Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Masa lansia adalah periode perkembangan yang mulai masuk pada usia 60 tahun
dan berakhir dengan kematian. Masa ini adalah masa menurunnya kekuatan dan
kesehatan sehingga harus mulai menyesuaikan diri. Lanjut usia merupakan kejadian
yang sudah pasti akan dilalui oleh semua orang yang dikarunia usia panjang. Tahap
lansia adalah tahap siklus akhir hidup manusia dan merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindari dan akan dialami oleh siapapun.
Masuk pada tahap ini seseorang akan mengalami banyak perubahan baik secara
fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi serta kemampuan
yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan
yang normal, seperti rambut yang mulai memutih, muncul kerutan di wajah,
berkurangnya kemampuan melihat, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan
acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan
kehilangannya peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orangorang yang
dicintai. Semua perubahan tersebut membutuhkan kemampuan beradaptasi yang
cukup besar agar dapat menyikapi secara bijak. Terdapat beberapa pembagian lansia,
antara lain:
Departemen Kesehatan RI membagi lansiasebagai berikut: kelompok
dengan usia lanjut (45 - 54 tahun) sebagai masa virilitas, kelompok usia
lanjut (55 - 64 tahun) sebagai presenium, dan kelompok usia lanjut
(kurang dari 65 tahun) sebagai senium.
Menurut WHO, usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut: usia
pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 - 59 tahun,
usialanjut(elderly) antara 60 - 74 tahun, usia 12 tua old antara 75 - 90
tahun, usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Berdasarkan pengertian yang tertera diatas maka dapat disimpulkan bahwa
lansia merupakan seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas baik itu seorang pria
maupun wanita, yang masih sanggup beraktifitas dan bekerja ataupun mereka yang
tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga lansia terpaksa bergantung
kepada orang lain untuk menghidupi dirinya.
2. Batasan Usia Lanjut
Lanjut usia memiliki patokan umur yang berbeda-beda, umumnya berkisar
antara 60 – 65 tahun. Menurut WHO terdapat empat tahap batasan umur yaitu masuk
usia pertengahan (middle age) antara 45 - 59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60 - 74
tahun, dan usia lanjut usia (old) antara 75 - 90 tahun, serta usia sangat tua (very old)
diatas 90 tahun.
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur
yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut :
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1
ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 (enam puluh) tahun ke atas”.
World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat
kriteria berikut: usia pertengahan (middle age) ialah 45 - 59 tahun, lanjut
usia (elderly) ialah 60 - 74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75 - 90
tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI), terdapat empat fase yaitu :
pertama (fase inventus) ialah 25 - 40 tahun, kedua (fase virilities) ialah
40 - 55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 14 55 - 65 tahun, keempat
(fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.
Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric
age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri
dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70 - 75 tahun), old
(75 - 80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).
3. Teori Menua
a) Teori Biologi
Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory) Menurut teori ini
menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies tertentu.
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel
kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
Pemakaian dan rusak Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel
tubuh lelah (rusak) 3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory) Sistem
immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
Teori stres Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh
lelah terpakai.
Teori radikal bebas Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak
stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi
oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal
bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
Teori rantai silang Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya
menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
Teori program Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.
b) Teori kejiwaan sosial
Aktivitas atau kegiatan (activity theory) Lansia mengalami penurunan
jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa
lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
Kepribadian berlanjut (continuity theory) Dasar kepribadian atau tingkah
laku tidak berubah pada lansia. Teori ini merupakan gabungan dari teori
diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimiliki.
Teori pembebasan (disengagement theory) Teori ini menyatakan bahwa
dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas
sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni : a)
Kehilangan peran b) Hambatan kontak sosial c) Berkurangnya kontak
komitmen.
4. Masalah Kesehatan Pada Lansia
Lanjut usia mengalami masalah kesehatan, Masalah ini berawal dari
kemunduran selsel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun serta faktor
resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang sering dialami
lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan mendadak, dan
lain-lain. Selain itu, beberapa penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain
hipertensi, gangguan pendengaran dan penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb. Data
Susenas tahun 2012 menjelaskan bahwa angka kesakitan pada lansia tahun 2012 di
perkotaan adalah 24,77% artinya dari setiap 100 orang lansia di daerah perkotaan 24
orang mengalami sakit. Di pedesaan didapatkan 28,62% artinya setiap 100 orang
lansia di pedesaan, 28 orang mengalami sakit.
Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, upaya
pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap
hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis. Selain itu, Pemerintah
wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lansia
untuk dapat tetap Konsep Lanjut Usia dan Proses Penuaan 7 hidup mandiri dan
produktif, hal ini merupakan upaya peningkatan kesejahteraan lansia khususnya
dalam bidang kesehatan. Upaya promotif dan preventif merupakan faktor penting
yang harus dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan pada lansia. Untuk mencapai
tujuan tresebut, harus ada koordinasi yang efektif antara lintas program terkait di
lingkungan Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi.
Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam pelayanan kesehatan melalui
penyediaan sarana pelayanan kesehatan yang ramah bag lansia bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan lansia supaya lebih berkualitas dan berdaya guna bagi
keluarga dan masyarakat. Upaya yang dikembangkan untuk mendukung kebijakan
tersebut antara lain pada pelayanan kesehatan dasar dengan pendekatan Pelayanan
Santun Lansia, meningkatkan upaya rujukan kesehatan melalui pengembangan
Poliklinik Geriatri Terpadu di Rumah Sakit, dan menyediakan sarana dan prasarana
yang ramah bagi lansia.Kesadaran setiap lansia untuk menjaga kesehatan dan
menyiapkan hari tua dengan sebaik dan sedini mungkin merupakan hal yang sangat
penting. Semua pelayanan kesehatan harus didasarkan pada konsep pendekatan siklus
hidup dengan tujuan jangka panjang, yaitu sehat sampai memasuki lanjut usia.
5. Pendekatan Pada Lansia
Pendekatan Fisik
Pendekatan Fisik Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan
pendekatan fisik melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian
yang dialami klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh,
tingkat kesehatan yang masih dapat dicapai dan dikembangkan, dan penyakit
yang dapat dicegah atau progresifitas penyakitnya. Pendekatan fisik secara
umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi 2 bagian: 1) Klien lansia yang masih
aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih mampu bergerak tanpa bantuan
orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu
melakukannya sendiri. 2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia
ini, terutama yang berkaitan dengan kebersihan perseorangan untuk
mempertahankan kesehatan.
Pendekatan Psikis
Pendekatan Psikologis Perawat mempunyai peranan penting untuk
mengadakan pendekatan edukatif pada klien lansia. Perawat dapat berperan
sebagai pendukung terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia
pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan
ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk
menerima berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas. Perawat harus
selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service. Bila ingin
mengubah tingkah Konsep Lanjut Usia dan Proses Penuaan 9 laku dan
pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara
perlahan dan bertahap.
5. Pendekatan Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat
dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama
dengan sesama klien lansia berarti menciptakan sosialisasi. Pendekatan sosial ini
merupakan pegangan bagi perawat bahwa lansia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan
hubungan sosial, baik antar lania maupun lansia dengan perawat. Perawat memberi
kesempatan seluas-luasnya kepada lansia untuk mengadakan komunikasi dan
melakukan rekreasi. Lansia perlu dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah.
6. Tempat Pelayanan Bagi Lansia
Pelayanan kesehatan pada lansia diperlukan untuk memelihara dan mengatasi
masalah pada lanjut usia. Dasar hukum pembinaan kesehatan pada lansia adalah
Undangundang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lansia, Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Lansia, Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2004 Tentang Komisi
Nasional Lansia, dan Keputusan Presiden Nomor 93/M Tahun 2005 Tentang
Keanggotaan Komisi Nasional Lanjut Usia. Pelayanan kesehatan yang baik pada
lansia bertujuan memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktif, terwujudnya
kemandirian dan kesejahteraannya, terpeliharanya sistem nilai budaya dan
kekerabatan bangsa Indonesia serta lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Adapun tempat pelayanan bagi Lansia yaitu sebagaiberikut :
Pos Pelayanan Kesehatan Terpadu (Posyandu) adalah kegiatan kesehatan
dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh
petugas kesehatan. Posyandu merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat di
bidang kesehatan atau UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat) yang
dibentuk berdasarkan inisiatif dan kebutuhan masyarakat.
Posyandu Lansia adalah pos pelayanan terpadu di suatu wilayah tertentu dan
digerakkan oleh masyarakat agar lansiayang tinggal disekitarnya mendapatkan
pelayanan kesehatan. b. Posyandu Lansia merupakan pengembangan dari
kebijakan pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi lansia
yang diselenggarakan melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran
serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial. c.
Posyandu Lansia merupakan suatu fasilitas pelayanan kesehatan yang berada
di desa/kelurahan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
khususnya lansia. d. Posyandu lansia adalah wahana pelayanan yang
dilakukan dari, oleh, dan untuk lansiayang menitikberatkan pada pelayanan
promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Posyandu lansia merupakan upaya kesehatan lansia yang mencakup kegiatan
pelayanan kesehatan bertujuan untuk mewujudkan masa tua yang bahagia dan
berdayaguna.
Pengertian Puskesmas Santun Lansia : Puskesmas yang melaksanakan
pelayanan kesehatan kepada pra Lansia danlansia yang meliputi pelayanan
promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif yang lebih menekankan unsur
proaktif, kemudahan proses pelayanan, santun, sesuai standart pelayanan dan
kerjasama dengan unsur lintas sektor. Program Lansia tidak terbatas pada
pelayanan kesehatan klinik, tetapi juga pelayanan kesehatan di luar gedung
dan pemberdayaan masyarakat.
7. Pelayanan Sosial Di Keluarga
Pelayanan lansia dalam keluarga mempunyai ciri khusus, yaitu terjadinya
keterlibatan emosi yang menandai hubungan lansia dengan keluarga yang
merawatnya, sehingga pelayanan dalam keluarga diharapkan menjadi pilihan utama
dalam upaya penanganan permasalahan lansia di masa datang. Keluarga, dengan kata
lain merupakan wahana paling baik untuk memberikan pelayanan kepada lansia,
karena memiliki potensi dalam merawat orang tua. Dalam pelayanan ini, lansia tetap
tinggal di lingkungan keluarga, hidup menyatu bersama anak, cucu, dan atau sanak
keluarga lainnya. Orang tua yang sudah memasuki usia lanjut akan dirawat, dan untuk
keperluan sehari-hari masih dilayani oleh anak-anaknya. Upaya yang dilakukan
adalah memberi pelayanan kebutuhan baik fisik, psikis, maupun sosial. Fungsi
keluarga dalam pelayanan lansia sangat besar artinya dalam mewujudkan lansia yang
sejahtera.
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, yang pada dasarnya merupakan
suatu kelompok yang terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap untuk
menyelenggarakan hal yang berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak .
Hal ini berarti, keluarga mempunyai peranan penting dalam mewujudkan
kesejahteraan anggotanya termasuk lansia, karena lansia memerlukan perhatian dan
penanganan serta pelayanan khusus dari keluarga Mengingat keluarga sebagai
lembaga sosialisasi pertama dan utama dalam masyarakat, maka keluarga merupakan
wadah untuk penanganan permasalahan yang paling layak bagi lansia. Keluarga
merupakan wahana yang tepat dalam memberikan pelayanan kepada lansia, karena
keluarga mempunyai kewajiban moral yang sangat luhur untuk tetap mengurus dan
melayani lansia dalam lingkungan keluarga. Pelayanan sosial oleh keluarga kepada
lansia adalah memberi pelayanan dalam keluarga, agar lansia dapat merasakan
kesejahteraan lahir dan batin. Keberadaan lansia dalam keluarga dengan pengetahuan,
pengalaman, dan kearifan yang telah diperolehnya dalam kehidupan, diharapkan
dapat memberikan konstribusi bagi keluarga dan bangsa.
Pelayanan dalam keluarga diharapkan menjadi pilihan utama dalam upaya
penanganan permasalahan lansia di masa datang. Lansia tetap tinggal di lingkungan
keluarga bersama anak, cucu, dan atau sanak keluarga lainnya.
8. Foster Care Service
Merupakan model pelayanan sosial lansia melalui keluarga pengganti. Hal ini
disebabkan keluarga lansia tidak dapat memberi pelayanan yang dibutuhkan terhadap
lansia sehingga menjadi terlantar. Artinya, model ini adalah merupakan pelayanan
sosial yang diberikan kepada lansia, di luar keluarga sendiri dan di luar lembaga.
Menghadapi lansia terlantar, yang tidak dapat dilayani oleh keluarganya sendiri
memerlukan kiat-kiat tersendiri. Terutama bagaimana kita mengetahui kebutuhan dan
mengatasi masalah yang dihadapi lansia dan keluarganya. Seperti pada umumnya,
perawatan pada lansia terlantar juga dapat dilakukan melalui pendekatan fisik,
pendekatan psikis, dan pendekatan sosial.
Pendekatan fisik berhubungan dengan sehat dan sakit, seiring dengan kondisi
usia lansia. Pendekatan psikis bertujuan untuk memberikan dukungan mental kepada
lansia kearah pemuasan pribadi, sehingga mereka terpuaskan dan merasa bahagia di
masa lanjut usianya. Pendekatan sosial, adalah terbinanya hubungan komunikasi,
baik antara sesama lansia maupun orang-orang yang secara lansung memberikan
pelayanan - kesejahteraan sosial - termasuk pelayanan oleh perawat yang diberikan
khusus kepada lansia. Yang perlu diperhatikan pelayanan keperawatan bagi lansia
terlantar dalam model Foster Care Service adalah : terpenuhinya pelayanan
konsultasi, pelayanan mediasi, dan pelayanan advokasi. Hal tersebut bertujuan untuk
peningkatan taraf kesejahteraan serta terwujudnya kemandirian sosial ekonomi lansia
terlantartersebut.
Pelayanan kegiatan rutin seperti : pemenuhan nutrisi 3x/hari, kegiatan senam
lansia (pernafasan, jantung, gerak latih otak, dan lain-lain), kegiatan bimbingan
rohani/keagamaan sesuai dengan agamanya, aktivitas kerajinan tangan (menjahit,
menyulam, dan merenda), aktivitas menyalurkan hobi (menyanyi,bermain angklung,
karaoke, dan berkebun). Di samping kegiatan rutin perlu juga dilakukan
pendampingan kegiatan dalam waktu luang, seperti : permainan (catur, pingpong),
baca puisi atau pantun, menonton film, membaca koran, atau berinternet (facebook,
blogger, dll) Dalam model Foster care service ini, yaitu pelayanan kepada lansia
terlantar –termasuk pelayanan kesehatan dan perawatan- pada dasarnya bertujuan
untuk kesejahteraan. Pada dasarnya pelayanan keperawatan yang diberikan kepada
mereka, baik dalam keadaan sehat maupun sakit, adalah bagaimana membantu
memberi semangat hidup dalam rangka mempertahankan hidup mereka di usia senja
nya.
Dalam hal ini, jelas tanggung jawab seorang perawat (yang khusus menangani
lansia) sangatlah besar dalam memotivasi lansia terlantar untuk menjalani hari-hari
tuanya, disamping ikut membantu melayani kebutuhannya. Sifat sabar dan telaten
dalam memberikan pelayanan kepada lansia terlantar, adalah kunci keberhasilan yang
tidak bisa dianggap sepele. Mudah-mudahan, tulisan ini bermanfaat untuk para
pembaca peminat masalah lansia, khususnya para lansia terlantar.
9. Pusat Santunan Keluarga
PUSAKA merupakan salah satu organisasi kemanusiaan yang memiliki pola
pelayanan sosial lanjut usia berbasis masyarakat yang membantu program pemerintah
dalam mensejahterakan lansia. PUSAKA melakukan pengorganisasian kelompok
kerja yang mendorong pengembangan home care di berbagai wilayah di Jakarta,
penggerak kegiatan ini ada di tingkat kelurahan dan kecamatan. 11 Karakterisik
pelayanan ini adalah pelayanan luar panti dengan menyediakan pelayanan sosial
kepada lanjut usia dalam keluarga. Di PUSAKA para lanjut usia tidak hanya
mendapatkan dukungan sosial dari keluarga tetapi juga dari masyarakat, lembaga dan
juga pemerintah.
PUSAKA diperkenalkan pertama kali pada tahun 1987, pola pelayanan ini
ditumbuhkan untuk mempertajam peran home care yang pernah diinisiasi oleh Badan
Koordinasi Panti Werdha DKI Jakarta pada tahun 1970. Berdasarkan data yang
tercatat di BKKKS DKI Jakarta, jumlah PUSAKA di DKI Jakarta sampai 11 Roem
Topatimasang, Memanusiakan Lanjut Usia: Penuaan Penduduk Pembangunan di
Indonesia Yogyakarta: INSIST Press, 2013, h. 91. dengan tahun 2011 ini mencapai
123 PUSAKA atau 50 dari kelurahan yang ada di Jakarta yang mencapai 256
kelurahan. Sedangkan jangkauan sasaran mencapai 7.036 lanjut usia pertahun atau
rata-rata 57 lansia di setiap PUSAKA. 12 Salah satu Pusat Santunan Keluarga
PUSAKA yang sudah mampu berperan aktif dalam menjalankan model pelayanan
sosial bagi lanjut usia yaitu PUSAKA yang ada di Kecamatan Pancoran yaitu
PUSAKA 48 dan 79 yang sudah berdiri sejak tahun 1992 dan 1995. PUSAKA 48 dan
79 telah memiliki banyak prestasi dibanding dengan PUSAKA lainnya, selain itu
jumlah binaan yang ada juga lebih banyak di bandingkan dengan PUSAKA yang ada
di Kecamatan lainnya. Berdasarkan uraian di atas, maka menarik untuk dilakukan
penelitian mengenai pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup lanjut usia
yang dilakukan di pusat santunan keluarga PUSAKA. Karena sebagai mana namanya
PUSAKA telah memberikan dukungan, santunan dan juga pelayanan dalam usaha
untuk mensejahterkan dan juga meningkatkan kualitas hidup lansia. Lansia juga
masuk dalam salah satu katagori penyandang masalah kesejahteraan sosial PMKS
10. Panti Sosial Lanjut Usia
independent practice.
C. Model Keperawatan Gerontik
a. Model Keperawatan Adaptasi Roy
Model adalah model keperawatan yang bertujuan membantu seseorang untuk
beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran,
dan hubungan interdependensi selama sehat sakit (Marriner-Tomery, 1994).
Teori adaptasi Callista Roy memandang klien sebagai suatu system adaptasi.
Model adaptasi Roy menguraikan bahwa bagaimana individu mampu
meningkatkan kesehatannya dengan cara memepertahankan perilaku secara adaptif
karena menurut Roy, manusia adalah makhluk holistic yang memiliki sistem
adaptif yang selalu beradaptasi.
Aplikasi Teori Model Konseptual Adaptasi Roy Model adaptasi Roy
menuntun perawat mengaplikasikan proses keperawatan. Element Proses
keperawatan menurut Roy meliputi : Pengkajian Perilaku, Pengkajian
stimulus,Diagnosa keperawatan, Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi. 1.
Pengkajian a. Pengkajian Perilaku Pengkajian perilaku (Behavior Assessment)
merupakan tuntunan bagi perawat untuk mengatahui respon pada manusia sebagai
sistim adaptive.
b. Model Konseptual Human Being Roger
Asumsi teori Martha E. Rogers Rogers dalam McEwen & Wills, 2011,
mengemukakan beberapa asumsi yang terdiri dari lima bagian, yaitu : a. Unifield
whole is greater and different than the sum of part (kesatuan yang utuh lebih besar
dan berbeda dr jumlah bagian). Manusia adalah system yang utuh yaitu merupakan
keseluruhan dari proses yang utuh dari dirinya dan antara satu dan lainnya berbeda
di beberapa bagian dan merupakan penjumlahan dari bagian-bagiannya. b. Mutual
exchange of matter and energy (saling tukar materi dan energi). Manusia dan
lingkungan selalu berubah secara kontinyu termasuk energi keduanya. Individu
dan lingkungan saling tukar-menukar energi dan material satu sama lain. Beberapa
individu mendefenisikan lingkungan sebagai faktor eksternal pada seorang
individu dan merupakan satu kesatuan yang utuh dari semua hal. c.
Unidirectionality: life process does not reverse nor repeat. (proses kehidupan tidak
membalikkan atau mengulang) Bahwa proses kehidupan manusia merupakan hal
yang tetap dan saling bergantung dalam satu kesatuan ruang waktu secara terus
menerus. Akibatnya seorang individu tidak akan pernah kembali atau menjadi
seperti yang diharapkan semula. d. Pattern anand organization identify the human
field.(pola dan organisasi mengidentifikasi bidang manusia) Pola dan organisasi
mengidentifikasi perilaku pada individu merupakan suatu bentuk kesatuan yang
inovatif Human beings have abstraction, imagery, language, and thought, sensation
and emotion. (manusia memiliki abstrak, citra, bahasa, pikiran, sensasi dan emosi).
Lima asumsi diatas definisi, dan Prinsip-prinsip hemodinamik merupakan
inti teori Martha E. Rogers yang merupakan bagian dari Building Blocks, yang
terdiri dari: (Tomey & Alligood, 1998). a. Energy Fields (Bidang Energi) Bidang
Energi merupakan satuan dasar kehidupan dan non kehidupan, seperti energi
manusia dan energi lingkungan. Bangunan ini bersifat tak terbatas terdiri dari
mahluk hidup dan lingkungannya. Kedua komponen ini tidak dapat dikurangi,
manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya. b. Universe of Open System
(Sistem terbuka). Konsep ini menganggap bahwa bangunan energi bersifat tak
terbatas dan terbuka, menyatu antara satu dengan yang lainnya. c. Pattern (Pola)
Sifat pola berubah secara kontinyu dan inovatif, unik dan menyatu dengan
bangunan lingkungannya sendiri. Pola yang konstan dan tidak berubah bisa
menjadi suatu indikasi sakit atau penyakit. d. Pandimensionality (Empat
kedimensian). Manusia yang utuh merupakan ”Empat sumber dimensi energi yang
diidentifikasi oleh pola dan manisfestasi karakteristik spesifik yang menunjukkan
kesatuan dan yang tidak dapat di tinjau berdasarkan bagian pembentuknya” Empat
kedimensian didefinisikan sebagai domain non linier tanpa atribut, atau mengenai
ruang tanpa batas.
c. Model Konseptual Keperawatan Neuman
Model Sistem Neuman adalah pendekatan holistik yang mendorong fokus
interdisipliner untuk promosi kesehatan, pemeliharaan, pencegahan dan
pengelolaan stres sebagai pencetus gangguan kesehatan.Neuman Sysmtems Model
menyajikan kerangka kerja berbasis sistem keperawatan untuk melihat individu,
keluarga atau komunitas yang didasarkan pada teori sistem umum. Seseorang
dipandang sebagai sistem terbuka yang berinteraksi dengan lingkungan internal
dan eksternal untuk menjaga keseimbangan antara faktor-faktor yang mengganggu
yang dijelaskan oleh Neuman sebagai stressor. Intervensi keperawatan terjadi
melalui tiga modalitas pencegahan yakni pencegahan primer (terjadi sebelum
stressor menyerang sistem), pencegahan sekunder (terjadi setelah sistem stressor
menyerang) dan pencegahan tersier terjadi setelah pencegahan sekunder karena
pemulihan sedang dilakukan.
Stressor dapat bertindak secara positif atau negatif pada tubuh, tergantung
pada kemampuan orang tersebut untuk mengatasinya pada waktu tertentu. Terdapat
5 komponen yang diyakini Neuman saling berinteraksi yakni fisiologi, psikologi,
sosiokultural, spiritual dan perkembangan atau klien dipandang secara menyeluruh.
Terdapat 3 tipe stressor dalam teori Neuman yakni Intrapersonal, Interpersonal dan
extrapersonal.
Intrapersonal: Kekuatan yang terjadi pada individu dan seringkali merupakan
respons terkondisi.
Interpersonal: Kekuatan yang terjadi di antara orang-orang, misalnya ibu dan
anak.
Extrapersonal: Kekuatan yang terjadi sebagai akibat langsung dari
lingkungan atau budaya yang lebih luas di mana orang tersebut tinggal.
d. Model Konseptual Keperawatan Henderson
Harmer dan Henderson (1995, dalam Potter, 2005 : 274) mengemukakan
teori keperawatan Virginia Henderson mencakup seluruh kebutuhan dasar seorang
manusia. Henderson (1964, dalam Potter, 2005 : 274) mendefinisikan keperawatan
sebagai membantu individu yang sakit dan yang sehat dalam melaksanakan
aktivitas yang memiliki kontribusi terhadap kesehatan dan penyembuhannya,
dimana individu tersebut akan mampu mengerjakanya tanpa bantuan bila ia
memiliki kekuatan, kemauan, dan pengetahuan yang dibutuhkan. Hal ini dilakukan
dengan cara membantu mendapatkan kembali kemandiriannya secepat mungkin.
Empat belas Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Virginia Henderson yaitu :
a) Bernafas secara normal.
b) Makan dan minum dengan cukup.
c) Membuang kotoran tubuh.
d) Bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan.
e) Tidur dan istirahat.
f) Memilih pakaian yang sesuai.
g) Menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal dengan menyesuaikan
pakaian dan mengubah lingkungan.
h) Menjaga tubuh tetap bersih dan terawat serta melindungi integumen.
i) Menghindari bahaya lingkungan yang bisa melukai.
j) Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengungkapkan emosi,
kebutuhan, rasa takut atau pendapat.
k) Beribadah sesuai dengan keyakinan.
l) Bekerja dengan tata cara yang mengandung unsur prestasi.
m) Bermain atau terlibat dalam berbagai kegiatan rekreasi.
n) Belajar mengetahui atau memuaskan rasa penasaran yang menuntun pada
perkembangan normal dan kesehatan serta menggunakan fasilitas kesehatan
yang tersedia.
e. Model Konseptual Keperawatan Budaya Leininger
Model Konseptual Budaya Leininger Model konseptual Leininger sering
disebut sebagai Trancultural NursingTheory atau teori perawatan transkultural.
Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu,
keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock
atau culture imposition. Culture shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba
mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya tertentu
(klien). Klien akan merasakan perasaan tidak nyaman, gelisah dan disorientasi
karena perbedaan nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan. Sedangkan culture
imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara diam-
diam maupun terang-terangan, memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan
kebiasaan/perilaku yang dimilikinya kepada individu, keluarga, atau kelompok dari
budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi daripada
budaya kelompok lain.
Hubungan Model Dengan Paradigma Keperawatan 1. Manusia Menurut
pendapat Leininger tentang variasi struktur sosial, jalan hidup, dan nilai serta
norma-norma dari berbagai budaya dan subkultur, individu memiliki opini dan
pandangan tentang sehat, sakit, asuhan, sembuh, ketergantungan, dan kemandirian
yang berasal dari budaya tersebut. Setiap manusia hidup di dalam dan dengan
budayanya dan meneruskan pengetahuan tersebut terhadap generasi berikutnya.
Oleh karena itu, jika seseorang memiliki atribut fisik dan psikologis, maka hal
tersebut merupakan atribut sosial atau secara lebih spesifik merupakan atribut
budaya atau etnik dari individu. 2. Lingkungan Menurut Leininger, lingkungan di
tentukan oleh cara orangorang atau kelompok atau masyarakat tertentu memberi
bentuk pada unsur lingkungan sosial mayoritas, ekonomi, budaya dan fisik.
Menurut pendapatnya, sistem layanan budaya juga merupakan faktor lingkungan
spesifik yang terdiri dari dua sub sistem : 1) Layanan kesehatan formal
(Profesional) : semua layanan yang menjadi bagian dari sistem layanan kesehatan
regular, termasuk layanan medis, layanan keperawatan, dan fisioterapi. 2) Layanan
kesehatan informal, mencakup semua konsep dan ritual yang terlibat dalam
bantuan sukarela, pengobatan tradisional,
f. Model Konseptual Keperawatan Perilaku Jhonson
Model konsep dan teori keperawatan menurut Johnson adalah dengan
pendekatan system perilaku, dimana individu dipandang sebagai sitem perilaku
yang selalu ingin mencapai keseimgangan dan stabilitas, baik di lingkungan
internal maupun eksternal, juga memiliki keinginan dalam mengatur dan
menyesuaikan dari pengaruh yang ditimbulkanya. Sebagi suatusystem ,
didalamnya terdapat komponen sub system yang membentuk system tersebut,
diantaranya komponen sub system yang membentuk system perilaku menurut
Johnson adalah a. Ingestif, yaitu sumber dalam memelihara integritas serta
mencapaikesenagan dalam pencapaian pengakuan dari lingkungan. b.
Achievement, merupakan tingkat pencapaian prestasi melalui kterampilanyang
kreatif. c. Agresif, merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri atau
perlindungandan berbagai ancaman yang ada di lingkungan. d. Eliminasi,
merupakan bentuk pengelauran segala sesuatu dari sampah atau barang yang tidak
berguna secara biologis e. Seksual, digunakan dalam pemenuhan kenutuhan saling
mencintai dan dicintai f. Gabungan/tambahan, merupakan bentuk pemenuhan
kebutuhan tambahandalam mempertahankan lingkungan yang kondusif dengan
penyesuaiandalam kehidupan social, keamanan, dan kelangsungan
hidup.Ketergantungan, merupakna bagian yang membentuk system perilaku dalam
mendapatkan bantuan, kedamaian, keamanan serta kepercayaan.Berdasarkan sub
system tersebut diatas, maka akan terbentuk sebuahsystem perilaku individu,
sehingga Johnson memiliki pandangan bahwa keperawatan dalam mengatasi
permasalahan tersebut harus dapat berfungsisebagai pengatur agar dapat
menyeimbangkan system perilaku tersebut. Klien dalam hal ini adalaha manusia
yang mendapat bantuan perawatan dengan keadaan terancam atau potensial oleh
kesakitan atau ketidak seimbangan penyesuaian dengan lingkungan. Status
kesehatan yang ingin dicapai adalahmereka yang mampu berperilaku untuk
memelihara keseimbangan ataustabilitas dengan lingkungan.
g. Model Konseptual Keperawatan Self Care Orem
Perawat membantu usia lanjut untuk mempertahankan kebutuhan perawatan
diri dengan memberikan bimbingan, pengarahan, dan keterampilan secara
individual maupun kelompok sehingga usia lanjut mampu mandiri secara bertahap
dalam mengelola penyakitnya. Perawat komunitas mempunyai kontribusi yang
besar dalam meningkatkan status kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat (Anderson, 2000). Konsep keperawatan Orem mendasari peran
perawat dalam memenuhi kebutuhan klien untuk mencapai kemandirian dan
kesehatan yang optimal. a. Teori Self care deficit Inti dari teori ini menggambarkan
manusia sebagai penerima perawatan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
perawatan dirinya dan memiliki berbagai keterbatasanketerbatasan dalam
mencapai taraf kesehatannya. b. Teori Self care Ketika klien tidak mampu
melakukan perawatan dirinya sendiri maka deficit perawatan diri terjadi dan
perawat akan membantu klien untuk melakukan tugas perawatan dirinya c. Teori
nursing system Perawat menentukan, mendesain, dan menyediakan perawatan
yang mengatur kemampuan individu dan memberikannya secara terapeutik sesuai
dengan tiga tingkatan.