Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GERONTIK DENGAN

GANGGUAN MUSKULOSKELETAL
Proposal ini dibuat untuk memenuhi tugas riset keperawatan
Output

Oleh
Shinta Sihombing
30140112020

PRODI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan


Kamus Saku Mosby : Kedokteran, Keperawatan & Kesehatan, edisi 4 tahun 2008
,Sehat adalah suatu kondisi kesejahteraan fisik, mental dan sosial serta tidak adanya
penyakit atau kondisi abnormal lainnya.Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga
tahun 2007 Sehat adalah baik seluruh badan serta bagian – bagiannya ( bebas dari
sakit), sehat adalah suatu keadaan keseimbangan yang dinamis antara bentuk dan
fungsi tubuh dan beberapa faktor yang berusaha mempengaruhinya.
Menurut A. Aziz Alimul Hidayat (2004), sakit diartikan sebagai hasil dari interaksi
antar seseorang dengan lingkungan dimana terjadinya kegagalan dalam beradaptasi
dengan lingkungan sehingga menimbulkan ketidakseimbangan antara faktor host, agen,
dan lingkungan. Menurut Parson (1972), sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal
tubuh manusia, termasuk sejumlah sistem biologis dan kondisi penyesuaian. Menurut
Bowmen (1965), mengemukakan ada tiga kriteria keadaan sakit, yaitu adanya gejala
persepsi tentang keadaan sakit yang dirasakan, dan kemampuan beraktivitas sehari-hari
yang menurun.
Rentang sehat – sakit adalah suatu skala ukur hipotesis untuk mengukur keadaan
sehat/ kesehatan seseorang. Kedudukan seseorang pada skala tersebut bersifat dinamis
dan individual karena dipengaruhi oleh faktor pribadi dan lingkungan. Pada skala ini,
sewaktu – waktu seseorang bisa berada dalam keadaan sehat, namun dilain waktu bisa
bergeser ke keadaan sakit.
Berdasarkan rentang sehat – sakit tersebut, maka paradigma keperawatan dalam
konsep sehat – sakit memandang bahwa pelayanan keperawatan yang akan diberikan
melihat terlebih dahulu status kesehatan dalam rentang sehat – sakit tersebut. Rentang
sakit dapat digambarkan mulai dari setengah sakit, sakit, sakit kronis, dan berakhir
dengan kematian. Rentang sehat dapat digambarkan mulai sehat normal, sehat sekali,
dan sejahtera, sebagai status sehat yang paling tinggi. Rentang merupakan suatu alat
ukur dalam menilai status kesehatan yang bersifat dinamis dan selalu berubah setiap
waktu.
Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat menjadi
rapuh disertai dengan menurunnya cadangan hampir semua sistem fisiologis, proses
tersebut disertai dengan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian.
Pendapat lain mengatakan bahwa menua merupakan suatu proses menghilangnya
secara perlahan–lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan kemampuan untuk memperbaiki
kerusakan yang diderita (Darmojo;2004).
Terjadinya proses menua disertai dengan berbagai perubahan baik dari fisik dan
psikososial. Perubahan fisik dapat dilihat antara lain dari perubahan penampilan pada
bagian wajah, tangan dan kulit. Perubahan lainnya yaitu pada bagian dalam tubuh
seperti pada sistem saraf otak, limpa, hati. Perubahan pada panca indera ternyata juga
terjadi yaitu pada penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, perubahan pada
motorik antara lain berubahnya kekuatan, kecepatan dan belajar ketrampilan baru
(Watson,2004). Perubahan secara psikososial lanjut usia antara lain keadaan pensiun
dari pekerjaan, kehilangan pekerjaan, kehilangan finansial, kehilangan status, keadaan
sadar akan kematian, perubahan cara hidup. Disamping itu lanjut usia juga mengalami
penurunan secara ekonomi atau finansial karena pemberhentian dari jabatan sedangkan
biaya hidup semakin bertambah dan bertambahnya biaya berobat.
Dampak dari perubahan pada lanjut usia cenderung pada bentuk perubahan yang
negatif, hal ini menyebabkan lansia memerlukan perawatan dalam berbagai aspek
pengetahuan tentang asuhan keperawatan muskuloskeleta makin dibutuhkan
mahasiswa ataupun perawat selaku pemberi pelayan kesehatan. Pergeseran tingkat
pendidikan pada dunia keperawatan di Indonesia menuju era profesionalisasi
menjadikan asuhan keperawatan pada pola asuhan per sistem. Perkembangan asuhan
keperawatan sistem muskoskeletal sendiri sejak lama tidak lepas dari bedah ortopedi,
suatu disiplin ilmu dari bagian medis yang di Indonesia sekarang ini masih belum
dikenal luas oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh keadaan masih adanya pereanan
yang cukup besar dari ahli urut tulang (khususnya di daerah), yaitu lebih dari 25%
klien berobat ke ahli urut tulang/dukun patah tanpa memandang derajat sosial dan
pendidikan dan umumnya datang ke rumah sakit setelah timbul penyulit atau penyakit
sudah dalam stadium lanjut. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, salah satu fungsi
dari peranan perawat adalah mensosialisasikan pada masyarakat umum guna
mencegah/menghindari hal-hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Terlebih lagi,
masalah muskuloskeletal ini sering kali terjadi pada lanjut usia. Penyakit
muskuloskeletal yang sering terjadi pada lansia antara lain : osteoporosis, osteoarthritis,
gout, dan rheumatoid arthritis atauyang sering dikenel dengan rematik.
Oleh karena itu, penulis menyusun makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
dengan Gangguan Muskuloskeletal “. Dengan harapan sebagai perawat kita mampu
memahami konsep penyakit yang dialami klien dengan gangguan sistem
Muskuloskeletal, sehingga kita pun mampu memberi asuhan keperawatan yang tepat
dan kontrahensif, yang meliputi pengenalan konsep anatomi fisiologi, dan patofisiologi
sistem muskuloskeletal, pengkajian untuk menegakkan masalah keperawatan,
perencanaan dan tindakan keperawatan, sampai mengevaluasi hasil asuhan
keperawatan pada masalah sistem muskuloskeletal. Dalam hal ini khususnya masalah
muskuloskeletal yang dialami pada lanjut usia.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan yang ingin dicapai :
a. Tujuan umum
Diharapkan agar Mahasiswa/i Keperawatan, sebagai calon perawat mampu
memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pada
muskoluskeletal, terlebih pada lansia.

b. Tujuan khusus
1. Mahasiswa dapat memahami anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal.
2. Mahasiswa dapat mengetahui konsep gangguan pada muskoluskeletal.
3. mahasiswa dapat mengerti tentang konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan pada muskoluskeletal.
4. Mahasiswa dapat mengaplikasikan konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem muskuloskeletal, khususnya dalam hal ini pada
lansia.

1.3 Metode Penulisan


Dalam menyusun makalah ini, penulis mengunakan metode deskriptif yaitu
dengan mengumpulkan data-data yang diambil dari sumber buku perpustakaan,
browsing ke internet, serta konsultasi dengan dosen pembimbing.

1.4 Sistematika penulisan


Dalam penyusunan makalah ini, penulis membagi dalam tiga bab, yaitu BAB I
Pendahuluan yang berisi: latar belakang penulisan, tujuan penulisan, metode
penulisan, sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Teoritis yang berisi : konsep
dasar lansia, konsep dasar penyakit rheumatoid arthritis, meliputi ; anatomi fisiologi
sistem muskuloskeletal, konsep gangguan pada muskoluskeletal.
BAB II
TINJAUAN TEORETIS

2.1 KONSEP DASAR LANSIA

A. Pengertian Lansia
Gerontology adalah ilmu yang mempelajari fenomena penuaan meliputi proses
menua dan degenerasi sel termasuk masalah-masalah yang ditemui dan harapan lansia
(Cunningham & Brookbank, 1988).
Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. ( Dep Kes RI, 2002)
Keperawatan gerontik didefinisikan sebagai ilmu yang membahas fenomena biologis,
psiko dan sosial serta dampaknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia
dengan penekanan pada upaya prevensi dan promosi kesehatan sehingga tercapai status
kesehatan yang optimal bagi lanjut usia. ( www. google. com ).
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah
memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. ( www. google. com).
Jadi, gerontology adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang proses penuaan serta
berbagai masalah yang terkait didalamnya dan Lansia merupakan kelompok tahap
akhir manusia.

B. Proses Menua
Masa kemunduran (degenerative), masa ini terjadi mulai dewasa tua. Kecepatan proses
menua dipengaruhi oleh dua factor yaitu :
a. Faktor dalam
Factor dalam merupakan factor yang terjadi secara alami menyangkut fisis dan
psikis. Factor ini tidak dapat dihilangkan dan tidak berubah.
b. Faktor luar
Faktor yang dimaksud adalah lingkungan, dalam pengertian yang lebih luas,
menyangkut pola atau gaya hidup (perilaku). Faktor ini kecenderungan dapat
dikendalikan dan dirubah sehingga memungkinkan orang dapat meningkatkan
usia harapan hidup ( bukan memperpanjang umur).
Proses menjadi tua disebabkan oleh factor biologic yang terdiri dari tiga fase yakni
fase progresif, fase stabil dan fase regresif;
Dalam fase regresif, mekanisme lebih berat kearah kemunduran yang dimulai
dalam sel, komponen terkecil dari tubuh manusia.
Dapat dikatakan, bahwa sel-sel mengalami kehausan karena berfungsi lama
sehingga mengakibatkan kemunduran lebih dominan dibandingkan pemulihan.
Dalam struktur anatomi dapat terlibat tanda-tanda kemunduran tersebut di dalam
sel, ini adalah proses menjadi tua . Proses ini terjadi secara alamiah, continue, terus-
menerus dan berkesinambungan yang dalam keadaan lanjut menyebabkan
perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada jaringan atau organ badan yang
pada akhirnya mempengaruhi keadaan serta fungsi dan kemampuan badan secara
keseluruhan.
WHO mengelompokkan lansia menjadi 4 kelompok yang meliputi :
1. Midle age (usia pertengahan) yaitu kelompok usia 45-59 tahun
2. Elderly, antara 60-74 tahun
3. Old, antara 75-90 tahun
4. Very old, lebih dari 90 tahun

Menurut Departemen Kesehatan , pengelompokan usia lanjut sebagai berikut :


1) Kelompok pertengahan umur
Masa ini dikenal dengan masa verilitas atau masa persiapan menjadi lansia.
2) Kelompok usia lanjut dini
Masa ini disebut masa pra pension atau masa mulai memasuki usia lanjut. Usia
55-64 tahun.
3) Kelompok usia lanjut ( usila atau lansia )
- Masa senium.
- Usia 65 tahun ke atas.
4) Kelompok lansia dengan resiko tinggi
- Usia di atas 70 tahun.
- Biasanya hidup sendiri dan sering sakit
C. Perubahan Fisik Pada Lansia
1. Sistem Integument
Pada kulit akan mengalami perubahan berikut :
1) Lapisan epidermis
a. Lapisan keranosit : tebalnya berkurang, daya adhesi kurang, terjadi
perubahan secara morfologis dan kandungan air pada stratum korneum
berkurang sehingga kulit menjadi kering dan kasar.
b. Lapisan stratum basale : mengalami perubahan ukuran dan bentuk,
reduplikasi pada lamina densa serta ruan antar sel keranosit menjadi
bertambah lebar.
c. Perbatasan dermis dan epidermis lebih datar sehingga pemberian nutrisi
berkurang pada epidermis akibat lapisan tersebut bila terjadi trauma akan
mudah robek dan abrasi ( bula ).
d. Sel melanosit jumlahnya berkurang, hal ini mengakibatkan terjadinya
pigmentasi kulit tidak teratur, sebagain dampak lainnya insiden neoplasma
kulit meningkat yang disebabkan oleh sel melanosit menyerap ultra violet.
e. Sel-sel langerhans menurun, akibatnya : respon kekebalan seluler kulit
tergangggu sehingga pembentukan antigen terganggu, dampak lain
terjadinya karsinoma kulit.
2) Lapisan dermis
a. Dermis atrofi, relative aseluler dan avaskuler, sel mati berkurang sehingga
reaksi hepersensitif menurun.
b. Sel fibroblast mengandung banyak reticulum endoplasmic yang kasar.
c. Serat kolagen jumlahnya berkurang disertai penebalan, kemampuan
membengkak berkurang dan susunannya tidak teratur sehingga kulit
menjadi kendur ( lax ).
d. Jumlah glikosaminoglikan ( bahan dasar dermis ) berkurang sehingga
viscoelastisitas berubah.
e. Serat-serat elastic mengalami degradasi, anyaman serat hilang, akibatnya
kulit keriput dan kendur.
3) Jaringan sub kutis
a. Adanya atrofi pada muka, dorsum tangan dan tungkai bawah, hal ini
mengakibatkan hipotermi, telapak kaki mudah luka atau ulserasi.
b. Jaringan subkutis mengalami hipertrofi, pada laki-laki lebih banyak pada
daerah pinggang dan pada wanita pada paha.
 Perubahan Fungsi
1. Proliferasi dan penyembuhan
a. Waktu pergantian kulit menjadi lebih panjang.
b. Epidermal repair berkurang sehingga resiko infeksi sekunder tinggi.
c. Pertumbuhan kuku dan rambut lambat.
d. Anaplasia : hampir semua orang diatas 65 tahun mengalami tumor jinak
(keratosis seboroika ), penyebabnya :
- Sel epidermis bermacam bentuk dan ukuran.
- Paparan bahan karsinogen.
- Jumlah sel melanosit berkurang→proteksi kurang/.
- Jumlah sel langerhans berkurang.
2. Absorbsi dan clearance dermal
a. Permeabilitas meningkat
b. Dermal clearance menurun
- Menurunkan sirkulasi pada dermis
- Dermatitis kontak menetap
c. Cenderung timbul gangguan termoregulator.
3. Respon terhadap stimulasi eksternal
a) Reaksi terhadap rangsangan raba, vibrasi dan kornea kurang, nilai ambang nyeri
meningkat.
1) Respon vascular menurun yang akan mengakibatkan gangguan regulasi suhu
tubuh→hipotermi atau heat stroke.
2) Produksi keringat berkurang.
3) Produksi sebum menurun.
b) Sifat-sifat mekanis
Serat kolagen dan serat elastisitas mengalami perubahan (perubahan sifat
mekanik) sehingga elastic recovery menurun ( kulit lama kembali ), hal ini
mengakibatkan kulit mudah robek bila trauma, penurunan piupi dan distorsi.
c) Respon imun
1) Gangguan fungsi sel beta
2) Gangguan imunitet seluler, sehingga mudah mengalami infeksi virus, jamur
dan keganasan.
D. Perubahan Sistem Tubuh
1. Sistem Pencernaan
Pada mulut, warna gigi menjadi lebih gelap. Terjadi penurunan produksi saliva
yang mengakibatkan sel mukosa menjadi kering. Pada lansia juga terjadi perubahan
kemampuan mencerna sehingga meningkatkan sisa zat makanan sehingga produksi
gas meningkat, motilitas usus dan peristaltik menurun.
Perubahan akibat proses penuaan yang terjadi pada system pencernaan sering
dimanifestasikan dengan terjadinya :
a. Kesulitan menelan
b. Sendahak (reflex gastroesofageal)
c. Perut terasa lama penuh ( hidroklorhidri )
d. Konstipasi
e. Obat tidak terlalu cocok.
Perubahan oleh karena menua primer :
a. Berkurangnya motilitas esophagus, fungsi spingter, sekresi asam lambung,
pepsin dan tripsin.
b. Berkurangnya motilitas usus serta perubahan enzim hepar.
Perubahan oleh karena menua sekunder :
a. Hernia
b. Anemia pernisiosa
c. Konstipasi karena diit rendah residu dan pemakaian laksans yang berlebihan.
d. Merokok dan alcohol terlalu banyak, sehingga menyebabkan perubahan
metabolisme obat.

2. Sistem Pernafasan
Teradi perubahan struktur thorax yang menyebabkan pengembangan paru
menjadi terbatas, tulang iga tidak dapat bergerak bebas. Tulang punggung kifosis
yang menyebabkan paru semakin kaku dan kurang elastic, peningkatan kapasitas
residual, penurunan kapasitas vital ynag pada akhirnya dapat mengakibtakan kolaps
basal.
Perubahan oleh karena menua primer :
a. Berkurangnya elastisitas paru
b. Berkurangnya otot-otot pernapasan
Perubahan oleh karena menua sekunder :
a. Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM) atau COPD ssebagai akibat dari
kebiasaan merokok dan polusi udara.
b. Menurunnya kekuatan otot pernafasan oleh karena kurang aktifitas (olahraga).

3. Sistem Kardiovaskuler
Perubahan yang berhubungan dengan usia lanjut terjadi pada komposisis
kimiawi, sel-sel, jaringan jantung dan pembuluh darah, semuanya ini akhirnya
mempengaruhi fungsi kardiovaskuler. Namun walaupun demikian, jantung masih
mampu memenuhi kebutuhan harian dan berfungsi dengan baik kecuali dalam
kondisi stress atau karena gangguan penyakit.
Secara umum manifestasi klinis yng sering terjadi pada sistem kardiovaskuler
akibat ketuaan adalah :
a. Berkurangnya cadangan jantung (cardiac reserve)
b. Bertambahnya tekanan nadi (pulse pressure)
c. Kecenderungan hipotensi dan sinkop.
Perubahan oleh karena menua primer :
a. Berkuranhgnya jumlah sel dinding jantung dan vaskuler
b. Baroreseptor sensitivity
Perubahan oleh karena menua sekunder :
a. Iskemia akibat adanya arteriosklerosis
b. Disfungsi ventrikel
c. Debaran jantung tidak teratur ( aritmia )
d. Penyakit ujantung oleh karena hipertensi
e. Gagal jantung kongestive
f. Infeksi akibat imunitas berkurang.

4. Sistem Perkemihan
Terjadi hubungan langsung antara suplai darah dan fungsi ginjal, renal sendiri
mendapat darah ( blood flow ) sekitar 25% dari keseluruhan volume darah yang ada
dalam tubuh, dengan kecepatan aliran darah kira-kira 5 sampai 10 kali lebih besar
dari suplai untuk jantung, hati dan otak.
Perubahan pada system urogenital dimanifestasikan dengan :
1) Berkurangnya rasio filtrasi glomerular dan reabsorbsi tubuler.
2) Uropati obstruktif dan overflow incontinence.
3) Stress incontinence.
Perubahan oleh karena menua primer :
1) Jumlah nefron berkurang disertai perubahan fungsi tubuler.
2) Tekanan dinding atau kapasitas kandung kemih dan tegangan spingter
berkurang.
3) Pada kebanyakan laki-laki mengalami hipertropi prostat, sedangkan pada
perempuan tegangan otot-otot pelvis yang berkurang.
Perubahan oleh karena menua sekunder :
1) Kondisi nefrosclerosis, biasanya karena adanya penyakit hipertensi.
2) Penyakit ginjal yang disebabkan oleh konsumsi obat-obatan .
3) Infeksi saluran kemih karena system imunitas berkurang.

5. Sistem Endokrin
Perubahan akibat proses penuaan pada system endokrin secara klinis
dimanifestasikan oleh:
a. Pada wanita terjadi menopause yang meliputi system vasomotoris dan atrofi
vagina.
b. Pada laki-laki terjadi penurunan libido, potensi serta frekuensi kegiatan seks.
c. Intoleransi relative terhadap glukosa.
Perubahan oleh karena menua primer :
a. Relative lebih cepat terjadi pada wanita setelah berhenti haid.
b. Relative lambat pada laki-laki : testis mengecik, reserve capacity testis,
sperbmatogenesis dan kadar testosterone berkurang.
c. Respon dan sensitivitas terhadap insulin berkurang, sehingga cenderung
menjadi gemuk.
d. Respon tiroid berkurang.
Perubahan oleh karena menua sekunder :
a. Hipogonadism oleh karena pembedahan atau alcoholism.
b. Penyakit Diabetes Melitus.
6. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan struktur musculoskeletal dan fungsi bervariasi diantara individu
selama proses penuaan. Perubahan yang bermakna terjadi mulai usia pertengahan.
Secara umum perubahan sacara fisiologis adalah :
a. Penurunan tinggi badan sekitar 6-10 cm.
b. Lebar bahu menurun.
c. Fleksi pada lutut dan panggul.
d. Terjadi penyempitan dari diskus intervertebrae yang dapat berkurangnya
ukuran intervertebrae dan ruang intercostae.
e. Patah tulang akibat kompresi dari vertebrae.
f. Peningkatan kurve spina thoraks.
g. Kepala miring ke belakang dan leher memendek → mengimbangi kondisi
kiposis.
h. Jalan goyah karena perubahan otot dan fungsi motorik.
i. Jengkal lengan lebih besar.
Perubahan secara klinis dimanifestasikan oleh adanya :
a. Kekuatan berkurang.
b. Cenderung patah tulang (osteoporosis )
c. Sendi kaku dan cenderung inflamasi
Perubahan oleh karena menua primer :
a. Berkurangnya serta dan diameter otot.
b. Jumlah mineral dalam tulang berkurang.
c. Pembentukan tulang berkurang (senile osteoporosis)
d. Resorbsi tulang bertambah.
e. Tendon dan jaringan pengikat bertambah kaku
f. Tulang rawan persendian makin tipis-0987
g. nbvPerubahan oleh karena menua sekunder :
a) Atropi akibat inaktivitas (misalnya karena terlalu banyak duduk)
b) Defisiensi steroid gonadal.
c) Osteoporosis oleh karena defisiensi kalsium, alcoholism dan pengaruh
tembakau.
d) Osteomalasia (tulang lunak) oleh karena defisiensi vitamin D.
7. System Penglihatan
Pada usia 40-50 tahun visus akan menurun, dan pada 70 tahun banyak
memakai alat bantu. Terjadi perubahan struktur retina, pupil, lensa dan kornea.
Retina akan kehilangan sel-selnya. Kemampuan penglihatan berkurang akibat
berkurangnya elastisitas lensa, astigmatisma (tidak terpusatnya cahaya pada satu
titik retina).
Perubahan pada system penglihatan secara klinis dimanifestasikan oleh adanya :
1) Penurunan kekuatan otot mata untuk berakomodasi.
2) Kulit kelopak mata mengendur, jaringan lunak berkurang, sehingga mata
menjadi cekung.
3) Kelopak mata jauh dari permukaan bola mata sehingga mata tampak berair.
4) Selaput mata keruh, pinggir kornea bergaris putih,pupil kecil sehingga
penglihatan menjadi tidak terang.

8. Sistem Pendengaran
Perubahan yang terjadi pada system pendengaran akibat penuaan adalah
kehilangan daya mendengar jenis sensori neural berupa : presbikusis ( TULA =
Tuli Usia Lanjut ), dengan manifestasi klinis :
a. Kekurangan pendengaran progresif.
b. Pendengaran bertambah menurun → stress.
c. Daya diskriminasi menurun.
d. Tinnitus jika mendengar suara dengan nada tinggi.

9. Sistem Persyarafan
Pada persyarafan, walaupun tidak mengalami mitosis, tapi karena terjadinya
penurunan fungsi, maka secara klinis akan menunjukkan adanya hal-hal berikut :
1) Status mental
a. Gangguan ingatan ( lupa ).
b. Sangat hati-hati, namun inisiatif kurang.
c. Curiga
2) Insomnia → perubahan pola tidur/bangun.
3) Saraf kranialis
a. Saraf penglihatan
a) Melihat dekat terganggu
b) Melihat jauh dengan koreksi lensa
b. Saraf pendengaran
Kemampuan mendegar menurun
c. Saraf penggerak bola mata
Gerak bola mata lambat, melirik dan melihat ke atas terbatas
d. Saraf pengecap dan penghidu
Sensasi rasa terganggu
e. Sistem motorik
a. Cara berjalan dengan langkah kecil
b. Dasar melebar → Parkinson
c. Postur tubuh bungkuk
d. Ayunan tangan berkurang
e. Tungkai mengalami kekakuan
f. Tendo kurang elastis
f. Reflex
a) Reflex otot dan tumit menurun
b) Reflex telapak kaki → ekstensi
c) Reflex abdomen menghilang
g. Sensorik
a) Rasa getar menurun pada tungkai bawah
b) Ambang rasa, raba dan tusuk meningkat.
E. Perubahan Psikososial Pada Lansia
Perubahan psikososial pada lansia sering dimanifestasikan dengan tingkat
penyesuaian/adaptasi usila terhadap hal-hal berikut :
1. Penyesuaian terhadap penurunan fisik .
2. Penyesuaian terhadap penurunan penghasilan.
3. Penyesuaian terhadap pengaturan hidup yang layak.
4. Penyesuaian terhadap kematian pasangan hidup orang yang dicintai.
5. Penetapan hubungan dengan teman sebaya.
6. Pertemuan-pertemuan atau sosialisasi dengan masyarakat dan pemenuhan
kewajiban sebagai warga negara.

F. Penyakit-penyakit Yang Sering Terjadi Pada Lansia


1. Osteoarthritis
2. Hipertensi
3. Diabetes Mellitus
4. Gastritis
5. Rabun Senja
6. Remathoid Arthritis
7. Decomp Cordis
8. AMI
9. Dislokasi Sendi
2.2 KONSEP GANGGUAN PADA MUSKOLUSKELETAL

ATROFI OTOT
A. PENGERTIAN
Massa otot mulai berkurang kesiapannya pada suatu angka 6% setelah usia
30 tahun. Kekuatan statis dan dinamis otot berkurang 5% setelah usia 45 tahun.
Sedangkan endurance otot akan berkurang 1% tiap tahunnya (Budiharjo, 2005).
Kolagen berfungsi sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang,
kartilago dan jaringan pengikat. Akibat penuaan, kolagen mengalami perubahan
menjadi bentangan yang tidak teratur dan menyebabkan penurunan hubungan tarikan
linier. Penurunan ini menyebabkan tensile strength kolagen mulai menurun. Perubahan
pada kolagen ini dapat menimbulkan penurunan kekuatan otot.
Sedangkan otot sendiri mengalami penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, dan
hal ini juga menyebabkan penurunan kekuatan otot. Kelambanan serabut otot reaksi
cepat (tipe II) sering terjadi pada manula (Pudjiastuti, 2003).
Komposisi otot berubah sepanjang waktu manakala miofibril digantikan oleh lemak,
kolagen dan jaringan parut. Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan menuanya
seseorang, diikuti dengan berkurangnya jumlah nutrien dan energi yang tersedia untuk
otot sehingga kekuatan otot berkurang. Pada usia 60 tahun, kehilangan total adalah 10-
20% dari kekuatan otot yang dimiliki pada usia 30 tahun (Soedjono, 2000).
Manula mengalami atropi otot, disamping sebagai akibat berkurangnya aktifitas, juga
seringkali akibat gangguan metabolik atau denervasi syaraf (Darmojo, 2004).
Lansia mengalami penurunan pada sistem muskuloskeletal. Salah satu
diantaranya adalah penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan massa
otot (atropi otot). Ukuran otot mengecil dan penurunan massa otot lebih banyak terjadi
pada ekstrimitas bawah. Sel otot yang mati digantikan oleh jaringan ikat dan lemak.
Kekuatan atau jumlah daya yang dihasilkan oleh otot menurun dengan bertambahnya
usia. Kekuatan otot ekstrimitas bawah berkurang sebesar 40% antara usia 30 sampai 80
tahun (Gunarto, 2005).
B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM MUSKULOSKELETAL
1. Anatomi Fisiologi Rangka
Muskuloskeletal berasal dari kata muscle (otot) dan skeletal (tulang).
Rangka (skeletal) merupakan bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi dan
tulang rawan (kartilago), sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan
tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.

Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang – tulang (sekitar 206 tulang )
yang membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh. Walaupun rangka terutama
tersusun dari tulang, rangka di sebagian tempat dilengkapi dengan kartilago.
Rangka digolongkan menjadi rangka aksial, rangka apendikular, dan persendian.

a. Rangka aksial, melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan torso.


1. Kolumna vertebra
2. Tengkorak
 Tulang cranial : menutupi dan melindungi otak dan organ-organ panca
indera.
 Tulang wajah : memberikan bentuk pada muka dan berisi gigi.
 Tulang auditori : terlihat dalam transmisi suara.
 Tulang hyoid : yang menjaga lidah dan laring.
b. Rangka apendikular, tulang yang membentuk lengan tungkai dan tulang
pectoral serta tonjolan pelvis yang menjadi tempat melekatnya lengan dan
tungkai pada rangkai aksial.
c. Persendian, adalah artikulasi dari dua tulang atau lebih.
Fungsi Sistem Rangka :
1. Tulang sebagai penyangga (penopang); berdirinya tubuh, tempat
melekatnya ligamen-ligamen, otot, jaringan lunak dan organ, juga
memberi bentuk pada tubuh.
2. Pergerakan ; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat bergerak,
adanya persendian.
3. Melindungi organ-organ halus dan lunak yang ada dalam tubuh.
4. Pembentukan sel darah (hematopoesis / red marrow).
5. Tempat penyimpanan mineral (kalium dan fosfat) dan lipid (yellow
marrow).
Menurut bentuknya tulang dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Tulang panjang, terdapat dalam tulang paha, tulang lengan atas
2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak tetap dan didalamnya terdiri
dari tulang karang, bagian luas terdiri dari tulang padat.
3. Tulang ceper yang terdapat pada tulang tengkorak yang terdiri dari 2
tulang karang di sebelah dalam dan tulang padat disebelah luar.
4. Bentuk yang tidak beraturan (vertebra) sama seperti tulang pendek.
Struktur Tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi tulang pendek, panjang,
tulang berbentuk rata (flat) dan tulang dengan bentuk tidak beraturan. Terdapat
juga tulang yang berkembang didalam tendon misalnya tulang patella (tulang
sessamoid). Semua tulang memiliki sponge tetapi akan bervariasi dari
kuantitasnya.Bagian tulang tumbuh secara longitudinal,bagian tengah disebut
epiphyse yang berbatasan dengan metaphysic yang berbentuk silinder.
Vaskularisasi. Tulang merupakan bagian yang kaya akan vaskuler dengan
total aliran sekitar 200-400 cc/menit.Setiap tulang memiliki arteri menyuplai
darah yang membawa nutrient masuk di dekat pertengahan tulang kemudian
bercabang ke atas dan ke bawah menjadi pembuluh darah mikroskopis,
pembuluh ini menyuplai korteks, morrow, dan sistem harvest.
Persarafan. Serabut syaraf simpatik dan afferent (sensorik) mempersarafi
tulang dilatasi kapiler dan di control oleh saraf simpatis sementara serabut syaraf
efferent menstramisikan rangsangan nyeri.
Pertumbuhan dan Metabolisme Tulang
Setelah pubertas tulang mencapai kematangan dan pertumbuhan maksimal.
Tulang merupakan jaringan yang dinamis walaupun demikian pertumbuhan
yang seimbang pembentukan dan penghancuran hanya berlangsung hanya
sampai usia 35 tahun. Tahun –tahun berikutnya rebsorbsi tulang mengalami
percepatan sehigga tulang mengalami penurunan massanya dan menjadi rentan
terhadap injury.Pertumbuhan dan metabolisme tulang di pengaruhi oleh mineral
dan hormone sebagai berikut :
 Kalsium dan Fosfor. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor.
Konsentrasi ini selalu di pelihara dalam hubungan terbalik. Apabila kadar
kalsium meningkat maka kadar fosfor akan berkurang, ketika kadar kalsium
dan kadar fosfor berubah, calsitonin dan PTH bekerja untuk memelihara
keseimbangan.
 Calsitonin di produksi oleh kelenjar tiroid memiliki aksi dalam menurunkan
kadar kalsium jika sekresi meningkat di atas normal. Menghambat reabsorbsi
tulang dan meningkatkan sekresi fosfor oleh ginjal bila di perlukan.
 Vit. D. diproduksi oleh tubuh dan di trasportasikan ke dalam darah untuk
meningkatkan reabsorbsi kalsium dan fosfor dari usus halus, juga memberi
kesempatan untuk aktifasi PHT dalam melepas kalsium dari tulang.
Proses Pembentukan Tulang
Pada bentuk alamiahnya, vitamin D di proleh dari radiasi sinar ultraviolet
matahari dan beberapa jenis makanan. Dalam kombinasi denagan kalsium dan
fosfor, vitamin ini penting untuk pembentukan tulang.
Vitamin D sebenarnya merupakan kumpulan vitamin-vitamin, termasuk
vitamin D2 dan D3. Substansi yang terjadi secara alamiah ialah D3 (kolekalsiferol),
yang dihasilkan olehakifitas foto kimia pada kulit ketika dikenai sinar ultraviolet
matahari. D3 pada kulit atau makanan diwa ke (liver bound) untuk sebuah alfa –
globulin sebagai transcalsiferin,sebagaian substansi diubah menjadi 25 dihidroksi
kolekalsiferon atau kalsitriol. Calcidiol kemudian dialirkan ke ginjal untuk
transformasi ke dalam metabolisme vitamin D aktif mayor, 1,25 dihydroxycho
lekalciferol atau calcitriol. Banyaknya kalsitriol yang di produksi diatur oleh
hormone parathyroid (PTH) dan kadar fosfat di dalam darah, bentuk inorganic dari
fosfor penambahan produksi kalsitriol terjadi bila kalsitriol meningkat dalam PTH
atau pengurangan kadar fosfat dalam cairan darah.
Kalsitriol dibutuhkan untuk penyerapan kalsium oleh usus secara optimal
dan bekerja dalam kombinasi dengan PTH untuk membantu pengaturan kalsium
darah. Akibatnya, kalsitriol atau pengurangan vitamin D dihasilkan karena
pengurangan penyerapan kalsium dari usus, dimana pada gilirannya mengakibatka
stimulasi PHT dan pengurangan,baik itu kadar fosfat maupun kalsium dalam
darah.
1. Hormon parathyroid. Saat kadar kalsium dalam serum menurun sekresi
hormone parathyroid akan meningkat aktifasi osteoclct dalam
menyalurkan kalsium ke dalam darah lebih lanjutnya hormone ini
menurunkan hasil ekskresi kalsium melalui ginjal dan memfasilitasi
absorbsi kalsium dari usus kecil dan sebaliknya.
2. Growth hormone bertanggung jawab dalam peningkatan panjang tulang
dan penentuan matriks tulang yang dibentuk pada masa sebelum
pubertas.
3. Glukokortikoid mengatur metabolism protein. Ketika diperlukan
hormone ini dapat meningkat atau menurunkan katabolisme untuk
mengurangi atau meningkatkan matriks organic. Tulang ini juga
membantu dalam regulasi absorbsi kalsium dan fosfor dari usus kecil.
4. Seks hormone estrogen menstimulasi aktifitas osteobalstik dan
menghambat hormone paratiroid. Ketika kadar estrogen menurun seperti
pada masa menopause, wanita sangat rentan terjadinya massa tulang
(osteoporosis).

Persendian
Persendian dapat diklasifikasikan menurut struktur (berdasarkan ada
tidaknya rongga persendian diantara tulang-tulang yang beratikulasi dan jenis
jaringan ikat yang berhubungan dengan paersendian tersebut) dan menurut
fungsi persendian (berdasarkan jumlah gerakan yang mungkin dilakukan pada
persendian).
Gambar. Sendi
(http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_files/mp_376/images/hal14a.jpg)

1. Klasifikasi struktural persendian :


a) Persendian fibrosa
b) Persendian kartilago
c) Persendian synovial.

2. Klasifikasi fungsional persendian :


a) Sendi Sinartrosis atau Sendi Mati
Secara structural, persendian ini dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau
kartilago.
b) Amfiartrosis
Sendi dengan pergerakan terbatas yang memungkinkan terjadinya sedikit
gerakan sebagai respon terhadap torsi dan kompresi .
c) Diartrosis
Sendi ini dapat bergerak bebas,disebut juga sendi sinovial.Sendi ini memiliki
rongga sendi yang berisi cairan sinovial,suatu kapsul sendi yang
menyambung kedua tulang, dan ujung tilang pada sendi sinovial dilapisi
kartilago artikular.

3. Klasifikasi persendian sinovial :


a) Sendi sfenoidal : memungkinkan rentang gerak yang lebih besar,menuju ke
tiga arah. Contoh : sendi panggul dan sendi bahu.
b) Sendi engsel : memungkinkan gerakan ke satu arah saja. Contoh : persendian
pada lutut dan siku.
c) Sendi kisar : memungkinkan terjadinya rotasi di sekitar aksis sentral.Contoh :
persendian antara bagian kepala proximal tulang radius dan ulna.
d) Persendian kondiloid : memungkinkan gerakan ke dua arah di sudut kanan
setiap tulang. Contoh : sendi antara tulang radius dan tulang karpal.
e) Sendi pelana : Contoh : ibu jari.
f) Sendi peluru : memungkinkan gerakan meluncur antara satu tulang dengan
tulang lainnya. Contoh : persendian intervertebra.

2. Anatomi Fisiologi Otot.


Otot (muscle) adalah jaringan tubuh yang berfungsi mengubah energi kimia
menjadi kerja mekanik sebagai respon tubuh terhadap perubahan lingkungannya.
Jaringan otot, yang mencapai 40% -50% berat tubuh,pada umumnya tersusun
dari sel-sel kontraktil yang serabut otot. Melalui kontraksi, sel-sel otot
menghasilkan pergerakan dan melakukan pekerjaan.
1. Fungsi sistem Muskular
a) Pergerakan
b) Penopang tubuh dan mempertahankan postur
c) Produksi panas.
2. Ciri-ciri otot
a) Kontraktilitas
b) Eksitabilitas
c) Ekstensibilitas
d) Elastisitas.
1. Klasifikasi Jaringan Otot
Otot diklasifikasikan secara structural berdasarkan ada tidaknya striasi silang (lurik), dan
secara fungsional berdasarkan kendali konstruksinya,volunteer (sadar) atau involunter
(tidak sadar), dan juga berdasarkan lokasi,seperti otot jantung, yang hanya ditemukan di
jantung.
2. Jenis-jenis Otot
a) Otot rangka adalah otot lurik,volunter, dan melekat pada rangka.
b) Otot polos adalah otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat ditemukan
pada dinding organ berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding
tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan,reproduksi, urinarius, dan sistem
sirkulasi darah.
c) Otot jantung adalah otot lurik,involunter, dan hanya ditemukan pada jantung.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL

I. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan. Untuk itu,
diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah klien sehingga dapat
memberi arah terhadap
1. Anamnesis.
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui :
1) Identitas meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawainan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
2) Pada umunya keluhan utama artritis reumatoid adalah nyeri pada daerah sendi yang
mengalami masalah. Untuk mempperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien,
perawat dapat menggunakan metode PQRST.
a) Provoking incident : Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
peradangan.
b) Quality Of Painn: Nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat menusuk.
c) Region,Radition,Relief : Nyeri dapat menjalar atau menyebar , dan nyeri terjadi di
sendi yang mengalami masalah.
d) Severity(scale) Of Pain: Nyeri yang dirasakan ada diantara 1-3 pada rentang skala
pengukuran 0-4.
e) Time : Berapa lama nyeri berlangsung,kapan,apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3) Riwayat penyakit sekarang. Pengumpulan data dilakukan sejak keluhan muncul.Pada
klien artritis reumatoid , stadium awal biasanya ditandai dengan gangguan keadaan
umum berupa malaise, penurunan berat badan,rasa capek,sedikit panas,dan anemia.
Gejala lokal yang terjadi berupa pembengkakan, nyeri, dan gangguan gerak pada sendi
metakarpofalangeal. Perlu dikaji kapan gangguan sensorik muncul. Gejala awal terjadi
pada sendi. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,pergelangan
tangan,sendi lutut,sendi siku,pergelangan kaki, sendi bahu, serta sendi panggul, dan
biasanya bersifat bilateral/simetris. Akan tetapi,kadang artritis reumatoid dapat terjadi
hanya pada satu sendi.
4) Riwayat penyakit dahulu. Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang
mendukung terjadinya artritis reumatoid. Penyakit tertentu seperti penyakit diabetes
menghambat proses penyembuhan artritis reumatoid. Masalah lain yang perlu ditanyakan
adalah apakah klien pernah dirawat dengan masalah yang sama. Sering klien ini
menggunakan obat antireumatik jangka panjang sehingga perlu dikaji jenis obat yang
digunakan (NSAID, antibiotik, dan analgesik).
5) Riwayat penyakit keluarga. Kaji tentang adakah keluarga dari generasi terdahulu yang
mengalami keluhan yang sama dengan klien.
6) Riwayat psikososial. Kaji respon emosi klien terhadap penyakit dan perannya dalam
keluarga dan masyarakat. Klien ini dapat mengalami ketakutan akan kecacatan karena
perubahan bentuk sendi dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri).
Klien ini juga dapat mengalami penurunan libido sampai tidak dapat melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan kelemahan fisik serta nyeri.
Klien artritis reumatoid akan merasa cemas tentang fungsi tubuhnya sehingga perawat
perlu mengkaji mekanisme koping klien. Kebutuhan tidur dan istirahat juga harus dikaji,
selain lingkungan, lama tidur, kebiasaan, kesulitan, dan pengguanaan obat tidur.
2. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan B6 (Bone) yang dikaitkan dengan keluhan klien.
1) B1 (Breathing). Klien artritis reumatoid tidak menunjukkan kelainan sistem
pernapasan pada saat inspeksi.Palpasi toraks menunjukkan taktil fremitus
seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ada suara napas tambahan.
2) B2 (Blood). Tidak ada iktus jantung pada palpasi. Nadi mungkin meningkat,
iktus tidak teraba.Pada auskultasi,ada suara S1 dan S2 tunggal dan tidak ada
murmur.
3) B3(Brain). Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah,
klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
a) Kepala dan wajah : Ada sianosis.
b) Mata : Skelera biasanya tidak ada ikterik.
c) Leher : Biasanya JVP dalam batas normal
d) Telinga : Tes bisik atau Weber masih dalam keadaan
normal. Tidak ada l esi atau nyeri tekan.
e) Hidung : Tidak ada deformitas,tidak ada pernapasan cuping
hidung.
f) Mulut dan faring : Tidak ada pembesaran tonsil,gusi tidak terjadi
perdarahan,mukosa mulut tidak pucat.
g) Status mental : penampilan dan tingkah laku klien biasanya tidak
mengalami perubahan.
4) B4 (Bladder). Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada
keluhan pada sistem perkemihan.
5) B5 (Bowel). Umumnya klien artritis reumatoid tidak mengalami gangguan
eliminasi.Meskipun demikian,perlu dikaji frekuensi,konsitensi,warna serta
bau feses.Frekuensi berkemih,kepekatan urin,warna,bau,dan jumlah urin juga
harus dikaji.Gangguan gastointestinal yang sering adalah mual,nyeri
lambung,yang menyebabkan klien tidak nafsu makan,terutama klien yanmg
menggunakan obat reumatik dan NSAID. Peristaltik yang menurun
menyebabkan klien jarang defekasi.
6) B6 (Bone )
 Look : Didapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa
(abnormal), deformitas pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan
kaki,dan sendi besar lutut,panggul dan pergelangan tangan.Adanya degenerasi
serabut otot memungkinkan terjadinya pengecilan,atrofi otot yang disebabkan
oleh tidak digunakannya otot akibat inflamasi sendi.Sering ditemukan nodul
subkutan multipel.
 Feel : Nyeri tekan pada sendi yang sakit.
 Move : Ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan
manifestasi nyeri bila menggerakan sendi yang sakit. Klien sering mengalami
kelemahan fisik sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari.
Pemeriksaan diagnostik :
 Pemeriksaan radiologi
Pada tahap awal, foto rontgen tidak menunjukkan kelainan yang mencolok. Pada
tahap lanjut, terlihat rarefaksi korteks sendi yang difus dan disertai trabekulasi
tulang, obliterasi ruang sendi yang memberi perubahan degeneratif berupa densitas,
iregullaritas permukaan sendi, serta spurring marginal. Selanjutnya bila terjadi
destruksi tulang rawan, akan terlihat penyempitan ruang sendi dengan erosi pada
beberapa tempat.

II. Diagnosa Keperawatan


1. Resiko terhadap cedera; fraktur yang berhubungan dengan penurunan
fungsi tubuh.

III. Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Diagnosa Implementasi
Tujuan Intervensi Rasional
Keperwatan
Resiko Tidak  Tingkatkan aktivitas fisik  Aktifitas fisik dapat
terhadap terjadi untuk menguatkan otot, menguatkan otot, mencegah
cedera; cidera mencegah atropi disuse, dan atropi disuse, dan hambat
fraktur yang dan hambat demineralisasi demineralisasi tulang
berhubungan fraktur tulang progresif. progresif.
dengan  Berikan dorongan untuk  latihan isometrik berguna
penurunan melakukan latihan isometrik untuk menguatkan otot-otot
fungsi tubuh. untuk menguatkan otot-otot trunkus.
trunkus
 Berikan dorongan untuk  berjalan, penggunaan
berjalan, penggunaan mekanik tubuh yang baik,
mekanik tubuh yang baik, dan postur tubuh yang benar
dan postur tubuh yang benar dapat menguatkan otot.
 Hindari membungkuk tiba-  membungkuk tiba-tiba,
tiba, gerakan mendadak, dan gerakan mendadak, dan
mengangkat berat mengangkat berat dapat
mengakibatkan cedera.
 Berikan dorongan untuk  aktivitas diluar rumah di
melakukan aktivitas diluar bawah sinar matahari
rumah di bawah sinar berguna untuk
matahari untuk meningkatkan kemampuan
meningkatkan kemampuan tubuh memproduksi vitamin
tubuh memproduksi vitamin D
D.
BAB III
KERANGKA TEORI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA GERONTIK DENGAN
GANGGUAN MUSKULOSKELETAL

Input Proses Output

Evaluasi
Gangguan Tidak terjadi cidera
muskuloskeletal Manajemen ASKEP dan fraktur

Pengkajian
Karakteristik Klien
a) Karena proses penuaan DO :
b) Atropi akibat inaktivitas -Nyeri pada sendi
(misalnya karena terlalu banyak -Penurunan dan peningkatan
duduk) calsium
c) Defisiensi steroid gonadal. DS :
d) Osteoporosis oleh karena -pasien tampak meringis
defisiensikalsium, kesakitan
alcoholism dan pengaruh -sendi tampak bengkak
tembakau.
e) Osteomalasia (tulang
lunak) oleh karena
defisiensi vitamin D.
Intervensi
Diagnosa Intervensi Pasien
1. Resiko terhadap cedera; fraktur a.Tingkatkan aktivitas fisik untuk
yang berhubungan dengan menguatkan otot, mencegah atropi
penurunan fungsi tubuh.
disuse, dan hambat demineralisasi tulang
progresif.
a. Berikan dorongan untuk melakukan
latihan isometrik untuk menguatkan
otot-otot trunkus
b. Berikan dorongan untuk berjalan,
penggunaan mekanik tubuh yang
baik, dan postur tubuh yang benar
c. Hindari membungkuk tiba-tiba,
gerakan mendadak, dan mengangkat
berat

Sumber
Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Muskuloskeletal. Cet.1. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Ed.6 ; Cet.1 ; Jil.II. Jakarta : EGC.
Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Cet. 1. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Suratun. 2008. Asuhan Keperawatan Klein Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Cet. 1. Jakarta : EGC.
Syaifiddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3 ; Cet.
1. Jakarta : EGC.
http://www.daviddarling.info/images/muscles_human_body_back.jpg

http://www.daviddarling.info/images/muscles_human_body_front.jpg
DAFTAR PUSTAKA

Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Cet.1.
Jakarta : EGC.

Price, Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6 ; Cet.1 ; Jil.II.
Jakarta : EGC.

Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Cet. 1. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Suratun. 2008. Asuhan Keperawatan Klein Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Cet. 1.


Jakarta : EGC.

Syaifiddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3 ; Cet. 1.


Jakarta : EGC.

http://www.daviddarling.info/images/muscles_human_body_back.jpg

http://www.daviddarling.info/images/muscles_human_body_front.jpg

Anda mungkin juga menyukai