Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK PROFESI NERS

PROSES MENUA

Oleh:
FARADINA AWALIA

PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN


TANGERANG SELATAN

2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK PROFESI NERS LANSIA DI PUSKESMAS RAWABUNTU

Laporan ini telah disetujui untuk dipertanggungjawabkan dihadapan pembimbing materi dan
pembimbing lapangan
Program studi ners (profesi) ilmu keperawatan Sekolah tinggi ilmu kesehatan banten Tangerang, juli
2022

PEMBIMBING MATERI PEMBIMBING LAPANGAN

(Ns. Royani, S.Kep, M.Kep ) ( Nurhikmah)


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

A. Definisi
Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses
menua (KOZIER, 1987). Menurut Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang
mempelajari tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status
fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.
Keperawatan Gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu
dan kiat atau teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang
holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
Keperawatan gerontik adalah spesialis keperawatan lanjut usia yang dapat menjalankan
perannya pada tiap tatanan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian dan
ketrampilan merawat untuk meningkatkan fungsi optimal lansia secara komprehensif.
Respon lanjut usia terhadap proses penuaan berbeda-beda sesuai dengan latar belakang social
budaya dimana lanjut usia tersebut berada, sehingga fenomena yang menjadi bidang garapan
adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar lansia sebagai akibat proses penuaan.

B. Tujuan Keperawatan Gerontik


1 Mempertahankan derajat kesehatan pada lansia taraf yang setinggi-tingginya sehingga
terhindar dari penyakit gangguan
2 Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan mental
3 Merangsang para petugas kesehatan untuk mengenal masalah kesehatan lansia
4 Memelihara kemandirian secara maksimal
5 Mengantar lansia pada akhir masa hidupnya

Keperawatan gerontik secara holistic menggabungkan aspek pengetahuan dan keterampilan


dari berbagai macam disiplin ilmu dalam mempertahankan kondisi kesehatan fisik, mental, social
dan spiritual lansia. Hal ini diupayakan untuk memfasilitasi lansia kearah perkembangan
kesehatan yang lebih optimum, dengan pendekatan pada pemulihan kesehatan, maksimalkan
kualitas hidup lansia baik dalam kondisi sehat, sakit, maupun kelemahan serta memberikan rasa
aman, nyaman, terutama dalam menghadapi kematian.

C. Ruang Lingkup Keperawatan Gerontik


Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan ketidakmampuan sebagai akibat
proses penuaan, perawatan untuk pemenuhan kebutuhan lansia dan pemulihan untuk mengatas
keterbatasan lansia. Sifatnya adalah independen (mandiri), interdependen (kolaborasi), humanistik
dan holistik.
Lingkup asuhan keperawatan gerontik meliputi:
1. Pencegahan terhadap ketidakmampuan akibat proses penuaan.
2. Perawatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akibat proses penuaan.
3. Pemulihan ditujukan untuk upaya mengatasi kebutuhan akibat proses penuaan

D. Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI dalam Maryam (2008), klasifikasi lansia, yaitu:
a. Pralansia (prasenilis), yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia, yaitu orang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi, yaitu seseorang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.
Batasan-batasan lansia menurut World Health Organizatio (WHO) dalam Nugroho
(2008), mengelompokkan lansia menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age), kelompok antara usia 45-59 tahun
b. Usia lanjut (erderly), kelompok antara usia 60-74 tahun
c. Usia lanjut tua (old), kelompok antara usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old), kelompok usia diatas 90 tahun.

E. Teori-Teori Penuaan
Donion (dikutip dalam Stanley, 2007) menyatakan bahwa teori-teori yang menjelaskan tentang
terjadinya penuaan secara umum dibagi menjadi 2 (dua) bagian umum, yaitu : teori biologi dan
psikososial.
1. Teori Biologi
Teori biologi menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur,
pengembangan, panjang usia dan kematian. Perubahan dalam tubuh terutama perubahan secara
molekuler dan seluler dalam sistem organ utama, kemampuan untuk berfungsi secara adekuat
dan melawan penyakit. Teori biologi terdiri atas : teori genetika, teori wear and tear, riwayat
lingkungan, teori imunitas, dan teori neuroendokrin.
a. Teori Genetika
Penuaan merupakan suatu proses perubahan struktur sel dan jaringan yang secara tidak
sadar diwariskan dari waktu ke waktu. Teori genetika terdiri dari teori asam
deoksiribonukleat (DNA), teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatik, dan teori
glikogen.
b. Teori wear and tear
Teori wear and tear (dipakai dan rusak) menjelaskan bahwa penumpukan sampah
metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA sehingga mengakibatkan terjadinya
kesalahan tingkat seluler dan akhirnya organ tubuh tidak berfungsi dengan baik.
c. Riwayat Lingkungan
Dalam teori ini terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan, antara lain zat
karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma, dan infeksi. Faktor-faktor tersebut tidak
menjadi faktor utama dalam penuaan tetapi merupakan faktor yang mempercepat penuaan.
d. Teori Imunitas
Teori ini menjelaskan bahwa pada usia lanjut terjadi penurunan sistem imun seseorang.
Seiring bertambahnya usia maka fungsi endokrin juga menurun sehingga sering muncul
penyakit autoimun seperti arthritis rheumatoid dan alergi terhadap makanan dan faktor
lingkungan lainnya.
e. Teori Neuroendokrin
Teori ini menitikberatkan pada kelainan sekresi hormon yang dipengaruhi oleh sistem
saraf. Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan akibat penuaan adalah waktu
reaksi yang diperlukan untuk menerima, memproses dan bereaksi terhadap perintah. Hal
ini diinterpretasikan dengan adanya tindakan melawan, ketulian dan kurangnya
pengetahuan.
2. Teori Psikososial
Dalam teori ini terdapat beberapa teori antara lain : teori kepribadian, teori tugas
perkembangan, teori disengagement, teori aktivitas, dan teori kontinuitas.
a. Teori Kepribadian
Kepribadian manusia adalah aspek yang berkembang pesat pada tahun akhir
perkembangannya. Penuaan juga berpengaruh pada kepribadian lansia tersebut.
b. Teori Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang
sebagai tahap-tahap spesifik dalam kehidupannya. Pencapaian dan kepuasan yang pernah
dicapai akan mempengaruhi perasaan lansia.
c. Teori Disengagement
Teori Disengagement (pemutusan hubungan) menjelaskan bahwa lansi akan mengalami
suatu tahapan menarik diri dari kegiatan bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Lansia
akan merasa bahagia apabila perannya dalam masyarakat telah berkurang dan tanggung
jawabnya sudah dilanjutkan oleh generasi muda.
d. Teori Aktivitas
Teori ini merupakan teori lawan dari teori disengagement, menurut teori ini untuk menuju
lansia yang sukses diperlukan aktivitas yang terus berlanjut. Selain itu, aktivitas juga
sangat penting untuk mencegah kehilangan dan pemeliharaan kesehatan sepanjang
kehidupan manusia.
e. Teori Kontinuitas
Teori ini juga dikenal sebagai teori perkembangan. Teori ini menjelaskan tentang dampak
dari kepribadian pada kebutuhan untuk tetap melakukan aktivitas atau memisahkan diri
agar mencapai kebahagiaan dimasa tua.

F. Tipe-Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kodisi
fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam Maryam, 2008). Tipe tersebut
dijabarkan sebagai berikut.
1. Tipe Arif Bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan
menjadi panutan.
2. Tipe Mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul
dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe Tidak Puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4. Tipe Pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa
saja.
5. Tipe Bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak
acuh.

G. Perubahan yang Terjadi Pada Lansia


1. Perubahan Fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya sistem
pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,
muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
a. Sistem pernafasan pada lansia
1) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi
berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
2) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial
terjadi penumpukan sekret.
3) Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga jumlah udara
pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang
tenang kira kira 500 ml
4) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan normal 50m²), Ù
menyebabkan terganggunya prose difusi.
b. Sistem persyarafan
1) Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
2) Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
3) Mengecilnya syaraf panca indera.
c. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut
1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
2) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah berumur 20
tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
3) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
d. Sistem genito urinaria
1) Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai
50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50%
2) Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun
sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi BAK meningkat, vesika urinaria susah
dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin.
3) Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.
4) Atropi vulva
5) Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga permukaan menjadi
halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali terhadap perubahan
warna.
6) Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi kapasitas untuk
melakukan dan menikmati berjalan terus.
e. Sistem endokrin / metabolik pada lansia
1) Produksi hampir semua hormon menurun
2) Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.
3) Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di pembuluh
darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH.
4) Menurunnya aktivitas tiriod Ù BMR turun dan menurunnya daya pertukaran zat.
f. Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.
1) Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah
umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2) Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera
pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa
manis, asin, asam & pahit.
3) Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung menurun,
waktu mengosongkan menurun.
4) Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
5) Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
g. Sistem musculoskeletal
1) Tulang kehilangan densikusnya Ù rapuh.
2) Resiko terjadi fraktur.
3) Kyphosis.
4) Persendian besar & menjadi kaku.
h. Perubahan sistem kulit
1) Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak
2) Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan
adipose
3) Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga tidak begitu tahan
terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.
4) Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran darah dan
menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen
i. Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual
1) Perubahan sistem reprduksi
2) Selaput lendir vagina menurun/kering.
3) Menciutnya ovarium dan uterus.
4) Atropi payudara

2. Perubahan Psikologis
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (herediter)
e. Lingkungan
f. Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan family
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri dan perubahan
konsep diri
j. Perubahan kepribadian yang drastis keadaan ini jarang terjadi lebih sering berupa
ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin oleh karena faktor lain
seperti penyakit-penyakit
k. Kenangan (memory) ada dua
1) kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu, mencakup
beberapa perubahan
2) Kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit), kenangan buruk.
l. Intelegentia Quation
1) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal
2) Berkurangnya penampilan,persepsi dan keterampilan psikomotorterjadi perubahan
pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan dari faktro waktu.

3. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegarsi dalam kehidupannya (Maslow,1970).
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berpikir dan
bertindak dalam sehari-hari. (Murray dan Zentner,1970). Seorang lansia sering kali sulit
dipahami, terutama dari perubahan-perubahan emosi yang ditunjukkan. Sering kali mereka
bertindak seperti anak kecil kembali. Mereka terkadang menuntut perhatian berlebih dan
meminta sesuatu yang membingungkan.
Tentunya hal-hal itu tak lepas dari perubahan fisik yang mereka alami serta kesadaran
akan banyak hal yang hilang dan tak bisa melakukan banyak kegiatan seperti ketika mereka
muda dulu. Gejala depresi cukup kerap terjadi pada mereka yang berusia lanjut.
Sering kali orang-orang sekitar bahkan dokter memahami ini sebagai suatu kewajaran.
Para manula seolah ditekankan bahwa mereka memang memiliki sebuah penyakit yang tak
bisa disembuhkan, yakni gejala depresi itu sendiri. Untuk tingkat ekstrem, keinginan untuk
bunuh diri bahkan bisa tebersit di benak mereka.

4. Perubahan Psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia
mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
b. Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat
meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu
terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
c. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengan
keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga
dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.
d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum, gangguan stress
setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-gangguan tersebut merupakan
kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis,
depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
e. Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia sering
merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya
terjadi pada lansia yangterisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
f. Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat mengganggu.
Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main dengan feses dan urin nya,
sering menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadaan
tersebut dapat terulang kembali.

H. Karakteristik Penyakit pada Lansia


Secara umum karakteristik penyakit pada lansia digambarkan sebagai berikut:
 Penyakit sering multiple : saling berhubungan satu sama lain
 Penyakit bersifat degenerative
 Gejala sering tidak jelas  : berkembang secara perlahan
 Sering bersama-sama problem psikologis dan sosial
 Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut
 Sering terjadi penyakit iatrogenik (penyakit yang disebabkan oleh konsumsi obat yang
tidak sesuai dengan dosis)
I. Peran Perawat Gerontik
Dalam prakteknya keperawatan gerontik meliputi peran dan fungsinya sebagai berikut:
1. Sebagai Care Giver /pemberi asuhan langsung
Berupa bantuan kepada klien lansia yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya sebagai
akibat proses penuaan, meliputi:
a. Pengkajian: upaya mengumpulkan data/informasi yang benar tentang status kesehatan
lansia
b. Menegakkan diagnose keperawatan berdasarkan analisis dari hasil pengkajian
c. Merencanakan intervensi keperawatan untuk mengatasi kesenjangan atau langkah-
langkah/cara penyelesaian masalah lansia baik bersifat actual, resiko
d. Melaksanakan rencana yang telah disusun
e. Mengevaluasi berdasarkan respon verbal dan non verbal klien lansia terhadap intervensi
yang dilakukan
2. Sebagai Pendidik klien lansia
Membantu meningkatkan pengetahuan klien lansia untuk memahami tentang pemenuhan
kebutuhannya.
3. Sebagai Motivator
Memotivasi klien lansia yang kurang memiliki kemauan untuk memenuhi kebutuhan.
4. Sebagai Advokasi
Memberi advokasi terhadap klien lansia dalam pemenuhan kebutuhannya
5. Sebagai Konselor
Memberikan konseling terhadap klien lansia agar mampu beradaptasi secara optimal terhadap
proses penuaan yang terjadi

Tanggung jawab Perawat Gerontik yaitu sebagai berikut:


a. Membantu klien lansia memperoleh kesehatan secara optimal
b. Membantu klien lansia untuk memelihara kesehatannya
c. Membantu klien lansia menerima kondisinya
d. Membantu klien lansia menghadapi ajal dengan diperlakukan secara manusiawi sampai
dengan meninggal

J. Sifat Pelayanan Keperawatan Gerontik


1. Independent (layanan tidak tergantung pada profesi lain/mandiri)
Artinya: asuhan keperawatan dilakukan secara mandiri oleh profesi keperawatan dalam
membantu lansia dalam pemenuhan kebutuhan dasar lansia. Merupakan fungsi mandiri dan
tidak tergantung pada orang lain,di mana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan
secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi
kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologi (pemenuhan kebutuhan
oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit,pemenuhan kebutuhan nutrisi,
pemenuhan kebutuhan aktivitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan
kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan
aktualisasi diri.
2. Dependent atau kolaboratif
Artinya: saling menunjang dengan disiplin dalam mengatasi masalah kesehatan lansia. Fungsi
ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu
dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama
tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita
yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja
melainkan juga dari dokter ataupun lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan
pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan.
3. Humanistik (secara manusiawi)
Artinya: didasarkan pada nilai-nilai kemanusian dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap lansia. Dalam keperawatan, humanisme merupakan suatu sikap dan pendekatan yang
memperlakukan pasien sebagai manusia yang mempunyai kebutuhan lebih dari sekedar nomor
tempat tidur atau sebagai seorang berpenyakit tertentu. perawat yang menggunakan
pendekatan humanistik dalam prakteknya memperhitungkan semua yang diketahuinya tentang
pasien yang meliputi pikiran, perasaan, nilai-nilai, pengalaman, kesukaan, dan bahasa tubuh.
Pendekatan humanistik ini adalah aspek keperawatan tradisional dari caring, yang diwujud
nyatakan dalam pengertian dan tindakan. Pengertian membutuhkan kemampuan
mendengarkan orang lain secara aktif dan arif serta menerima perasaan-perasaan orang lain.
Prasyarat bertindak adalah mampu bereaksi terhadap kebutuhan orang lain dengan keikhlasan,
kehangatan untuk meningkatkan kesejahteraan yang optimal.
4. Holistik (secara keseluruhan)
Lansia merupakan bagian masyarakat dan keluarga, sehingga asuhan keperawatan gerontik
harus memperhatikan aspek social budaya keluarga dan masyarakat. Holistik merupakan salah
satu konsep yang mendasari tindakan keperawatan yang meliputi dimensi fisiologis,
psikologis, sosiokultural, dan spiritual. Dimensi tersebut merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Apabila satu dimensi terganggu akan mempengaruhi dimensi lainnya. Holistik terkait dengan
kesejahteraan (Wellnes). Untuk mencapai kesejahteraan terdapat lima dimensi yang saling
mempengaruhi yaitu: fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Untuk mencapai
kesejahteraan tersebut, salah satu aspek yang harus dimiliki individu adalah kemampuan
beradaptasi terhadap stimulus. Teori adaptasi Sister Callista Roy dapat digunakan.

K. Pendekatan pada Lansia


1. Pendekatan fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui perhatian
terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadianyang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya,
perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan
dikembangkan, dan penyakitnya yang dapat dicegah atau progresivitasnya. Perawatan fisik
umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:
a. Klien lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih mampu bergerak
tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu
melakukannya sendiri.
b. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat  harus mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini,
terutama tentang hal yang terhubung dengan kebersihan perseorangan untuk
mempertahankan kesehatannya.
2. Pendekatan psikis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung dan interpreter terhadap segala sesuatu
yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki
kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk
menerima berbagai bdentuk keluhan agar lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu
memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service.
Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat
bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat ahrus mendukung mental mereka
kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah
beban. Bila perlu, usahakan agar mereka merasa puas dan bahagia di masa lanjut usianya.
3. Pendekatan social
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama sesame klien
lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan
pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan
sosial, baik antara lanjut usia maupun lanjut usia dengan perawat.
Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk mengadakan
komunikasi, melakukan rekreasi. Lansia prlu dirangsang untuk membaca surat kabar dan
majalah. Dengan demikian, perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi, baik dengan
sesama mereka maupun petugas yang secara lansung berkaitan dengan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, termasuk asuhan keperawatan lansia dipanti sosial tresna
wherda.

L. Model Asuhan Keperawatan Gerontik


1. Model Konseptual Adaptasi Callista Roy
Model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang berfokus pada
kemampuan adaptasi klien terhadap stressor yang dihadapinya. Dalam penerapannya Roy
menegaskan bahwa individu  adalah makhluk  biopsikososial sebagai satu kesatuan  utuh yang
memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Roy
mendefinisikan lingkungan sebagai semua yang ada di sekeliling kita dan berpengaruh pada
perkembangan manusia. Sehat adalah suatu keadaan atau proses dalam menjaga integritas diri,
respon yang menyebabkan penurunan integritas tubuh menimbulkan adanya suatu kebutuhan
dan menyebabkan individu berespon terhadap kebutuhan tersebut melalui upaya atau prilaku
tertentu. Menurutnya peran perawat adalah membantu pasien beradaptasi terhadap perubahan
yang ada.

2. Model Konseptual Human Being Rogers


Marta Rogers (1992) mengungkapkan metaparadigma lansia. Dia menyajikan lima
asumsi tentang manusia. Setiap manusia diasumsikan sebagai kesatuan yang dengan
individualitas. Manusia secara kontinyu mengalami pertukaran energi dengan lingkungan.
Manusia mampu abstraksi, citra, bahasa, pikiran, sensasi, dan emosi. Manusia diidentifikasi
dengan pola dan mewujudkan karakteristik dan perilaku yang berbeda dari bagian dan yang
tidak dapat diprediksi dengan pengetahuan tentang bagian - bagiannya.
a. Lingkungan terdiri dari semua pola yang ada di luar individu. Keduanya, individu dan
lingkungan dianggap sistem terbuka. Lingkungan merupakan, tereduksi terpisahkan,
energi lapangan pandimensional diidentifikasi dengan pola dan integral dengan bidang
manusia (Rogers, 1992).
b. Perawatan utamanya adalah seni dan ilmu dan humanistik kemanusiaan. Ditujukan
terhadap semua manusia dan berkaitan dengan sifat dan arah pembangunan manusia.
Tujuannya untuk berpartisipasi dalam proses perubahan sehingga orang dapat mengambil
manfaat (Rogers, 1992).
c. Kesehatan tidak secara khusus diatur, Malinski (1986) dikutip dari komunikasi pribadi
dengan Rogers di mana di negara bagian Rogers bahwa ia memandang kesehatan sebagai
sebuah nilai. Komunikasi ini menegaskan kesimpulan sebelumnya bahwa penyakit,
patologi dan kesehatan adalah sebuah nilai.

3. Model Konseptual Keperawatan Neuman


Neuman menyatakan bahwa keperawatan memperhatikan manusia secara utuh dan
keperawatan adalah sebuah profesi yang unik yang mempertahankan semua variabel yang
mempengaruhi respon klien terhadap stressor. Melalui penggunaan model keperawatan dapat
membantu individu, keluarga dan kelompok untuk mencapai dan mempertahankan level
maksimum dari total wellness. Keunikan keperawatan adalah berhubungan dengan integrasi
dari semua variabel yang mana mendapat perhatian dari keperawatan .
Neuman (1981) menyatakan bahwa dia memandang model sebagai sesuatu yang
berguna untuk semua profesi kesehatan dimana mereka dan keperawatan mungkin berbagi
bahasa umum dari suatu pengertian. Neuman juga percaya bahwa keperawatan dengan
perspektif yang luas dapat dan seharusnya mengkoordinasi pelayanan kesehatan untuk pasien
supaya fragmentasi pelayanan dapat dicegah.

4. Model Konseptual Keperawatan Henderson


Fokus keperawatan pada teori Henderson adalah klien yang memiliki keterikatan hidup
secar individual selama daur kehidupan, dari fase ketergantungan hingga kemandirian sesuai
dengan usia, keadaan, dan lingkungan. Perawat merupakan penolong utama klien dalam
melaksanakan aktivitas penting guna memelihara dan memulihkan kesehatan klien atau
mencapai kematian yang damai. Bantuan ini diberikan oleh perawat karena kurangnya
pengetahuan kekeuatan, atau kemauan klien dalam melaksanakan 14 komponen kebutuhan
dasar.

5. Model Konseptual Budaya Leininger


Model konseptual Leininger sering disebut sebagai  Trancultural Nursing Theory atau
teori perawatan transkultural. Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya
klien, baik individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya
culture shock atau culture imposition. Culture shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba
mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya tertentu (klien). Klien
akan merasakan perasaan tidak nyaman, gelisah dan disorientasi karena perbedaan nilai
budaya, keyakinan, dan kebiasaan. Sedangkan culture imposition adalah kecenderungan tenaga
kesehatan (perawat), baik secara diam-diam maupun terang-terangan, memaksakan nilai-nilai
budaya, keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya kepada individu, keluarga, atau
kelompok dari budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi daripada
budaya kelompok lain.

6. Model Konseptual Perilaku Johnson


Teori Dorothy Johnson tentang keperawatan (1968) berfokus pada bagaimana klien
beradaptasi terhadap kondisi sakitnya dan bagaimana stress actual atau potensial dapat
mempengaruhi kemampuan beradaptasi. Tujuan dari keperawatan adalah menurunkan stress
sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati masa penyembuhannya (Johnson, 1968).
Teori Johnson berfokus pada kebutuhan dasar yang mengacu pada pengelompokkan perilaku
berikut:
a. Perilaku mencari keamanan
b. Perilaku mencari perawatan
c. Menguasai diri sendiri dan lingkungan sesuai dengan standar internalisasi prestasi
d. Mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secar sosial dan cultural
e. Mengeluarkan sampah tubuh dengan cara yang diterima secara sosial dan cultural
f. Perilaku seksual dan identitas peran
g. Perilaku melindungi diri sendiri
h. Menurut Johnson, perawat mengkaji kebutuhan klien berdasarkan kategori perilaku
diatas, yang disebut subsistem perilaku. Dalam kondisi normal klien berfungsi secara
efektif didalam lingkungannya.Akan tetapi ketika stres mengganggu adaptasi normal,
perilaku klien menjadi tidak dapat diduga dan tidak jelas.Perawat mengidentikasi
ketidakmampuan beradaptasi seperti ini dan memberikan asuhan keperawatan untuk
mengatasi masalah dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

7. Model Konseptual Self Care Orem


Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi kebutuhan klien
untuk mencapai kemandirian dan kesehatan yang optimal.
a. Teori Self care deficit
Inti dari teori ini menggambarkan manusia sebagai penerima perawatan yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan memiliki berbagai keterbatasan-
keterbatasan dalam mencapai taraf kesehatannya.
b. Teori Self care
Ketika klien tidak mampu melakukan perawatan dirinya sendiri maka deficit perawatan
diri terjadi dan perawat akan membantu klien untuk melakukan tugas perawatan dirinya
c. Teori nursing system
Perawat menentukan, mendesain, dan menyediakan perawatan yang mengatur
kemampuan individu dan memberikannya secara terapeutik sesuai dengan tiga tingkatan

M. Sarana Dan Prasarana Yang Dipergunakan


Sarana dan prasarana yang dipergunakan untuk menylengarakan pelayanan terhadap lansia,
baik sarana fisik, sosial dan spiritual yang dijalankan di berbagai tingkatan dapat kita lihat di
dawah ini adalah:
1. Pelayanan tingkat masyarakat
Pelayanan terhadap lansia adalah: keluarga dengan lansia, kelompok lansia seperti
klub/perkumpulan, panguyuban, padepokan dan pengajian, serta bina keluarga lansia.
Masyarakat mencakup LKMD, Karang wreda day care dana sehat/JPKM.
2. Pelayanan tingkat dasar
Pelayanan yang di selengarakan oleh berbagai instansi pemerintahan dan swasta serta
organisasi masyarakat, organisasi profesi dan yayasan seperti: praktik dokter dan dokter gigi,
balai pengobatan klinik, puskesmas/ balkesmas, panti tresna wreda, pusat pelayanan dan
perawatan lansia, praktik perawatan mandiri.
3. Pelayanan tingkat rujukan
Pelayanan yang diselenggarakan di rumah sakit dan rumah sakit khusus. Rujukan dapat
bersifat sederhana, sedang, lengkap dan paripurna.14 Rujukan secara konseptual terdiri atas
rujukan medis yang pada dasarnyan menyangkut masalah pelayanan medik perorangan dan
rujukan kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut masalah kesehatan masyarakat luas.
N. Program-Program Nasional untuk Lansia
1. Posyandu Lansia
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah
tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan
pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui
program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat
dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.
2. Puskesmas Lansia
Tujuan pelaksanaan kegiatan dalam program usia lanjut adalah :
a. Melaksanakan penyuluhan secara teratur dan berksinambungan sesuai kebutuhan melalui
berbagai media mengenai kesehatan usia lanjut.Usaha ini dilakukan terhadap berbagai
kelompok sasaran yaitu usia lanjut sendiri, keluarga dan masyarakat dilingkungan usia
lanjut.
b. Melaksanakan penjaringan usia lanjut resiko tinggi, pemeriksaan berkala usia lanjut dan
memberi  petunjuk upaya pencegahan penyakit, gangguan psikososial dan bahaya
kecelakaan yang dapat terjadi pada usia lanjut.
c. Melaksanakan diagnose dini, pengobatan,perawatan dan pelayanan rehabilitative kepada
usia lanjut yang membutuhkan dan memberi petunjuk mengenai tindakan kuratif atau
rehabilitative yang harus dijalani, baik kepada usia lanjut maupun keluarganya.
d. Melaksanakan rujukan medic ke fasilitas rumah sakit untuk pengobatan, perawatan atau
rehabilitative bagi usia lanjut yang membutuhkan termasuk mengusahakan kemudahan-
kemudahannya.
3. Terapi pada lansia
a. Terapi Modalitas untuk  mengisi waktu luang bagi lansia
b. Terapi Aktifitas Kelompok untuk meningkatkan kebersaman dan  bertukar pengalaman
c. Terapi Musik untuk meningkatkan gairah hidup
d. Terapi Berkebun untuk melatih kesabaran
e. Terapi dengan Binatang untuk meningkatkan kasih sayang dan mengisi waktu luang
f. Terapi Kognitif agar daya ingat tidak menurun
g. Life Review Terapi untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri
h. Terapi Keagamaan untuk meningkatkan rasa nyaman menjelang kematian

O. Permasalahan Yang Terjadi pada Lansia


Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara
lain: (Setiabudhi,1999)
1. Permasalahan umum
a. Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut
kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia.
e. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan khusus
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental
maupun sosial.
b. Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c. Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik
lansia.

P. Asuhan Keperawatan Gerontik


1. Pengkajian
Tujuan :
a. Menentukan kemampuan klien untuk memelihara diri sendiri.
b. Melengkapi dasar – dasar rencana perawatan individu.
c. Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien.
d. Memberi waktu kepada klien untuk menjawab.

Aspek Fisik
 Wawancara
a. Pandangan lanjut usia tentang kesehatan.
b. Kegiatan yang mampu di lakukan lanjut usia.
c. Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri.
d. Kekuatan fisik lanjut usia : otot, sendi, penglihatan, dan pndengaran.
e. Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK.
f. Kebiasaan gerak badan / olahraga /senam lanjut usia.
g. Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan.
h. Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam minum obat.
i. Masalah-masalah seksual yang telah di rasakan.

 Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksanaan di lakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan auskultasi
untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.
b. Pendekatan yang di gunakan dalam pemeriksanaan fisik,yaitu :
o Head to tea
o Sistem tubuh

Aspek Psikologis
a. Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.
b. Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.
c. Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.
d. Bagaimana mengatasi stress yang di alami.
e. Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
f. Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.
g. Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.
h. Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir, alam perasaan,
orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaikan masalah.
Aspek Sosial ekonomi
a. Darimana sumber keuangan lanjut usia
b. Apa saja kesibukan lanjut usia dalam mengisi waktu luang.
c. Dengan siapa dia tinggal.
d. Kegiatan organisasi apa yang di ikuti lanjut usia.
e. Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya.
f. Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
g. Siapa saja yang bisa mengunjungi.
h. Seberapa besar ketergantungannya.
i. Apakah dapat menyalurkan hoby atau keinginannya dengan fasilitas yang ada.

Aspek Spiritual
a. Apakah secara teratur malakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya.
b. Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan, misalnya
pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin.
c. Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa.
d. Apakah lanjut usia terlihat tabah dan tawakal.

Aspek Psikossosial
a. Menjauhkan tanda-tanda meningkatnya ketergantungan
b. Fokus-fokus pada diri bertambah
c. Memperlihatkan semakin sempitnya perhatian
d. Membutuhkan bukti nyata akan rasa kasih sayang yang berlebihan
Diagnosa keperawatan :
1. Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan penurunan pemasukkan nutrisi
2. Resiko infeksi (D.0142) berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
3. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
4. Nyeri Kronis (D.0078) berhubungan dengan kondisi muskuloskeletal kronis
5. Resiko cedera (D.0136) berhubungan dengan perubahan orientasi afektif
Rencana Asuhan Keperawatan
No DX Tujuan Intervensi
1. Defisit nutrisi Status nutrisi Manajemen nutrisi (I.03119)
(D.0019) membaik dengan Observasi
kriteria hasil 1. Identifikasi
(L.03030) 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
1. Porsi makanan makanan
yang dihabiskan 3. Identifikasi makanan yang
meningkat dari disukai
1 menjadi 4 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
2. Kekuatan otot jenis nutrient
mengunyah 5. Identifikasi perlunya penggunaan
meningkat dari selang nasogastrik
1 menjadi 3 6. Monitor asupan makanan
3. Kekuatan otot 7. Monitor berat badan
menelan 8. Monitor hasil pemeriksaan
meningkat dari laboratorium
1 menjadi 3 Terapeutik
4. Pengetahuan 9. Lakukan oral hygiene sebelum
tentang pilihan makan, jika perlu
makanan 10. Berikan makan tinggi serat untuk
meningkat dari mencegah konstipasi
1 menjadi 4 11. Fasilitasi menentukan pedoman
5. Pengetahuan diet
tentang standar Edukasi
asupan nutrisi 12. Anjurkan posisi duduk, jika
yang tepat mampu
meningkat dari 13. Ajarkan diet yang diprogramkan
1 menjadi 5 Kolaborasi
6. Berat badan 14. Kolaborasi pemberian medikasi
membaik dari 1 sebelum makan (mis. pereda
menjadi 3 nyeri, antiemetik), jika perlu
7. Nafsu makan 15. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
membaik dari 1 mennetukan jumlah kalori dan
menjadi 3 jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
2. Resiko cedera Tingkat cedera Manajemen keselamatan lingkungan
(D.0136) menurun (L.14136) (I.14513)
dengan kriteria hasil Observasi
: 1. Identifikasi kebutuhan
1. Kejadian keselamatan (mis, kondisi fisik,
cedera fungsi kognitif dan riwayat
menurun dari 1 perilaku)
menjadi 3 2. Monitor perubahan status
2. Ketegangan keselamatan lingkungan
otot menurun Terapeutik
dari 1 menjadi 3. Hilangkan bahaya keselamatan
3 lingkungan (mis, kondisi fisik,
biologi, dan kimia), jika
memungkinkan
4. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahaya dan risiko
5. Sediakan alat bantu keamanan
lingkungan (mis, commodo chair
dan pegangan tangan)
6. Gunakan perangkat pelindung
7. Hubungi pihak berwenang sesuai
masalah komunitas
8. Fasilitasi relokasi ke lingkungan
yang aman
9. Lakukan program skrining bahaya
lingkungan
Edukasi
10. Ajarkan individu, keluarga dan
kelompok risiko tinggi bahaya
Lingkungan
3. Gangguan Mobilitas fisik Teknik Latihan Penguatan Sendi
mobilitas fisik (L.05042) (I.05185)
(D.0054) Kemampuan dalam Observasi
gerakan fisik dari 1. Identifikasi keterbatasan fungsi
satu atau lebih dan gerak sendi
ekstremitas secara 2. Monitor lokasi dan sifat
mandiri meningkat, ketidaknyamanan atau rasa sakit
ditandai dengan: selama gerakan/aktivitas
1. Pergerakan Terapeutik
ekstremitas 3. Lakukan pengendalian nyeri
meningkat dari 1 sebelum memluia latihan
menjadi 3 4. Berikan posisi tubuuh optimal
2. keluhan nyeri untuk gerakan sendi pasif atau
berkurang dari 1 aktif
menjadi 4 5. Fasilitasi menyusun jadwal
3. Kaku sendi latihan rentang gerak aktif
menurun dari 1 maupun pasif
menjadi 3 6. Fasilitasi gerak sendi teratur
4. Gerakan terbatas dalam batas-batas rasa sakit,
menurun dari 1 ketahanan, dan mobilitas sendi
menjadi 3 7. Berikan penguatan positif untuk
5. Kelemahan fisik melakukan latihan bersama
menurun dari 1 Edukasi
menjadi 3 8. Jelaskan kepada pasien/keluarga
tujuan dan rencanakan latihan
bersama
9. Anjurkan duduk di tempat tidur,
di sisi tempat tidur (menjuntai),
atau di kursi, sesuai toleransi
10. Ajarkan melakukan latihan
rentang gerak aktif dan pasif
secara sistematis
11. Anjurkan memvisualisasikan
gerak tubuh sebelum memulai
gerakan
12. Anjurkan ambulasi, sesuai
toleransi
Kolaborasi
13. Kolaborasi dengan fisioterapi
dalam mengembangkan dan
melaksanakan program latihan

Masalah  keperawatan yang mungkin timbul:


a. Fisik / biologis
1) Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat.
2) Gangguan persepsi berhubungan dengan gangguan pendengaran / penglihatan
3) Kurang perawatan diri berhubungan dengan menurunnya minat dalam
merawat diri.
4) Resiko cedera fisik (jatuh) berhubungan dengan penyesuaian penurunan fungsi
tubuh tidak adekuat.
5) Perubahan pola elemenasi berhubungan dengan pola makan yang tidak efektif,
peristaltik lemah.
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan atau nyeri.
7) Gangguan pola napas berhubungan dengan penyempitan jalan napas / adanya
skrit pada jalan napas.
8) Gangguan mobilisasi berhubungan dengan kekakuan sendi, atropis serabut
otot

b. Psikologis-sosial
1) Menarik diri dari lingkungan berhubungan dengan perasaan tidak mampu.
2) Isolasi sosial berhubungan dengan perasan curiga.
3) Depresi berhubungan dengan isolasi sosial.
4) Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak.
5) Koping yang tidak adekuat berhubungan dengan ketidakmampuan
menghilangkan perasaan secara tepat.
6) Cemas berhubungan dengan sumber keuangan yang terbatas.
c. Spiritual
1) Reaksi berkabung / berduka berhubungan dengan ditinggal pasangan.
2) Penolakan terhadap proses penuaan berhubungan dengan tak siap dengan
kematian.
3) Marah terhadap Tuhan berhubungan dengan kegagalan yang dialami.
4) Perasaan tidak tenang berhubungan dengan ketidak mampuan ibadah secara
tepat.

2. Perencanaan
a. Tujuan perencanaan
Membantu lansia berfungsi seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan
kondisi fisik, psiko, sosial dengan tak tergantung pada orang lain
b. Tujuan tindakan keperawatan
Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar meliputi :
 Pemenuhan kebutuhan keselamatan
 Peningkatan keamanan dan keselamatan
 Memelihara kebersihan diri
 Memelihara keseimbangan istirahat tidur
 Peningkatan hubungan interpersonal melalui komunikasi yang efektif

3. Implementasi
a. Promosi (Promotif)
Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung
untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Upaya promotif
juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien,
tenaga provesional dan masyarakat terhadap praktik kesehatan yang positif
menjadi norma-norma sosial. Upaya promotif di lakukan untuk membantu organ-
organ mengubah gaya hidup mereka dan bergerak ke arah keadaan kesehatan yang
optimal serta mendukung pemberdayaan seseorang untuk membuat pilihan yang
sehat tentang perilaku hidup mereka.Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia
adalah sebagai berikut:
1) Mengurangi cedera, di lakukan dengan tujuan mengurangi kejadian jatuh,
mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah, meningkatkan penggunaan alat
pengaman dan mengurangi kejadian keracunan makanan atau zat kimia.
2) Meningkatkan keamanan di tempat kerja yang bertujuan untuk mengurangi
terpapar dengan bahan-bahan kimia dan meningkatkan pengunaan sistem
keamanan kerja.
3) Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk, bertujuan untuk
mengurangi pengunaan semprotan bahan-bahan kimia, mengurangi radiasi di
rumah, meningkatkan pengolahan rumah tangga terhadap bahan berbahaya,
serta mengurangi kontaminasi makanan dan obat-obatan.
4) Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mutu yang bertujuan
untuk mengurangi karies gigi serta memelihara kebersihan gigi dan mulut.
b. Pencegahan (Preventif)
Dalam mencakup pencegahan primer, sekunder dan tersier.
1) Melakukan pencegahan primer, meliputi pencegahan pada lansia sehat,
terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehatan. Jenis
pelayanan pencegahan primer adalah: program imunisasi, konseling, berhenti
merokok dan minum beralkohol, dukungan nutrisi, keamanan di dalam dan
sekitar rumah, manajemen stres, penggunaan medikasi yang tepat.
2) Melakukan pencegahan sekunder, meliputi pemeriksaan terhadap penderita
tanpa gejala dari awal penyakit hingga terjadi gejala penyakit belum tampak
secara klinis dan mengindap faktor risiko.
3) Jenis pelayan pencegahan sekunder antara lain adalah sebagai berikut: kontrol
hipertensi, deteksi dan pengobatan kangker, screening: pemeriksaan rektal,
papsmear, gigi mulut dan lain-lain.
4) Melakukan pencegahan tersier, dilakukan sebelum terdapat gejala penyakit
dan cacat, mecegah cacat bertambah dan ketergantungan, serta perawatan
dengan perawatan di rumah sakit, rehabilisasi pasien rawat jalan dan
perawatan jangka panjang.
c. Diagnosis dini dan Pengobatan
1) Diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri atau petugas profesional dan
petugas institusi. Oleh lansia sendiri dengan melakukan tes dini, skrining
kesehatan, memanfaatkan Kartu Menuju Sehat (KMS) Lansia, memanfaatkan
Buku Kesehatan Pribadi (BKP), serta penandatangan kontrak kesehatan.
2) Pengobatan: Pengobatan terhadap gangguan sistem dan gejala yang terjadi
meliputi sistem muskuloskeletal, kardiovaskular, pernapasan, pencernaan,
urogenital, hormonal, saraf dan integumen
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E., (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC


Maryam, R. S.(2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta:
EGC
Stanley M, P. GB. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai