Anda di halaman 1dari 34

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PENKES GIZI SEIMBANG PADA LANSIA

TERHADAP STATUS GIZI LANSIA

OLEH:
KELOMPOK
1. Iin Solihin :21221180
2. Sukirno : 21221183
3. Warkita Santana : 21221184
4. Dede Herdiansyah : 21221185
5. Suntoso : 21221186
6. Ahmad Muhdi Misabahaludin : 21221187
7. Cahya Edi Darajat : 21221187

PROGRAM PROFESI NERS

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayat-Nya penulisan dan penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul “PENGARUH
PENKES GIZI SEIMBANG PADA LANSIA TERHADAP STATUS GIZI LANSIA” dapat
terselesaikan. Karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu tugas mata ajar keperawatan gerontik
program profesi ners STIKes PERTAMEDIKA.
Karya tulis ilmiah ini penulis harapkan dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh penkes
gizi seimbang pada lansia terhadap status gizi. Penulis menyadari dalam pembuatan karya tulis
ilmiah ini masih banyak kekurangan di banyak bagian, untuk itu penulis mengharapkan saran
dan kritik supaya penulis dapat memperbaikinya.
BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang

Lansia adalah seorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri
untuk memenuhu kebutuhan hidupnya sehari-hari, (Ratnawati, 2017)

Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang di tandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradabtasi dengan stress lingkungan.

Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan
terhadap kondisi stress fisiologis, (Efendi & Makhfudli 2010)

Gizi adalah unsur yang terkandung di dalam makanan, yang dimana unsur-unsur itu dapat memberikan
suatu manfaat bagi tubuh yang ketika mengkonsumsinya dapat menjadi sehat. (Chairinniza K. Graha)
Status gizi adalah sebagai ilmu yang pempelajari proses-proses yang terjadi pada hidup organisme
hidup dan proses tersebut dapat mencakup pengambilan dan pengolahan antara jat padat dan cair yang
berasal dari makanan yang diperlukan untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan serta berfungsinya
organ-organ tubuh dan menghasilkan energi. (Menurut Who)

Gizi seimbang adalah pola makan yang seimbang antara zat gizi yang diperoleh tubuh dengan aneka
makanan, dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi untuk hidup yang cerdas, sehat dan produktif.
(menurut kemenkes)

Masalah gizi pada lansia di pengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya kurangnya pengetahuan oleh
karna itu perlunya pendidikan kesehatan pada lansia mengenai gizi seimbang

Pendidikan kesehatan dadalah sebuah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyrakat agar
masyrakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara, dan meningkatkan taraf
kesehatannya. Pendidikan kesehatan merupakan bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk
membantu klien baik individu, kelompok maupun masyrakat dalam mengatasi masalah kesehatannya
melalui kegiatan pembelajaraan yang didalamnya perawat sebagai perawat pendidik sesuai tugas
seorang perawat (Notoatmodjo, 2018)

Menurut nursalam dan efendi tujuan pendidikan kesehatan merupakan suatu harapan agar terjadi
perubahan pada pengetahuan, sikap dan perilaku individu, keluarga maupun masyrakat dalam
memelihara perilaku hidup sehat ataupun peran aktif sebagai upaya dalam penanganan drajat
kesehatan yang optimal (Deborah, 2020)
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dengan metode wawancara kepada beberapa lansia
yang berobat ke puskesmas cisimet dari 20 lansia 18 diantaranya tidak mengetahui mengenai gizi
seimbang pada lansia
Berdasarkan data tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan karya tulis ilmiah dengan judul
“PENGARUH PENKES GIZI SEIMBANG PADA LANSIA TERHADAP STATUS GIZI LANSIA”

B. Rumusan Masalah

Pengaruh penkes gizi seimbang pada lansia terhadap status gizi lansia

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

2. tujuan Khusus

D. Manfaat Penelitian

1, Bagi Pelayanan Keperawatan

2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

3. Bagi Masyrakat/Pasien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua,
tetapi berkembang dari bayi, anak- anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua (Azizah, 2011).
Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan
secara bertahap dalam jangka waktu tertentu.
Menurut WHO (World Health Organization) 2009, lansia dikelompokkan menjadi 4 kelompok
yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) : usia 45-59 tahun
b. Lansia (elderly) : usia 60-74 tahun
c. Lansia Tua (old) : usia 75-90 tahun
d. Usia Sangat Tua (very old) : usia diatas 90 tahun
Departemen Kesehatan RI 2009 memberikan batasan lansia sebagai berikut :
a. Virilitas (prasenium) : masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55-
59 tahun)
b. Usia Lanjut Dini (senescen) : kelompok yang mulai memasuki masa usialanjut dini (usia 60-64
tahun)
c. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif : usia diatas 65 tahun
(Fatmah, 2012)
Pengertian lansia dibedakan atas 2 macam, yaitu lansia kronologis (kalender) dan lansia biologis
(menurunnya daya tahan fisik). Lansia biologis mudah diketahui dan dihitung, sedangkan lansia
biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh, individu yang berusia muda tetapi secara biologis
dapat tergolong lansia jika dilihat dari keadaan jaringan tubuhnya (Fatmah, 2010).
Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomi,
fisiologis, dan biokimia pada
jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan badan
secara keseluruhan
.
2. Teori-teori Tentang Lansia
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
dan kerusakan yang di derita. Proses menua harus terjadi secara umum pada seluruh spesies seacar
progresif seiring waktu yang menghasilkan perubahan yang menyebabkan disfungsi organ dan
menyebabkan kegagalan suatu organ atau sistem tubuh tertentu Fatmah, 2010).
Terdapat tiga dasar fundamental yang dipakai untuk menyusun berbagai teori menua yaitu:
a. Pola penuaan pada hampir semua spesies mamalia diketahui adalah sama.
b. Laju penuaan ditentukan oleh gen yang sangat bervariasi pada setiapspesies.
c. Laju atau kecepatan penuaan dapat diperlambat, namun tidak dapat dihindari atau dicegah (Fatmah,
2010).
Beberapa teori penuaan yang diketahui dijelaskan berikut ini:
a. Teori Berdasarkan Sistem Organ
Teori berdasarkan sistem organ (organ system based story) ini berdasarkan dugaan adanya hambatan
dari organ tertentu dalam tubuh yang akan menyebabkan terjadinya proses penuaan. Organ tersebut
adalah sistem endokrin dan sistem imun. Pada proses penuaan, kelenjar timus mengecil yang
menurunkan fungsi imun. Penurunan sistem imun menimbulkan peningkatan insidensi penyakit
infeksi pada lansia. Dapat dikatakan bahwa peningkatan usia berhubungan dengan peningkatan
insidensi penyakit. 3
b. Teori Kekebalan Tubuh
Teori kekebalan tubuh (breakdown theory) ini memandang proses penuaan terjadi akibatadanya
penurunan sistem kekebalan secara bertahap, sehingga tubuh tidak dapat lagi mempertahankan diri
terhadap luka, penyakit sel mutan ataupun sel asing. Hal ini terjadi karena hormon-hormon yang
dikeluarkan oleh kelenjar timus yang mengontrol sistem kekebalan tubuh telah menghilang seiring
dengan bertambahnya usia.
c. Teori Kekebalan
Teori kekebalan (autoimunity) ini menekankan bahwa tubuh lansia yang mengalami penuaan sudah
tidak dapat lagi membedakan antara sel normal dan sel tidak normal, dan muncul antibodi yang
menyerang keduanya yang pada akhirnya menyerang jaringan itu sendiri. Mutasi yang berulang atau
perubahan protein pascatranslasi dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem tubuh
mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan
pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel
yang mengalami perubahahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah
yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Salah satu bukti yang ditemukan ialah
bertambahnya kasus penyakit degeneratif pada orang berusia lanjut.
d. Teori Psikologi
Sebagi contoh, teori adaptasi stress (stress adaptation theory) menjelaskan proses menua sebagai
akibat adaptasi terhadap stress. Stress dapat berasal dari dalam maupun dari luar, juga dapat bersifat
fisik, psikologik, maupun sosial.
e. Teori Psikososial
Semakin lanjut usia seseorang, maka ia semakin memperhatikan dirinya san arti hidupnya, dan kurang
memperhatikan peristiwa atau isu-isu yang terjadi. 4
f. Teori Kontinuitas
Gabungan antara teori pelepasan ikatan dan teori aktivitas. Perubahan diri lansia dipengaruhi oleh tipe
kepribadiannya. Seseorang yang sebelumnya sukses, pada usia lanjut akan tetap berinteraksi dengan
lingkungannya serta tetap memelihara identitas dan kekuatan egonya karena memiliki tipe
kepribadian yang aktif dalam kegiatan sosial.
g. Teori Sosiologi
Teori perubahan yang menerangkan menurunnya sumber daya dan meningkatnya ketergantungan,
mengakibatkan keadaan sosial yang tidak merata dan menurunnya sistem penunjang sosial. Teori
pelepasan ikatan (disengagement theory) menjelaskan bahwa pada usia lanjut terjadi penurunan
partisipasi kedalam masyarakat karena terjadi proses pelepasan ikatan atau penarikan diri secara
pelan- pelan dari kehidupan sosialnya. Pensiun merupakan contoh ilustrasi proses pelepasan yang
memungkinkan seseorang untuk bebas dari tanggung jawab dari pekerjaan dan tidak perlu mengejar
peran lain untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Teori ini banyak mendapatkan kritikan dari
berbagai ilmuwan sosial.
h. Teori Aktivitas
Berlawanan dengan teori pelepasan ikatan, teori aktivitas ini menjelaskan bahwa lansia yang sukses
adalah yang aktif dan ikut dalam kegiatan sosial. Jika seseorang sebelumnya sangat aktif, maka pada
usia lanjut ia akan tetap memelihara keaktifanny seperti peran dalam keluarga dan masyarakat dalam
berbagai kegiatan sosial dan keagamaan, karena ia tetap merasa dirinya berarti dan puas dihari tuanya.
Bila lansia kehilangan peran dan tanggung jawab di masyarakat atau keluarga, maka ia harus segera
terlibat dalam kegiatan lain seperti klub atau organisasi yang sesuai dengan bidang atau minatnya.
Teori ini menganggap bahwa pelepasan ikatan bukan merupakan proses alamiah seperti pendapat
Cumming & Hendry. Dalam pandangan teori aktivitas, teori pelepasan adalah melekatnya
5 sifat atau pembawaan wanita dan tidak kea rah masa tua yang fositif, (Fatmah, 2010)
i. Teori Biologis
Dulunya proses penuaan biologis tubuh dikaitkan dengan organ tubuh. Akan tetapi, kini proses
penuaan biologis ini dihubungkan dengan perubahan dalam sel-sel tubuh disebabkan oleh :
1) Memiliki batas maksimum untuk membelah diri sebelum mati,
2) Setiap spesies mempunyai krakteristik dan masa hidup yang berbeda
3) Penurunan fungsi dan efisiensi selular terjadi sebelum sel mampu membelah diri secara maksimal.
Lansia mengalami penurunan fungsi fisiologis pada rongga mulut sehingga mempengaruhi
mekanisme makanan. Perubahan dalam rongga mulut yang terjadi pada lansia mencangkup
tanggalnya gigi, mulut kering dan penurunan motilitas esofagus (Meiner, 2006).

3. Perubahan-Perubahan Pada Lansia


Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik
ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan
memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat
dan kurang gairah. Menurut Nugroho, 2008. Perubahan-perubahan pada lansia adalah sebagai berikut:
a. Perubahan-perubahan Fisik
1) Sel
Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar ukurannya. Berkurangnya jumlah cairan tubuh
dan berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal,darah, dan
hati, serta terjadi penurunan jumlah sel otak.
2) Sistem persarafan
Sistem persarafan terjadi penurunan hubungan persarafan, berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak
tiap orang berkurang setiap 6 harinya), saraf panca indra mengecil Menjadikan penglihatan
berkurang, pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitive terhadap
perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin.

3) Sistem Pendengaran
Terjadi gangguan pendengaran, hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada
usia 65 tahun. Membran timpani menjadiatropi menyebabkan otosklerosis. Terjadi pengumpulan
serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin. Mengalami vertigo (perasaan tidak stabil
seperti berputar atau bergoyang).
4) Sistem Penglihatan
Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan
penglihatan. Penurunan atau hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopia, seorang sulit
melihat dekat yang mempengaruhi berkurangnya elastisitas lensa. Lapang pandang menurun luas
pandang berkurang. Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, terjadinya penurunan elastisitas dinding aorta, kemampuan
jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan
kontraksi dan volume menurun. Curah jantung menurun, kehilangan elastisitas pembuluh darah,
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
5) Sistem Pernapasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, paru-paru kehilangan elastisitas,
kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan
kedalaman bernafas menurun. Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang,
kemampuan 7 kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia. Oksigen
dalam arteri menurun menjadi 75 mmHg.
6) Sistem Pencernaan
Indera pengecap menurun, hilangnya sensitifitas saraf pengecapan dilidah terhadap rasa manis, asin,
asam, dan pahit, esophagus mengalami pelebaran. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun,
mortilitas dan waktu pengosongan lambung menurun. Peristaltik melemah dan biasanya timbul
konstipasi.
7) Sistem Reproduksi
a) Wanita
Payudara mengalami atrofi. Selain itu vulva juga mengalami atrofi.
b) Pria
Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan secara berangsur-
angsur. Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi kesehatannya baik,yaitu:
a) Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai lanjut usia.
b) Sebanyak ±75% pria usia diatas 65 tahun mengalamipembesaran prostat.
8) Sistem Genitourinaria
Ginjal mengalami pengecilan nefron akibat atrofi membuat aliran darah ke ginjal menurun sampai
±50% sehingga fungsi tubulus berkurang, akibatnya, kemampuan konsentrasi urine menurun, berat
jenis urine menurun, proteinuria, BUN (blood urea nitrogen) meningkat. Vesika urinaria terjadi otot
menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni
meningkat.
9) Sistem Integumen
Kulit mengerut akibat kehilangan jaringan lemak. Permukaan kulit kasar dan bersisik karena
kehilangan proses keratinisasi, 8 serta perubahan ukuran dan bentuk- bentuk sel epidermis. Kelenjar
keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
10) Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh. Gangguan tulang, yakni mudah mengalami
demineralisasi. Kekakuan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebra, pergelangan, dan paha.
Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area tulang tersebut. Kartilago yang meliputi
permukaan sendi tulang penyangga rusak. Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas,
gangguan gaya berjalan, kekakuan jaringan penghubung. Diskus intervertebralis menipis dan menjadi
pendek. Persendia membesar dan menjadi kaku. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis. Atrofi
serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan menjadi tremor.
Komposisi otot berubah sepanjang waktu. Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses
menua. Otot polos tidak begitu berpengaruh.
b. Perubahan mental
Faktor yang mempengaruhi perubahan mental, antara lain:
1) Perubahan fisik, khususnya organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Kenangan (memori)
a) Kenangan jangka panjang : berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup beberapa
perubahan.
b) Kenangan jangka pendek (0-10 menit) kenangan buruk.
7) IQ (integelency quantion) perubahan spiritual.

4. Masalah-masalah Pada Lansia


Menurut Nugroho tahun 2008 masalah dan penyakit pada lanjut usia,antara lain :
a. Masalah Fisik umum
1) Mudah jatuh
Jatuh pada lanjut usia merupakan masalah yang sering terjadi. Penyebabnya multi- faktor. Baik faktor
intrinsik maupun dari dalam diri lanjut usia.
2) Mudah lelah

Hal ini dapat disebabkan oleh faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan, atau depresi), gangguan
organis, misalnya: anemia, kekurangan vitamin, perubahan pada tulang, gangguan pencernaan,
kelainan metabolisme, gangguan ginjal dengan uremia, gangguan faal hati, gangguan sistem
peredaran darah dan jantung.
b. Gangguan Karadiovaskuler
1) Nyeri dada
Nyeri dada dapat disebabkan oleh penyakit jantung koroner, aneuritsme aorta, radang selaput jantung.
2) Sesak nafas pada kerja fisik
Sesak nafas pada kerja fisik dapat disebabkan oleh kelemahan jantung, gangguan sistem saluran nafas,
berat badan berlebih dan anemia.
3) Palpitasi
4) Edema kaki

c. Nyeri atau ketidaknyamanan


Nyeri pinggang atau punggung, nyeri sendi pinggul, keluhan pusing, kesemutan pada anggota badan.
d. Berat badan menurun
Berat badan menurun disebabkan oleh nafsu makan menurun karena kurang adanya gairah hidup,
adanya penyakit kronis, gangguan pada saluran pencernaan, faktor sosial ekonomi.
e. Gangguan eliminasi
1) Inkontinensia atau ngompol
Inkontinensia atau ngompol disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, kontraksi abdomen
pada kandung kemih, obat diuretik, radang kandung kemih, radang sakuran kemih, kelainan kontrol
pada kandung kemih.
2) Inkontinesia alvi
f. Inkontinesia alvi disebabkan oleh obat pencahar perut, gangguan saraf, keadaan diare, kelainan pada
usus besar, kelainan pada ujung saluran pencernaan, dan neurodiabetik. Gangguan ketajaman
penglihatan Gangguan ketajaman penglihatan disebabkan oleh presbiopi, kelainan lensa mata,
kekeruhan pada lensa, tekanan dalam mata, retina terjadi degenerasi, radang saraf mata.
g. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran disebabkan oleh kelainan degenerasi, ketulianpada lanjut usia, vertigo, dan
tinntus.
h. Gangguan tidur
Gangguan tidur pada lansia disebabkan oleh:
1) Faktor eksternal (luar), misalnya lingkungan yang kurang tenang
2) Faktor intrinsic, baik organik maupun psikogenik. Organic bergerak (akatisia), dan penyakit
tertentu yang membuat gelisah. Psikogenik, misalnya depresi, kecemasan, stress, iritabilitasi dan
marah yang tidak disalurkan.
i. Mudah gatal
Mudah gatal disebabkan oleh kelainan kulit dan penyakit sistemik.

5. Asupan Makanan Pada Lansia


Penuaan juga berhubungan dengan gangguan pengaturan nafsu makan dan asupan energi sehingga
dapat menimbulkan anoreksia atau obesitas. Kehilangan berat badan mungkin akan menyebabkan
malnutrisi, perubahan tiba-tiba dan dapat menimbulkan kematian.
a. Energi
Kecukupan gizi yang dianjurkan untuk lansia (˃60 tahun) pada pria adalah 2.200 kalori pada wanita
ialah 1.850 kalori. Menurut WHO,seseorang yang telah berusia 40 tahun sebaiknya menurunkan
konsumsi energi sebanyak 5% dari kebutuhan sebelumnya, kemudian padausia 50 tahun dikurangi
lagi sebanyak 5%. Selanjutnya, pada usia 60-70 tahun, konsumsi energi dikurangi lagi 10%, dan
setelah berusia diatas 70 tahun sekali lagi dikurangi 10% (Fatmah, 2010).
Makanan untuk lansia adalah yang cukup energi untuk mempertahankan fungsi tubuh, aktivitas otot
dan pertumbuhan serta membatasi kerusakan yang menyebabkan penuaan dan penyakit . Energi yang
diperlukan diperoleh dari karbohidrat, protein dan lemak. Masyarakat Indonesia umumnya
menggunakan karbohidrat sebagai penyumbang energi terbesar karena dijadikan sebagai makanan
pokok. Asupan energi yang berlebihan akan mempengaruhi terjadinya penyakit degeneratif karena
kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Hal ini dapat mengakibatkan berat
badan lebih (Proverawati, 2011).
b. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon, hidrogen, dan oksigen. Sebagai
salah satu zat gizi, fungsi utama karbohidrat adalah penghasil energi di dalam tubuh. Seiring dengan
bertambahnya usia, gangguan-gangguan fungsional tubuh 12
pada lansia sangat mempengaruhi aktivitas sel tubuh. Hal ini tentunya akan mempengaruhi sistem
pencernaan dan metabolisme pada lansia dapat berupa kekurangan bahkan kelebihan gizi. Munculnya
gangguan- gangguanini dapat menimbulkan penyakit tertentu atau sebagai akibat dari adanya suatu
penyakit tertentu (Fatmah, 2010).
c. Protein
Protein adalah suatu substansi kimia dalam makanan yang terbentuk dari serangkaian atau rantai-
rantai asam amino. Protein dalam makanan didalam tubuh akan berubah menjadi asam amino yang
sangat berguna bagi tubuh yaitu untuk membangun dan memelihara sel, seperti otot, tulang, enzim,
dan sel darah merah. Selain fungsinya sebagai pembangun dan pemelihara sel, protein juga dapat
berfungsi sebagai sumber energi dengan menyediakan 4 kalori per gram, namun sumber energi bukan
merupakan fungsi utama protein. Pemilihan protein yang baik untuk lansia sangat penting mengingat
sintesis protein didalam tubuh tidak sebaik saat masih muda, dan banyak terjadi kerusakan sel yang
harus segera diganti. Kebutuhan protein untuk usia 40 tahun masih tetap sama seperti usia
sebelumnya. Pakar gizi menganjurkan kebutuhan protein lansia dipenuhi diri yang bernilai biologis
tinggi seperti telur, ikan, dan protein hewani lainnya karena kebutuhan asam amino esensial
meningkat pada usia lanjut. Akan tetapi, harus diingat bahwa konsumsi protein yang berlebihan akan
memberatkan kerja ginjal dan hati. Kebutuhan protein untuk lansia USA ditentukan sebesar 0,8
gr/kgBB/hari. Pada lansia yang sakit kebutuhan dapat mempertahankan keseimbangan nitrogen.
Keadaan peningkatan kebutuhan protein karena terjadi katabolisme jaringan (penurunan massa otot)
serta adanya penyakit baik yang akut maupun yang kronik (Darmojo, 2010). 13
d. Lemak
Lemak adalah penyumbang energi terbesar per gramnya dibandingkan penghasil energi yang lain
(karbohidrat dan protein). Satu gram lemak menghasilkan 9 kilokalori, sedangkan satu gram protein
dan karbohidrat masing-masing menghasilkan 4 kilokalori. Fungsi lain dari lemak adalah sebagai
pelarut vitamin A, D, E, dan K untuk keperluan tubuh . Lemak jenuh adalah lemak yang dalam
struktur kimianyamengandung asam lemak jenuh. Konsumsi lemak jenis ini dalam jumlah berlebihan
dapat meningkatkan kolesterol dalam darah. Lemak jenis ini cenderung meningkatkan kadar
kolesterol dan trigliserida yang merupakan komponen- komponen lemak didalam darah yang
berbahaya bagi kesehatan. Lemak tak jenuh merupakan lemak yang memiliki ikatan rangkap yang
terdapat di dalam minyak (lemak cair) dan dapat berada dalam dua bentuk yaitu isomer cis, hanya
sedikit yang berada dalam bentuk trans. Jumlah asam lemak trans (trans-fatty acid-TFA) dapat
meningkat di dalam makanan berlemak terutama margarin akibat proses pengolahan yang diterapkan.
Karena kebutuhan energi telah menurun saat seseorang berada diatas usia 40 tahun, maka dianjurkan
untuk mengurangi konsumsi makanan berlemak terutama lemak hewani yang kaya akan asam lemak
jenuh dan kolesterol. Lemak nabati umumnya tidak berbahaya karena banyak mengandung asam
lemak tak jenuh dan tidak mengandung kolesterol (Fatmah, 2010).
Tabel asupan kecukupan gizi (AKG)

Asupan Laki-laki Perempuan


Kecukup
an Gizi 55-64 ˃65 55-64 ˃65
(AKG)
Energi 2.250 kalori 2.050 kalori 1.750 kalori 1.600 kalori

Protein 60 gr 60 gr 50 gr 50 gr

Lemak 50 gr 45,5 gr 39 gr 36 gr

Karbohidra 400 gr 350 gr 285 gr 248 gr


t

6. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Selera Makan Lansia


Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan selera makan lansiadiuraikan sebagai berikut
e. Kehilangan Gigi
Usia tua merusak gigi dan gusi sehingga menimbulkan kurangnya kenyamanan atau munculnya rasa sakit
saat mengunyah makanan.
f. Kehilangan Indera Perasa dan Penciuman
Hilangnya indera perasa dan penciuman akan menurunkan nafsu makan. Selain itu, sensitivitas rasa manis
dan asin berkurang.
g. Berkurangnya cairan saluran cerna (sekresi pepsin), dan enzim- enzim pencernaan proteolitik.
Pengurangan ini mengakibatkan penyerapanprotein tidak berjalan efisien.
h. Berkurangnya sekresi saliva
Kurangnya saliva dapat menimbulkan kesulitan dalam menelan dan dapat mempercepat terjadinya proses
kerusakan pada gigi.
i. Penurunan motilitas usus
Terjadinya penurunan motilitas usus yang memperpanjang waktu singgah (transit time) dalam saluran
gastrointestinal mengakibatkan pembesaran perut dan konstipasi.

B. Konsep Gizi Seimbang

1. Pengertian Gizi/Nutrisi

merupakan zat yang berasal dari makanan yang telah dicerna dan diproses didalam tubuh sehingga menjadi
zat yang berguna untuk memelihara dan membentuk jaringan tubuh, mengatur sistem fisiologi didalam
tubuh, menghasilkan energi, dan melindungi tubuh dari serangan penyakit.

Nutrisi merupakan proses yang digunakan untuk pertumbuhan, mempertahankan kehidupan, dan fungsi
normal dari organ-organ, serta dapat menghasilkan energi melalui proses organisme menggunakan
makanan yang meliputi digesti, absorpsransportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan. (Festy W, 2018).

Gizi atau nutrisi didapatkan melalui proses metabolisme yang kompleks sehingga menjadi sumber energi
dan dapat memberikan tenaga bagi manusia untuk beraktivitas (Hasdianah dkk, 2013).

1. Anatomi Fisiologi Nutrisi Menurut Festy W (2018), sistem tubuh yang berperan dalam pemenuhan
kebutuhan nutrisi antara lain :
1. Mulut Mulut
merupakan bagian awal dari tahapan saluran pencernaan. Mulut terdiri dari dua bagian luar yang
sempit (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, pipi, dan bagian dalam yaitu rongga mulut. Di
dalam mulut makanan yang dikunyah akan hancur sampai merata karena makanan di dalam mulut
14 mengalami proses mekanis yang dibantu oleh enzim amylase. Enzim amylase ini akan memecah
amilium yang terkandung dalam makanan menjadi amylase. Proses pengunyahan ini akan
terkoordinasi antara lidah, gigi dan otot-otot mengunyah. Di dalam mulut juga terdapat kelenjar
saliva yang menghasilkan saliva untuk membantu proses pencernaan dengan cara mencerna hidrat
arang khususnya amylase, melicinkan bolus sehingga mudah di telan, mengencerkan bolus, dan
menetralkan (Festy W, 2018).
2. Faring dan Esofagus Faring merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berada di belakang
mulut, hidung dan laring. Faring bagian atas melebar hingga vertebra servikal keenam dan
berbentuk kerucut. Faring langsung berhubungan dengan esophagus yang memiliki otot panjang
kurang lebih 20-25 cm yang berbentuk tabung dan berada dibelakang trakea, di depan tulang
punggung, kemudian masuk melalui toraks menembus diafragma yang berhubungan langsung
dengan abdomen serta menyambung dengan lambung Esophagus berfungsi menghantarkan
makanan dari faring menuju lambung. Esophagus berbentuk seperti silinder yang memiliki rongga
dengan panjang kurang lebih 2 cm dengan keduan ujungnya dilindungi oleh sfingter. Sfingter ini
dalam keadaan normal selalu tertutup pada bagian atas, kecuali bila ada makanan yang masuk
menuju lambung. Hal ini bertujuan untuk mencegah gerakan balik ke organ atas yaitu esophagus
(Festy W, 2018).
3. Lambung Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang terdiri dari bagian atas (fundus),
bagian utama, dan bagian bawah berbentuk horizontal (antrum pilorik). Lambung berhubungan
langsung dengan esophagus melalui orifisium atau kardia dengan duodenum melalui pilorik.
Lambung terletak di bagian bawah diafragma dan pankreas, sedangkan limpa menempel pada
sebelah kiri fundus. Lambung berfungsi sebagai fungsi motoris dan fungsi sekresi serta pencernaan.
Fungsi motoris lambung sebagai reservoir untuk menampung makanan sampai dicerna sedikit demi
sedikit dan sebagai pencampur adalah mensekresi pepsin dan HCL yang akan mengubah protein
menjadi pepton, amylase memecah amilum menjadi maltose, lipase memecah lemak menjadi asam
lemak, dan gliserol membentuk sekresi gastrin. Makanan berada di dalam lambung selama 2-6 jam,
kemudian bercampur dengan getah lambung (cairan asam bening tak berwarna) yang mengandung
0,4% HCL untuk mengasamkan semua makanan serta bekerja sebagai antiseptik dan desinfektan
(Festy W, 2018).
4. Usus Halus Usus halus merupakan tabung berlipat-lipat dengan panjang kurang lebih 2,5 meter
dalam keadaan hidup dan dalam keadaan mati usus halus akan bertambah panjang menjadi kurang
lebih 6 meter karena adanya relaksasi otot yang telah kehilangan tonusnya. Usus halus berfungsi
mencerna dan mengabsorbsi chime dari 16 lambung. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu
duodenum dengan panjang kurang lebih 25 cm, jejenum dengan panjang kurang lebih 2 meter dan
ileum kurang lebih panjangnya 1 meter. Pada duodenum zat-zat makanan telah halus dan terjadi
absorbsi kalsium, besi dengan bantuan vitamin D, vitamin A, D, E dan K dengan bantuan empedu
dan asam folat (Festy W, 2018).
5. Usus Besar Usus besar disebut juga dengan kolon yang merupakan sambungan dari usus halus dan
memiliki panjang kurang lebih 1,5 meter. Sambungan dari usus halus ini dimulai dari katup ileokolik
atau ileoasekal yang merupakan tempat lewatnya makanan. Kolon terbagi atas asenden,
transversum, sigmoid dan berakhir di rektum yang panjangnya sekitar 10 cm dari usus besar. Fungsi
utama dari usus besar yaitu untuk mengabsorbsi air (kurang lebih 90%), elektrolit, vitamin, dan
sedikit glukosa. Kapasitas absorbsi air kurang lebih yaiti 5000 cc/hari (Festy W, 2018).
2. Kebutuhan Zat Gizi Pada Lansia
Menurut Almaitser (2011) dalam Marni (2013), tubuh memerlukan zat gizi untuk melakukan fungsinya,
yaitu membangun dan memelihara jaringan, menghasilkan energi serta mengatur proses-proses
kehidupan. Jika nutrisi tidak mengandung zat gizi sesuai dengan kebutuhan tubuh maka kebutuhan
nutrisi tidak akan optimal.
Ada beberapa komponen zat gizi yang diperlukan oleh lansia,antara lain :
1. Kalori
Kebutuhan kalori pada seseorang ditentukan oleh berbagai faktor antara lain tinggi dan berat
badan, jenis kelamin, status kesehatan dan penyakit serta tingkat kebiasaan aktivitas fisik. Oleh
karena itu kebutuhan kalori pada lansia berbeda dengan orang dewasa. Mengatur pola makan
sangat mempengaruhi jumlah kalori yang akan dikonsumsi oleh seseorang sehingga tidak terjadi
masalah kekurangan ataupun kelebihan kalori. Pada lansia kebutuhan kalori menurun sekitar 5%
pada usia 40-49 tahun, dan 10% pada usia 50-59 tahun serta 15% pada usia 60-69 tahun (Fatmah,
2010).
2. Karbohidrat dan Serat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia. Setiap 1 gram karbohidrat yang
dikonsumsi menghasilkan energi sebanyak 4 kkal dan hasil proses oksidasi (pembakaran) akan
digunakan oleh tubuh untuk menjalankan fungsi-fungsinya seperti bernafas, kontraksi jantung dan
otot serta menjalankan berbagai aktivitas fisik (Fatmah, 2010). Serat salah satu komponen penting
dalam makanan yang dapat berperan dalam mencegah berbagai penyakit. Manfaat dari
mengkonsumsi serat yaitu dapat menurunkan kadar kolesterol serum, sedangkan serat pada biji-
bijian atau sayuran dapat menjaga fungsi usus dan mencegah sembelit. Asupan serat dan
karbohidrat yang dibutuhkan tubuh berkurang seiring bertambahnya usia. Akan 18 tetapi, akibat
penurunan asupan lemak pada lansia maka kebutuhan kalori meningkat sedikit sedangkan
kebutuhan serat pada lansia tidak terlalu banyak (Fatmah, 2010).

3. Protein
Protein diperlukan oleh tubuh sebagai zat pembangun dan pemelihara sel. Menurut Fatmah (2010),
pemeliharaan protein bagi lansia sangat penting karena sintesis protein didalam tubuh tidak
seoptimal sewaktu muda dan kerusakan sel yang terjadi harus segera diganti. Pakar gizi
menganjurkan kebutuhan protein pada lansia harus terpenuhi dari nilai biologis tinggi seperti telur,
ikan dan protein hewani lainnya karena kebutuhan asam amino esensial pada usia lanjut
mengalami peningkatan.
4. Lemak
Lemak dalam tubuh berfungsi sebagai sumber energi cadangan, memudahkan penyerapan vitamin
yang larut, pengaturan suhu tubuh, mengurangi sekresi asam dan aktivitas otot perut. Lemak
dibedakan menjadi dua yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Lemak jenuh yaitu lemak yang
dalam struktur kimianya mengandung lemak jenuh. Mengkonsumsi lemak jenuh secara berlebihan
dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah sehingga dapat mengakibatkan penyumbatan
dan penyempitan pembuluh darah yang berakibat ke penyakit jantung. Sehingga untuk
menurunkan kadar kolesterol dalam darah maka harus 19 mengkonsumi lemak tak jenuh antara
lain bawang putih, tempe, anggur, apel, alpukat dan ikan (Fatmah, 2010).
5. Vitamin
Vitamin dikelompokkan dalam vitamin larut lemak dan larut air. Vitamin harus diekskresi dari
makanan yang dikonsumsi sehari-hari karena vitamin tidak diproduksi oleh tubuh.
a. Vitamin A adalah vitamin yang larut lemak yang terdapat pada sayuran hijau tua dan buah-
buahan berwarna kuning. Vitamin A diperlukan tubuh untuk menjaga ketajaman penglihatan,
kesehatan rambut, kulit, kelenjar hormon, gusi dan memelihara fungsi tubuh lainnya.
Mengkonsumsi vitamin A yang berlebihan pada lansia sangat tidak dianjurkan karena dapat
menimbulkan toksisitas. Warna kulit yang kekuningan merupakan tanda kelebihan dosis
vitamin.
b. Vitamin B merupakan vitamin yang larut air. Vitamin B1 (tiamin) penting untuk menjaga agar
sel saraf tetap berfungsi dengan baik dan untuk mempertahankan nafsu makan pada lansia.
c. Vitamin B2 (riboflavin) berguna untuk membangun dan memepertahankan jaringan tubuh yang
sehat. Riboflavin juga penting dalam proses penyembuhan luka. Riboflavin banyak terdapat
pada susu, gandum, roti dan sereal telur, daging dan sayuran hijau.
d. Vitamin B3 (niasin) untuk menjaga kesehatan kulit, menjaga fungsi sel saraf, serta mencegah
demensia. Niasin banyak terkandung pada gandum, roti dan sereal yang mengandung banyak
vitamin. Namun jika niasin dikonsumsi dalam jumlah yang berlebih dapat menimbulkan
toksisitas yang ditandai dengan diare, muntah, ulkus, peptikum dan kerusakan hepar.
e. Vitamin B6 (piridoksin) berfungsi untuk pemecahan glikogen dan membantu dalam proses
metabolisme. Piridoksin sangat dibutuhkan untuk aktivitas otak dan menjaga fungsi normal dari
saraf pusat serta menjaga kesehatan kulit. Sumber piridoksin berasal dari telur, produk
gandum, kacang, dan daging. Jika makanan dibekukan maka kandungan piridoksinnya akan
menurun, dan bila dikonsumsi dalam jumlah besar dapat menyebabkan toksisitas yang ditandai
dengan hilangnya koordinasi otot.
f. Kobalamin berfungsi untuk menjaga sistem saraf agar dapat bekerja dengan baik dan
digunakan dalam proses pembentukan hemoglobin. Kekurangan kobalamin mengakibatkan
adanya anemia, gangguan saraf, dan gangguan pencernaan. Kobalamin banyak ditemukan pada
hewani.
g. Folat juga termasuk dalam vitamin B, tapi penamaannya tidak menggunakan nomor. Asam
folat merupakan bentuk yang paling stabil dari folat dan jarang terdapat di makanan, folat
banyak ditemukan dalam suplemen vitamin. Zat ini dibutuhkan 21 untuk pembentukan sel
tubuh dan zat makanan. Sumber folat adalah sayuran hijau, lacing hijau, dan jus jeruk.
Mengkonsumsi suplemen asam folat diperlukan karena folat yang terdapat di makanan tidak
dapat diolah dengan baik oleh tubuh.
h. Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin yang larut air yang mudah hilang ketika
proses memasak makanan. Tubuh membutuhkan makanan yang mengandung vitamin C setiap
hari karena vitamin C tidak dapat disimpan oleh tubuh. Vitamin C berfungsi untuk membangun
dan memelihara sel tubuh serta mempertahankan kesehatan gigi dan gusi. Kekurangan vitamin
C menyebabkan luka gagal sembuh, tulang melemah, degenerasi otot, dan meningkatkan
resiko infeksi dan jatuh pada lansia. Vitamin C banyak terdapat pada jeruk, strawberi, tomat
dan sayuran.
i. Vitamin D (kolekalsiferol) adalah vitamin yang larut lemak. Vitamin D dibutuhkan untuk
absorbsi kalsium dan fosfor untuk mempertahankan jaringan tulang. Wanita lansia dapat
beresiko mengalami fraktur sekunder akibat osteoporosis karena mengalami defesiensi vitamin
D. Vitamin D dapat dijumpai terutama pada sinar matahari, minyak ikan dan makanan yang
diperkaya dengan vitamin D. mengkonsumsi vitamin D secara berlebihan dapat meningkatkan
absorbsi kalium yang akan meningkatkan kerja ginjal.
j. Vitamin E (tokoferol) merupakan vitamin yang larut lemak berfungsi sebagai pelindung
jaringan tubuh dan mencegah kerusakan sel darah merah. Vitamin E banyak ditemukan pada
kacang, biji bunga matahari, gandum dan minyak sayur. Sumber vitamin E terbaik adalah
minyak sayur. Mengkonsumsi jumlah vitamin E secara berlebihan dan dalam jumlah besar
dapat mempengaruhi proses pembekuan tetapi tidak menyebabkan toksisitas.
k. Vitamin K merupakan vitamin yang larut lemak yang berperan sebagai regulasi kalium darah,
membantu perkembangan tulang, dan proses pembekuan darah. Vitamin K banyak terdapat
pada produk hewani, sayur-sayuran, brokoli, kol dan buah.
l. Vitamin K diekstraksi dari sumber vitamin K oleh bakteri di usus sehingga konsumsi antibiotik
yang membunuh bakteri usus dapat mengganggu proses ekstraksi vitamin K. Jika seseorang
mengalami defisiensi vitamin K maka dapat menimbulkan perdarahan.
m. Cairan Mengkonsumsi cairan yang tepat sangat berperan penting bagi kesehatan dan
merupakan salah satu kebutuhan lansia. Menurut Miller (2004), lansia mengkonsumsi 1500-
2000 ml (6-8 gelas) per hari untuk menjaga hidrasi. Minuman seperti kopi, teh kental, minuman
ringan, es, alkohol atau sirup tidak baik untuk kesehatan lansia dan harus dihindari (Fatmah
2010). Asupan cairan pada lansia harus diperhatikan karena omoreseptor pada lansia kurang
sensitive sehingga lansia seringkali tidak merasa haus. Selain penurunan rasa haus, peningkatan
jumlah lemak dan penurunan fungsi ginjal untuk memekatkan urin dapat menimbulkan
masalah kekurangan cairan pada lansia apabila asupan cairan kurang terpenuhi (Fatmah, 2010).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemenuhan Gizi Pada Lansia Menurut Alimul (2015) faktor yang
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi pada lansia antara lain :
1 Usia Seiring pertambahan usia maka kebutuhan zat gizi karbohidrat dan lemak menurun, sedangkan
kebutuhan protein, vitamin dan mineral meningkat. Hal ini karena protein, vitamin dan mineral
berfungsi sebagai antioksidan untuk melindungi sel-sel tubuh dari radikal bebas (Alimul, 2015).
2 Jenis Kelamin Pada lansia laki-laki lebih banyak memerlukan kalori, protein dan lemak. Hal ini
disebabkan karena adanya perbedaan tingkat aktivitas fisik pada laki-laki dan perempuan (Alimul, 2015)
3 Perawatan Mulut yang Tidak Adekuat Perawatan mulut yang tidak adekuat berpengaruh pada
kesehatan mulut yang dapat mengakibatkan kekurangan nutrisi dan berpengaruh pada sistem
pencernaan. Faktor yang menyebabkan tidak adekuatnya perawatan gigi adalah tingkat ekonomi
rendah, 24 rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya pelayanan perawatan gigi dan mahalnya
pelayanan perawatan gigi (Alimul, 2015).
4 Gangguan fungsional dan proses penyakit Ganguan fungsional erat hubungannya dengan kekurangan
nutrisi khususnya pada lansia. Masalah gangguan fungsional dan penyakit mempengaruhi kemampuan
lansia dalam memperoleh, mempersiapkan dan menikmati makanan (Alimul, 2015).
5 Efek Pengobatan Pengobatan mempengaruhi nutrisi yang berhubungan dengan absorbsi dan ekskresi
nutrisi yang masuk ke dalam tubuh. Pengobatan menjadi faktor resiko terjadinya gangguan sistem
pencernaan dan tidak adekuatnya nutrisi yang masuk ke dalam sistem pencernaan. Selain itu, obat yang
dikonsumsi dapat mengubah nafsu makan, rasa atau bau yang mempengaruhi nutrisi ataupun memiliki
efek samping seperti mual, muntah atau diare (Alimul, 2015).
6 Gaya hidup Mengkonsumsi alkohol dan rokok dapat mengubah status nutrisi pada lansia. Alkohol
memepengaruhi absorbsi vitamin B dan vitamin C. Sedangkan merokok dapat mengurangi kemampuan
mencium dan merasakan makanan serta turut campur dalam absorbsi vitamin C dan asam folat (Alimul,
2015).
7 Psikososial Faktor psikososial dapat mempengaruhi selera dan pola makan pada lansia. Cemas dan juga
stress dapat mempengaruhi proses sistem pencernaan melalui sistem saraf autonomi. Depresi, masalah
memori dan penurunan kognitif lainnya dapat mempengaruhi pola makan dan kemampuan dalam
menyiapkan makanan (Alimul, 2015).
8 Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Latar belakang suku, kepercayaan dan faktor budaya dapat
mempengaruhi seseorang dalam mendefinisikan, memilih, menyiapkan dan memakan makanan serta
minuman. Faktor budaya dapat mempengaruhi pola makan seseorang sehingga hal ini memiliki
hubungan dengan status kesehatan seseorang. Status ekonomi masa lalu dan sekarang juga
mempengaruhi pola makan, menurut Fatmah (2010) bahwa terdapat hubungan erat antara kekurangan
nutrisi dan pendapatan yang rendah. Lansia dengan pendapatan yang rendah akan memikirkan dan
memilih dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama untuk makan. Bahkan, lansia yang kurang
pendapatan bisa saja makan hanya sekali dalam sehari karena kebutuhan yang kurang mencukupi.
Pendidikan juga mempengaruhi status nutrisi lansia. Biasanya lansia dengan pendidikan yang rendah
akan diasosiasikan dengan kekurangan nutrisi dan kurang pelayanan kesehatan (Alimul, 2015).
9 Faktor Lingkungan Menurut Fatmah (2010), banyak hambatan dalam identifikasi dalam lingkungan
perawatan lansia seperti panti werdha, pelayanan sosial dan rumah sakit. Lansia yang berada di
ekonomi rendah cenderung dibawah rumah yang dibawah standar dan mungkin tidak memiliki
peralatan untuk menyimpan dan memasak makanan sehingga mempengaruhi asupan makanan (Alimul,
2015).
4. Masalah-masalah Nutrisi Pada Lansia Masalah nutrisi pada lansia merupakan rangkaian proses masalah
gizi sejak usia muda yang manifestasinya timbul setelah tua. Masalah nutrisi pada lansia yaitu :
1. Obesitas Obesitas pada lansia biasanya disebabkan karena mengkonsumsi makanan yang berlebihan,
banyak mengandung lemak, karbohidrat dan protein yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Proses
metabolisme yang menurun pada lansia dapat menyebabkan kalori yang berlebih yang nantinya akan
diubah menjadi lemak sehingga mengakibatkan kegemukan jika tidak diimbangi dengan peningkatan
aktivitas fisik atau penurunan jumlah makanan (Fatmah, 2010).
2. Malnutrisi Malnutrisi dapat terjadi pada lansia yang mengalami berat badan lebih maupun lansia
dengan berat badan kurang. Malnutrisi dihubungkan dengan kurangnya vitamin dan mineral, dalam 27
beberapa kasus terjadi pula kekurangan kalori. Malnutrisi protein kalori diartikan sebagai hilang dan
rendahnya albumin, sehingga lansia disarankan untuk diberikan intake protein yang adekuat (Fatmah,
2010).
5. Penilaian Status Nutrisi Tubuh membutuhkan bahan untuk menyediakan energi yang digunakan untuk
metabolisme dan perbaikan sel, fungsi organ, pertumbuhan, serta pergerakan tubuh. Laju metabolisme
basal (Basal Metabolic Rate/BMR) adalah energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup (bernafas, sirkulasi, denyut jantung, dan suhu) pada periode tertentu saat istirahat.
Faktor-faktor seperti usia, berat badan, jenis kelamin, kelaparan, demam, menstruasi, penyakit, cidera,
infeksi, tingkat aktivitas, dan fungsi tiroid dapat mempengaruhi kebutuhan energi. Penggunaan energi
istirahat (Restig Energy Expenditure/REE) atau laju metabolisme istirahat merupakan jumlah energi
yang dibutuhkan setiap individu selama 24 jam sehingga tubuh dapat mempertahankan semua aktivitas
kerja internal saat beristirahat (Potter & Perry, 2010). Pemecahan makanan, pencernaan, absorpsi, dan
asupan makanan merupakan faktor penting dalam menentukan status nutrisi.
1. Keseimbangan energi Manusia membutuhkan energi untuk terus-menerus berhubungan dengan
lingkungannya. 28 Keseimbangan energi = pemasukan energi – pengeluaran energi atau pemasukan
energi = total pengeluaran energi (panas + kerja + energi yang disimpan).
a. Pemasukan energi Pemasukan energi merupakan energi yang dihasilkan selama oksidasi
makanan. Makanan merupakan sumber energi utama bagi manusia. Dari makanan yang
dimakan kemudian dipecah secara kimiawi menjadi protein, lemak, dan karbohidrat. Besarnya
energi yang dihasilkan dengan satuan kalori, satu kilokalori juga disebut juga satu kalori besar
(K) atau kkal adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 kg air besar 1
serajat celcius. Satu kkal = 1 K atau sama dengan 1.000 kalori. Ketika makanan tidak bersedia
maka akan terjadi pemecahan glikogen yang merupakan cadangan karbohidrat yang disimpan
dalam hati dan jaringan otot (Potter & Perry, 2010).
b. Pengeluaran energi Pengeluaran energi yang digunakan oleh tubuh untuk mensupport jaringan
dan fungsi-fungsi organ tubuh. Cadangan energi tubuh berbentuk senyawa fosfat seperti
adenosine triphospat (ATP). Kebutuhan energi seseorang ditentukan oleh Basal Metabolisme
Rate (BMR) dan aktivitas fisik. Kebutuhan (0,1 x (energi setiap = (BMR + 24) + Konsumsi + untuk
hari ditentukan kkal setiap hari aktivitas) dengan rumus jika nilai 29 pemasukan energi lebih
kecil dari pengeluaran energi maka akan terjadi keseimbangan negative sehingga cadangan
makanan dikeluarkan, hal ini berakibat pada penurunan berat badan. Sebaiknya, jika
pemasukan energi lebih banyak dari pengeluaran energi maka terjadi keseimbangan positif,
kelebihan energi akan disimpan dalam tubuh sehingga terjadi peningkatan berat badan (Potter
& Perry, 2010).
c. Basal Metabolisme Rate (BMR) Basal metabolisme rate adalah energi yang digunakan tubuh
pada saat istirahat yaitu untuk kegiatan fungsi tubuh seperti pergerakan jantung, pernafasan,
peristaltik usus, kegiatan kelenjar-kelenjar tubuh (Potter & Perry, 2010). Kebutuhan kalori basal
dipengaruhi oleh :
1. Usia Pada saat usia 0-10 tahun kebutuhan metabolisme basal bertamah dengan cepat, hal
ini berhubungan dengan faktor pertumbuhan. Setelah usia 20 tahun lebih konstan (Potter &
Perry, 2010).
2. Jenis kelamin Pada laki-laki kebutuhan metabolisme basal lebih besar dibanding dengan
wanita. Pada laki-laki kebutuhan BMR 1,0 kkal/Kg BB/jam sedangkan pada wanita 0,9
kkal/Kg BB/jam (Potter & Perry, 2010).
3. Tinggi dan berat badan Luas permukaan tubuh dipengaruhi oleh tinggi dan berat badan.
Makin luas pengeluaran panas maka akan lebih banyak sehingga kebutuhan basal
metabolisme lebih besar (Potter & Perry, 2010).
4. Kelainan endokrin Hormon tiroksin berpengaruh terhadap metabolisme, peningkatan
tiroksin misalnya pada hipertiroid akan meningkatkan basal metabolisme sedangkan
penurunan tiroksin akan menurunkan metabolisme (Potter & Perry, 2010).
5. Suhu lingkungan Suhu lingkungan yang lebih dingin akan meningkatkan metabolisme untuk
menyesuaikan diri, sehingga tubuh harus lebih banyak memproduksi panas (Potter & Perry,
2010).
6. Keadaan sakit Pada orang yang sakit maka suhu tubuh meningkat. Peningkatan suhu tubuh
tersebut akan mempercepat reaksi kimia dimana peningkatan 1 derajat celcius akan
meningkatkan BMR sebanyak 14% (Potter & Perry, 2010). 31 7) Keadaan stress dan
ketegangan Keadaan stress dan ketegangan akan merangsang produksi katekolamin yang
mempunyai efek peningkatan metabolisme (Potter & Perry, 2010).

C. Konsep Pendidikan Kesehatan

1. Pengertian Pendidikan Kesehatan

Menurut WHO dalam Depkes (2006), mendefinisikan pendidikan kesehatan adalah proses
pemberdayaan individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengendalikan
determinandeterminan kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan mereka (Subaris,
2016: 3). Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku hidup sehat yang didasari atas
kesadaran diri baik itu di dalam individu, kelompok ataupun masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan (Sari, 2013: 142). Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan
pendidikan di dalam bidang kesehatan. Hasil (output) yang diharapkan dari suatu pendidikan kesehatan
adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif
(Notoatmodjo, 2007 dalam Jurnal Fatimah et al., 2016: 47). Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah kegiatan atau upaya untuk meningkatkan kesehatan
dan memperluas pengetahuan tentang kesehatan agar terhindar dari penyakit.

2. Tujuan Pendidikan Kesehatan Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992


bahwa tujuan dari pendidikan kesehatan yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga
produktif secara ekonomi maupun sosial, pendidikan kesehatan di semua program kesehatan; baik
pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayananan kesehatan,
maupun program kesehatan lainnya (Wahid Iqbal M & Nurul Chayatin, 2009: 9-10 dalam Jurnal Sari,
2013: 142). Tersosialisasinya program-program kesehatan dan terwujudnya masyarakat Indonesia
baru yang berbudaya hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan
(Machfoedz & Suryani, 2013: 81). Menurut Green. L (1980) dalam Subaris (2016: 7), tujuan
pendidikan kesehatan terdiri dari 3 tingkatan, yaitu: 2.1.2.1 Tujuan program merupakan pernyataan
tentang apa yang akan dicapai dalam periode waktu tertentu yang berhubungan dengan status
kesehatan. 2.1.2.2 Tujuan pendidikan merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai dapat
mengatasi masalah kesehatan yang ada. 2.1.2.3 Tujuan perilaku merupakan pendidikan atau
pembelajaran yang harus tercapai (perilaku yang diinginkan). Tujuan perilaku berhubungan dengan
pengetahuan dan sikap.
3. Strategi Pendidikan Kesehatan Menurut WHO (1984) dalam Subaris (2016: 8), strategi pendidikan
kesehatan meliputi:
a. Advokasi (advocacy), tujuannya agar pembuat kebijakan mengeluarkan peraturan yang
menguntungkan kesehatan.
b. Dukungan sosial (social support), tujuannya agar kegiatan promosi kesehatan mendapat
dukungan dari tokoh masyarakat.
c. Pemberdayaan masyarakat (empowerment), tujuannya agar masyarakat mempunyai
kemampuan untuk meningkatkan kesehatannya, sedangkan menurut piagam Ottawwa (1986),
Strategi pendidikan kesehatan adalah:
a. Kebijakan Berwawasan Kesehatan
b. Lingkungan yang Mendukung
c. Reorientasi Pelayanan Kesehatan
d. Keterampilan Individu
e. Gerakan Masyarakat Menurut Machfoedz & Suryani (2013: 87) strategi pendidikan
kesehatan diarahkan untuk: pertama mengembangkan kebijakan guna mewujudkan
masyarakat yang sehat. Kedua membina suasana, iklim dan lingkungan yang mendukung.
Ketiga memperkuat, mendukung dan mendorong kegiatan masyarakat. Keempat
meningkatkan kemampuan dan keterampilan perorangan. Kelima mengupayakan
pembangunan kesehatan yang lebih memberdayakan masyarakat.
4. Sasaran Pendidikan Kesehatan Menurut Machfoedz & Suryani (2013: 81) sasaran pada pendidikan
kesehatan yaitu perorangan atau keluarga, masyarakat, lembaga 12 pemerintah / lintas sektor /
politisi / swasta dan petugas / pelaksana program. Sedangkan menurut Sari (2013: 143) dimensi
sasaran pendidikan terdiri dari tiga dimensi yaitu pendidikan kesehatan individu dengan sasaran
individu, pendidikan kelompok dengan sasaran kelompok, pendidikan kesehatan masyarakat
dengan sasaran masyarakat luas. Sedangkan, sasaran pendidikan kesehatan itu sendiri dibagi
menjadi tiga, yaitu:

a. Sasaran primer (Primary Target) Yaitu sasaran langsung pada masyarakat berupa segala upaya
pendidikan/promosi kesehatan.
b. Sasaran sekunder (Secondary Target) Lebih ditujukan pada tokoh masyarakat dengan harapan
dapat memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakatnya secara lebih luas.
c. Sasaran tersier (Tersiery Target) Sasaran ditujukan pada pembuat keputusan/penentu
kebijakan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah dengan tujuan keputusan yang diambil
dari kelompok ini akan berdampak kepada perilaku kelompok sasaran sekunder yang kemudian
pada kelompok primer.
5. Metode dan Teknik Pendidikan Kesehatan
Menurut Subaris (2016: 13) metode dan teknik promosi kesehatan adalah suatu kombinasi antara
cara-cara atau metode dan alat-alat bantu atau media yang digunakan dalam setiap pelaksanaan
promosi kesehatan. 13 Menurut Notoatmodjo (2010) dalam Subaris (2016: 13) metode dan teknik
pendidikan kesehatan berdasarkan sasarannya dibagi 3 yaitu:
a. Metode pendidikan kesehatan individual Metode ini digunakan apabila antara promotor
kesehatan dan sasaran atau kliennya dapat berkomunikasi langsung, baik bertatap muka
maupun melalui sarana komunikasi lainnya misalnya telepon. Cara ini paling efektif karena
antara petugas kesehatan dengan klien dapat saling berdialog, merespon dalam waktu
bersamaan. Metode dan teknik pendidikan kesehatan individual ini yang terkenal adalah
councelling.
b. Metode pendidikan kesehatan kelompok Sasaran kelompok ini dibagi menjadi dua, yaitu
kelompok kecil yang terdiri dari 6 sampai 15 orang dan kelompok besar terdiri antara 15 sampai
dengan 50 orang. Metode pendidikan kesehatan pada kelompok ini dibedakan, yaitu: a. Pada
kelompok kecil metode dan teknik yang digunakan misalnya diskusi kelompok, metode curah
pendapat, bola salju, bermain peran, metode permainan simulasi dan sebagainya. b. Metode
dan teknik pendidikan kesehatan untuk kelompok besar, misalnya metode ceramah yang diikuti
atau tanpa diikuti dengan tanya jawab, seminar loka karya dan sebagainya. Untuk memperkuat
metode ini perlu dibantu dengan alat bantu misalnya overhead projector, soundsystem dan
film.
c. Metode pendidikan kesehatan masal Apabila sasaran pendidikan kesehatan adalah masal atau
publik maka metode-metode dan teknik pendidikan kesehatan tersebut tidak akan efektif
karena itu harus digunakan metode pendidikan kesehatan masal. Metode dan teknik
pendidikan kesehatan yang sering digunakan adalah: a. Ceramah umum. b. Penggunaan media
massa elektronik seperti radio dan televisi. Penyampaian pesan melalui media elektronik
dirancang dengan berbagai bentuk misalnya talkshow. c. Penggunaan media cetak misalnya
koran, majalah, buku, leaflet ataupun selembaran. d. Penggunaan media di luar ruang,
misalnya: billboard, spanduk dan umbul-umbul. 2.1.6 Media Pendidikan Kesehatan Menurut
Machfoedz & Suryani (2013: 137) yang dimaksud media pendidikan kesehatan pada hakikatnya
adalah alat bantu pendidikan (AVA). Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut
merupakan alat saluran (channel) untuk menyampaikan kesehatan. Berdasarkan fungsinya
sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media) dibagi menjadi 3, yakni:
6. Media Cetak Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat
bervariasi antara lain:
a. Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesanpesan kesehatan dan bentuk buku,
baik tulisan maupun gambar.
b. Leaflet adalah bentuk peyampaian informasi atau pesanpesan melalui lembaran yang dilipat. Isi
informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar, atau kombinasi.
c. (selembaran) adalah seperti leaflet tetapi, tidak dalam bentuk lipatan.
d. Flip chart (lembar balik) adalah penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan dalam
bentuk lembar balik seperti dalam bentuk buku.
e. Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah
kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
f. Poster adalah bentuk media cetak berisi pesan-pesan atau informasi kesehatan, yang biasanya
ditempel di temboktembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum. g. Foto yang
mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
7. Media Elektronik Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan atau
informasi kesehatan antara lain:
a. Televisi adalah penyampain pesan atau informasi kesehatan melalui media televisi dapat dalam
bentuk sandiwara, forum diskusi, diskusi masalah kesehatan dan sebagainya.
b. Radio adalah penyampaian informasi atau pesan kesehatan melalui radio dalam bentuk
obrolan, ceramah dan sebagainya.
c. Video adalah penyampain informasi atau pesan kesehatan dapat melalui video.
d. Slide juaga dapat digunakan menyampaikan pesan-pesan kesehatan.
e. Media Papan (Bill board) Papan yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi
dengan pesan atau informasi kesehatan. Media papan disini juga mencakup pesan yang ditulis
pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum (bus atau taksi).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan kuantitatif , penelitian dilakukan untuk


memperoleh deskripsi yang dapat dipercaya dari sebuah karakter polemik yang
menyatukan data dan pengambilan data yang berhubungan dengan angka baik yang
didapatkan dari hasil pengukuran maupun nilai suatu data (Notoatmojo,2018).
Desain dalam penelitian dengan rancangan Quasi Eksperimen menggunakan
pendekatan One Group Pretes-Postets dengan memberikan perlakuan kepada semua
responden yang akan dijadikan sample. Rancangan penelitian bisa digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 3.1
Skema One Group Pretes – Postest Design

R R : O1 X1 O2

Keterangan :
R : Responden penelitian
R1 : Responden kelompok perlakuan (intervensi)
O1 : Pretest pertama kelompok intervensi sebelum perlakuan
X1 : Uji coba/intervensi pada kelompok perlakuan sesuai protokol
O2 : Pretest kedua kelopmok intervensi setelah perlakuan
Subjek Kasus
Moleong (2010: 132) mendeskripsikan subjek penelitian sebagai informan
yang artinya orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Menurut
Anton M. Moeliono (2012) mendeskripsikan subjek penelitian sebagai orang
yang diamati sebagai sasaran penelitian.

48
49

Subjek penelitian ini yaitu seseorang yang masuk kedalam kelompok lanjut
usia yaitu berusia lebih dari 60 tahun. Jumlah subjek penelitian yaitu
sebanyak 18 orang.

Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah RT 04 RW 05 Kelurahan Bintaro Jakarta
Selatan.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian yang terdiri dari waktu persiapan, pelaksanaan dan
penyusunan laporan dan pemberian intervensi dilaksanakan pada tanggal
20 Juli 2022 – 2 Agustus 2022. Lama waktu studi kasus ini adalah 2
minggu.
Prosedur Penelitian
Penelitian diawali dengan penyusunan makalah menggunakan studi kasus.
Setelah disetujui pembimbing maka penelitian dilanjutkan dengan kegiatan
pengumpulan data. Data penelitian berupa hasil pengukuran, observasi,
wawancara terhadap kasus yang dijadikan subjek penelitian.
Fokus Studi Kasus
Salah satu terapi non farmakologis dalam penatalaksanaan hipertensi yaitu
dengan therapy Slow Deep Breathing. Slow deep breathing merupakan suatu
teknik relaksasi sederhana, dimana paru-paru menghirup oksigen sebanyak
mungkin, yang dilakukan dengan lambat, dalam dan rileks sehingga
memungkinkan seseorang merasa lebih tenang (Nipa, 2017). Adapun salah
satu manfaat adalah untuk menurunkan tekanan darah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ni Putu Sumartini dan Ilham Miranti
(2019) menunjukkan bahwa therapy slow deep breathing memiliki pengaruh
terhadap tekanan darah tinggi lansia Puskesmas Ubung, Lombok Tengah. Hal
tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rasyidah (2018)
bahwa Slow Deep Breathing menurunkan tekanan darah sistolik sebanyak
11,18mmHg dan diastolik 2,49 mmHg melalui therapy Slow Deep
Breathing.
50

Definisi Operasional
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud,
atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo,
2012). Definisi operasional ini juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada
pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan
serta pengembangan instrument (alat ukur) (Notoatmodjo, 2010). Definisi
operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional

Karakteristik Responden
Usia Lama waktu hidup Mengisi Lembaran 1. Usia (elderly) Ordinal
sejak responden lembar observasi usia 60-74
lahir hingga observasi tahun
dilakukan 2. Usia tua (old)
intervensi usia 75-90
tahun
3. Usia sangat tua
(very old) usia
diatas 90 tahun.
Jenis Kelamin Perbedaan antara Mengisi Lembar 1. Perempuan Nominal
perempuan dan lembar observasi 2. Laki-laki
laki-laki secara observasi
biologis
Variabel Dependen
Penurunan Disebut hipertensi Mengukur Sphygmo Tekanan darah Ordinal
Tekanan jika, tekanan Tekanan manomete 1. Normal <
Darah darah sistolik Darah r 120 mmHg
Sistole dan >140 mmHg dan mengguna <80
Diastole Diastolik >90 kan mmHg
2. Pre
mmHg Tensimete
hipertensi120-
r 129 mmHg
<80
mmHg
3. Hipertensi
Stage I
130-139
mmHg
51

80-
89mmHg
4. Hipertensi
Stage II ≥
140 mmHg ≥
90 mmHg
Variabel Independen
Slow Deep suatu teknik Melakukan Responden Nominal
Breathing relaksasi sederhana, gerakan diberikan terapi
dimana paru-paru terapi Slow Slow Deep
menghirup oksigen deep Breathing
sebanyak mungkin, Breathing
merupakan gaya sesuai SOP
pernapasan yang
pada dasarnya
dilakukan dengan
lambat, dalam dan
rileks sehingga
Memungkinkan
seseorang merasa
lebih tenang
(Nipa,2017)

Instrumen Studi Kasus


Alat pengumpulan data atau instrumen penelitian adalah suatu alat yang
digunakan oleh peneliti untuk mengobservasi, mengukur, atau menilai suatu
fenomena (Dharma, 2011).
1. Lembar identitas, lembar ini adalah lembar yang akan diisi oleh
responden.
2. Sphygmomanometer untuk mengukur tekanan darah responden
3. Lembar observasi, lembar ini digunakan untuk mencatat hasil
pengukuran tekanan darah responden sebelum dan sesudah di berikan
terapi.
4. SOP teknik slow deep breathing
5. Lembar ceklist, lembar ini di gunakan untuk memantau kepatuhan
responden dalam melakukan terapi Slow Deep Breathing.
52

Metode Pengumpulan Data


1. Tehnik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara klien dan keluarga Ny. M, Ny.I, Ny.L, Ny.T, Tn. A, Tn.
B, Ny.W, Tn.S, Tn. R,Tn. N, Tn. D, Tn. F, Ny. Z, Tn. M, Tn. K, Ny.
A, Tn. W.
b. Observasi dan pemeriksaan fisik
1. Ny. M / 61 tahun
TD:160/90 mmhg,N:88x/mnt,RR:20x/mnt,S:36,5C
Keluhan : Kaku pada leher, Pusing
RPD : Hipertensi terkontrol 5 tahun
terakhir RPK : Bapak pasien mengalami
hipertensi
2. Ny. I /60 Tahun
TD:150/80 mmhg,N:100x/mnt,RR:18x/mnt,S:36,5C
Keluhan : Pusing, Kaku pada leher bagian belakang,
jantung sering berdebar.
RPD : Hipertensi terkontrol
RPK : Bapak dan nenek pasien mengalami hipertensi
3. Ny. L /63 Tahun
TD 145/90 mmHg N: 88x/menit,RR:20 x/menit,S: 36,6˚ c
Keluhan : Pusing, Tengkuk kaku, tangan terasa
kesemutan. RPD : Tidak ada
RPK : Tidak ada
4. Ny. T /62 Tahun
TD:140/90 mmhg,N:92x/mnt,RR:20x/mnt,S:36,5C
Keluhan : Pusing, tengkuk terasa kaku, tangan terasa kesemutan
RPD : Gastritis
RPK : Kakek pasien mengalami hipertensi
5. Tn. A /64 Tahun
TD 150/85 mmHg, N : 90x/mnt, RR: 18 x/mnt, S: 36,7˚ c
Keluhan : Pusing, tengkuk terasa kaku, tangan terasa kesemutan
RPD : Tidak ada
53

RPK : Ibu pasien mengalami hipertensi


6. Tn. B /60 Tahun
TD 160/95 mmHg, N: 98 x/mnt, RR: 20 x/menit, S: 36˚ c
Keluhan : Tengkuknya terasa kaku dan tegang, kepala terasa
pusing dan tangan terasa kesemutan
RPD : Hipertensi sejak 5 tahun
RPK : Tidak ada
7. Ny. W /65 Tahun
TD 145/85 mmHg, N: 98 x/mnt, RR:20 x/mnt, S: 36,4˚ c
Keluhan : Kepala terasa pusing, tengkuk terasa kaku, tangan
terasa kesemutan
RPD : Hipertensi sejak 4 tahun
RPK : Orang tua menderita hipertensi
8. Tn. S /66 Tahun
TD 155/92 mmHg, N: 86 x/mnt, RR: 20 x/mnt, S 36˚ c
Keluhan : Kepala terasa pusing, tengkuk terasa kaku, tangan
terasa kesemutan
RPD : Hipertensi terkontrol
RPK : Kedua orang tua pasien mengalami hipertensi
9. Tn. R / 70 tahun
TD : 149/94 mmHg, N: 80x/mnt, RR : 19x/mnt, S : 36 ⁰C

Keluhan : Pusing, leher terasa kaku


RPD : Hipertensi 3tahun
RPK : Ibu pasien mengalami hipertensi
10. Ny. MI /68 Tahun
TD:160/88 mmhg,N: 88x/mnt,RR:18x/mnt,S:36,9C
Keluhan : Pusing, Kaku pada leher bagian belakang,
jantung sering berdebar.
RPD : Hipertensi terkontrol
RPK : Bapak pasien mengalami hipertensi
11. Ny. D / 64 Tahun
TD 152/94 mmHg, N: 76 x/mnt, RR:18 x/mnt, S: 36,4˚ c
54

Keluhan : Pusing dan sakit kepala, tengkuk terasa sakit,


penglihatan buram
RPD : Kolesterol
RPK : Tidak tau
12. Tn.F /62 Tahun
TD : 158 / 96 mmHg, N : 88x/mnt, RR: 20x/mnt, S
:36,5°C Keluhan : Pusing dan sakit kepala, tengkuk terasa
sakit RPD : Tidak ada
RPK : Tidak tahu
13. Ny. Z/73 Tahun
TD : 140 / 93 mmHg, N : 92x/mnt, RR : 20x/mnt, S :36,3°C
Keluhan : Pusing dan sakit kepala, tengkuk terasa sakit, tekanan
darahnya tidak dikontrol
RPD : Hipertensi tidak terkontrol, Kolesterol
RPK : Kedua orang tua pasien mengalami hipertensi
14. Tn. M / 72 Tahun
TD : 150 / 90 mmHg, N : 86x/mnt, RR: 20x/mnt, S :36,5°C
Keluhan : Pusing dan sakit kepala, Tengkuk terasa sakit
RPD : Hipertensi
RPK : DM
15. Tn. K / 61 Tahun
TD : 146/ 92 mmHg, N : 88x/mnt, RR: 18x/mnt,S :36,2°C
Keluhan : Pusing dan sakit kepala, tengkuk terasa sakit.
RPD :Hipertensi
RPK : Tidak
tahu
16. Ny. K / 75 Tahun
TD : 140/ 90 mmHg, N : 88x/mnt, RR : 20x/mnt, S
:36°C Keluhan : Pusing dan sakit kepala, tengkuk terasa
sakit RPD : Hipertensi
RPK : Bapak dan Kakek pasien mengalami hipertensi
17. Ny. A / 63 Tahun
TD : 155/99 mmHg, N : 94 x/mnt, RR : 20x/mnt, S : 36,6ºC
55

Keluhan : Pusing, sakit kepalanya berdenyut-denyut,


sakit kepalanya datang
RPD : Hipertensi tidak terkontrol
RPK : Bapak pasien mengalami hipertensi
sewaktu-waktu, pandangan kabur atau
buram

18. Tn. W / 65 Tahun


TD : 160/90 mmHg, N: 88 x/mnt, RR : 20x/mnt, S : 36,5⁰C

Keluhan : Tengkuk terasa berat, nyeri kepala dan

pusing RPD : Hipertensi


RPK : Kedua orang tua pasien mengalami hipertensi

c. Studi dokumentasi dan angket


Dokumentasi hasil dari pengkajian saat kunjungan di rumah
responden dan data lain yang relevan. Pada penelitian ini,
pengumpulan data dilakukan dengan mengunakan format pengkajian
keperawatan.
d. Memberikan informed consent kepada responden.
e. Memberikan lembar data demografi dan menjelaskan bagaimana
cara mengisinya kepada responden.
f. Melakukan kontrak waktu kepada responden untuk dilakukan
pemberian intervensi.
g. Peneliti memberikan intervensi terapi slow deep breathing pada
responden selama 2 minggu, dilakukan 3x/hr.
h. Peneliti akan melakukan pengukuran (pre test) tekanan darah
sebelum dilakukan terapi slow deep breathing
i. Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, teknik slow deep breathing
dan memandu responden untuk melakukan teknik slow deep
breathing.
j. Peneliti memberikan leaflet cara melakukan slow deep breathing
k. Peneliti memberikan lembar checklis untuk kepatuhan responden
dalam melakukan slow deep breathing, dan melibatkan keluarga
untuk kepatuhan pelaksanaan slow deep breathing.
56

l. Setelah 3x/hr selama 2 mgg dilakukan intervensi slow deep


breathing, peneliti melakukan pengukuran tekanan darah responden
(post test)

Penyajian dan Analisa Data dalam Distribusi Frekuensi


Proses pengolahan data dapat dilakukan dengan cara:
1. Uji Normalitas Data
Uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data
mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan
bentuk lonceng. Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti
pola seperti distribusi normal (Santoso,2010). Tujuan uji Normaltas
adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau
mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk lonceng
(bell shaped).
Tabel 3.2
Hasil Uji Normalitas Tekanan Darah Pada Lansia dengan Hipertensi
Sebelum (pre) dan sesudah (Post) diberikan intervensi Slow Deep
Breathing
Tahun 2022 (n=18)

Variabel Nilai Z Std.Error Hasil Keterangan


Swekness
Sistol Pre -0,165 0,536 -0,307 Data berdistribusi
normal
Sistol Post 0,249 0,536 0,464 Data berdistribusi
normal
Diastol Pre -1,116 0,536 -0,208 Data berdistribusi
normal
Diastol Post -0,405 0,536 -0,755 Data berdistribusi
normal

Tabel 3.2 menjelaskan bahwa semua data berdistribusi normal


berdasarkan uji normalitas koefisien skewnees. Bila koefisien skewness
dibagi standar diabgi eror, nilainya -2 s/d +2 maka data terdistribusi
57

normal. Diketahui bahwa hasil bagi koefisien skewness


sebelum intervensi sistoliknya adalah -0,307 dan diastoliknya
adalah -0,132, sementara itu hasil bagi koefisien skewness
sesudah intervensi sistoliknya adalah 0,464 dan diastolic
adalah -0,755 kedua hasil tersebut bernilai <2, sehingga dapat
disimpulkan data berdistribusi secara normal dan hipotesa
dapat diujikan dengan Uji T- Dependen.
58

Anda mungkin juga menyukai