Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA Ny.

S
DENGAN DIAGNOSA GASTROENTERITIS
DI RUANG KASUARI RSUD SIMPANG LIMA GUMUL KABUPATEN
KEDIRI

OLEH:
MUHMMAD BULAN SADANA
NIM: 01.2.18.00666

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES RS. BAPTIS KEDRI


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Mengucap syukur kepada Tuhan sehingga tugas Asuhan Keperawatan dengan


judul ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA Ny. SDENGAN
DIAGNOSA GASTROENTERITISDI RUANG KASUARI RSUD SIMPANG
LIMA GUMUL KABUPATEN KEDIRI ini dapat disusun dengan baik hingga
selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah terlibat dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan saya semoga laporan Asuhan Keperawatan ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya siapapun dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis yakin masih
banyak kekurangan dalam laporan Asuhan Keperawatan ini, oleh karena itu saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Kediri, 18 November 2021


Penulis,

(Muhammad Bulan Sadana)


BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Gastroenteritis atau flu perut merupakan suatu penyakit pencernaan
dimana terjadi infeksi pada usus halus dan lambung yang disebabkan oleh
beberapa virus antara lain norovirus, rotavirus, dan champylobacter. Gejala
gastroenteritis ditandai pada lambung (gastro) dan usus kecil (entero) terjadi
peradangan yang menyebabkan penderita mengalami mual, muntah, diare, dan
kejang perut (Garmelia,2019)
Gatroenteritis akut adalah suatu peradangan pada permukaan lambung
yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superficial (Mataqqin &
Kumala 2011)
GEA adalah kondisi yang didefinisikan oleh peningkatan frekwensi
defekasi (lebih dari 3kali sehari), peningkatan jumlah feses (lebih dari 200g
per hari) dan perubahan konsistensi (cair) (Brunner&Suddart, 2014).
Gastroenteritis akut merupakan suatu infeksi campxlobader yang paling lazim,
biasanya disebabkan oleh C.Jejuni, C.Coli dan C.Laridis, tinja berdarah dan
mengandung lendir (Belz dan Linda 2009)
Jadi gastroentitis merupakan suatu peradangan pada permukaan
lambung yang disebabkan oleh infeksi bakteri.

B. Etiologi
Beberapa faktor penyebab menyebab menurut Sodikin (2011) antara lain :
1. Infeksi virus, kuman-kuman pathogen, atau penyebab lainnya seperti
keadaan gizi atau gizi buruk, hygiene atau sanitasi yang buruk, kepadatan
penduduk, sosial budaya, dan sosial ekonomi
2. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan
kimia, makanan (seperti keracunan makanan, makan yang pedas atau
terlalu asam), gangguan psikis (ketakutan dan gugup), gangguan saraf,
hawa dingin atau alergi, dan sebagainya
3. Defisiensi imun terutama Si A (Secretory Immunoglobulin A) yang
mengakibatkan berlipat gandanya bakteri atau flora usus dan jamur
(terutama candida)
4. Khusus diare secara osmotik disebabkan oleh malabsorbsi makanan,
kekurangan kalori protein (KKP).
C. Anatomi dan Fisiologi

Sistem pencernaan terdiri atas sebuah saluran panjang yang dimulai


dari mulut sampai anus (rectum). Struktur dinding saluran cerna berbeda
antara satu bagian dengan bagian yang lainnya, tetapi secara umum tersusun
atas empat lapisan, yaitu : lapisan mukosa, lapisan submukosa, tunika
muskularis, dan lapisan serosa (adventisia).

1. Mulut
Bagian atas mulut dibatasi oleh palatum, bagian bawah dibatasi
mandibula, lidah dan struktur lain dari dasar mulut. Bagian lateral
mulut dibatasi oleh pipi. Bagian depan dibatasi oleh bibir dan
bagian belakang dibatasi oleh lubang yang menuju faring.
a. Lidah
Lidah tersusun atau lapisan otot yang melekat pada rongga
mulut dan melekat secara langsung. Lidah diinervasi oleh
berbagai saraf atau nervous yang menyebabkan lidah dapat
merasakan / mengecap dan meraba tekstur pada sesuatu yang
masuk ke mulut seperti makanan
b. Gigi
Pada orang dewasa gigi sudah pada set kedua (permanen)
dengan jumlah keseluruhan 32. Gigi memiliki kemampuan
untuk menghancurkan makanan secara mekanik. Gigi memiliki
bagian fungsional yang meliputi enamel,dentin, sementum, dan
pulpa yang juga berperan dalam proses tersebut
c. Kelenjar air liur
Terdapat tiga pasang kelenjar air liur yaitu kelenjar parotis,
submandibular dan sublingual. Kelenjar air liur dipersarafi oleh
serabut parasimpatis dan simpatis. Kelenjar air liur
menyekresikan saliva yang berfungsi untuk pelumasan dan
perlindungan permukaan. Enzim phyalin yang berfungsi
menghancurkan makanan secara kimiawi seperti mencerna
karbohidrat.
2. Esophagus
Merupakan saluran otot yang membentang diri kartilago krikoid
sampai kardia lambung. Bagian depan berbatasan dengan trakea
dan kelenjar thyroid jantung dan diafragma. Bagian belakang
dengan kolumne vertebra 2 pada tiap sisi berbatasan dengan paru-
paru dan pleura. Dinding esophagus terdiri dari empat lapisan
yaitu mukosa, submukosa, muskular dan serosa
3. Lambung
Lambung terletak pada kuadran kiri atas abdomen, lebar, dan
merupakan bagian saluran cerna yang dilatasi. Fungsi utama
lambung adalah menyimpan makanan untuk pencernaan didalam
lambung, duedenum, dan saluran cerna bawah, mencampur
makanan dengan sekresi lambung hingga membentuk campuran
setengah cair (kimus) dan meneruskan kimus ke duedenum.
4. Usus halus
Usus halus terdiri dari duedenum, jejenum, dan ileum. Saat dewasa
panjang usus halus kurang lebih mencapai 6 meter. Dinding usus
halus terdiri dari lapisan mukosa, submukosa, muskular, dan
serosa. Lapisan tersusun atas villi usus dan lipatan sirkular.
Lipatan sirkular meningkatkan area permukaan absorpsi usus.
5. Usus besar
Usus besar berjalan dari katup ileosekal ke anus, panjang usus
sekitar 180 cm. Usus besar dibagi menjadi bagian sekum, kolon
asenden, kolon transvesum, kolon desenden dan kolon sigmoid.
Usus besar berfungsi untuk mengeluarkan fraksi zat yang tidak
diserap, seperti zat besi, kalium, fosfat yang ditelan, serta
mensekresikan mukus, yang mempermudah perjalanan feses.
Didalam usus besar terjadi variasi ritmis yang tidak mendorong isi
maju tetapi mencampurnya dengan demikian membantu absorpsi
air.
6. Apendik
Tonjolan seperti cacing dengan panjang 18 cm dan memiliki lumen
yang sempit. Lapisan submukosanya mengandung banyak jaringan
limfe. Apendik merupakan tempat peradangan akut atau menahun,
penyebab biasanya tidak diketahui, tetapi sering mengikuti
terjadinya sumbatan lumen.
7. Anus dan rectum
Anus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang
menghubungkan rektum dengan dunia luar. Rectum dan anus
terletak dibawah kolon sigmoid pergerakan pendorong “Mass
Movement” akan berakhir disini atau melewati ini sebagai tahap
akhir sekresi feses. Dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter, yaitu :
sfingter ani internus, sfingter levator ani, dan sfingter ani eksternus
yang menjadi awal atau mulainya proses defekasi.

D. Manifestasi Klinis
Menurut sodikin (2011) gambaran awal pasien dengan gastroenteritis akut
yaitu cenderung suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang bahkan
hilang, kemudian timbul diare disertai muntah-muntah pada beberapa kasus.
Feses mungkin cair, mungkin mengandung darah atau lendir dan feses
berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Akibat seringnya
defekasi anus dan area sekitarnya menjadi lecet karena sifat feses makin lama
menjadi makin asam.
1. Konsistensi feses cair dan frekuensi defekasi semakin sering
2. Muntah (umumnya tidak lama)
3. Demam (mungkin ada, mungkin tidak)
4. Kram abdomen
5. Membran mukosa kering
6. Berat badan menurun
7. Malaise
E. Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2011), Peradangan pada gastroenteritis disebabkan
oleh infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa, memproduksi
enterotoksin dan atau memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan
peningkatan sekresi cairan dan menurunkan absorbsi cairan sehingga akan
terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan elektrolit. Menurut Diskin (2008)
di buku Muttaqin (2011) adapun mekanisme dasar yang menyebabkan diare,
meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Gangguan osmotik, dimana asupan makanan atau zat yang sukar diserap
oleh mukosa intestinal akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus
untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Respons inflamasi mukosa, pada seluruh permukaan intestinal akibat
produksi enterotoksin dari agen infeksi memberikan respons peningkatan
aktivitas sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus ke dalam rongga usus,
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Dari ketiga mekanisme diatas menyebabkan :
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia).
2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran
bertambah).
3. Hipoglekemia, gangguan sirkulasi darah. Pendapat lain menurut Jonas
(2003) pada buku Muttaqin (2011).
Selain itu, diare juga dapat terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup
ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.
Mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare. Mikroorganisme memproduksi toksin. enterotoksin yang
diproduksi agen bakteri (E. Coli dan Vibrio cholera) akan memberikan efek
langsung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air ke dalam lumen
gastrointestinal
F. Pathway

Faktor infeksi F.malabsorbsi F.makanan F.Psikologi


KH,Lemak,Protein

Masuk dan meningk. Tekanan toksin tak dapat cemas


berkembang osmotik diserap
dalam usus

Hipersekresi air pergeseran air dan hiperperistaltik


dan elektrolit elektrolit ke rongga
( isi rongga usus) usus menurunya kesempatan usus
menyerap makanan

DIARE

Frekuensi BAB meningkat distensi abdomen

Kehilangan cairan & elektrolit integritas kulit


berlebihan perianal

gangguan kes. cairan As. Metabolisme mual,


muntah
dan elektrolit gangguan Integritas kulit

hipovolemia sesak nafsu makan menurun

Gangguan Oksigensi BB menurun

Defisit Nutrisi
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. pH dan kadar gula dalam tinja
c. bila perlu dilakukan uji bakteri
2. pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah dengan
menentukan pH dan cadangan alkali dan analisa gas darah
3. pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk menentukan faal ginjal
4. pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

H. Komplikasi
1. Dehidrasi
- Ringan (kehilangan cairan 2-5% dari BB), penderita belum jatuh pada
keadaan syok, suara serak, dan turgor kurang elastis.
- Sedang ( kehilangan 5-8% dari BB), penderita mengalami keadaan pre
syok, turgor kulit jelek, nadi cepat dan dalam
- Berat (kehilangan cairan 8-10% dari BB) penderita mengalami
penurunan kesadaran, apatis sampai koma, otot kaku sampai sianosis
2. Renyatan hipovolemik
3. Hipokalemia
Dengan gejala metorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan
elektrokardiogram
4. Hipoglekemia yaitu gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar gula di
dalam darah berada dibawah kadar normal.
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim laktaze
6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik)
(Sakti, 2013)

I. Pelaksanaan medis
Menurut Mansjoer (2007), penatalaksanaan untuk pasien dengan
gastroenteritis akut adalah sebagai berikut :
1. Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya. Tujuannya adalah untuk mengoreksi kekurangan cairan dan
elektrolit secara tepat dan cepat kemudian mengganti cairan yang hilang
sampai diarenya berhenti. Pemberian berdasarkan derajat dehidrasi.
2. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk
menghindarkan efek buruk pada status gizi
3. Antibiotik dan anti parasit tidak boleh digunakan secara rutin, tidak ada
manfaatnya untuk kebanyakan kasus, termasuk diare berat dan diare
panas, kecuali pada disentri, suspek kolera dengan dehidrasi berat, dan
diare persisten
4. Obat-obatan anti diare meliputi anti motilitas (misal loperamid,
difenoksilat, kodein, opium) obat adsorben (misal orit, kaolin, attapulagit)
anti muntah termasuk prometazim, klorpromazim
(Mansjoer dalam Pahlevi 2014)

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengumpulan data diperoleh dengan cara wawancara, pemeriksaan fisik,
observasi, peninjauan catatan dan laporan diagnostik
a. Awal serangan
Cemas, gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia, kemudian timhul
diare
b. Keluhan utama
Tinja semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak cairan dan
elektrolit, terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun.
c. Riwayat kesehatan lalu :
Penyakit yang pernah diderita
d. Pola fungsional
- Persepsi dan manajemen kesehatan : pola makan, kebersihan
lingkungan, dan makanan kurang terjaga
- Pola nutrisi : mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan BB
- Pola eleminasi : BAB lebih dari 4x sehari, BAK sedikit atau jarang
- Pola istirahat tidur : akan terganggu karena adanya distensi abdomen
yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman
- Pola aktivitas : terganggu karena rasa tidak nyaman, lemah dan adanya
nyeri akibat disentri abdomen
- Pola nilai dan kepercayaan : kegiatan ibadah terganggu karena adanya
distensi abdomen
- Pola hubungan peran : terganggu jika pasien sering BAB
- Pola konsep diri : merupakan gambaran, peran, identitas, harga, ideal
diri pasien selama sakit
- Pola seksual dan Reproduksi ; menunjukkan status dan pola
reproduksi pasien
- Pola koping dan toleransi stress adalah cara individu dalam
menghadapi suatu masalah
- Pola kognitif : menunjukkan tingkat pengetahuan klien tentang
penyakit
e. Pengkajian fisik meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi
pada abdomen

2. Diagnosa Keperawatan
1) Diare

Diare
D.0020

Definisi
Pengeluaran feses yang sering, lunak dan tidak berbentuk

Penyebab
Fisiologis:
1. Inflamasi gastrointestinal
2. Iritasi gastrointestinal
3. Proses infeksi
4. Malabsopsi
Psikologis
1. Kecemasan
2. Tingkat stress tinggi
Situasional
Terpapar kontaminan
Terpapar toksik
Penyalahgunaan laksatif
Penyalahgunaan zat
Program pengobatan (agen tiroid, analgesic, pelunak feses, ferosulfat,
antasida, cimetidine dan antibiotik)
Perubahan air dan makanan
Bakteri pada air

Gejala dan tanda mayor


Objektif
Subjektif 1. Defekasi lebih dari tiga kali dalam
(Tidak tersedia) 24 jam
2. Feses lembek dan cair
Gejala dan tanda minor
Subjektif Objektif
1. Frekuensi peristaltik meningkat
1. Urgency
2. Bising usus hiperaktif
2. Nyeri/ Kram Abdomen
Kondisi klinis terkait
1. Kanker kolon
2. Diverticulitis
3. Iritasi usus
4. Chons disease
5. Ulkus peptikum
6. Gastritis
7. Spasme kolon
8. kolitis ulseratif
9. hipertiroidisme
10. demam tipoid
11. malaria
12. sigelosis
13. kolera
14. disentri
15. hepatitis

SIKI
Eliminasi fekal
L.04033

Definisi
Proses defekasi normal yang disertai dengan pengeluaran feses mudah dan
konsistensi, frekuensi serta bentuk feses normal

Ekspetasi membaik

Kriteria hasil
Cukup Cukup
menurun sedang meningkat
menurun meningkat
Kontrol
pengeluaran 1 2 3 4 5
feses
Keluhan
defekasi lama 1 2 3 4 5
dan sulit
Mengejan
1 2 3 4 5
saat defekasi
Distensi
1 2 3 4 5
abdomen
Terasa masa 1 2 3 4 5
pada rektal
Urgency 1 2 3 4 5
Nyeri
1 2 3 4 5
abdomen
Kram
1 2 3 4 5
abdomen
Konsistensi
1 2 3 4 5
feses
Frekuensi
1 2 3 4 5
defekasi
Peristaltik
1 2 3 4 5
usus

SIKI

SIKI

Manajemen Diare
1.03101

Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola diare dan dampaknya

Tindakan
Observasi
1. identifikasi penyebab diare (mis. Inflamasi gastrointestinal, iritasi
gastrointestinal, proses infeksi, ansietas, stress, efek obat-obatan,
pemberian botol susu
2. identifikasi riwayat pemberian makan
3. monitor warna, volume frekuensi, dan konsistensi tinja
4. monitor tanda dan gejala hypovolemia
5. monitor iritasi dan ulserasi kulit di dareah perianal
6. monitor jumlah pengeluaran diare
7. monitor keamanan penyiapan makanan

Terapeutik
8. Berikan asupan cairan oral (mis. Larutan garam gula, oralit, pedialyte,
renalite)
9. Pasang jalur intravena
10. Berikan cairan intravena (mis. Ringer asetat, ringerlaktat) jika perlu
11. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
12. Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu
Edukasi
13. Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
14. Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas dan
mengandung laktosa
15. Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian obat antimotilitas (mis. Loperamide,
difenoksilat)
17. Kolaborasi pemberian antiispasmo/spasmolitik (mis. Papaverin.
Ekstrak beliadonna, mebeverine
18. Kolaborasi pemberian obat-obatan pengeras feses (mis. Atapulgit,
smeklit, kaolin-peklin)

2) Nyeri akut
SDKI
Nyeri Akut D.0077

Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan


kerusakan jaringan actual atau fungsiona, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari
3 bulan

Penyebab :

1. Agen pencedera fisiologis (mis: inflamasi, iskemia, neoplama)


2. Agen pencedera kimiawi (mis: terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis: abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan
Gejala dan Tanda
Mayor
Objektif
Subjektif
1. Tampak meringis
1. Mengeluh nyeri 2. Bersikap protektif (mis: waspada, posisi
menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur

Gejala dan Tanda


Minor

Subjektif
Objektif
1. Tekanan darah
meningkat 1. Menarik diri
2. Pola nafas 2. Berfokus pada diri sendiri
berubah 3. diaforesis
3. Nafsu makan
berubah
4. Proses berpikir
terganggu

Kondisi Klinis Terkait


Kondisi pembedahan
Cedera traumatis
Infeksi
Sindrom koroner akut
Glaucoma

SLKI

Kontrol Nyeri (L.08066)

Definisi : Tindakan untuk meredakan pengalaman sensorik atau emosional yang


tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan

Ekspektasi : meningkat

Kriteria hasil

Cukup
Menurun Cukup Sedang Meningkat
meningkat
Menurun

Melaporkan
nyeri 1 2 3 4 5
terkontrol
Kemampuan
mengenali 1 2 3 4 5
omset nyeri
Kemampuan
mengenali
1 2 3 4 5
penyebab
nyeri
Kemampuan
menggunaka
1 2 3 4 5
n teknik non
farmakologis
Dukungan
orang 1 2 3 4 5
terdekat
Meningka Cukup Sedang Cukup Menurun
t Meningkat Menurn

Keluhan 1 2 3 4 5
nyeri
Penggunaan 1 2 3 4 5
analgesik

SIKI

Manajemen Nyeri (I.082338)

Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional


yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan berintesitas ringan hinga berat dan konstan

Tindakan :
Observasi
1. Identifikasi lokasi karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Indentifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
8. Monitor efek samping penggunaan analgesic
Terapeutik
1. Berikan teknik non-farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(misalnya : kompres hangat/dingin, hypnosis, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misalnya:suhu,
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitas isirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Gloria M, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi 6 .


mosby : Elseiver
Belz, C.L. Dan Linda A. S. 2009. Mosby’s Pediattric Nursing Refrence by cecily
Lynn Betz dan Linda A.Sowden. New York :Elsevier
Garmelia, E., Sholihah,M . 2019. Tinjauan Ketepatan Koding Penyakit
Gastroenteritis Pada Pasien BPJS Rawat Inap Di UPTD RSUD Salatiga.
Jurnal Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Vol 2 No 2
Heardman, T. & Kamitsuru. 2018. Nanda International Nursing Diagnosis : Definisi
dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC
Kementrian Kesehatan RI. 2012. Profil KEsehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta :
Kemenkes RI.
Kumala Sari, Muttaqin. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta : Selemba Medika
Sodikin. 2011. Asuhan KEperawatan Pada Anak Gangguan Sistem Pencernaan.
Jakarta : Selemba Medika
Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Moorhead, Sue. Dkk. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC) Edisi 5. Mosby :
Elseiver.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi 3. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai