Di Susun Oleh :
Moh Haikal R.Djalal
P10120009
KATA PENGANTAR........................................................................................................2
BAB I..................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..............................................................................................................4
1.3Manfaat...................................................................................................................6
BAB II ...............................................................................................................................7
PEMBAHASAN.................................................................................................................7
PENDAHULUAN
Sejak 2018, BPS bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT), didukung oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
(Kementerian ATR/BPN), Badan Informasi Geospasial (BIG), serta Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional (LAPAN), berupaya memperbaiki metodologi perhitungan luas
panen padi melalui penerapan objective measurement dengan memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi serta ketersediaan citra satelit resolusi tinggi. Kerjasama
tersebut diwujudkan dalam suatu kegiatan yang bertajuk “Pendataan Statistik Pertanian
Tanaman Pangan Terintegrasi dengan Metode Kerangka Sampel Area (KSA)” atau lebih
dikenal dengan sebutan Survei KSA. Pelaksanaan Survei KSA untuk komoditas padi mulai
diimplementasikan secara nasional pada tahun 2018. Pengamatan segmen dilakukan pada 7
(tujuh) hari terakhir setiap bulan. Berdasarkan hasil Survei KSA, pada 2020, luas panen padi
di Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 178,07 ribu hektar. Sementara itu, produksi padi pada
2020 sebesar 792,25 ribu ton GKG. Jika dikonversikan menjadi beras, produksi beras pada
2020 mencapai sekitar 465,24 ribu ton, atau mengalami penurunan sebesar 30,92 ribu ton
(6,23 persen) dibandingkan dengan produksi beras tahun 2019. Selain menghasilkan estimasi
luas panen, Survei KSA juga memberikan gambaran terkait fase amat padi lainnya, seperti
luas fase vegetatif awal, vegetatif akhir, generatif, puso, serta luas sawah dan ladang yang
sedang tidak ditanami padi.
Berdasarkan tabel di atas bahwa produksi beras tertinggi di Provinsi Sulawesi Tengah
terdapat pada Kabupaten Parigi Moutong yaitu sebesar (156 095,73),pada tahun 2018, pada
tahun 2019 sebesar (149 112,90),pada tahun 2020 sebesar (128 204,00) dan produksi beras
yang terendah terdapat pada Kabupaten/ kota Palu yaitu pada tahun 2018 sebesar
(876,30),pada tahun 2019 sebesar (268,70),dan pada tahun 2020 sebesar (216,00).Selain itu,
di Provinsi Sulawesi Tengah sendiri ketersediaan beras atau produksi beras mengalami
penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun yaitu pada tahun 2018 sebesar (544
357,22),pada tahun 2019 sebesar (496 160,06),dan pada tahun 2020 sebesar (465 239,00).
besar, cabai rawit, kentang, tomat, dan wortel. Tanaman Industri dan Hortikultura
merupakan sumber devisa Negara yang sangat besar. Sehingga kedua jenis komoditi ini
merupakan tanaman yang menjanjikan dalam membangun dan menciptakan kesejateraan
masyarakat.
Hortikultura memegang peran penting dan strategis karena perannya sebagai
komponen utama pada pola pangan harapan.Komoditas hortikultura khususnya sayuran
dan buah-buahan memegang bagian terpenting dari keseimbangan pangan, sehingga
harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman
konsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan
masyarakat.Jumlah penduduk Indonesia yang besar sebagai konsumen produk
hortikultura yang dihasilkan petani, merupakan pasar yang sangat potensial, dari tahun ke
tahun menunjukkan kecenderungan semakin meningkat dalam jumlah dan persyaratan mutu
yang diinginkan. Tanaman hortikultura merupakan sumber pangan bergizi, estetika dan
obat-obatan yang sangat diperlukan untuk membangun manusia yang sehat jasmani
dan rohani. Keragaman fungsi dari tanaman dan produk hortikultura tersebut merupakan
potensi ekonomi yang sangat besar untuk menggerakkan roda perekonomian yang dapat
menciptakan pendapatan, peluang usaha, kesempatan kerja, serta keterkaitan hulu-hilir
dan dengan sektor lain.
Sektor hortikultura terbagi menjadi subsektor tanaman sayur-sayuran, subsektor
tanaman buah-buahan, subsektor tanaman hias, dan subsektor tanaman obat-obatan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2019 subsektor tanaman buah-buahan terdiri
dari 26 komoditas, subsektor tanaman sayur-sayuran terdiri dari 25 komoditas, subsektor
tanaman hias terdiri dari 12 komoditas, dan subsektor tanaman obat terdiri dari 7 komoditas.
Produksi tanaman buah-buahan terbesar yang tercatat berada data pada komoditas durian,
pisang, jeruk siam, mangga, dan nenas. Produksi subsektor tanaman sayur-sayuran yang
memiliki produksi tertinggi terdapat pada komoditas tomat, cabai rawit, cabai besar, kubis,
kentang, dan bawang merah. Pada subsektor tanaman hias komoditas yang paling banyak
adalah krisan, sedap malam, dan melati. Sedangkan produksi pada subsektor tanaman obat-
obatan yang paling banyak terdapat pada komoditas jahe dan kunyit. Subsektor tanaman
sayuran dan buah-buahan merupakan tanaman pada sektor hortikultura yang cukup strategis
untuk dikembangkan karena tanaman tersebut dibutuhkan setiap saat serta tidak tergantikan
kedudukannya dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat. Ketua Umum Himpunan
Kerukunan Tani Indonesia Moeldoko menyebutkan bahwa penyusutan lahan pertanian di
Indonesia terjadi secara signifikan di setiap tahunnya. Selain itu kondisi tanah pertanian yang
sudah rusak, aspek permodalan, manajemen pertanian, minimnya penguasaan teknologi dan
inovasi serta penanganan pasca panen.
Subsektor hortikultura memberikan nilai tambah bruto dalam perekonomian Provinsi
Sulawesi Tengah yang mencapai 3,6 triliyun rupiah di tahun 2017, namun hanya memberikan
kontribusi sebesar 2,68 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi
Tengah. Sementara itu, dari total nilai tambah sektor Pertanian yang mencapai 38,82 trilyun
rupiah, subsektor hortikultura hanya memberikan kontribusi sekitar 9,24 persen.
2.3 Ketersediaan dan Konsumsi Daging, Ikan dan Telur di Sulawesi Tengah
Tengah relatif masih tertinggal dari provinsi yang ada di Pulau Sulawesi. Sebagai
Pada tahun 2017, jumlah sapi mencapai sekitar 353,000 dan jumlah kerbau
mencapai hampir 3,900 di Sulawesi Tengah dengan Donggala, Sigi, Parigi Moutoung
dan Palu menyumbang sekitar 119.000 (34 persen dari total) ternak. Sulawesi Tengah
menghasilkan daging sapi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
penduduk. Selain itu, daging sapi diekspor ke Kalimantan karena tingginya
permintaan di daerah tersebut. Meskipun Sulawesi Tengah menghasilkan 5,207,468
kg1 daging sapi pada tahun 2016, namun konsumsi daging sapi di Sulawesi Tengah
tergolong rendah (3kg/ kapita/ tahun)
Menurut data, konsumsi ayam dan daging tertinggi di Sulawesi Tengah adalah
di Kabupaten Banggai dan Morowali, jika dibandingkan dengan Palu, Sigi atau
Donggala. Hal ini karena di kedua kabupaten tersebut terdapat perusahaan gas dan
pertambangan yang mempekerjakan ribuan pekerja.
Selain itu, Berdasarkan hasil Laporan Kinerja Pemerintah Prov. Sulawesi
Tengah, 2020, konsumsi daging dan telur di Sulawesi Tengah masih dibawah standar
gizi. Selain itu, Keterampilan peternak masih rendah dan belum memanfaatkan
teknologi tepat guna seoptimal mungkin. Berdasarkan hasil survei pasar di Sulawesi
Tengah pada tahun 2017.
PPH pertama kali diperkenalkan oleh FAO-RAPA pada tahun 1988, yang kemudian
dikembangkan oleh departemen pertanian Republik Indonesia melalui tahap workshop yang
diselenggarakan Departemen Pertanian bekerja sama dengan FAO. Tujuan utama penyusunan
PPH adalah untuk membuat suatu rasionalisasi pola konsumsi pangan yang dianjurkan, yang
terdiri dari kombinasi aneka ragam pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan sesuai cita
rasa.
Pola Pangan Harapan merupakan Keragaman dan keseimbangan konsumsi pangan
pada tingkat keluarga akan menentukan kualitas konsumsi pada tingkat wilayah, baik
kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Artinya Kualitas konsumsi pangan penduduk
ditingkat wilayah (makro) ini dicerminkan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH). Dimana
Ditingkat keluarga dan individu, asupan makanan sesuai prinsip konsumsi pangan Beragam,
Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dapat diketahui
dengan melakukan penilaian konsumsi pangan, melalui pendekatan penghitungan porsi.
2.5 Mewujudkan Ketahanan Pangan di Sulawesi Tengah
Perluas fokus kebijakan untuk menanggulangi bukan hanya stunting melainkan
juga tiga beban malnutrisi. Pemerintah harus memperluas fokus kebijakannya di
bidang ketahanan pangan dan gizi agar tidak hanya terpusat pada persoalan stunting,
tetapi juga pada aspek-aspek lain malnutrisi, khususnya persoalan wasting, obesitas,
kelebihan berat badan, dan defisiensi mikronutrien. Terkait defisiensi mikronutrien,
survei yang representatif sangat diperlukan untuk memberikan dasar pijakan yang bisa
digunakan untuk membuat perencanaan pemberian suplemen dan fortifikasi pangan.
Galakkan gizi seimbang melalui komunikasi perubahan sosial dan perilaku yang
efektif dengan masyarakat. Untuk menggalakkan gizi seimbang, pemerintah perlu
untuk tidak hanya memperbaiki strategi komunikasi massanya tetapi juga terus
mendukung masyarakat dalam mewujudkan pesan-pesan kampanye tersebut dalam
praktik sehari-hari. Misalnya, harga pangan yang beragam harus terjangkau oleh
semua lapisan masyarakat, baik secara langsung maupun melalui kebijakan
perlindungan sosial.
Tingkatkan akses masyarakat terhadap pangan yang beragam melalui
pengembangan sistem pangan yang beragam, tahan terhadap guncangan iklim,
dan peka terhadap kebutuhan gizi. Pemerintah juga harus memastikan ketersediaan
dan akses pangan yang beragam dengan mengembangkan sistem pertanian yang
beragam dan peka terhadap kebutuhan gizi serta tahan terhadap guncangan iklim.
Akses terhadap pangan yang beragam juga dapat ditingkatkan dengan memperbaiki
keterjangkauan pangan dalam masyarakat.
Pastikan bahwa program perlindungan sosial benar-benar menyasar pihak yang
paling membutuhkan sehingga tidak ada yang tertinggal. Secara keseluruhan,
pendanaan untuk program perlindungan sosial terbatas; oleh karena itu, pemerintah
perlu memastikan bahwa kesalahan dalam memasukkan dan mengeluarkan penerima
manfaat sedapat mungkin dicegah dan membuat program tersebut lebih peka gender
dan penyandang disabilitas, gizisensitif, dan adaptif terhadap guncangan.
Pastikan pemanfaatan pangan yang tepat. Karena hanya tubuh yang sehat yang
dapat menyerap kandungan nutrisi pangan yang beragam dengan baik, akses terhadap
air bersih dan sanitasi (termasuk fasilitas toilet) masih perlu diperluas, khususnya
untuk kelompok masyarakat miskin dan rentan. Jaminan layanan kesehatan,
khususnya untuk anak-anak serta ibu hamil dan ibu menyusui, juga harus dipastikan
cakupannya bagi kelompok-kelompok ini.
Atasi ketimpangan gender untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.
Pemerintah perlu mengatasi berbagai masalah yang berkontribusi terhadap
ketimpangan gender yang berkesinambungan dan makin buruk, serta membantu
perempuan agar memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi tentang gizi dan
pola pangan yang beragam, sarana produksi dan pemasaran pertanian, layanan
kesehatan, perlindungan sosial, akses pendidikan, dan peluang ekonomi secara umum.
Perkuat sistem pemantauan dan evaluasi untuk meningkatkan kebijakan dan
program pemerintah di bidang ketahanan pangan dan gizi. Pemerintah harus
memperkuat sistem pemantauan dan evaluasi mereka dalam bidang ketahanan pangan
dan gizi. Pemantauan dan evaluasi yang ketat harus dilakukan dan mekanisme yang
tepat harus ditetapkan demi memastikan bahwa hasil pemantauan dan evaluasi akan
menghasilkan perbaikan kebijakan dan program.
Perkuat tata kelola ketahanan pangan dan gizi atau sistem pangan secara
keseluruhan dengan membentuk lembaga koordinasi kebijakan yang efektif.
Pemerintah perlu meningkatkan tata kelola ketahanan pangan dan gizi dengan
memperkuat koordinasi kebijakan ketahanan pangan dan gizi di bawah kantor wakil
presiden (Stranas Stunting). Lembaga ketahanan pangan dan gizi yang efektif sangat
diperlukan untuk mengatur dan mengoordinasikan kerja-kerja beragam pemangku
kepentingan yang berbeda di bidang ketahanan pangan dan gizi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ketahanan pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 adalah
terpenuhinya pangan bagi setiap negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dan
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi,
merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Sedangkan keamanan pangan menurut BPOM adalah kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan tiga cemaran yaitu cemaran biologis, kimia
dan benda lain yang dapat menganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan
manusisa serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat
sehingga aman untuk dikonsumsi. (Sofyani dkk, 2021).
Adapun produksi beras tertinggi di Provinsi Sulawesi Tengah terdapat pada
Kabupaten Parigi Moutong yaitu sebesar (156 095,73),pada tahun 2018, pada tahun 2019
sebesar (149 112,90),pada tahun 2020 sebesar (128 204,00)
hortikultura memberikan nilai tambah bruto dalam perekonomian Provinsi Sulawesi
Tengah yang mencapai 3,6 triliyun rupiah di tahun 2017, namun hanya memberikan
kontribusi sebesar 2,68 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi
Tengah.
konsumsi ikan penduduk di Provinsi Sulawesi Tengah pada 2020 mencapai 63,03
kilogram perkapita pertahun. Dibanding angka konsumsi ikan tahun 2019 sebesar 57,74
kilogram perkapita. Terjadi peningkatan sebesar 5,29 kilogram perkapita pada 2020.
di Sulawesi Tengah sendiri produksi atau ketersediaan telur pada tahun 2019 sebesar
(13 834,73),pada tahun 2020 (19 360,75) dan pada tahun 2021 (19 845,74).
konsumsi ayam dan daging tertinggi di Sulawesi Tengah adalah di Kabupaten
Banggai dan Morowali, jika dibandingkan dengan Palu, Sigi atau Donggala. Hal ini
karena di kedua kabupaten tersebut terdapat perusahaan gas dan pertambangan yang
mempekerjakan ribuan pekerja
3.2 Saran
Dalam mewujudkan ketahanan pangan dan ketahanan gizi di Indonesia perlu adanya
DAFTAR PUSTAKA
(Damayanti & Khoirudin, 2016) Strategi Menghadapi Ketahanan Pangan (dilihat dari
Kebutuhan dan ketersediaan Pangan) Penduduk Indonesia di Masa Mendatang (Tahun 2015-
2040). Jurnal Bumi Indonesia.
(2020c) Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Menurut Provinsi, 2018-2019 [dalam
jaringan] [25 Juni 2020].
2018) Ketahanan dan Kerentanan Pangan 2018. Jakarta: Badan Ketahanan Pangan,
Kementerian Pertanian.