Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA TN. M DENGAN DIAGNOSA


MEDIS PENYAKIT GOUT ARTHRITIS DI RUANG POLI DALAM
PUSKESMAS SURANADI
TANGGAL 14-16 DESEMBER 2022

OLEH

QIBITHIA MARIA MALIK


NIM. P07120522082

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
MATARAM
2022
HALAMAN PENGESAHAN

NAMA MAHASISWA : Qibithia Maria Malik


NIM : P07120522082
JUDUL LAPORAN KASUS : Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Tn. M
dengan Diagnosa Medis Penyakit Gout Arthritis
di Ruang Poli Dalam Puskesmas Suranadi
Tanggal 14-16 Desember 2022

TELAH DISAHKAN
PADA TANGGAL……….. DI ……….

OLEH

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING LAHAN

(SAHRIR RAMADHAN, M.Kep) (LALU MANSYUR, SST., Ns.)


NIP. NIP. 19731231 199303 1 024

ii
VISI DAN MISI PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

VISI :

“Menjadi Program Studi yang Menghasilkan Tenaga Ners yang Expert, Inovatif,
Enterpreuner dan Berdaya Guna di Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana
dalam Mewujudkan Masyarakat Sehat, Produktif dan Berkeadilan pada Tahun 2022”

MISI :

a. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang expert, inovatif, dan


enterpreneur di bidang keperawatan gawat darurat dan bencana.
b. Mengembangkan penelitian berbasis inovatif di bidang keperawatan gawat
darurat dan bencana.
c. Menyelenggarakan dan meningkatkan pengabdian masyaralat yang berdaya
guna di bidang keperawatan gawat darurat dan bencana dalam mewujudkan
masyarakat sehat, produktif dan berkeadilan.
d. Meningkatkan kerjasama dengan pemerintah daerah, institusi pendidikan dan
lembaga pelayanan kesehatan dalam bidang keperawatan.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................................................ii

VISI DAN MISI PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ...................................................iii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................................iv

LAPORAN PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Pengertian Lansia…………………………………………………….……1
B. Batasan Umur………………………………………………………….….1
C. Perubahan Pada Lansia……………………………………………………2
D. Pengertian Gout Arthritis………...……......................................................5
E. Etiologi……………………….. .................................................................6
F. Patofisiologi…………………….................................................................7
G. Manifestasi Klinis……………………........................................................8
H. Pemeriksaan Penunjang……………….......................................................9
I. Penatalaksanaan Keperawatan.....................................................................9
J. Konsep Asuhan Keperawatan....................................................................12

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA

iv
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP LANSIA
1. PENGERTIAN LANSIA
Lanjut usia menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, dijelaskan bahsa lansia
adalah seseorang yang telah mencapai umur lebih dari 60 (enam puluh)
tahun ke atas. Menurut Nugroho (2020) menjadi tua atau menua
merupakan suatu kejadian yang terjadi pada kehidupan seseorang
manusia. Proses menjadi tua atau menua merupakan proses sepanjang
hidup, dimana dimulainya dari awal kehidupan. Menua atau menjadi tua
merupakan sebuah proses alami, dimana keadaan pada seorang individu
telah melalui tahap proses kehidupan yakni anak dan dewasa. (Wahyudi
Nugroho, 2020)

2. BATASAN UMUR
a. Menurut (WHO, 2015) bahwa usia lanjut dibagi menjadi empat
kriteria yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun,
2) Usia lanjut (elderly) 60-74 tahun,
3) Usia tua (old) 75-90 tahun, dan
4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
b. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.13 tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.
c. (Kementrian Kesehatan RI, 2018) menyatakan bahwa lanjut usia
dibagi sebagai berikut :
1) Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa
virilitas
2) Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
3) Lansia risiko tinggi ialah seorang yang berusia >65 tahun yang
dikatakan sebagai masa senium.

3. PERUBAHAN PADA LANSIA


Menua atau menjadi tua membawa perubahan serta pengaruh
menyeluruh baik mental, fisik, moral, spiritual dan sosial yang
keseluruhan antara satu bagian dengan bagian yang lainnya saling
memiliki keterkaitan.
Perubahan-perubahan memerlukan penyesuaian diri. (Padilla, 2013)
1) Perubahan fisik
Secara umum penuaan ditandai dengan kemunduran biologis
dan dilihat sebagai kemunduran fisik, yakni:
a) Kulit dan wajah mulai mengeriput, mengendur, serta garis-
garis yang menetap.
b) Penciuman mulai berkurang
c) Gigi mulai tanggal dan lepas (ompong)
d) Pola tidur berubah
e) Rambut kepala mulai memutih atau beruban.
f) Nafsu makan menurun
g) Mudah lelah dan mudah jatuh
h) Penglihatan dan pandangan mulai berkurang
i) Gerakkan menjadi lamban
j) Mudah terserang penyakit.
2) Perubahan sosial
Terdapat beberapa perubahan sosial yang terjadi menurut
Maryam, dkk (2010) diantaranya:
a) Peran : single woman, single parent dan post power syndrome.
b) Teman : pada saat lansia yang lain meninggal, maka muncul
perasaan juga kapan dirinya akan meninggal, lansia akan

2
mudah untuk pikun jika berada di rumah saja dengan jangka
waktu yang lama.
c) Masalah hukum : hal ini dikaitkan dengan asset dan kekayaan
yang dikumpulkan selama masa muda.
d) Abuse : bisa berbentuk kekerasan, baik secara non verbal
(tidak diberi makan atau dicubit) maupun secara verbal
(dibentak)
3) Perubahan mental
Perubahan psikis atau mental yang terjadi pada lansia, dapat
berupa sikap yang mudah curiga, bertambah pelit apabila memiliki
sesuatu dan semakin egosentrik. Terdapat hal yang penting untuk
dipahami adalah sikap yang umum dan dapat dijumpai di hampir
semua lansia, yakni keinginan untuk mempunyai umur panjang
dengan seminimal mungkin dengan hemat tenaga, ingin tetap
berwibawa dengan mempertahankan hak dan hartanya,
mengharapkan tetap diberikan peranan dalam masyarakat, dan
menginginkan meninggal secara terhormat (W Nugroho, 2020)
4) Perubahan psikologis
Perubahan psikologis yang terjadi pada lansia menurut
Maryam, dkk (2010) meliputi: kecemasan, takut menghadapi
kematian, depresi, short term memory, takut kehilangan
kebebasan, perubahan keinginan, frustrasi, dan kesepian. Dalam
Stanley dan Beare (2011) menjelaskan bahwa stress merupakan
keadaan yang paling rentan dialami oleh lansia dan sering kali
berpotensi untuk menjadi sumber tekanan dalam hidup. Masalah
yang sering terjadi pada lansia diantaranya :
a) Sering bergantungnya pada orang lain dikarenakan kondisi
fisik yang lemah dan tak berdaya.

3
b) Lansia memilih untuk melakukan kegiatan yang dirasa cocok
dengan dirinya di masa tua, sehingga kebahagiaan dirasakan
dengan kegiatan tersebut.
c) Lansia mempunyai alasan untuk melakukan perubahan dalam
dirinya terkait dengan masalah ekonomi, dikarenakan status
ekonomi yang terjadi selama usia lanjut berubah tidak seperti
dahulu.
5) Perubahan spiritual
Perubahan spiritual yang terjadi pada lansia dijelaskan oleh
Maslow dalam Azizah, (2011) yang mengungkapkan bahwa agama
atau kepercayaan pada kehidupan lansia semakin lama akan
semakin berintegrasi. Semakin teraturnya keagamaan pada
kehidupan lansia. Hal ini dapat dilihat dengan cara berpikir dan
tindakan sehari-harinya. Pada lanjut usia spiritual bersifat universal
intrinsic selain itu juga merupakan proses individual yang
berkembang selama kehidupan berlangsung. Dikarenakan aliran
siklus kehilangan terdapat di dalam kehidupan lansia,
keseimbangan hidup tersebut dipertahankan sebagian oleh efek
positif harapan dari kehilangan.
Akhirnya pada orang lansia yang telah memperlajari
bagaimana untuk menghadapi perubahan hidup akan dihadapkan
dengan tantangan dari akhir kehidupan, yakni kematian. Terdapat
suatu hal pada kehidupan spiritual lansia yang membedakan
dengan orang yang lebih muda yakni sikap terhadap kematian. Hal
tersebut menunjukkan bahwa lansia tidak terlalu cendrung takut
akan kematian, lansia yang sudah masuk pada tahap akhir
kehidupan merasakan dan sadar akan kematian. (Azizah, L, 2011)

4
B. KONSEP PENYAKIT
1. PENGERTIAN GOUT ARTHRITIS
Gout adalah gangguan metabolisme dimana protein berbasis purin
tidak dapat dimetabolisme tubuh dengan baik. Sebagai hasilnya, ada
peningkatan jumlah asam urat, yang adalah hasil akhir metabolisme purin.
Seabagai hasil dari hiperurisemia, krisal asam urat berkumpul di dalam
sendi, yang paling umum ibu jari kaki (podagra), menyebabkan sakit
ketika sendi bergerak. Asam urat dibersihkan dari tubuh melalui ginjal.
Pasien dapat juga dapat berpotensi ke arah penyakit batu ginjal ketika
asam urat mengkristal di dalam ginjal.
Menurut Amerikan Collage of Rheumatology (2017), gout adalah
suatu penyakit dan potensi ketidakmampuan akibat radang sendi yang
sudah dikenal sejak lama, gejalanya biasanya terdiri dari episodik berat
dari nyeri inflamasi satu sendi. Gout tidak terbatas pada jempol kaki,
dapat juga mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki
lutut, lengan, pergelangan tangan, siku dan kadang di jaringan lunak dan
tendon. Biasanya hanya mempengaruhi 9 satu sendi pada satu waktu, tapi
bisa menjadi semakinparah dan dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi
beberapa sendi.
Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan
metabolik yang ditandai oleh mningkatnya konsentrasi asam urat.
Penyakit gout merupakan penyakit akibat penimbunan kristal
monosodium urat di dalam tubuh sehingga menyebabkan nyeri sendi
disebut gout artritris. Jadi dapat disimpulkan gout adalah suatu penyakit
gangguan metabolik dimana tubuh tidak dapat mengontrol asam urat
sehingga terjadi penumpukkan asam urat yang menyebabkan rasa nyeri
pada tulang dan sendi.

5
2. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya, penyakit gout digolongkan menjadi 2, yaitu :
a. Gout primer
Penyebab kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini di duga
berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan
meningkatkan produksi gout. Heperurisemia atau berkurangnya
pengeluaran gout dari tubuh dikatakan dapat menyebabkan terjadinya
gout primer. Hiperurisemia primer adalah kelainan molekular yang
masih belum jelas diketahui. Berdasarkan data ditemukan bahwa 99%
kasus adalah gout dan hiperurisemia primer. Gout primer yang
merupakan akibat dari hiperurisemia primer, terdiri dari hiperirusemia
karena penurunan ekskresi (80 – 90 %) dan karena produksi yang
berlebih (10 – 20 %)
b. Gout sekunder
Gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelainan yang
menyebabkan peningkatan biosintesis denovo, kelainan yang
menyebabkan 11 peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam
nukleat dan kelainan yang menyebabkan sekresi menurun.
Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosintesis denovo terdiri
dari kelainan karena kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada
syndromeLesh-Nyhan, kekurangan enzim glukosa – 6 phosphate pada
glycogenstoragedisease dan kelainan karena kekurangan enzim
fructose – 1 phosphate aldolase melalui glikolisis anaerob.
Hiperirusemia sekunder karena produksi berlebih dapat disebabkan
karena keadaan yang menyebabkan peningkatan pemecahan ATP atau
pemecahan asam nukleat dari intisel. Peningkatan pemecahan ATP
akan membentuk AMP dan berlanjut membentuk IMP atau
purinenucleotide dalam metabolisme purin, sedangkan hiperurisemia
akibat penurunan ekskresi dikelompokkan dalm beberapa kelompok

6
yaitu karena penurunan masa ginjal, penurunan filtrasi glomerulus,
penurunan fractional uric acid clearence dan pemakaian obat – obatan.

3. PATOFOSIOLOGI
Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada pria
dewasa kurang dari 7 mg/dl, dan pada wanita kurang dari 6 mg/dl. Apabila
konsentrasi asam urat dalam serum lebih besar dari 7 mg/dl dapat
menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat. Serangan gout
tampaknya berhuban dengan peningkatan atau penurunan secara
mendadak kadar asam urat dalam serum. Jika kristal asam urat mengendap
dalam sendi, akan terjadi respon inflamasi dan diteruskan dengan
terjadinya serangan gout. Dengan adanya serangan yang berulang – ulang,
penumpukan kristal monosodium urat yang dinamakan thopi akan
mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga.
Akibat penumpukan Nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan di sertai
penyakit ginjal kronis.
Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal
monosodium urat dari depositnya dalam tofi (crystalshedding). Pada
beberapa pasien gout atau dengan hiperurisemia simptomatik kristal urat
ditemukan pada sendi metatarsofalangeal dan patella yang sebelumnya
tidak pernah mendapat serangan akut. Dengan demikian, gout dapat
timbul pada keadaan asimptomatik. Terdapat peranan temperatur, pH, dan
kelarutan urat untuk timbul serangan gout. Menurunnya kelarutan sodium
urat pada temperatur lebih rendah dari sendi perifer seperti kaki dan
tangan, dapat menjelaskan mengapa kristal monosodium urat di
endapakan kepada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan
kristal monosodium urat pada metatarsofalangeal – 1 (MTP – 1)
berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang – ulang pada
daerah tersebut.

7
4. MANIFESTASI KLINIS
Terdapat empat tahap perjalanan klinis dari penyakit gout arthritis,
a. tahap pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Dalam tahap ini
penderita tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan
asam urat serum. Hanya 20 % 10 dari penderita hiperurisemia
asimtomatik yang berlanjut dengan serangan gout arthritis akut.
b. Tahap kedua adalah gout arthritis akut pada tahap ini terjadi awitan
mendadak dan nyeri luar biasa, biasanya pada sendiri ibu jari kaki dan
sendi metatarsophalangeal. Arthritis bersifat monoartikular dan
menujukkan tandatanda peradangan lokal. Dapat terjadi demam dan
peningkatan jumlah leukosit. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa
pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari.
c. Tahap ketiga adalah serangan gout akut atau gout interitis, adalah
tahap interkritis. Tidak terdapat gejala-gejala pada masa ini, yang
dapat berlangsung beberapa bulan sampai tahun.
d. Tahap keempat adalah gout arthritis kronik, dengan timbunan asam
urat yang terus bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak
dilakukan Peradangan kronik akibat kristal-kristal asam urat dapat
mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku juga pembesaran dan penonjolan
sendi yang bengkak (Price and Lorraine M., 2014).

Terdapat gejala klinis dari gout arthritis yaitu nyeri tulang sendi,
kemerahan dan bengkak pada tulang sendi, tofi atau benjolan-benjolan
bawah kulit pada ibu jari, mata kaki, pinna telinga, dan peningkatan suhu
tubuh. Gangguan akut yang sering terjadi pada gout arthritis yaitu nyeri,
bengkak yang berlangsung cepat pada sendi yang terserang, sakit kepala
dan demam. Gangguan kronis yang sering terjadi seperti serangan akut,
hiperurisemia yang tidak diobati, terdapat nyeri dan pegal dan
pembengkakan sendi (Aspiani, 2014).

8
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan lab yang dilakukan pada penderita gout didapatkan
kadar asam urat yang tinggi dalam darah ( > 6 mg% ). Kadar asam urat
normal dalam serum pria 8 mg% dan pada wanita 7mg%. Sampai saat ini,
pemeriksaan kadar9 11 asam urat terbaik dilakukan dengan cara
enzimatik. Kadang-kadang didapatkan leukositosis ringan dan LED yang
meninggi sedikit. Kadar asam urat dalam urin juga tinggi (500mg%/liter
per 24jam). Pemeriksaan radiografi pada serangan artritis gout pertama
adalah non spesifik. Kelainan utama radiografi pada long standing adalah
inflamasi asimetri, arthritis erosive yang kadang-kadang disertai nodul
jaringan lunak.

6. PENATALAKSANAAN
Menurut Noor Helmi (2013), sasaran terapi gout arthritis yaitu
mempertahankan kadar asam urat dalam serum dibawah 6 mg/dl dan nyeri
yang diakibatkan oleh penumpukan asam urat. Tujuan terapi yang ingin
dicapai yaitu mengurangi peradangan dan nyeri sendi yang dtimbulkan
oleh penumpukan kristal monosodium urat monohidrat. Kristal tersebut
ditemukan pada jaringan kartilago, subkutan dan jaringan particular,
tendon, tulang, ginjal serta beberapa tempat lainnya. Selain itu terapi gout
juga bertujuan untuk mencegah tingkat keparahan penyakit lebih lanjut
karena penumpukan kristal dalam medulla ginjal akan menyebabkan
Chronic Urate Nephropathy serta meningkatkan resiko terjadinya gagal
ginjal. Terapi obat dilakukan dengan mengobati nyeri yang timbul terlebih
dahulu, kemudian dilanjutkan dengan pengobatan dan penurunan kadar
asam urat dalam serum darah.
a. Terapi farmakologis
1) Nonsteroid Anti-inflammatory Drugs (NSAID). Terdapat beberapa
NSAID, namun tidak semua memiliki infektifitas dan keamanan
yang baik untuk terapi gout akut.

9
2) Colchicine. Colchicine tidak direkomendasikan untuk terapi
jangka panjang gout akut. Colchicine hanya digunakan selama saat
kritis untuk mencegah serangan gout
3) Corticosteroid. Kortikosteroid sering digunakan untuk
menghilangkan gejala gout akut dan akan mengontrol serangan.
4) Probenecid. Digunakan terutama pada kondisi insufisiensi ginjal
GFR < 50 ml/min.
5) AllopurinoL. Sebagai penghambat xantin oksidase, allopurinol
segera menurunkan plasma urat dan konsentrasi asam urat
disaluran urin, serta mamfasilitasi mobilisasi benjolan.
6) Uricosuric. Obat ini memblok reabsorbsi tubular dimana urat
disaring sehingga mengurangi jumlah urat metabolic, mencegah
pembentukan benjolan baru dan memperkecil ukuran benjolan
yang telah ada. Apabila intervensi dan diagnosis gout arthritis
dilakukan pada fase awal, intervensi ortopedi jarang dilakukan.
Pembedahan dengan bedah dilakukan pada kondisi gout arthritis
kronis.
b. Terapi non-farmakologis Diet dibagi para penderita gangguan asam
urat mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
1) Pembatasan purin. Apabila telah terjadi pembengkakan sendi,
maka penderita gangguan asam urat harus melakukan diet bebas
purin.
2) Kalori sesuai dengan kebutuhan. Jumlah asupan kalori harus benar
disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan
berat badan.
3) Tinggi karbohidrat. Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong,
roti, dan ubi sangat baik dikonsumsi oleh penderita asam urat
karena akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urine.
4) Rendah protein. Protein terutama yang berasal dari hewan dapat
meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Sumber makanan

10
yang mengandung protein hewani dalam jumlah yang tinggi
misalnya daging kambing, ayam, ikan, hati, keju,udang, telur.
5) Rendah lemak. Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat
melalui urine. Makanan yang digoreng, bersantan, serta margarine
dan mentega sebaiknya dihindari.
6) Tinggi Cairan. Konsumsi cairan yang yang banyak dapat
membantu membuang asam urat melalui urin. Oleh karena itu,
disarankan untuk menghabiskan minum minimal sebanyak 2,5 liter
atau 10 gelas satu hari.
7) Tanpa alkohol. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar
asam urat mereka yang mengkonsumsi alkohol lebih tinggi,
dibandingkan mereka yang tidak mengkonsumsi alkohol . Hal ini
dikarenakan alkohol akan meningkatkan asam laktat. Asam laktat
ini akan menghambat pengeluaran asam urat dari tubuh.

Pengobatan gout arthritis bergantung pada pada tahap penyakitnya.


Hiperurisemia asimtomatik biasanya tidak membutuhkan pengobatan.
Serangan akut gout arthritis diobati dengan obat-obatan antiinflamasi
nonsteroid atau kolkisin. Obat-obatan yang diberikan dalam dosis
tinggi atau dosis penuh untuk mengurangi peradangan akut sendi.
Kemudian dosis ini diturunkan secara bertahap dalam beberapa hari.

Pengobatan gout kronik berdasarkan usaha untuk menurunkan


produksi asam urat atau meningkatkan ekskresi asam urat oleh ginjal.
Obat allopurinol menghambat pembentukan asam urat dari
prekursornya atau xantin dan hipoxantin dengan menghambat enzim
xantin oksidase. Obat-obatan urikosurik dapat meningkatkan ekskresi
asam urat dengan menghambat reabsorpsi tubulus ginjal. Semua
produk aspirin harus dihindari, karena menghambat kerja urikosurik
(Price and Lorraine M., 2014)

11
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GOUT ARTHRITIS
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan kegiatan menganalisis informasi, yang
dihasilkan dari pengkajian skrining untuk menilai suatu keadaan normal
atau abnormal, kemudian nantinya akan digunakan sebagai pertimbangan
dengan diagnosa keperawatan yang berfokus pada masalah atau resiko.
Pengkajian harus dilakukan dengan dua tahap yaitu pengumpulan data
(informasi subjektif maupun objektif) dan peninjauan informasi riwayat
pasien pada rekam medic (Nuarif, 2016).
Fokus pengkajian pada Lansia dengan gout arthritis:
a. Identitas Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan dan
pekerjaan.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang menonjol pada klien gout arthritis adalah nyeri
dan terjadi peradangan sehingga dapat menggangu aktivitas klien.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan nyeri yang terjadi di otot sendi. Sifat dari
nyerinya umumnya seperti pegal/di tusuk-tusuk/panas/di tarik-tarik
dan nyeri yang dirasakan terus menerus atau pada saat bergerak,
terdapat kekakuan sendi, keluhan biasanya dirasakan sejak lama dan
sampai menggangu pergerakan dan pada gout arthritis kronis
didapakan benjolan atan Tofi pada sendi atau jaringan sekitar.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita oleh klien, apakah keluhan
penyakit gout arthritis sudah diderita sejak lama dan apakah mendapat
pertolongan sebelumnya dan umumnya klien gout arthritis disertai
dengan Hipertensi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adakah riwayat gout arthritis dalam keluarga.
f. Riwayat Psikososial

12
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita dan penyakit
klien dalam lingkungannya. Respon yang didapat meliputi adanya
kecemasan individu dengan rentan variasi tingkat kecemasan yang
berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensasi nyeri, hambatan
mobilitas fisik akibat respon nyeri dan kurang pengetahuan akan
program pengobatan dan perjalanan penyakit. Adanya perubahan
aktivitas fisik akibat adanya nyeri dan hambatan mobilitas fisik
memberikan respon terhadap konsep diri yang maladaptif.
g. Riwayat Nutrisi Kaji riwayat nutisi klien apakah klien sering
menkonsumsi makanan yang mengandung tinggi Purin.
h. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi dari ujung rambut hingga ujung kaki (head to
toe). Pemeriksaan fisik pada daerah sendi dilakukan dengan inspeksi
dan palpasi. Inspeksi yaitu melihat dan mengamati daerah keluhan
klien seperti kulit, daerah sendi, bentuknya dan posisi saat bergerak
dan saat diam. Palpasi yaitu meraba daerah nyeri pada kulit apakah
terdapat kelainan seperti benjolan dan merasakan suhu di daerah sendi
dan anjurkan klien melakukan pergerakan yaitu klien melakukan
beberapa gerakan bandingkan antara kiri dan kanan serta lihat apakah
gerakan tersebut aktif, pasif atau abnormal.
i. Pemeriksaan Diagnosis
1) Asam Urat meningkat dalam darah dan urin.
2) Sel darah putih dan laju endap darah meningkat (selama fase akut).
3) Pada aspirasi cairan sendi ditemukan krital urat.
4) Pemeriksaan Radiologi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas, padat dan
pasti tentang status dan masalah kesehatan klien yang dapat diatasi dengan
tindakan keperawatan. Dengan demikian, diagnosis keperawatan

13
ditetapkan berdasarkan masalah yang ditemukan. Diagnosis keperawatan
akan memberikan gambaran tentang masalah dan status kesehatan, baik
yang nyata (aktual) maupun yang mungkin terjadi (potensial) (Iqbal dkk,
2011). Menurut NANDA (2015) diagnosa yang dapat muncul pada klien
Gout Arthritis yang telah disesuaikan dengan SDKI (2017) adalah:
1) Nyeri akut
2) Gangguan mobilitas fisik
3) Hipertermi
4) Gangguan rasa nyaman
5) Gangguan integritas jaringan
6) Gangguan pola tidur

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai
dengan diagnosis keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan
terpenuhinya kebutuhan klien. (Iqbal dkk, 2011).
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan Observasi
1. Identifikasi lokasi,
keperawatan diharapkan
karakteristik, durasi,
nyeri hilang atau terkontrol frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri, skala
dengan kriteria hasil :
nyeri.
1. Kemampuan 2. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
menuntaskan aktivitas
memperingan nyeri.
meningkat 3. Identifikasi skala
nyeri
2. Keluhan nyeri
4. Identifikasi pengetahuan
menurun dan keyakinan tentang
nyeri
3. Meringis menurun
5. Indentifikasi respons
nyeri non verbal

14
Terapeutik

1. Berikan tekhnik non


farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(misalnya: terapi
pijat, aroma terapi,
kompres hangat atau
dingin).
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (misalnya
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan).
3. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
4. Fasilitasi istirahat dan
tidur

Edukasi
1. Jelaskan penyebab
periode dan pemicu
nyeri.
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri.
anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat.
4. Ajarkan tekhnik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu.

15
2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Observasi
Mobilitas Fisik keperawatan diharapkan 1. Identifikasi adanya nyeri
klien mampu melakukan atau keluhan fisik lainnya
rentan gerak aktif dan 2. Identifikasi toleransi fisik
ambulasi secara perlahan melakukan pergerakan.
dengan kriteria hasil : 3. Monitor frekuensi jantung
1. Pergerakan dan tekanan darah
ekstermitas meningkat sebelum memulai
2. Kekuatan otot mobilisasi
meningkat 4. Monitor kondisi umum
3. Rentang gerak selama melakukan
(ROM) meningkat mobilisasi
4. Nyeri menurun Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (misalnya pagar
tempat tidur )
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi

16
sederhana yang harus
dilakukan ( misalnya
duduk ditempat tidur,
duduk disisi tempat
tidur, pindah dari tempat
tidur ke kursi )

3. Gangguan rasa Setelah dilakukan asuhan Observasi


nyaman keperawatan diharapkan 1. Monitor status oksigenasi
status kenyamanan sebelum dan sesudah
meningkat dengan kriteria mengubah posisi
hasil : 2. Monitor alat traksi agar
1. Kesejahteraan fisik selalu tepat
meningkat Terapeutik
2. Kesejahteraan 1. Tempatkan pada
psikologis meningkat posisi terapeutik
3. Keluhan tidak nyaman 2. Atur posisi tidur yang
menurun disukai, jika tidak ada
4. Gelisah menurun kontraindikasi
3. Atur posisi yang
meningkatkan drainage
4. motivasi melakukan
ROM aktif dan pasif
5. Hindari menempatkan
pada posisi yang dapat
meningkatkan nyeri
Edukasi
1. Informasikan saat akan
dilakukan perubahan

17
posisi
2. Ajarkan cara
menggunakan postur yang
baik dan mekanika tubuh
yang baik selama
melakukan perubahan
posisi.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
premedikasi sebelum
mengubah posisi, jika
perlu
4. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Observasi
integritas jaringan keperawatan 1. Identifikasi penyebab
diharapkan ketebalan dan gangguan integritas kulit
tekstur jaringan normal (misal. Perubahan
dengan kriteria hasil : sirkulasi, perubahan
1. Elastisitas meningkat status nutrisi, penurunan
2. Kerusakan jaringan kelembaban, suhu
menurun lingkungan ekstrem,
3. Kerusakan lapisan kulit penurunan mobilitas)
menurun Terapeutik
4. Nyeri menurun 1. Ubah posisi tiap 2
jam jika tirah baring
2. Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang,
jika perlu
3. Hindari produk
berbahan dasar alkohol

18
pada kulita kering
4. Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada
kulit sensitif
Edukasi
1. Anjurkan
menggunakan
pelembab
2. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
3. Anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
Kolaborasi
-

5. Gangguan pola Setelah dilakukan asuhan Observasi


tidur keperawatan diharapkan 1. Identifikasi pola
jumlah jam tidur klien dalam aktivitas dan tidur
batas normal dengan kriteria 2. Identifikasi faktor
hasil : penganggu tidru (fisik
1. Kesulitan tidur dan atau psikologis)
menurun 3. Identifikasi makanan dan
2. Keluhan tidak puas minuman yang
tidur menurun menganggu tidur
3. Keluhan istirahat tidak (misal. Kopi, teh,
cukup menurun alkohol, makan

19
mendekati waktu
tidur, minum banyak air
sebelum tidur)
4. Identifikasi obat tidur
yang dikonsumsi
Terapeutik
1. Modifikasi lingkungan
2. Batasi waktu tidur
siang, jika perlu
3. Fasilitasi menghilangkan
stres sebelum tidru
4. Tetapkan jadwal tidur
rutin
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
menganggu tidur
4. Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya

20
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Perawat mengimplementasi dari rencana keperawatan yang telah
disusun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.
Implementasi keperawatan terdiri dari 7 proses yaitu:
a. Bekerja sama dengan pasien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
b. Kolaborasi profesi kesehatan, meningkatkan status kesehatan
c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan
klien
d. Melakukan supervise terhadap tenaga pelaksanaan, tenaga
keperawatan dibawah tanggung jawabnya
e. Menjadi coordinator pelayanan dan advokasi tethadap klien tentang
status kesehatan dan fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada
f. Memberikan pendidikan kepada klien tentang status keluarga
mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien
memodifikasi lingkungan yang digunakan
g. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon klien

5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identitas sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harus memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap
intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang
tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan
keperawatan dengan kriteria hasil, (Nursalam, 2008)

21
DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& Nanda NIC-NOC. Percetakaan Mediaction Publishing: Jogjakarta

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: ECG.

Iqbal, dkk. (2011). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika.

Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: AGC.

Perry, Potter. (2011). Fundamental Keperawatan buku l edisi 7. Jakarta: Salemba


Medika.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta Selatan :


DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Interνensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta Selatan :


DPP PPNI

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP
PPNI

Prince & Wilson. 2014. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume
2. Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC

22

Anda mungkin juga menyukai