan zat
5. Progam pengobatan
6. Perubahan air dan makanan
7. Baktei pada air
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(Tidak tersedia)
Obyektif
1. Defekasi lebih dari tiga kali dalam 24 jam
2. Feses lembek atau cair
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Urgency
2. Nyeri/kram abdomen
Objektif
1. Frekuensi peristaltic meningkat
2. Bising usus hiperaktif
Kondisi Klinis Terkait
1. Kanker kolon
2. Diverticulitis
3. Iritasi usus
4. Crohn’s disease
5. Ulkus peptikum
6. Gastitris
7. Spasme kolon
8. Colitis ulsertif
9. Hipertiroidsme
10. Demam typoid
11. Malaria
12. Sigelosis
13. Kolera
14. Disentri
15. Hepatitis

2.2.3 Intervensi Keperawatan Berdasarkan SIKI

1. Hipovolemia

Manajemen Syok Hipovolemik I.02050


Definisi : Mengidentifikasi dan mengelolah kemampuan tubuh menyediakan
oksigen dan nutrient untuk mencukupi kebutuhan jaringan akibat kehilangan
cairan/perdarahan berlebih.
Tindakan
Observasi
1. Monitor status kordiopulmunal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
nafas, Td, MAP)
2. Monitor status oksigenasi (oksimeter, nadi, AGD)
3. Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
4. Periksa tingkat kesdaran dan respon pupil
5. Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS (Deformitas, luka
terbuka, nyeri tekan, bengkak)

Trapeutik
1. Pertahankan jalan nafas
2. Berikan oksigen untuk mempertahankan sarturasi oksigen >94%
3. Persiapkan intubasi dan ventiasi mekanis, jika perlu
4. Lakukan penekanan langsung pada perdarahan eksternal
5. Berikan posisi syok (modified telendelenberg)
6. Pasang jalur IV berukuran besar (mis. No 14 atau 16)
7. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
8. Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi lambung
9. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektolit

Edukasi
1. anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2. ajarkan teknik batuk efekti

Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian infuse cairan kristaloid 1-2 L pada dewasa
2. kolaborasi pemberian infuse cairan kristaloid 20 ml/KgBB pada anak
3. kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu

2. Diare

Manajemen Diare 1.03101


Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola diare dan dampaknya
Tindakan
Observasi
1. Identifikasi penyebab diare
2. Identifikasi riwayat pemberian makanan
3. Identifikasi gejala invaginasi
4. Monitor warna, volume, frekuensi dan konsistensi tinja
5. Monitor tanda dan gejala hypovolemia
6. Monitor iritasi dan ulserasi kulit didaerah perianal
7. Monitor jumlah pengeluaran diare
8. Monitor keamanan penyiapan makanan
Trapeutik
1. Berikan asupan cairan oral
2. Pasang jalur intravena
3. Berikan cairan intravena
4. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
5. Ambil sampel feses untuk kultgur jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
2. Anjurkan menghindari makanan pembentukan gas, pedas dan mengandung
laktosa
3. Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
2. Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/spasmolitik
3. Kolaborasi pemberian obat pengeras feses

ii. Evaluasi Keperawatan Berdasarkan SLKI

1. Hipovolemia

Status Cairan L.01004

Definisi : Kondisi volume cairan intravaskuler, interstisiel, dan atau intraseluler

Ekspektasi membaik

Kriteria Hasil
Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
Menurun Meningkat
Kekuatan nadi 1 2 3 4 5
Turgor kulit 1 2 3 4 5
Output urine 1 2 3 4 5
Pengisian vena 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
Meningkat Sedang menurun
meningkat menurun
Ortopnea 1 2 3 4 5
Dispnea 1 2 3 4 5
Paroxysmal
1 2 3 4 5
noctural
Edema
1 2 3 4 5
anasarka
Berat badan 1 2 3 4 5
Distensi vena
1 2 3 4 5
juguralis
Suara nafas
1 2 3 4 5
tambahan
Kongesti paru 1 2 3 4 5
Perasaan
1 2 3 4 5
lemah
Keluhan haus 1 2 3 4 5
Konsentrasi
1 2 3 4 5
urine
Cukup Cukup
Memburuk Sedang Membaik
memburuk membaik
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Membram
1 2 3 4 5
mukosa
Jugulukar
1 2 3 4 5
venus pressure
Refleks
1 2 3 4 5
hepatojugular
Berat badan 1 2 3 4 5
Hepatomegali 1 2 3 4 5
Oliguria 1 2 3 4 5
Intake cairan 1 2 3 4 5
Status mental 1 2 3 4 5
Suhu tubuh 1 2 3 4 5

2. Diare

SKLI : Eliminasi Fekal L.04033


Definisi : Proses defekasi normal yang disertai dengan pengeluaran feses mudah dan
kosistensi, frekuensi serta bentu feses normal.
Ekspetasi : Membaik
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Kontrol 1 2 3 4 5
pengeluaran feses
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Menigkat Menurun
Keluhan defekasi 1 2 3 4 5
lama dan sulit
Mengejan saat 1 2 3 4 5
defekasi
Distensi abdomen 1 2 3 4 5
Terasa massa pada 1 2 3 4 5
rektal
Urgency 1 2 3 4 5
Nyeri abdomen 1 2 3 4 5
Kram abdomen 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
Konsistensi feses 1 2 3 4 5
Frekeunsi defekasi 1 2 3 4 5
Peristaltic usus 1 2 3 4 5
DAFTAR PUSTAKA

Baughman & Diane, C. (2010). Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku dari Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC.
Caterino, Jeffrey M., Kahan, Scott. (2013). Emergency Medicine. Pennnsylvania :
Blackwell.
Dewi, E., & Rahayu, S. (2010). Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik. Solo: FIK UMS.
Dochterman, J.M., Bulechek, G.M. (2014). Nursing Interventions Classification (NIC).
5th ed. America: Mosby Elseiver.
Hardisman. (2013). Memahami Patofisiologis dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik . Jurnal
Kesehatan Andalas. 2(3). 1 - 5.
Horne, M. M., & Swearingen P. L. (2010). Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam
Basa. Jakarta: EGC.
Nanda International. (2017). Diagnosa Keperawatan : definisi dan klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC.
Sudoyo, A. W. dkk. (2016). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Burnner &
Suddarth. Jakarta: EGC
PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

PPNI, 2019. Standart DIagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

PPNI, 2019. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

Wijaya, A.S & Putri, Y.M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Wijaya, A.S & Putri, Y.M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta : Nuha
Medik

Anda mungkin juga menyukai