DISUSUN OLEH :
SUMARNI
P07120422045
VISI :
MISI :
TELAH DISAHKAN
OLEH
A. TEORI LANSIA
1. Pengertian
Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan
waktu sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah
fase akhir dari rentang kehidupan.. Penggolongan usia lanjut menurut World
Health Organisation (WHO) dalam (Vina dan Vitrah, 2010), dikelompokkan
menjadi 4 yakni :
1) Usia pertengahan (Middle age) 45-59 tahun.
2) Lanjut usia (Ederly) 60-74 tahun.
3) Lanjut usia tua (Old) 75-90 tahun.
4) Usia tengah (Very old) diatas 90 tahun.
Menurut UU RI No. 4 Tahun 1965 usia lanjut adalah mereka yang berusia
55 tahun ke atas. Sedangkan menurut19 masa lansia awal 46-55 tahun, lansia
akhir 56-65 tahun, dan masa manula lebih dari 65 tahun.
Menurut Fatimah (2010) manusia lanjut usia adalah seseorang karena
usianya mengalami perubahan bilogis, fisik, kejiwaan, dan social. Perubahan ini
akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk
kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan manusia usia lanjut perlu mendapatkan
perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin
dapat hidup secara produktif sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat ikut
serta berperan aktif dalam pembangunan (UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992,
Pasal 19 ayat 1) Menurut Fatimah (2010), penuaan dibagi menjadi, antara lain :
1) Penuaan biologic
merujuk pada perubahan struktur dan fungsi tubuh yang terjadi sepanjang
kehidupan.
2) Penurunan fungsional
Merujuk pada kapasitas individual yang mengenai fungsinya dalam
masyarakat, dibandingkan dengan orang lain yang sebaya.
3) Penuaan psikologik
Perubahan perilaku, perubahan dalam persepsi diri dan reaksinya terhadap
perubahan biologis.
4) Perubahan sosiologik
Merujuk pada peran dan kebiasaan social individu di masyarakat.
5) Penuaan spiritual
Merujuk pada perubahan diri dan persepsi diri, cara berhubungan dengan
orang lain atau menempatkan diri di dunia dan pandangan dunia terhadap
dirinya.
2. Teori Proses Menua
Proses menua atau aging adalah proses alami pada semua makhluk hidup.
Lasiet (Caselli& Lopez, 1996) dalam (Suardiman, SP 2011) menyatakan bahwa
itu adalah proses biologis yang terus-menerus-menenrusyang harus diselesaikan
manusia pada semua umur, waktu, usia lanjut adalah usia untuk digunakan pada
akhir proses penuaan tersebut. Semua makhluk hidup memiliki siklus hidup
menuju tua yang diawali dengan proses kelahiran, kemudian tumbuh menjadi
dewasa dan berkembang biak, kemudian menjadi tua dan akhirnya akan berlalu.
Masa lalu lanjut merupakan masa yang tidak bisa dielakkan oleh masa lalu bagi
yang sudah berumur panjang. Yang dilakukan oleh manusia hanya
menghentikan proses menua agar tidak terlalu cepat, karena pada hakekatnya
pada proses menua terjadi pada kemunduran atau penurunan. Tahap proses
menua sebenarnya individu memiliki kebiasaan yang berbeda. Berikut ini
beberapa teori tentang proses menua menurut Maryam, et al (2009):
1) Teori biologi
Teori biologi dan mutasi, teori lambat imunologi, teori stres, teori radikal
bebas dan teori rantai silang.
a) Teori genetik dan mutasi
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang di
program oleh molekul-molekul DNA dan selsel pada akhirmya akan
mempengaruhi mutasi gizi
b) Immunologi slow theory
Sistem imun menjadi lebih efektif seiring dengan bertambahnya usia
dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh.
c) Teori stress
Teori ini menyatakan menua terjadi akibat sel-sel yang biasa
digunakan oleh tubuh.Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan Lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
d) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabil radikal
bebas dapat menyebabkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein.Tidak dapat melakukan regenerasi.
e) Teori rantal silang
Pada teori ini dinyatakan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua akan
menyebabkan ikalan yang kual, khusunya jaringan kolagen. Ikatan ini
mengurangi elastisitas, menghilangkan dan mengembalikan fungsi sel.
2) Teori psikologi
Proses penuaan pada lansia terjadi seiring bertambahnya usia
Perubahan psikologi dapat diselesaikan dengan perubahan mental dan
kondisi fungsional yang efektif. Kepribadian individu terdiri atas kecerdasan
dan inteligensi yang dapat menjadi karakteristik konsep diri
seseorang.Konsep diri yang positif dapat membuat lansia mampu
mendukung nilai-nilai yang ada yang ditunjang dengan status
sosialnya.Adanya penurunan intelektualitas yang meliputi persepsi,
kemampuan kognilif, memori dan belajar pada lansia menyebabkan mereka
sulit dipahami dan dipahami.
3) Teori social
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan,
diantaranya:
a) Teori interaksi sosial
Teori ini menjelaskan tentang lansekap tentang bagaimana cara
mengatasi hal-hal tertentu yang terjadi di masyarakat. Menurut
Simmons dalam Maryam etal: (2009) mengemukakan maksud
kemampuan lansia untuk terus menjalin hubungan sosial adalah kunci
untuk dasar status sosialnya atas mendukung kemampuannya melakukan
pertukaran-menukar. Kekuasan dan pencapaian lansia berkurang,
sehingga menyebabkan interaksinya juga berkurang dan yang bisa lansia
lakukan adalah kemampuan mereka untuk mengikuti perintah.
b) Teori menarik diri
Kemiskinan dan menurunnya lansia lebih lengkap menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Proses penuaan berlangsung interaksi sosial lansia
mulai menurun dengan baik. Teori menyatakan bahwa, sebuah lansia
dinyatakan berhasil menggantikan lansia menarik diri dari kegiatan yang
disetujui dan dapat memusatkan diri pada pembicaraan pribadi dan
mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian.
c) Teori aktivitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan berhasil dilakukan pada suatu
lansia. Penerapan aktivitas ini sangat positif dalam penerapan kebijakan
terhadaptansia, karena memungkinkan lansia untklerinterakai di
masyarakat
d) Teori kesinambungan
teori dalam mengemukakan bahwa adanya kesinambungan dalam
siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat
meupakan gambaran kehidupannya kelak pada masa lansia, keadaan ini
dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku dan harapan seseorang ternyata
tidak berubah meskipun telah menjadi lansia
e) Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya apa yang telah disetujui lansia
pada saat muda hingga dewasa. Teori ini menjelaskan bagaimana proses
menjadi suatu tantangan dan bagaimana menjawab lansia untuk
mengatasi tantangan tersebut yang dapat bernilai positif atau negatif.
f) Teori stratifikasi usia
Teori ini mencerminkan juga menbentuk perbedaan kapasitas, peran,
kewajiban, dan hak berdasarkan usia. Dua elemen penting dalam model
sratifikasi usia adalah struktur dan prosesnya. struktur itu sendiri dan
strata lainnya, mengatur distribusi dan mengatur yang tidak sesuai pada
masing-masing strata yang didasarkan pada pengalaman dan kebijakan
lansia. Proses menyesuaikan bagimanakah menyesuaikan kedudukan
seseorang dengan peran yang ada, bagaimanaakah dengan bantuan yang
beruntutan dan terus-menerus.
g) Teori spiritual
Komponen spritual dan tumbuh kembang menujuk pada hubungan
individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang makna
kehidupan.Perkembangan kepercayaan antara orang dan lingkungan
terjadi karena nilai-nilal dan pengelahuan kombinasi antara
Perkembangan spiritual pada lansia bergantung pada penjelmaan dari
prinsip cinta dan kesejahteraan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan psikososial lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan
psikososial lansia menurut Kuntjoro, 2002 (dalam Aspiani, RY, 2014), antara
lain:
1) Penurunan kondisi fisik
Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai bersifat
patologis berganda, misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin
keriput, gigi makin rontok, tulangmembuat rapuh, dan sebagainya secara
umum, kondisi fisik seseorang yang telah dipindahkan di masa lansia. Hal
ini semua dapat menyebabkan gangguan atau kelainan fungsi fisik,
psikologik juga sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
tergantung pada orang lain.
2) Penurunan fungsi dan potensial seksual
Penurunan fungsi dan potensial seksual pada lanjut usia seringkali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti:
a) Gangguan jantung
b) Gangguan jantung, kelainan diabetes mellitus
c) Vaginitis
d) Baru selesai operasi
e) Kekurangan gizi, karena pencemaan kurang sempuma atau nafsu makan
sangat kurang
f) Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti anti-hipertensi, golongan
steroid, obat penenang
Menurut20 faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
a) Rasa tabu atau malu ketika mempertahankan kehidupan seksual di lansia
b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang mendukung didukung oleh
tradisi dan budaya
c) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
d) Pasangan hidup telah meninggal
e) Perbedaan seksi karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan
lainnya seperti cemas, depresi, pikun dan sebagainya.
3) Perubahan aspek psikososial
Pada umumnya setelah orang beralih lanjut usia maka ia mengalarni
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Dengan padanya penurunan
kedua fungsi tersebut, lansia juga mengubah aspek psikososial yang terkait
dengan keyakinan tanah. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan
berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
a) Tipe kepribadian konstruktif (kepribadian konstruksi). Biasanya tipe ini
tidak banyak memperbaiki gejolak, tenang dan mantap hingga sangat
tua.
b) Tipe kepribadian mandiri, pada tipe ini ada kecendrungan meningkat
postpowersyndrome, diberikan jika pada masa lansia tidak dilengkapi
dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
c) Tipe kepribadian tergantung (tergantung kepribadian), pada latar
belakang ini sangat tergantung pada keluarga, membahas kehidupan
keluarga selalu harmonis pada masa lansiatidak bergejolak, kecuali jika
pasangan hidup meninggal dunia maka pasangan yang ditinggalkan akan
menjadi merana, dikeluarkan jika tidak segera bangkit dari kedukaannya
d) Tipe kepribadaian bermusuhan (kepribadian yang bermusuhan), pada
tipe ini setelah masa depan lanseia yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya
menadi morat-marit.
e) Tipe kepribadian krilik diri (jual hale secara pribadi), pada tipe lansia ini
terlihat seperti sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu oleh
orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
Usia lanjut banyak mengalami penurunan atau pengurangan fungsi
seperti; kekuatan, kemampuan penyesuaian, dan kesehatan yang terjadi
dengan bertambahnya umur yang secara langsung diperkirakan
mempengaruhi perubahan pada tingkat biologis, yang meliputi sel, syaraf,
cairan endokrin, dan system kekebalan sesuai dengan usia (Suardiman, S. P.,
2011).
Berbagai pengurangan masalah ini menimbulkan berbagai masalah
psikologis pada usia lanjut yang akan dipertimbangkan pada mobilitasnya
dan berdampak pada semakin berkurangnya kontak sosial. Dapat diterima
sebagai akar perdebatan psikologis untuk lanjut lanjut kesepian, yang
kemudian memunculkan.
B. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) ataupun COPD adalah klasifikasi
luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema
dan asma. PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan
dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
(Bruner & Suddarth, 2002 : 595).
PPOK adalah penyakit pernafasan yang dikarakteristikkan oleh obstruksi pada
aliran udara yang penyebab utamanya adalah inflamasi jalan nafas,
perlengketan mukosa, penyempitan lumen jalan nafas atau kerusakan jalan
nafas. (Doenges,1999:152).
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan retensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya yang
merupakan bentuk kesatuan dari penyakit bronkitis kronis dan emfisema paru
ataupun asma bronkial. (Sylvia A. Price , 2005 : 784).
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang
disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak
mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah
kejadian akut dalam perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya
perubahan basal sesak napas, batuk, dan/atau sputum yang diluar batas normal
da lam variasi hari ke hari (GOLD, 2009).
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik
adalah sebagai berikut:
a. Bronkitis kronis
Didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan
dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002)
b. Emfisema
Didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar
bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner &
Suddarth, 2002)
c. Asma
Adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner &
Suddarth, 2002)
2. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan factor
faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
a. Merokok
b. Polusi udara
c. Infeksi paru-paru berulang
d. Umur (semakin tua semakin berisiko)
e. Jenis kelamin
f. Ras
g. Pemajanan tempat kerja ( batu bara, kapas, padi-padian)
3. Patofisiologi/Pathway
PPOK dapat terjadi oleh karena terjadinya obstruksi jalan nafas yang
berlangsung bertahun-tahun. Salah satu penyakit yang dapat memicu
terjadinya PPOK ini adalah Asma. Hipersensitif yang terjadi karena bahan-
bahan alergen menyebabkan terjadinya penyempitan bronkus ataupun
bronkiolus akibat bronkospasme, edema mukosa ataupun hipersekresi mukus
yang kental. Karena perubahan anatomis tersebut menyebabkan kesulitan saat
melakukan ekspirasi dan menghasilkan suara mengi. Apabila asma ini terus
berlangsung lama, semakin menyempitnya bronkus atau bronkiolus selama
bertahun-tahun dapat menyebabkan PPOK terjadi.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.
Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi
sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas seperti rokok dan polusi udara
menyebabkan perbesaran kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel
goblet akan meningkat jumlahnya, serta fungsi silia menurun menyebabkan
terjadinya peningkatan produksi lendir yang dihasilkan, akan mendatangkan
proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding
bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus
kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal
fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada
saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan
udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak
napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan
menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase
ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun
perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).
4. PATHWAY
Pencetus
Rokok dan Polusi
Asma, Bronkitis, emfisema
Inflamasi
PPOK
Sputum meningkat
Perubahan anatomis
parenkim paru Batuk
Hipoksia Anoreksia
Kontraksi otot pernafasan
Penggunaan energi untuk
Sesak pernafasan meningkat Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
Ketidakefektifan Pola kebutuhan tubuh
Nafas Intoleransi Aktifitas
5. Gejala Klinis
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
a. Mempunyai gambaran klinik dominan kearah bronchitis kronis (blue
bloater).
b. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:
a. Kelemahan badan
b. Batuk
c. Sesak napas
d. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
e. Mengi atau wheeze
f. Ekspirasi yang memanjang
g. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
h. Penggunaan otot bantu pernapasan
i. Suara napas melemah
j. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
k. Edema kaki, asites dan jari tabuh.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut
adalah bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia
dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular
dan pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
b. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal)
atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada
stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran
napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
c. Analisis gas darah.
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin
sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
d. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal
pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih
dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
e. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
f. Laboratorium darah lengkap
7. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
a. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada
fase akut, tetapi juga fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut :
a. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
c. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas
atau pengobatan empirik.
d. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
e. Pengobatan simtomatik.
f. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
g. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
h. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
2) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
3) Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
4) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap
penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
5) Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri
penderita dengan penyakit yang dideritanya.
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang:
a. Biodata Pasien
Biodata pasien setidaknya berisi tentang nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, dan pendidikan. Umur pasien dapat menunjukkan tahap
perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis. Jenis kelamin
dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya
terhadap terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat
berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalah atau
penyakitnya.
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang
lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada
manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi
sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan
keluarga.
c. Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan klien tentang kondidinya saat ini. Keluhan utama yang biasa
muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah berlangsung
lama sampai bertahun-tahun , dan semakin berat setelah beraktivitas .
keluhan lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau,, sesak semakin
bertambah, dan badan lemah.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan terutama
dengan keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain
seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi penumpukan
lender, dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas.
e. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan
interaksi genetic dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang sering
merokok, polusi udara dan paparan di tempat kerja.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-
paru sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu:
1) Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui
satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak
dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.
2) Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin
dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat.
3) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat
polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan
bronchitis kronis, melainkan hanya memperburuk penyakit tersebut.
g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik focus pada PPOK
1) Inspeksi
Pada klien denga PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu nafas
(sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat klien
mempunyai batuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap,
penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan
pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea
terjadi pada saat beraktifitas, bahkan pada beraktivitas kehidupan
sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian produk produktif
dengan sputum parulen mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi
pernafasan.
2) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
3) Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan
diafragma mendatar/menurun.
4) Auskultasi
Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai
tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus. (Muttaqin. 2008)
h. Data Bio-psiko-sosial-spiritual menurut Virginia Henderson
1) Bernafas
Pola nafas cepat, sesak (+), RR > 20x/mnt, takipnea, pernafasan cepat
dan dangkal
2) Makan dan minum
Makan dan minum biasanya berkurang dari normal, misalnya: dulu
makan 1 porsi setiap kali makan, namun setelah mengalami PPOK
makan dan minim bisa ¼ porsi
3) Eleminasi
BAB sukar dengan konsistensi agak padat / mengalami melena, BAK
sedikit dari normal
4) Gerak dan aktivitas
Susah dan jarang beraktivitas, sebab ketika bergerak akan merasa
semakin sesak
5) Istirahat tidur
Sulit untuk tidur nyenyak karena merasa sesak dan sulit bernafas
6) Kebersihan diri
Biasanya pasien yang mengalami PPOK jarang menjaga kebersihan
dirinya, sebab enggan untuk bergerak karena akan merasa sesak
7) Pengaturan suhu tubuh
Biasanya pasien yang mengalami PPOK suhu tubuhnya normal ( 36-
36,5 C )
8) Rasa nyaman
Biasanya pasien yang mengalami PPOK merasakan nyeri pada daerah
dada
9) Rasa aman
Biasanya pasien yang mengalami PPOK merasakan cemas karena
memikirkan penyakit yang dialami
10) Sosialisasi dan komunikasi
Jarang untuk berkominikasi karena akan menambah rasa sesak
11) Prestasi dan produktivitas
Kebanyakan tidah mengetahui penyebab dan cara menangani PPOK
12) Ibadah
Sering berdoa karena ingin cepat sembuh
13) Rekreasi
Tidak ingin melakukan aktivitas atau tidak ingin pergi dari tempat
tidur
14) Pengetahuan/ belajar
Ingin mengetahui cara-cara mengatasi sesak yang dialami
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
napas, batuk tidak efektif, dan sekresi yang tertahan.
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen dan kelemahan.
e. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan untuk mengabsorpsi
nutrien, ketidakmampuan untuk mencerna makanan, faktor psikologi.
3. Intervensi Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
2. Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Latihan Batuk Efektif (I.01006)
…. X…. jam, maka bersihan jalan nafas
napas.
meningkat dengan kriteria hasil : Observasi
Penyebab - Batuk efektif meningkat
- Produksi spuntum menurun 1. Identifikasi kemampuan batuk
Fisiologis - Mengi menurun 2. Monitor adanya retensi sputum
- Spasme jalan napas - Wheezing menurun
- Hipersekresi jalan napas - Meconium Meconium (pada neonates) 3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
neonates) menurun menurun 4. Monitor input dan output cairan ( mis. jumlah
- Disfungsi neuromuskuler - Dyspnea menurun dan karakteristik)
- Ortopnea menurun
- Benda asing dalam jalan
napas Terapeutik
Kolaborasi
Observasi
Terapeutik
7. Penghisapan endotrakeal
Edukasi
Kolaborasi
1. Kolab
orasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
Observasi
Terapeutik
3. Ketidakefektif pola napas.. Setelah dilakukan tindakan keperawatan … PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
x…. jam, maka pola nafas membaik dengan
Penyebab
kriteria hasil : Observasi
- Depresi pusat pernapasan
- Ventilasi semenit meningkat
- Hambatan upaya napas
- Kapasitas vital meningkat 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
- Deformitas dinding dada
- Diameter thoraks anterior-posterior upaya napas
- Deformitas tulang dada
meningkat 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea,
- Gangguan neuromuscular
- Tekanan ekspirasi meningkat takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
- Gangguan neurologis
- Tekanan inspirasi meningkat Stokes, Biot, ataksik
- Imaturitas neurologis
- Dispnea menurun
- Penurunan energi 3. Monitor kemampuan batuk efektif
- Penggunaan otot bantu nafas menurun
- Obesitas
- Pemanjangan fase ekspirasi menurun
- Posisi tubuh yang 4. Monitor adanya produksi sputum
- Ortopnea menurun
menghambat ekspansi paru
- Pernapasan pursed lips menurun 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Sindrom hipoventilasi
- Pernapasan cuping hidung menurun
- Kerusakan inervasi 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Frekuensi nafas membaik
diafragma
- Kedalaman nafas membaik
- Cedera pada medulla 7. Auskultasi bunyi napas
- Ekskursi dada membaik
Cedera pada medulla
spinalis spinalis 8. Monitor saturasi oksigen
- Efek agen farmakologis
9. Monitor nilai AGD
- Kecemasan
Tanda dan Gejala Mayor 10. Monitor hasil x-ray toraks
- Dyspnea
- Penggunaan otot bantu Terapeutik
pernafasan
- Pola nafas abnormal 1. Atur interval waktu pemantauan respirasi
Tanda dan Gejala Minor sesuai kondisi pasien
- Ortopnea 2. Dokumentasikan hasil pemantauan
- Pernapasan pursed lips
- Pernapasan cuping hidung Edukasi
- Diameter thoraks anterior
posterior meningkat 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Ventilasi semenit menurun 2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
- Kapasitas vital menurun
- Tekanan ekspirasi menurun MENEJEMEN JALAN NAPAS (I. 01011)
- Tekanan inspirasi menurun
- Ekskursi dada berubah Observasi
Kondisi Klinis Terkait
- Depresi system saraf pusat 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
- Cedera kepala usaha napas)
- Trauma thoraks 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
- Gullian bare syndrome Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering)
- Multiple sclerosis
- Myasthenia gravis 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
- Stroke
- Kuadriplegia Terapeutik
- Intoksikasi alcohol
1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
7. Penghisapan endotrakeal
Edukasi
Kolaborasi
4. Intoleransi aktivitas. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama MANAJEMEN ENERGI (I. 05178)
Penyebab : …. X 24 jam diharapkan toleransi aktivitas
- Ketidakseimbangan antara meningkat dengan kriteria hasil : Observasi
suplai dan kebutuhan - Frekuensi nadi meningkat
oksigen - Saturasi oksigen meningkat 1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang
- Tirah baring - Kemudahan dalam melakukan aktivitas mengakibatkan kelelahan
- Kelemahan sehari-hari meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Imobilisasi - Kecepatan berjalan meningkat
- Gaya hidup monotom - Jarak berjalan meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur
Gejala dan Tanda Mayor - Kekuatan tubuh bagian atas meningkat
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
Subjektif - Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat
melakukan aktivitas
- Mengeluh lelah - Toleransi dalam menaiki tangga meningkat
Objektif - Keluhan lelah menurun
- Frekuensi jantung - Dispnea saat aktivitas menurun
meningkat >20% dari - Dispnea setelah aktivitas menurun Terapeutik
kondisi istirahat - Perasaan lemah menurun
Gejala dan Tanda Minor - Aritmia saat aktivitas menurun 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
Subjektif - Aritmia setelah aktivitas menurun stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
- Dispnea saat/setelah - Sianosis menurun 2. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
aktivitas - Warna kulit membaik
- Merasa tidak nyaman - Tekanan darah membaik 3. Berikan aktivitas distraksi yang
setelah beraktivitas - Frekuensi napas membaik menyenangkan
- Merasa lemah - EKG iskemia membaik
Objektif 4. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
- Tekanan darah berubah dapat berpindah atau berjalan
>20% dari >20% dari
kondisi istirahat Edukasi
- Gambaran EKG
menunjukkan aritmia 1. Anjurkan tirah baring
saat/setelah aktivitas 2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Gambaran EKG
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
menunjukkan iskemia
- Sianosis
dan gejala kelelahan tidak berkurang
Kondisi Klinis Terkait 4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
- Anemia kelelahan
- Gagal jantung kongestif
- Penyakit jantung koroner Kolaborasi
- Penyakit katup jantung
- Aritmia 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
- Penyakit paru obstruktif meningkatkan asupan makanan
kronis (PPOK)
- Gangguan metabolik TERAPI AKTIVITAS (I.05186)
- Gangguan muskuloskeletal
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
5. Resiko defisit nutrisi. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama MANAJEMEN GANGGUAN MAKAN
Faktor Resiko: …. X 24 jam diharapkan status nutrisi membaik
- Ketidakmampuan menelan dengan kriteria hasil :
makanan - Porsi makanan yang dihabiskan meningkat Observasi
- Ketidakmampuan mencerna - Kekuatan otot mengunyah meningkat
makanan - Kekuatan otot menelan meningkat - Monitor asupan dan keluarnya makanan dan
- Ketidakmampuan - Serum albumin meningkat cairan serta kebutuhan kalori
mengabsorbsi nutrient - Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan
- Peningkatan kebutuhan nutrisi meningkat Terapeutik
metabolisme - Pengetahuan tentang pilihan makanan yang
- Faktor ekonomi (mis. sehat meningkat - Timbang berat badan secara rutin
Finansial tidak mencukupi) - Pengetahuan tentang pilihan minuman yang - Diskusikan perilaku makan dan jumlah
- Faktor psikologis (mis. sehat meningkat aktivitas fisik (termasuk olahraga) yang sesuai
Stres, keengganan untuk - Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi
makan) yang tepat meningkat - Lakukan kontrak perilaku (mis. Target berat
Kondisi Klinis Terkait - Penyiapan dari penyimpanan makanan yang badan, tanggung jawab perilaku)
- Stroke aman meningkat
- Dampingi kekamar mandi untuk pengamatan
- Parkinson - Penyiapan dari penyimpanan minuman yang
perilaku memuntahkan kembali makanan
- Mobius syndrome aman meningkat
- Cerebral palsy - Sikap terhadap makanan/minum sesuai - Berikan penguatan positif terhadap
- Cleft lip dengan tujuan kesehatan meningkat keberhasilan target dan perubahan perilaku
- Cleft palate - Perasaan cepat kenyang menurun
- Amyotropic lateral sclerosis - Nyeri abdomen menurun - Berikan konsekuensi jika tidak mencapai
- Kerusakan neuromuskular - Sariawan menurun target sesuai kontrak
- Luka bakar - Rambut rontok menurun
- Kanker - Diare menurun
- Rencanakan program pengobatan untuk
- Infeksi - Berat badan membaik
perawatan dirumah (mis. Medis, konseling)
- AIDS - Indeks massa tubuh (IMT) membaik
- Penyakit crohn’s - Frekuensi makan membaik
Edukasi
- Enterokolitis - Nafsu makan membaik
- Fibrosis kistik - Bising usus membaik
- Anjurkan membuat catatan harian tentang
- Tebal lipatan kulit trisep membaik
perasaan dan situasi pemicu pengeluaran
- Membran mukosa membaik
makanan (mis. Pengeluaran yang disengaja,
muntah, aktivitas berlebih)
- Ajarkan pengaturan diet yang tepat
- Ajarkan keterampilan koping untuk
menyelesaikan masalah perilaku makan
Kolaborasi
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Brannon, F.J., Foley, M. W., Starr, J. A. et al. 1993. Cardiopulmonary Rehabilitation: Basic
Theory and Application, F. A. Davis, Philadelphia.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy for The
Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
Barcelona : Medical Communications Resources.
Sylvia A. Prince. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia