Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTROENTERITIS AKUT (GEA)

FADHLIA YUNITASARI
NIM: P0712042018N

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN MATARAM
TAHUN 2022
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY. I DENGAN DIAGNOSA
MEDIS GASTROENTERITIS AKUT (GEA)
DI RUANG PICU RSUD KOTA MATARAM
TANGGAL 13-15 APRIL 2022

FADHLIA YUNITASARI
NIM: P0712042018N

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN MATARAM
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
GASTROENTERITIS AKUT (GEA)

I. KONSEP TEORI
A. Pengertian
Diare menyebabkkan kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui
feses. Kelainan yang menggangu penyerapan di usus besar lebih jarang
menyebabkan diare. Pada dasarnya diare merupakan gangguan transportasi
larutan diusus (Sodikin, 2012)
Gastroenteritis adalah penyakit akut dan menular menyerang pada
lambung dan usus yang di tandai berak-berak encer 5 kali atau lebih.
Gastroenteritis adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari dapat
atau tanpa lendir dan darah (Murwani, 2009).
Diare adalah suatu kondisi di mana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari
(Depkes RI, 2011).
Diare adalah buang air besar dengan frekuensi tidak normal
(meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Suharyono,
2008 : 1).
Diare akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-
anak balita. Diare akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan
perubahan tiba-tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agen
infeksius dalam nafas (ISPA) atau saluran kemih (ISK), terapi anti bioptik
(donnna L. Wong let, 2009).
B. Anatomi dan Fisiologi Gastroenteritis
Anatomi dan Fisiologi Gastrointeteritis
1. Anatomi
Menurut hasan, (2005), susunan pencernaan terdiri dari:
a. Mulut
Terdiri dari 2 bagian:
1) Bagian luar yang sempit/ vestibula yaitu ruang diantara gusi,
gigi, bibir, dan pipi.
a) Bibir
Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah
dalam di tutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot
orbikularisoris menutupi bibir. Levator anguli oris
mengakat dan deparens gourli oris menekan ujung mulut.
b) Pipi
Dilapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila,
otot yang terdapat pada pipi adalah otot buksinator.
2) Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu rongga mulut
yang di batasi sisinya oleh tulang maksilaris palatum dan
mandi bularis di sebelah belakang bersambung dengan faring.
a) Palatum
Terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum keras)
yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah tulang
maksilaris dan lebih kebelakang yang terdiri dari 2 palatum.
Palatum mole (palatum lunak) terletak dibelakang yang
merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak,
terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
b) Lidah
Terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput
lendir, kerja otot lidah ini dapat digerakkan kesegala arah.
Lidah dibagi atas 3 bagian yaitu: Radiks Lingua (pangkal
lidah), Dorsum Lingua (punggung lidah) dan Apek Lingua
(ujung lidah). Pada pangkal lidah yang kebelakang terdapat
epligotis. Punggung lidah (dorsumlingua) terdapat ujung
saraf pengecap. Fenukun Lingua merupakan selaput lendir
yang terdapat pada bagian bawah kira-kira ditengah-tengah,
jika tidak digerakkan ke atas nampak selaput lendir.
c) Kelenjar Ludah
Merupakan kelenjar yang mempunyai ductus bernama
ductus wartoni dan duktus stansoni. Kelenjar ludah ada 2
yaitu kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar sub maksilaris)
yang terdapat dibawah tulang rahang atas bagian kelenjar
ludah bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang terdapat
di sebelah depan di bawah lidah. Di bawah kelenjar ludah
bawah rahang dan kelenjar ludah bawah lidah di sebut
koron kula sublingualis serta hasil sekresinya berupa
kelenjar ludah (saliva).
d) Otot Lidah
Otot intrinsik lidah berasal dari rahang bawah
(mandibularis, oshitoid dan prosesus steloid) menyebar ke
dalam lidah membentuk anyaman bergabung dengan otot
instrinsik yang terdapat pada lidah. Mgenioglosus
merupakan otot lidah yang terkuat berasal dari
permukaan tengah bagian dalam yang menyebar sampai
radiks lingua.
b. Faring (tekak)
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus), didalam lengkung faring terdapat tonsil
(amandeul) dan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit.
c. Esofagus
Panjang esofagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada dekat
dengan kolum navebtralis, di belakang dan jantung. Esofagus
melengkung ke depan, menembus diafragma dan menghubungkan
lambung. Jalan masuk esofagus kedalam lambung adalah kardia.
d. Gaster (Lambung)
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian
atas fundus uteri berhubungan dengan esophagus melalui orifisium
pilorik, terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan limpa,
menempel di sebelah kiri fundus uteri.
e. Intestinum minor (usushalus)
Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal
pada pylorus dan berakhir pada seikum, Panjang +6 meter. Lapisan
usus halus terdiri dari: Lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan
otot melingkar (m.sirkuler) otot memanjang (m. Longitudinal) dan
lapisan serosa (sebelah luar).
f. Intestinium Mayor (Usus besar)
Panjang ±1,5 m lebar 5–6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari
dalam keluar: selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot
memanjang, dan jaringan ikat. Lapisan usus besar terdiri dari:
Rektum dan Anus Terletak dibawah kolon sigmoid yang
menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam
rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis.
g. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rectum dengan dunia luar (udara luar). Terletak diantara pelvis,
dindingnya di perkuat oleh 3 sfingter yaitu Sfingter Ani Internus,
Sfingter Levator Ani, dan Sfingter Ani Eksternus.
C. Etiologi
Menurut (Ngastiyah,2005) faktor infeksi diare:
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi Virus
1) Retovirus, Penyebab tersering diare akut pada bayi, sering
didahulu atau disertai dengan muntah. Timbul sepanjang tahun,
tetapi biasanya pada musim dingin. Dapat ditemukan demam
atau muntah. Di dapatkan penurunan HCC.
2) Enterovirus, Biasanya timbul pada musim panas.
3) Adenovirus, Timbul sepanjang tahun. Menyebabkan gejala
pada saluran pencernaan/pernafasan.
4) Norwalk, Epidemik dapat sembuh sendiri (dalam 24-48 jam).
b. Bakteri
1) Stigella Semusim, puncaknya pada bulan Juli- September
insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun dapat dihubungkan
dengan kejang demam. Muntah yang tidak menonjol
terdapatnya sel polos dalam feses sel batang dalam darah.
2) Salmonella, Semua umur tetapi lebih tinggi di bawah umur 1
tahun. Menembus dinding usus, feses berdarah, mukoid.
Mungkin ada peningkatan temperature Muntah tidak menonjol
Sel polos dalam feses Masa inkubasi 6- 40 jam, lamanya 2-5
hari. Organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulan-
bulan.
3) Escherichia coli, Baik yang menembus mukosa (feses
berdarah) atau yang menghasilkan entenoksin. Pasien (biasanya
bayi) dapat terlihat sangat sakit.
4) Campylobacter, Sifatnya invasif (feses yang berdarah dan
bercampur mukus) pada bayi dapat menyebabkan diare
berdarah tanpa manifestasi klinik yang lain. Kram abdomen
yang hebat. Muntah/dehidrasi jarang terjadi.
5) Yersinia Enterecolitica, Feses mukosa Sering didapatkan sel
polos pada feses. Mungkin ada nyeri abdomen yang berat Diare
selama 1-2 minggu. Sering menyerupai appendicitis.
6) Kolera, merupakan diare jenis hipersekresi. Kuman tersebut
mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan pengeluaran
cairan yang berlebihan di usus, sehingga orang yang
bersangkutan kehilangan banyak elektrolit. Timbulnya
mendadak, usia terkena lebih dari 2 tahun, terkadang disertai
muntah, dan jarang disertai panas badan. Pada jenis ini,
penderita yang terkena cepat mengalami dehidrasi. Feces/tinja
yang timbul baunya amis dan seperti cucian beras.
c. Parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C.
albicans).
d. Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan
yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
2. Faktor Non Infeksi
a. Malabsorbsi,
1) Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi, lactosa,
maltosa, dan sukrosa), non sakarida (intoleransi glukosa,
fruktusa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting
dan tersering ialah intoleransi laktosa.
2) Malabsorbsi lemak: long chain triglyceride.
3) Malabsorbsi protein: asam amino, B-laktoglobulin.
b. Faktor makanan, Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
(milk alergy, food alergy, dow’n milk protein senditive
enteropathy/CMPSE). Makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau
kontaminasi oleh tangan yang kotor. Penggunaan sumber air yang
sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar. Tidak
mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar
D. Tanda dan Gejala
Beberapa tanda dan gejala tentang diare Menurut Suriadi (2001):
1. Sering buang air besar dengan konstipasi tinja yang cair dan encer.
2. Terdapat luka tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elestyisitas
kulit menurun) ubun-ubun dan nada cekung, membran mukosa kering.
3. Diare.
4. Muntah.
5. Demam.
6. Nyeri Abdomen
7. Membran mukosa mulut dan bibir kering
8. Fontanel Cekung
9. Perubahan tanda-tanda vital
10. Pucat, lemah
E. Komplikasi
Beberapa komplikasi menurut ngastiyah (2005) adalah:
1. Hipokalemia (dengan gejala materiorisme otot lemah, bradikardi,
perubahan elektro diogram).
2. Cardiac dysrhythimias akibat hipokalemia dan hipokalsemia
3. Hiponatremi
4. Syok hipovolemik
Merupakan kegawatdaruratan medik yang terjadi karena kehilangan
cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,
disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat
pada perfusi yang tidak tepat.
5. Asidosis
6. Dehidrasi
Merupakan kondisi ketika tubuh kehilangan lebih banyak cairan
daripada yang didapatkan, sehingga keseimbangan gula-garam tubuh
terganggu dan tubuh tidak menjalankan fungsinya dengan normal.
F. Patofisiologi
Menurut Ngastiyah (2005), mekanisme dasar yang menyebabkan
timbulnya diare adalah:
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus,
Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter,
Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia
Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini
menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau
Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada
Gastroenteritis akut.
Penularan Gastroenteritis biasa melalui fekal-oral dari satu penderita
ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Gastroenteritis, yang terjadi merupakan proses dari Transfor aktif
akibat rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus.
Sel dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi
cairan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa
intestinal sehingga menurunkan area permukaan intestinal dan terjadi
gangguan absorpsi cairan elektrolit. Mekanisme dasar yang menyebabkan
timbulnya diare adalah:
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik meninggi, sehingga terjadi pergeseran
air dan elektrolit ke dalam rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika
peristaltic menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan
yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan tinja.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah
astrup, bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan
analisa gas darah atau astrup, bila memungki kan.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi
ginjal.
2. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum
Untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama
dilakukan pada penderita diare kronik.
3. Pemeriksaan darah
a. pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (natrium, kalium,
kalsium dan fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan
asam dan basa.
b. Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Doudenal Intubation
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan
kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
H. Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua
golongan:
a. Diare infeksi spesifik: tifus dan para tifus, staphilococcus disentri
basiler, dan Enterotolitis nektrotikans.
b. Diare non spesifik: diare dietetis.
2. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare:
a. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang
ditimbulkan oleh bakteri, virus dan parasit.
b. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus,
misalnya: diare karena bronkhitis.
3. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Diare akut: Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat
mendadak, berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai
5 hari. Hanya 25% sampai 30% pasien yang berakhir melebihi
waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15% yang berakhir dalam 14
hari.
b. Diare kronik, adalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih.

Klasifikasi diare menurut derajat dehidrasi adalah sebagai berikut:


Ringan Sedang Berat
BB 4-5 6-8 9-10
(%
kehilangan)

Keadaan Haus, sadar Haus, gelisah, Mengantuk,


umum letargi. dingin,
berkeringat
Air mata ada Tidak ada Tidak ada
Turgor Normal Tidak ada Tidak ada
jaringan
Membran basah kering Sangat kering
mukosa
Tekanan Normal Normal/rendah < 90 mmHg,
darah mungkin tidak
dapat diukur
BAK Normal Menurun / keruh Oliguria
Nadi Normal Cepat Cepat, lemah,
mungkin tidak
teraba
I. Penatalaksanaan
1. Terapi Cairan
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada
penderita diare, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Jumlah cairan: jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan
1) Jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah
muntah PWL (Previous Water Losses) ditambah dengan
banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin dan
pernafasan NWL (Normal Water Losses).
2) Cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus
berlangsung CWL (Concomitant water losses)
b. Ada 2 jenis cairan yaitu:
1) Cairan Rehidrasi Oral (CRO): Cairan oralit yang dianjurkan
oleh WHO-ORS, tiap 1liter mengandung Osmolalitas 333
mOsm/L, Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85 cal/L. Elektrolit yang
dikandung meliputi sodium 90 mEq/L, potassium 20 mEq/L,
Chloride 80 mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro et.al., 2005).
Ada beberapa cairan rehidrasi oral:
a) Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL,
NaHCO3 dan glukosa, yang dikenal dengan nama oralit.
b) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-
komponen di atas misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-
cairan yang tersedia di rumah dan lain-lain, disebut CRO
tidak lengkap.
2) Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat
sebagai cairan rehidrasi parenteral tunggal. Selama pemberian
cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan evaluasi yaitu
jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah dan
perubahan tanda-tanda dehidrasi (Suharyono, dkk., 1994 dalam
Wicaksana, 2011).
2. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare
akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari
tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada:
Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses
berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare
pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
Contoh antibiotic untuk diare Ciprofloksasin 500mg oral (2x
sehari, 3–5 hari),Tetrasiklin 500 mg (oral 4x sehari, 3 hari),
Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg,
Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atau
IV).
3. Obat Anti Diare
Loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat
(lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2–
4 mg/ 3–4x sehari dan lomotil 5mg 3–4 x sehari. Efek kelompok obat
tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan
sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi
frekwensi diare.
Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan
dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut
dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
J. Pencegahan
1. Menggunakan air bersih dan santasi yang baik.
2. Memasak makanan dan air minum hingga matang.
3. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan.
4. Menghindari makanan yang telah tekontaminasi oleh lalat.
5. Tidak mengkonsumsi makanan yang basi.
6. Menghindari makanan yang dapat menimbulkan diare.
7. Makan dan minum secara teratur.
8. Segera mencuci pakaian-pakaian kotor.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Wicaksana (2011), adalah:
1. Identitas klien
2. Riwayat keperawatan
a. Awal serangan: gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia
kemudian timbul diare.
b. Keluhan utama : feses semakin cair, muntah, kehilangan
banyakan air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, BB menurun,
tonusdan turgor kulit berkurang feses semakin cair, muntah,
kehilangan, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekuensi buang
air besar lebih dari 4x dengan konsisten enceer.
3. Riwayat kesehatan masalalu
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat inflamasi
4. Riwayat Psikososial keluarga
5. Kebutuhan dasar
a. Pola Eliminasi
Mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4x sehari
b. Pola Nutrisi
Diawali dengan mual, muntah, anoreksia menyebabkan
penurunan BAB
c. Pola Istirahat dan Tidur
Akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
d. Pola Aktifitas
Akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri
akibat disentri abdomen.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
Ht meningkat, leukosit menurun
b. Feses
Bakteri atau parasite
c. Elektrolit
Natrium dan Kalium menurun
d. Urinalisa
Urin pekat, BJ meningkat
e. Analisa Gas Darah
Asidosis metabolik (bila sudah kekurangan cairan)
7. Data Fokus
a. Subjektif
1) Kelemahan
2) Diare lunak s/d cair
3) Anoreksia mual dan muntah
4) Tidak toleran terhadap diit
5) Perut mulas s/d nyeri (nyeri pada kuadran kanan bawah,
abdomen tengah bawah)
6) Haus, kencing menurun
7) Nadi mkeningkat, tekanan darah turun, respirasi rate turun
cepat dan dalam (kompensasi ascidosis).
b. Objektif
1) Lemah, gelisah
2) Penurunan lemak / masa otot, penurunan tonus
3) Penurunan turgor, pucat, mata cekung
4) Nyeri tekan abdomen
5) Urine kurang dari normal
6) Hipertermi
7) Hipoksia / Cyanosis, Mukosa kering, Peristaltik usus lebih dari
normal.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Diare
a. Definisi: Pengeluaran feses yang sering, lunak dan tidak berbentuk
b. Batasan karakteristik:
1) Gejala dan tanda mayor 
a) Subjektif: -  
b) Objektif:
- Defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam
- Feses lembek atau cair
2) Gejala dan tanda minor 
a) Subjektif:
- Urgency
- Kram / nyeri abdomen
b) Objektif:
- Frekuensi peristaltic meningkat
- Bising usus hiperaktif
c. Faktor yang berhubungan:
1) Fisiologis
a) Inflamasi gastrointestinal
b) Iritasi gastrointestinal
c) Proses infeksi
d) Malabsotpsi
2) Psikologis
a) Kecemasan
b) Tingkat stress tinggi
3) Situasional
a) Terpapar kontaminan
b) Terpapar toksin
c) Penyalahgunaan laksatif
d) Penyalahgunaan zat
e) Program pengobatan (Agen tiroid, analgesic, peluman fese,
ferosulfat, antasida, cimetidine dan antibiotic)
f) Perubahan air dan zat makanan
g) Bakteri pada air
2. Defisit nutrisi
a. Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolism.
b. Batasan karakteristik:
1) Gejala dan tanda mayor 
a) Subjektif: -  
b) Objektif:
- Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang
ideal
2) Gejala dan tanda minor 
a) Subjektif:
- Cepat kenyang setelah makan
- Kram / nyeri abdomen
- Nafsu makan menurun  
b) Objektif:
- Bising usus hiperaktif 
- Otot pengunyah lemah
- Otot menelan lemah
- Membrane mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebih
- Diare
c. Faktor yang berhubungan:
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolism
6) Respon trauma
7) Aktivitas berlebihan
8) Penggunaan inkubator
3. Hipovolemia
a. Definisi: berisiko mengalami penurunan volume cairan
intravascular, interstisial, dan/atau intraselular   
b. Batasan Karakteristik
1) Gejala dan tanda mayor 
a) Subjektif: -  
b) Objektif:
- Frekuensi nadi meningkat
- Nadi teraba lemah
- Tekanan darah menurun
- Tekanan nadi menyembpit
- Turgor kulit menurun
- Membrane mukosa kering
- Volume urin menurun
- Hematocrit meningkat
2) Gejala dan tanda minor 
a) Subjektif:
- Merasa haus
- Merasa lemah
b) Objektif:
- Pengisina vena menurun
- Status mental berubah
- Suhu tubuh meningkat
- Konsentrasi urin meningkat
- Berat badan menurun tiba-tiba
c. Faktor yang berhubungan:
1) Kehilangan cairan secara aktif 
2) Gangguan absorbsi cairan
3) Usia lanjut
4) Kelebihan berat badan
5) Status hipermetabolik 
6) Kegagalan mekanisme regulasi
7) Evaporasi
8) Kekurangan intake cairan
9) Efek agen farmakologis
4. Hipertermia
a. Definisi: suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh  
b. Batasan karakteristik:
1) Gejala dan tanda mayor 
a) Subjektif: -  
b) Objektif:
- Suhu tubuh diatas nilai normal
2) Gejala dan tanda minor 
a) Subjektif: -  
b) Objektif:
- Kulit merah
- Kejang
- Takikardi
- Takipnea
- Kulit terasa hangat
c. Faktor yang berhubungan:
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolism
6) Respon trauma
7) Aktivitas berlebihan
8) Penggunaan inkubator
C. Intervensi Keperawatan
Menurut PPNI, SLKI & SIKI, 2018:
1. Diare
Tujuan dan Kriteria hasil:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan
eliminasi fekal membaik dengan kriteria hasil:
- Menurunnya pengeluaran feses
- Nyeri/kram abdomen menurun (skala 1-5)
- Konsistensi feses membaik
No Intervensi Rasional
Manajemen diare
1 Observasi Dengan mengidentifikasi
Identifikasi penyebab diare penyebab diare dapat
(missal: inflamasi mengetahui keluhan yang
gastrointestinal, iritasi dirasakan pasien
gastrointestinal, proses infeksi,
malabsorpsi, anxietas, stress,
efek obat-obatan, pemberian
botol susu)
2 Identifikasi riwayat pemberian Dapat mengetahui makanan
makanan yang dapat menyebabkan
diare
3 Monitor tanda dan gejala Untuk mengetahui tanda-
hipovolemia misal takikardi tanda gejala hipovolemia
nadi teraba lemah tekanan darah
turun turgor kulit turun mukosa
mulut kering CRT melambat
BB turun
4 Monitor jumlah pengeluaran Untuk mengetahui
diare pengeluaran diare pada
pasien
5 Terapeutik Membantu meringankan
Berikan asupan cairan oral diare pasien
(misal: larutan garam gula,
oralit, Pedialyte, renalyte)
6 Berikan cairan intravena (misal Mengganti cairan tubuh
ringer asetat ringer laktat) Jika pasien
perlu misal attapulgite smektit
kaolin pectin rasional
7 Ambil sampel darah untuk Mengetahui hasil
pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan mengetahui
elektrolit laboratorium darah lengkap
pasien
8 Ambil sampel feses untuk Mengetahui hasil
kultur Jika perlu pemeriksaan feses pasien
9 Edukasi Untuk meringankan kerja
Anjurkan makanan porsi kecil sistem pencernaan
dan sering secara bertahap
10 Anjurkan menghindari makanan Untuk meringankan kerja
pembentuk gas pedas dan sistem pencernaan
mengandung laktosa
11 Kolaborasi Menghentikan diare dan
Kolaborasi pemberian obat menghambat gerakan usus
antimotilitas misal loperamid
difenoksilat
12 Kolaborasi pemberian obat Memperlambat gerakan
pengeras feses peristaltik usus
2. Defisit Nutrisi
Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan
pemenuhan nutrisi seimbang dengan kriteria hasil:
- Frekuensi makanan normal
- Nafsu makan membaik
- Bising usus dalam batas normal
- Tidak ada diare
- Meningkatnya verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi
- Sikap terhadap makanan/minuman baik sesuai dengan tujuan
kesehatan
No Intervensi Rasional
Manajemen nutrisi
1 Observasi Dengan mengidentifikasi
Identifikasi status nutrisi status nutrisi dapat
mengetahui nutrisi pasien
2 Monitor berat badan Dengan memonitor berat
badan pasien dapat
mengetahui bb pasien
3 Monitor hasil pemeriksaan Mengetahui hasil
laboratorium pemeriksaan laboratorium
4 Terapeutik Mencegah terjadinya infeksi
Lakukan oral hygiene sebelum
makan
5 Berikan makanan tinggi kalori Dapat menjaga
dan tinggi protein keseimbangan asam-basa di
tubuh
6 Berikan suplemen makanan Mencegah mual dan muntah
7 Edukasi Dapat meningkatkan energi
Anjurkan posisi duduk jika tubuh
perlu jika mampu
8 Ajarkan diet yang Untuk menyehatkan
diprogramkan pencernaan
9 Kolaborasi Untuk meredakan nyeri
Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (misal pereda
nyeri)
10 Kolaborasi dengan ahli gizi Untuk mengurangi diare
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan Jika perlu
3. Hypovolemia
Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan
status cairan membaik dengan kriteria hasil:
- TTV dalam rentang normal (Nadi: saat bangun 90-160 x/mnt dan
saat tidur 100-190 x/mnt, Suhu: 36,5oC - 37,5oC, RR: 30-60 x/mnt)
- Output urine meningkat
- Membrane mukosa lembab
- Lemah berkurang
- Turgor kulit baik
- Intake cairan adekuat
No Intervensi Rasional
Manajemen Hipovolemi
1 Observasi Mengetahui tanda dan gejala
Periksa tanda dan gejala hipervolemia
hipovolomea (mis. Frekuensi
nadi teraba lemah, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit
menurun membran mukosa
kering, volume urine menurun,
hematokrit meningkat, haus
lemah)
2 Terapeutik Untuk mengetahui cairan
Hitung kebutuhan cairan tubuh pasien
3 Berikan asupan cairan oral Untuk membantu mengatasi
hipovolemia
4 Edukasi Untuk membantu mengatasi
Anjurkan memperbanyak hipovolemia
asupan cairan oral
5 Anjurkan menghindari Menghindari terjadinya
perubahan posisi mendadak jatuh
6 Kolaborasi Memenuhi kebutuhan cairan
Kolaborasi pemberian cairan iv
isotonik (misal nacl, rl)

4. Hipertermia
Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan
suhu tubuh kembali normal dengan kriteria hasil:
- TTV dalam rentang normal (Nadi: saat bangun 90-160 x/mnt dan
saat tidur 100-190 x/mnt, Suhu: 36,5oC - 37,5oC, RR: 30-60 x/mnt)
- Menggigil berkurang
- Warna kulit normal
- Kejang berkurang
- Tidak pucat
No Intervensi Rasional
Manajemen Hipertermia
1 Observasi Mengetahui penyebab
Identifikasi penyebab hipertermia
hipertermia (missal: dehidrasi,
terpapar lingkungan panas,
penggunaan incubator)
2 Monitor suhu tubuh Untuk mengetahui status
suhu pasien
3 Terapeutik Untuk membantu
Berikan cairan oral menurunkan panas pasien
4 Lakukan pendinginan eksternal Untuk membantu
(missal: selimut hipotermia atau menurunkan panas pasien
kompres hangat pada dahi, leher
dada, abdomen, aksila)

5 Edukasi Meminimalkan fungsi


Anjurkan tirah baring Semua sistem organ pasien
6 Kolaborasi Untuk menggantikan cairan
Kolaborasi pemberian cairan tubuh yang hilang
dan elektrolit intravena, jika
perlu

D. Implementasi Keperawatan
Disesuaikan dengan intervensi
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi pada pasien Gastroenteritis Akut yaitu:
1. Diare
a. Menurunnya pengeluaran feses
b. Nyeri/kram abdomen menurun (skala1-5)
c. Konsistensi feses membaik
2. Deficit nutrisi
a. Frekuensi makan normal
b. Nafsu makan membaik
c. Bising usus dalam batas normal
d. Tidak ada diare meningkatnya verbalisasi keinginan untuk
meningkatkan nutrisi
e. Sikap terhadap makanan/minuman baik sesuai dengan tujuan
kesehatan
3. Hypovolemia
a. TTV dalam rentang normal (Nadi: saat bangun 90-160 x/mnt dan
saat tidur 100-190 x/mnt, Suhu: 36,5oC - 37,5oC, RR: 30-60 x/mnt)
b. Output urine meningkat
c. Membrane mukosa lembab
d. Lemah berkurang
e. Turgor kulit baik
f. Intake cairan adekuat
4. Hipertermia
a. TTV dalam rentang normal (Nadi: saat bangun 90-160 x/mnt dan
saat tidur 100-190 x/mnt, Suhu: 36,5oC - 37,5oC, RR: 30-60 x/mnt)
b. Tidak ada perubahan warna kuli
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.A.A. 2006.  Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba


Medika
Muttaqin, Arif. 2011.Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi asuhan keperawatan
Medikal Bedah. Jakata: Salemba Medika
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017.Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018.Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018.Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika
Sudaryat, 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto
Suriadi dan Yuliani, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta:
Sagung Seto
Pathway

Anda mungkin juga menyukai