PROSES MENUA
Oleh:
FARADINA AWALIA
PROFESI NERS
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan ini telah disetujui untuk dipertanggungjawabkan dihadapan pembimbing materi dan
pembimbing lapangan
Program studi ners (profesi) ilmu keperawatan Sekolah tinggi ilmu kesehatan banten Tangerang, juli
2022
A. Definisi
Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses
menua (KOZIER, 1987). Menurut Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang
mempelajari tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status
fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.
Keperawatan Gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu
dan kiat atau teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang
holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
Keperawatan gerontik adalah spesialis keperawatan lanjut usia yang dapat menjalankan
perannya pada tiap tatanan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian dan
ketrampilan merawat untuk meningkatkan fungsi optimal lansia secara komprehensif.
Respon lanjut usia terhadap proses penuaan berbeda-beda sesuai dengan latar belakang social
budaya dimana lanjut usia tersebut berada, sehingga fenomena yang menjadi bidang garapan
adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar lansia sebagai akibat proses penuaan.
D. Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI dalam Maryam (2008), klasifikasi lansia, yaitu:
a. Pralansia (prasenilis), yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia, yaitu orang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi, yaitu seseorang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.
Batasan-batasan lansia menurut World Health Organizatio (WHO) dalam Nugroho
(2008), mengelompokkan lansia menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age), kelompok antara usia 45-59 tahun
b. Usia lanjut (erderly), kelompok antara usia 60-74 tahun
c. Usia lanjut tua (old), kelompok antara usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old), kelompok usia diatas 90 tahun.
E. Teori-Teori Penuaan
Donion (dikutip dalam Stanley, 2007) menyatakan bahwa teori-teori yang menjelaskan tentang
terjadinya penuaan secara umum dibagi menjadi 2 (dua) bagian umum, yaitu : teori biologi dan
psikososial.
1. Teori Biologi
Teori biologi menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur,
pengembangan, panjang usia dan kematian. Perubahan dalam tubuh terutama perubahan secara
molekuler dan seluler dalam sistem organ utama, kemampuan untuk berfungsi secara adekuat
dan melawan penyakit. Teori biologi terdiri atas : teori genetika, teori wear and tear, riwayat
lingkungan, teori imunitas, dan teori neuroendokrin.
a. Teori Genetika
Penuaan merupakan suatu proses perubahan struktur sel dan jaringan yang secara tidak
sadar diwariskan dari waktu ke waktu. Teori genetika terdiri dari teori asam
deoksiribonukleat (DNA), teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatik, dan teori
glikogen.
b. Teori wear and tear
Teori wear and tear (dipakai dan rusak) menjelaskan bahwa penumpukan sampah
metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA sehingga mengakibatkan terjadinya
kesalahan tingkat seluler dan akhirnya organ tubuh tidak berfungsi dengan baik.
c. Riwayat Lingkungan
Dalam teori ini terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan, antara lain zat
karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma, dan infeksi. Faktor-faktor tersebut tidak
menjadi faktor utama dalam penuaan tetapi merupakan faktor yang mempercepat penuaan.
d. Teori Imunitas
Teori ini menjelaskan bahwa pada usia lanjut terjadi penurunan sistem imun seseorang.
Seiring bertambahnya usia maka fungsi endokrin juga menurun sehingga sering muncul
penyakit autoimun seperti arthritis rheumatoid dan alergi terhadap makanan dan faktor
lingkungan lainnya.
e. Teori Neuroendokrin
Teori ini menitikberatkan pada kelainan sekresi hormon yang dipengaruhi oleh sistem
saraf. Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan akibat penuaan adalah waktu
reaksi yang diperlukan untuk menerima, memproses dan bereaksi terhadap perintah. Hal
ini diinterpretasikan dengan adanya tindakan melawan, ketulian dan kurangnya
pengetahuan.
2. Teori Psikososial
Dalam teori ini terdapat beberapa teori antara lain : teori kepribadian, teori tugas
perkembangan, teori disengagement, teori aktivitas, dan teori kontinuitas.
a. Teori Kepribadian
Kepribadian manusia adalah aspek yang berkembang pesat pada tahun akhir
perkembangannya. Penuaan juga berpengaruh pada kepribadian lansia tersebut.
b. Teori Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang
sebagai tahap-tahap spesifik dalam kehidupannya. Pencapaian dan kepuasan yang pernah
dicapai akan mempengaruhi perasaan lansia.
c. Teori Disengagement
Teori Disengagement (pemutusan hubungan) menjelaskan bahwa lansi akan mengalami
suatu tahapan menarik diri dari kegiatan bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Lansia
akan merasa bahagia apabila perannya dalam masyarakat telah berkurang dan tanggung
jawabnya sudah dilanjutkan oleh generasi muda.
d. Teori Aktivitas
Teori ini merupakan teori lawan dari teori disengagement, menurut teori ini untuk menuju
lansia yang sukses diperlukan aktivitas yang terus berlanjut. Selain itu, aktivitas juga
sangat penting untuk mencegah kehilangan dan pemeliharaan kesehatan sepanjang
kehidupan manusia.
e. Teori Kontinuitas
Teori ini juga dikenal sebagai teori perkembangan. Teori ini menjelaskan tentang dampak
dari kepribadian pada kebutuhan untuk tetap melakukan aktivitas atau memisahkan diri
agar mencapai kebahagiaan dimasa tua.
F. Tipe-Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kodisi
fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam Maryam, 2008). Tipe tersebut
dijabarkan sebagai berikut.
1. Tipe Arif Bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan
menjadi panutan.
2. Tipe Mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul
dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe Tidak Puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4. Tipe Pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa
saja.
5. Tipe Bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak
acuh.
2. Perubahan Psikologis
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (herediter)
e. Lingkungan
f. Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan family
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri dan perubahan
konsep diri
j. Perubahan kepribadian yang drastis keadaan ini jarang terjadi lebih sering berupa
ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin oleh karena faktor lain
seperti penyakit-penyakit
k. Kenangan (memory) ada dua
1) kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu, mencakup
beberapa perubahan
2) Kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit), kenangan buruk.
l. Intelegentia Quation
1) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal
2) Berkurangnya penampilan,persepsi dan keterampilan psikomotorterjadi perubahan
pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan dari faktro waktu.
3. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegarsi dalam kehidupannya (Maslow,1970).
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berpikir dan
bertindak dalam sehari-hari. (Murray dan Zentner,1970). Seorang lansia sering kali sulit
dipahami, terutama dari perubahan-perubahan emosi yang ditunjukkan. Sering kali mereka
bertindak seperti anak kecil kembali. Mereka terkadang menuntut perhatian berlebih dan
meminta sesuatu yang membingungkan.
Tentunya hal-hal itu tak lepas dari perubahan fisik yang mereka alami serta kesadaran
akan banyak hal yang hilang dan tak bisa melakukan banyak kegiatan seperti ketika mereka
muda dulu. Gejala depresi cukup kerap terjadi pada mereka yang berusia lanjut.
Sering kali orang-orang sekitar bahkan dokter memahami ini sebagai suatu kewajaran.
Para manula seolah ditekankan bahwa mereka memang memiliki sebuah penyakit yang tak
bisa disembuhkan, yakni gejala depresi itu sendiri. Untuk tingkat ekstrem, keinginan untuk
bunuh diri bahkan bisa tebersit di benak mereka.
4. Perubahan Psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia
mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
b. Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat
meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu
terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
c. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengan
keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga
dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.
d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum, gangguan stress
setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-gangguan tersebut merupakan
kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis,
depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
e. Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia sering
merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya
terjadi pada lansia yangterisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
f. Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat mengganggu.
Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main dengan feses dan urin nya,
sering menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadaan
tersebut dapat terulang kembali.
Aspek Fisik
Wawancara
a. Pandangan lanjut usia tentang kesehatan.
b. Kegiatan yang mampu di lakukan lanjut usia.
c. Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri.
d. Kekuatan fisik lanjut usia : otot, sendi, penglihatan, dan pndengaran.
e. Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK.
f. Kebiasaan gerak badan / olahraga /senam lanjut usia.
g. Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan.
h. Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam minum obat.
i. Masalah-masalah seksual yang telah di rasakan.
Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksanaan di lakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan auskultasi
untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.
b. Pendekatan yang di gunakan dalam pemeriksanaan fisik,yaitu :
o Head to tea
o Sistem tubuh
Aspek Psikologis
a. Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.
b. Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.
c. Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.
d. Bagaimana mengatasi stress yang di alami.
e. Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
f. Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.
g. Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.
h. Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir, alam perasaan,
orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaikan masalah.
Aspek Sosial ekonomi
a. Darimana sumber keuangan lanjut usia
b. Apa saja kesibukan lanjut usia dalam mengisi waktu luang.
c. Dengan siapa dia tinggal.
d. Kegiatan organisasi apa yang di ikuti lanjut usia.
e. Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya.
f. Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
g. Siapa saja yang bisa mengunjungi.
h. Seberapa besar ketergantungannya.
i. Apakah dapat menyalurkan hoby atau keinginannya dengan fasilitas yang ada.
Aspek Spiritual
a. Apakah secara teratur malakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya.
b. Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan, misalnya
pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin.
c. Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa.
d. Apakah lanjut usia terlihat tabah dan tawakal.
Aspek Psikossosial
a. Menjauhkan tanda-tanda meningkatnya ketergantungan
b. Fokus-fokus pada diri bertambah
c. Memperlihatkan semakin sempitnya perhatian
d. Membutuhkan bukti nyata akan rasa kasih sayang yang berlebihan
Diagnosa keperawatan :
1. Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan penurunan pemasukkan nutrisi
2. Resiko infeksi (D.0142) berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
3. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
4. Nyeri Kronis (D.0078) berhubungan dengan kondisi muskuloskeletal kronis
5. Resiko cedera (D.0136) berhubungan dengan perubahan orientasi afektif
Rencana Asuhan Keperawatan
No DX Tujuan Intervensi
1. Defisit nutrisi Status nutrisi Manajemen nutrisi (I.03119)
(D.0019) membaik dengan Observasi
kriteria hasil 1. Identifikasi
(L.03030) 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
1. Porsi makanan makanan
yang dihabiskan 3. Identifikasi makanan yang
meningkat dari disukai
1 menjadi 4 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
2. Kekuatan otot jenis nutrient
mengunyah 5. Identifikasi perlunya penggunaan
meningkat dari selang nasogastrik
1 menjadi 3 6. Monitor asupan makanan
3. Kekuatan otot 7. Monitor berat badan
menelan 8. Monitor hasil pemeriksaan
meningkat dari laboratorium
1 menjadi 3 Terapeutik
4. Pengetahuan 9. Lakukan oral hygiene sebelum
tentang pilihan makan, jika perlu
makanan 10. Berikan makan tinggi serat untuk
meningkat dari mencegah konstipasi
1 menjadi 4 11. Fasilitasi menentukan pedoman
5. Pengetahuan diet
tentang standar Edukasi
asupan nutrisi 12. Anjurkan posisi duduk, jika
yang tepat mampu
meningkat dari 13. Ajarkan diet yang diprogramkan
1 menjadi 5 Kolaborasi
6. Berat badan 14. Kolaborasi pemberian medikasi
membaik dari 1 sebelum makan (mis. pereda
menjadi 3 nyeri, antiemetik), jika perlu
7. Nafsu makan 15. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
membaik dari 1 mennetukan jumlah kalori dan
menjadi 3 jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
2. Resiko cedera Tingkat cedera Manajemen keselamatan lingkungan
(D.0136) menurun (L.14136) (I.14513)
dengan kriteria hasil Observasi
: 1. Identifikasi kebutuhan
1. Kejadian keselamatan (mis, kondisi fisik,
cedera fungsi kognitif dan riwayat
menurun dari 1 perilaku)
menjadi 3 2. Monitor perubahan status
2. Ketegangan keselamatan lingkungan
otot menurun Terapeutik
dari 1 menjadi 3. Hilangkan bahaya keselamatan
3 lingkungan (mis, kondisi fisik,
biologi, dan kimia), jika
memungkinkan
4. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahaya dan risiko
5. Sediakan alat bantu keamanan
lingkungan (mis, commodo chair
dan pegangan tangan)
6. Gunakan perangkat pelindung
7. Hubungi pihak berwenang sesuai
masalah komunitas
8. Fasilitasi relokasi ke lingkungan
yang aman
9. Lakukan program skrining bahaya
lingkungan
Edukasi
10. Ajarkan individu, keluarga dan
kelompok risiko tinggi bahaya
Lingkungan
3. Gangguan Mobilitas fisik Teknik Latihan Penguatan Sendi
mobilitas fisik (L.05042) (I.05185)
(D.0054) Kemampuan dalam Observasi
gerakan fisik dari 1. Identifikasi keterbatasan fungsi
satu atau lebih dan gerak sendi
ekstremitas secara 2. Monitor lokasi dan sifat
mandiri meningkat, ketidaknyamanan atau rasa sakit
ditandai dengan: selama gerakan/aktivitas
1. Pergerakan Terapeutik
ekstremitas 3. Lakukan pengendalian nyeri
meningkat dari 1 sebelum memluia latihan
menjadi 3 4. Berikan posisi tubuuh optimal
2. keluhan nyeri untuk gerakan sendi pasif atau
berkurang dari 1 aktif
menjadi 4 5. Fasilitasi menyusun jadwal
3. Kaku sendi latihan rentang gerak aktif
menurun dari 1 maupun pasif
menjadi 3 6. Fasilitasi gerak sendi teratur
4. Gerakan terbatas dalam batas-batas rasa sakit,
menurun dari 1 ketahanan, dan mobilitas sendi
menjadi 3 7. Berikan penguatan positif untuk
5. Kelemahan fisik melakukan latihan bersama
menurun dari 1 Edukasi
menjadi 3 8. Jelaskan kepada pasien/keluarga
tujuan dan rencanakan latihan
bersama
9. Anjurkan duduk di tempat tidur,
di sisi tempat tidur (menjuntai),
atau di kursi, sesuai toleransi
10. Ajarkan melakukan latihan
rentang gerak aktif dan pasif
secara sistematis
11. Anjurkan memvisualisasikan
gerak tubuh sebelum memulai
gerakan
12. Anjurkan ambulasi, sesuai
toleransi
Kolaborasi
13. Kolaborasi dengan fisioterapi
dalam mengembangkan dan
melaksanakan program latihan
b. Psikologis-sosial
1) Menarik diri dari lingkungan berhubungan dengan perasaan tidak mampu.
2) Isolasi sosial berhubungan dengan perasan curiga.
3) Depresi berhubungan dengan isolasi sosial.
4) Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak.
5) Koping yang tidak adekuat berhubungan dengan ketidakmampuan
menghilangkan perasaan secara tepat.
6) Cemas berhubungan dengan sumber keuangan yang terbatas.
c. Spiritual
1) Reaksi berkabung / berduka berhubungan dengan ditinggal pasangan.
2) Penolakan terhadap proses penuaan berhubungan dengan tak siap dengan
kematian.
3) Marah terhadap Tuhan berhubungan dengan kegagalan yang dialami.
4) Perasaan tidak tenang berhubungan dengan ketidak mampuan ibadah secara
tepat.
2. Perencanaan
a. Tujuan perencanaan
Membantu lansia berfungsi seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan
kondisi fisik, psiko, sosial dengan tak tergantung pada orang lain
b. Tujuan tindakan keperawatan
Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar meliputi :
Pemenuhan kebutuhan keselamatan
Peningkatan keamanan dan keselamatan
Memelihara kebersihan diri
Memelihara keseimbangan istirahat tidur
Peningkatan hubungan interpersonal melalui komunikasi yang efektif
3. Implementasi
a. Promosi (Promotif)
Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung
untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Upaya promotif
juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien,
tenaga provesional dan masyarakat terhadap praktik kesehatan yang positif
menjadi norma-norma sosial. Upaya promotif di lakukan untuk membantu organ-
organ mengubah gaya hidup mereka dan bergerak ke arah keadaan kesehatan yang
optimal serta mendukung pemberdayaan seseorang untuk membuat pilihan yang
sehat tentang perilaku hidup mereka.Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia
adalah sebagai berikut:
1) Mengurangi cedera, di lakukan dengan tujuan mengurangi kejadian jatuh,
mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah, meningkatkan penggunaan alat
pengaman dan mengurangi kejadian keracunan makanan atau zat kimia.
2) Meningkatkan keamanan di tempat kerja yang bertujuan untuk mengurangi
terpapar dengan bahan-bahan kimia dan meningkatkan pengunaan sistem
keamanan kerja.
3) Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk, bertujuan untuk
mengurangi pengunaan semprotan bahan-bahan kimia, mengurangi radiasi di
rumah, meningkatkan pengolahan rumah tangga terhadap bahan berbahaya,
serta mengurangi kontaminasi makanan dan obat-obatan.
4) Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mutu yang bertujuan
untuk mengurangi karies gigi serta memelihara kebersihan gigi dan mulut.
b. Pencegahan (Preventif)
Dalam mencakup pencegahan primer, sekunder dan tersier.
1) Melakukan pencegahan primer, meliputi pencegahan pada lansia sehat,
terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehatan. Jenis
pelayanan pencegahan primer adalah: program imunisasi, konseling, berhenti
merokok dan minum beralkohol, dukungan nutrisi, keamanan di dalam dan
sekitar rumah, manajemen stres, penggunaan medikasi yang tepat.
2) Melakukan pencegahan sekunder, meliputi pemeriksaan terhadap penderita
tanpa gejala dari awal penyakit hingga terjadi gejala penyakit belum tampak
secara klinis dan mengindap faktor risiko.
3) Jenis pelayan pencegahan sekunder antara lain adalah sebagai berikut: kontrol
hipertensi, deteksi dan pengobatan kangker, screening: pemeriksaan rektal,
papsmear, gigi mulut dan lain-lain.
4) Melakukan pencegahan tersier, dilakukan sebelum terdapat gejala penyakit
dan cacat, mecegah cacat bertambah dan ketergantungan, serta perawatan
dengan perawatan di rumah sakit, rehabilisasi pasien rawat jalan dan
perawatan jangka panjang.
c. Diagnosis dini dan Pengobatan
1) Diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri atau petugas profesional dan
petugas institusi. Oleh lansia sendiri dengan melakukan tes dini, skrining
kesehatan, memanfaatkan Kartu Menuju Sehat (KMS) Lansia, memanfaatkan
Buku Kesehatan Pribadi (BKP), serta penandatangan kontrak kesehatan.
2) Pengobatan: Pengobatan terhadap gangguan sistem dan gejala yang terjadi
meliputi sistem muskuloskeletal, kardiovaskular, pernapasan, pencernaan,
urogenital, hormonal, saraf dan integumen
DAFTAR PUSTAKA