Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DAN PERMASALAHAN KESEHATAN PADA LANSIA

DISUSUN OLEH:
NOVIANTI LAILIAH
NIM. 132113143017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
1. DEFINISI LANSIA

Lanjut usia didefinisikan sebagai penurunan, kelemahan, meningkatnya kerentanan

terhadap berbagai penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya mobilitas dan ketangkasan,

serta perubahan fisiologis yang terkait dengan usia (Rahman, 2016). Lansia merupakan

seseorang yang berusia 60 tahun keatas baik pria maupun wanita, yang masih aktif beraktivitas

dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga

bergantung kepada orang lain untuk menghidupi dirinya. Lansia merupakan tahap terakhir daur

kehidupan pada manusia, dimana dibutuhkan adanya upaya peningkatan kesehatan, baik yang

bersifat promotif maupun preventif, agar dapat menjaga dan meningkatkan kualitas hidup lansia.

Usia pra lansia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-

90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun (Sevrita, 2019).

Menua bukanlah suatu penyakit, melainkan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan

perubahan kumulatif dan merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi

rangsangan dari dalam dan luar dirinya (Jannah and Maftukhah, 2018). Tahap usia lanjut adalah

tahap di mana terjadi penurunan fungsi tubuh. Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada

makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas

fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit,

tulang jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainya. Kemampuan

regeneratif pada lansia terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit (Kholifah,

2016).

2. MEKANISME PENUAAN

Setiap manusia di bumi ini pasti akan mengalami proses penuaan. Menua didefinisikan

sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail (lemah dan
rentan) dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya

kerentanan terhadap berbagai macam penyakit dan kematian secara eksponensial (Setiadi, 2014).

Penuaan juga didefiniskan sebagai proses multidimensional, yaitu mekanisme perbaikan dan

perusakan dalam tubuh yang terjadi secara bergantian pada kecepatan dan saat yang berbeda-

beda. Penuaan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah faktor genetik,

kebudayaan, ras, nutrisi dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan itu sendiri dapat berasal dari

luar dan dari dalam tubuh sendiri. Berbagai teori mengenai proses penuaan telah banyak

diajukan. Mekanisme penuaan berdasarkan masing-masing teori adalah sebagai berikut:

A. TEORI BIOLOGI

1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory): menurut teori ini menua telah terprogram

secara genetik untuk spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan

biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan

mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi

penurunan kemampuan fungsional sel)

2) Pemakaian dan rusak. Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)

3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory): Di dalam proses metabolisme tubuh,

suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap

zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.

4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory): Sistem immune menjadi

efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan

kerusakan organ tubuh.


5) Teori stress: Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi

jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan

stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

6) Teori radikal bebas: Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal

bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti

karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

7) Teori rantai silang: Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang

kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan

hilangnya fungsi.

8) Teori program: Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah

sel-sel tersebut mati (Kholifah, 2016).

B. TEORI PSIKOSOSIAL

1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory): Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang

dapat dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang

aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.

2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia: Mempertahankan

hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut

usia.

3) Kepribadian berlanjut (continuity theory): Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah

pada lansia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan

bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe

personality yang dimiliki.


4) Teori pembebasan (disengagement theory): Teori ini menyatakan bahwa dengan

bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan

sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara

kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni:

Kehilangan peran, Hambatan kontak sosial, dan Berkurangnya kontak komitmen (Kholifah,

2016).

3. FAKTOR YANG MEMPERNGARUHI PROSES PENUAAN

1) Faktor Internal

Pengaruh faktor-faktor internal seperti terjadinya penurunan anatomik, fisiologik dan

perubahan psikososial pada proses menua makin besar, penurunan ini akan menyebabkan

lebih mudah timbulnya penyakit dimana batas antara penurunan tersebut dengan penyakit

seringkali tidak begitu nyata. Penurunan anatomik dan fisiologik dapat meliputi sistem saraf

pusat, kardiovaskuler, pernapasan, metabolisme, ekskresi, muskuloskeletal serta kondisi

psikososial. Kondisi psikososial itu sendiri meliputi perubahan kepribadian yang menjadi

faktor predisposisi yaitu gangguan memori, cemas, gangguan tidur, perasaan kurang percaya

diri, merasa diri menjadi beban orang lain, merasa rendah diri, putus asa dan dukungan sosial

yang kurang. Faktor sosial meliputi perceraian, kematian, berkabung, kemiskinan,

berkurangnya interaksi sosial dalam kelompok lansia mempengaruhi terjadinya depresi.

Respon perilaku seseorang mempunyai hubungan dengan kontrol sosial yang berkaitan

dengan kesehatan. Frekuensi kontak sosial dan tingginya integrasi dan keterikatan sosial

dapat mengurangi atau memperberat efek stress pada hipotalamus dan sistim saraf pusat.

Hubungan sosial ini dapat mengurangi kerusakan otak dan efek penuaan. Makin banyaknya
jumlah jaringan sosial pada usia lanjut mempunyai hubungan dengan fungsi kognitif atau

mengurangi rata-rata penurunan kognitif 39%.

2) Faktor eksternal

Faktor eksternal yang berpengaruh pada percepatan proses menua antara lain gaya hidup,

faktor lingkungan dan pekerjaan. Gaya hidup yang mempercepat proses penuaan adalah

jarang beraktifitas fisik, perokok, kurang tidur dan nutrisi yang tidak teratur. Hal tersebut

dapat diatasi dengan strategi pencegahan yang diterapkan secara individual pada usia lanjut

yaitu dengan menghentikan merokok. Serta faktor lingkungan, dimana lansia manjalani

kehidupannya merupakan faktor yang secara langsung dapat berpengaruh pada proses menua

karena penurunan kemampuan sel, faktor-faktor ini antara lain zat-zat radikal bebas seperti

asap kendaraan, asap rokok meningkatkan resiko penuaan dini, sinar ultraviolet

mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen sehingga kulit tampak lebih tua.

4. BATASAN USIA LANSIA

Di Indonesia batasan kelompok lanjut usia adalah usia 60 tahun keatas. Hal ini dipertegas

dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1

Pasal 1 Ayat 2. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia adalah sebagai berikut:

1) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu:

a) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

b) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

c) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

d) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun

2) Menurut Kementerian Kesehatan RI (2015) lanjut usia dikelompokan menjadi:

a) Usia lanjut (60-69 tahun)


b) Usia lanjut dengan risiko tinggi (lebih dari 70 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan)

5. KLASIFIKASI LANSIA

Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari:

1) Pra lansia yaitu seorang yang berusia antara 45-59 tahun

2) Lansia ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih

3) Lansia risiko tinggi ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan

4) Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan

yang dapat menghasilkan barang atau jasa

5) Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya

bergantung pada bantuan orang lain.

6. SINDROMA GERIATRI

Geriatri berasal dari kata gerontos (usia lanjut) dan iatrics (penyakit), sehingga geriatri adalah

penyakit pada usia lanjut dengan gejala khas yaitu multipatologi (lebih dari satu penyakit),

kemampuan fisiologis tubuh yang sudah menurun, tampilan gejala yang tidak khas/

menyimpang, dan penurunan status fungsional (kemampuan beraktivitas). Sehingga tidak semua

pasien lansia adala pasien geriatri tetapi pasien geriatri pastilah lansia. Penyakit-penyakit yang

umum ditemukan pada pasien geriatri umumnya adalah penyakit degeneratif kronik (Chow et al.,

2019):

1) Immobility (imobilisasi): adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring (bed rest) selama 3 hari

atau lebih. Kondisi ini sering dijumpai pada lansia akibat penyakit yang dideritanya seperti
infeksi yang berat, kanker, selain akibat penyakit yang diderita, imobilisasi juga sering

ditemukan pada lansia yang “dikekang” untuk melakukan segalanya sendiri oleh keluarga

yang merawatnya, sehingga ia hanya tidur dan duduk, atau juga ditemukan pada lansia yang

“manja”. Banyak gangguan yang dapat ditimbulkan akibat imobilisasi seperti ulkus

dekubitus (koreng pada punggung karena luka tekan dan sulit disembuhkan) dan ulkus-ulkus

di permukaan tubuh lainnya, trombosis vena (bekuan darah pada pembuluh darah balik) yang

dapat menyumbat aliran darah (emboli) pada paru-paru yang berujung pada kematian

mendadak.

2) Instability (instabilitas) dan jatuh: dapat terjadi akibat penyakit muskuloskeletal (otot dan

rangka) seperti osteoartritis, rematik, gout, dsb., juga dapat disebabkan oleh penyakit pada

sistem syaraf seperti Parkinson, sequellae (penyakit yang mengikuti) stroke. Akibat dari

instabilitas dan jatuh ini dapat berupa cedera kepala dan perdarahan intrakranial (di dalam

kepala), patah tulang, yang dapat berujung pada kondisi imobilisasi.

3) Incontinence (inkontinensia) urine dan alvi: inkontinensia adalah kondisi dimana seseorang

tidak dapat mengeluarkan “limbah” (urin dan feses) secara terkendali atau sering disebut

ngompol. Inkontinensia dapat terjadi karena melemahnya otot-otot dan katup, gangguan

persyarafan, kontraksi abnormal pada kandung kemih, pengosongan kandung kemih yang

tidak sempurna seperti yang terjadi pada hipertrofi (pembesaran) prostat, sedangkan pada

inkontinensia alvi dapat terjadi akibat konstipasi, penyakit pada usus besar, gangguan syaraf

yang mengatur proses buang air, hilangnya refleks anal.

4) Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-): kondisi ini menyebabkan diare

atau konstipasi/ impaksi (sembelit). Penyebabnya tidak jelas, tetapi pada beberapa kasus

ditemukan gangguan pada otot polos usus besar, penyeab lain yang mungkin adalah
gangguan syaraf sensorik usus, gangguan sistem syaraf pusat, gangguan psikologis, stres,

fermentasi gas yang dapat merangsang syaraf, kolitis.

5) Immunodefficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh): banyak hal yang mempengaruhi

penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut seperti atrofi thymus (kelenjar yang

memproduksi sel-sel limfosit T) meskipun tidak begitu bermakna (tampak bermakna pada

limfosit T CD8) karena limfosit T tetap terbentuk di jaringan limfoid lainnya. Begitu juga

dengan barrier infeksi pertama pada tubuh seperti kulit dan mukosa yang menipis, refleks

batuk dan bersin -yang berfungsi mengeluarkan zat asing yang masuk ke saluran nafas- yang

melemah. Hal yang sama terjadi pada respon imun terhadap antigen, penurunan jumlah

antibodi. Segala mekanisme tersebut berakibat terhadap rentannya seseorang terhadap agen-

agen penyebab infeksi, sehingga penyakit infeksi menempati porsi besar pada pasien lansia.

6) Infection (infeksi): salah satu manifestasi akibat penurunan sistem kekebalan tubuh dan

karena kemampuan faali (fisiologis) yang berkurang. Sebagai contoh, agen penyebab infeksi

saluran pernafasan dapat dikeluarkan bersama dahak melalui refleks batuk, tetapi karena

menurunnya kemampuan tubuh, agen tersebut tetap berada di paru-paru. Selain itu, pada

pasien usia lanjut, gejala-gejala infeksi yang tampak tidak seperti pada orang dewasa-muda.

Pada pasien lansia, demam sering tidak mencolok, bahkan dalam keadaan sepsis beberapa

menunjukkan penurunan temperatur - hipotermia - bukan demam. Contoh lain pada

pneumonia, gejala yang tampak bukan demam, batuk, sesak nafas, dan leukositosis (jumlah

sel darah putih meningikat) melainkan nafsu makan turun, lemah, dan penurunan kesadaran,

gejala inilah yang umumnya tampak pada penyakit infeksi pada lansia, ditambah dengan

inkontinensia dan jatuh (akibat penurunan kesadaran). Sehingga terkadang pasien dengan
infeksi yang datang ke instalasi gawat darurat karena penurunan kesadaran atau jatuh disalah-

artikan sebagai serangan stroke.

7) Iatrogenics (iatrogenesis): karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik,

seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu mengkonsumsi obat yang tidak sedikit

jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari interaksi obat-

obat tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat pada lansia haruslah sangat hati-

hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme di hati sedangkan pada lansia terjadi

penurunan fungsi faal hati sehingga terkadang terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain

penurunan faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana

sebagaian besar obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat

tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik.

8) Intellectual impairment (Intelektual menurun) dan demensia: banyak hal yang terkait dengan

terjadinya penurunan fungsi intelektual dan kognitif pada usia lanjut. Mulai dari menurunnya

jumlah sel-sel syaraf (neuron) hingga penyakit yang berpengaruh pada metabolisme seperti

diabetes melitus dan gangguan hati dimana semua metabolisme terjadi disini. Otak adalah

organ yang sangat tergantung pada glukosa sebagai sumber energi sehingga pada diabetes

melitus -terjadi gangguan metabolisme glukosa- pasokan energi untuk otak terganggu. Selain

diabetes, hipertensi juga mempengaruhi fungsi otak karena sirkulasi darah ke otak terganggu,

gangguan respirasi seperti Chronic Obstructive Pulmonary Disease/ Penyakit Paru Obstruktif

Menahun (COPD/PPOM) juga dapat menurunkan jumlah oksigen ke otak. Penyebab lain

penurunan fungsi intelektual adalah iatrogenesis.

9) Isolation (terisolasi) dan depresi: penyebab utama depresi pada usia lanjut adalah kehilangan

seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak, bahkan binatang peliharaan. Selain itu
kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan, menyebabkan dirinya terisolasi dan

menjadi depresi. Keluarga yang mulai mengacuhkan karena merasa direpotkan menyebabkan

pasien akan merasa hidup sendiri dan menjadi depresi. Beberapa orang dapat melakukan

usaha bunuh diri akibat depresi yang berkepajangan.

10) Impairment of vision and hearing (gangguan peglihatan dan pendengaran): gangguan

penglihatan disebabkan oleh mengendornya otot dan kuit kelopak mata, perubahan sistem

lakrimal (air mata), proses penuaan pada kornea (organ yang menerima rangsang cahaya),

penurunan produksi aqueous humor, perubahan refraksi, perubahan struktur dalam bola mata,

katarak, dan glaukoma. Sedangkan gangguan fungsi pendengaran dapat terjadi karena,

penurunan fungsi syaraf-syaraf pendengaran, perubahan organ-organ di dalam telinga.

Penurunan fungsi kedua panca indera ini mengakibatkan sulitnya komunikasi bagi lansia,

sehingga akibat lainnya adalah penderita terisolasi atau mengisolasi diri.

11) Inanition (malnutrisi): diakibatkan oleh pengaruh perubahan faal organ-organ pencernaan

seperti air liur, atrofi kuncup kecap, penurunan syaraf-syaraf penciuman dan pusat haus,

gangguan menelan karena otot yang melemah, Gastro-Esophageal Reflux Disease (GERD),

sekresi HCl yang meningkat, penurunan aktivitas enzim, dsb. Banyak penyakit yang dapat

timbul akibat kurangnya asupan gizi atau lebihnya asupan gizi, selain itu lansia juga perlu

menjaga pola makan sehat dengan mengurangi makanan-makanan yang dapat memperburuk

keadaan lansia tersebut. Banyaklah mengkonsumsi sayur, buah dan air, serta mineral-mineral

seperti besi, yodium dan kurangi konsumsi minyak, lemak dan kolesterol.

12) Insomnia: dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang menyebabkan seorang

lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit juga dapat menyebabkan insomnia

seperti diabetes melitus dan hiperaktivitas kelenjar thyroid, gangguan neurotransmitter di


otak juga dapat menyebabkan insomnia. Jam tidur yang sudah berubah juga dapat menjadi

penyebabnya.

13) Impotency (Impotensi): ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada usia lanjut

terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan hormon, syaraf, dan pembuluh

darah. Ereksi terjadi karena terisinya penis dengan darah sehingga membesar, pada gangguan

vaskuler seperti sumbatan plak aterosklerosis (juga terjadi pada perokok) dapat menyumbat

aliran darah sehingga penis tidak dapat ereksi. Penyebab lainnya adalah depresi.

14) Impecunity (kemiskinan): usia lansia dimana seseorang menjadi kurang produktif (bukan

tidak produktif) akibat penurunan kemampuan fisik untuk beraktivitas. Usia pensiun dimana

sebagian dari lansia hanya mengandalkan hidup dari tunjangan hari tuanya. Pada dasarnya

seorang lansia masih dapat bekerja, hanya saja intensitas dan beban kerjanya yang harus

dikurangi sesuai dengan kemampuannya, terbukti bahwa seseorang yang tetap menggunakan

otaknya hingga usia lanjut dengan bekerja, membaca, dsb., tidak mudah menjadi “pikun” .

Selain masalah finansial, pensiun juga berarti kehilangan teman sejawat, berarti interaksi

sosialpun berkurang memudahakan seorang lansia mengalami depresi.


DAFTAR PUSTAKA

Chow, R. B. et al. (2019) ‘Effectiveness of the “Timed Up and Go”(TUG) and the Chair test as

screening tools for geriatric fall risk assessment in the ED’, The American journal of

emergency medicine, 37(3), pp. 457–460.

Jannah, M. and Maftukhah, N. A. (2018) ‘Hubungan Perilaku Masyarakat, Jarak Pemukiman

Dan Kepadatan Lalat Dengan Kejadian Diare Pada Pemukiman Sekitar Peternakan Ayam

Di Kecamatan Rambang Muara Enim’, Masker Medika, 6(2), pp. 461–471.

Kholifah, S. N. (2016) ‘Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan’, in Suparmi and Sosiawan, A.

(eds). Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Rahman, S. (2016) ‘Faktor-faktor yang mendasari stres pada lansia’, Jurnal Penelitian

Pendidikan, 16(1).

Setiadi, A. (2014) ‘Hubungan Keyakinan Diri dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Lansia

Penderita DM tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas’. Http//keperawatan. unsoed. ac.

idsitesdef aultfilesskripsi% 20gabung. pdf ….

Sevrita, I. E. (2019) ‘Gambaran Faktor Penyebab Risiko Jatuh Pada Lansia Di Balai Pelayanan

Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur Kasongan Bantul’. Poltekkes

Kemenkes Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai