Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GERONTIK

1. KONSEP LANSIA
a. Definisi
Manusia lanjut usia (manula) merupakan populasi penduduk yang
berumur tua dengan kelompok usia 60 tahun atau lebih (Bustan, 2007).
Menurut (Fatmah, 2010) lansia merupakan proses alamiah yang
terjadi secara berkesinambungan pada manusia dimana ketika menua
seseorang akan mengalami beberapa perubahan yang pada akhirnya akan
mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan seluruh tubuh.
WHO dan Undang - Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa
usia 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit,
tetapi merupakan proses yang berangsur - angsur mengakibatkan perubahan
kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangangan dari dalam dan luar tubuh.

b. Batasan lansia
Batasan - batasan usia lanjut Batasan umur pada usia lanjut dari waktu
ke waktu berbeda. Menurut World Health Organitation (WHO, 1999)
lansia meliputi :
1. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun.
2. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun.
3. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun.
4. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006)


pengelompokkan lansia menjadi :
1. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan kematangan jiwa (usia 55 - 59 tahun).
2. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa
usia lanjut dini (usia 60 - 64 tahun).
3. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif
(usia > 65 tahun)

c. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan
Depkes RI (2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari :
1. pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45 - 59 tahun,
lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
2. lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih /
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
3. lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang / jasa, lansia tidak
potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

d. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut : berusia lebih dari 60
tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan),
kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam
dkk, 2008).

e. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000
dalam Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan
sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit
dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah. Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung. Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh. Tipe lain dari lansia adalah
tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen (ketergantungan), tipe
defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah / frustasi
(kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus
asa (benci pada diri sendiri).

f. Proses Penuaan
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan
suatu fenomena yang kompleks multidimensional yang dapat diobservasi di
dalam satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem. (Stanley,
2006).
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan
yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan
berkurangnya jumlah sel - sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya,
tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan - lahan.
Itulah yang dikatakan proses penuaan (Maryam dkk, 2008).
Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis
yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan - lahan (gradual)
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti serta
mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap
cedera, termasuk adanya infeksi. Proses penuaan sudah mulai berlangsung
sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan
jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh ‘mati’
sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia
berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap orang memiliki
fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian
puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Umumnya fungsi
fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20 - 30 tahun. Setelah
mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh
beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan
bertambahnya usia (Mubarak, 2009).
Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah, baik
secara biologis, mental, maupun ekonomi. Semakin lanjut usia seseorang,
maka kemampuan fisiknya akan semakin menurun, sehingga dapat
mengakibatkan kemunduran pada peran-peran sosialnya (Tamher, 2009).
Oleh karena itu, perlu perlu membantu individu lansia untuk menjaga
harkat dan otonomi maksimal meskipun dalam keadaan kehilangan fisik,
sosial dan psikologis (Smeltzer, 2001).

g. Teori - Teori Proses Penuaan


Menurut Maryam, dkk (2008) ada beberapa teori yang berkaitan dengan
proses penuaan, yaitu : teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori
spiritual.
1. Teori biologis
Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow
theory, teori stres, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.
2. Teori genetik dan mutasi.
Menurut teori genetik dan mutasi, semua terprogram secara genetik
untuk spesies - spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul - molekul DNA dan
setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
3. Immunology slow theory.
Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat
menyebabkan kerusakan organ tubuh.
4. Teori stres
Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel - sel
yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan
stres yang menyebabkan sel - sel tubuh lelah terpakai.
5. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahanbahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel
tidak dapat melakukan regenerasi.
6. Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel - sel yang
tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan
ini menyebabkan kurangnya elastisitas kekacauan, dan hilangnya fungsi
sel.
7. Teori psikologi
Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan
keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Adanya
penurunan dan intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan
kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit
untuk dipahami dan berinteraksi. Persepsi merupakan kemampuan
interpretasi pada lingkungan. Dengan adanya penurunan fungsi sistem
sensorik, maka akan terjadi pula penurunan kemampuan untuk
menerima, memproses, dan merespons stimulus sehingga terkadang
akan muncul aksi / reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.
8. Teori sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu
teori interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri
(disengagement theory), teori aktivitas (activity theory), teori
kesinambungan (continuity theory), teori perkembangan (development
theory), dan teori stratifikasi usia (age stratification theory).
a. Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal - hal yang dihargai masyarakat.
Pada lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang sehingga
menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa
hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti
perintah.
b. Teori penarikan diri
Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita lansia dan
menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara
perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.
c. Teori aktivitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung
bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan
aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting
dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan.
d. Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini
dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang
ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi lansia.
e. Teori perkembangan. Teori perkembangan menjelaskan bagaimana
proses menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana
jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut yang dapat
bernilai positif ataupun negatif. Akan tetapi, teori ini tidak
menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau
yang seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut.
f. Teori stratifikasi usia. Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa
pendekatan yang dilakukan bersifat deterministik dan dapat
dipergunakan untuk mempelajari sifat lansia secara kelompok dan
bersifat makro. Setiap kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang
demografi dan keterkaitannya dengan kelompok usia lainnya.
Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat dipergunakan untuk
menilai lansia secara perorangan, mengingat bahwa stratifikasi
sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas
dan kelompok etnik.

9. Teori spiritual Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada


pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi
individu tentang arti kehidupan.

h. Tugas Perkembangan Lansia


Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi
seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap
individu, namun seiring penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan
fungsi tubuh akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan
penyakit dan merupakan perubahan normal. Adanya penyakit terkadang
mengubah waktu timbulnya perubahan atau dampaknya terhadap
kehidupan sehari - hari.
Adapun tugas perkembangan pada lansia dalam adalah : beradaptasi
terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik, beradaptasi terhadap
masa pensiun dan penurunan pendapatan, beradaptasi terhadap kematian
pasangan, menerima diri sebagai individu yang menua, mempertahankan
kehidupan yang memuaskan, menetapkan kembali hubungan dengan anak
yang telah dewasa, menemukan cara mempertahankan kualitas hidup
(Potter & Perry, 2009).
i. Permasalahan yang terjadi pada lansia
berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan
lanjut usia, antara lain : (Setiabudhi, 1999)
1. Permasalahan umum :
a. Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga
yang berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c. 1ahirnya kelompok masyarakat industry.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia.
e. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan khusus
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah
baik fisik, mental maupun sosial.
b. Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c. Rendahnya produktivitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia.

j. Perubahan - perubahan yang terjadi pada lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan - perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial
dan sexsual (Azizah, 2011).
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Indra
Sistem pendengaran : prebiakusis (gangguan pada pendengaran)
olehkarena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga
dalam,terutama terhadap bunyi suara atau nada - nada yang tinggi,
suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata - kata 50% terjadi pada
usia diatas 60 tahun.
b. Sistem Intergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan
glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit
dikenal dengan liver spot.
c. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai
berikut : Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen
sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan
jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang
tidak teratur.
d. Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi
dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan
kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi
Cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada
persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
e. Tulang
Berkurangnya kepadatan tualng setelah di observasi adalah bagian
dari penuaan fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
f. Otot
perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung
dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
g. Sendi
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan
fasia mengalami penuaan elastisitas.
h. Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, vertikel kiri mengalami hipertropi dan
kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada
jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi Sa nude dan
jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
i. Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total
paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengompensasi kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir ke
paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang.
j. Pencerrnaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata :
1. Kehilangan gigi
2. Indra pengecap menurun
3. Rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun)
4. 1iver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, berkurangnya aliran darah
k. Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak
fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi,
ekskresi,dan reabsorpsi oleh ginjal.
l. Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi
yang progresif pada serabut saraf lansia. 1ansia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas
sehari - hari.
m. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya
ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki - laki testis
masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya
penurunan secara berangsur - angsur.

2. Perubahan Kognitif
a. Memory (Daya ingat, ingatan)
b. IQ (Intellegent Qucient)
c. Kemampuan belajar (Learning)
d. Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
e. Pemecahan masalah (Problem Solving)
f. Pengambilan Keputusan (Decission Making)
g. Kebijaksanaan (Wisdom)
h. Kinerja (Performance)
i. Motivasi

3. Perubahan mental
Faktor - faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a. Pertama - tama perubahan Fisik, khsusnya organ perasa.
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. 1ingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h. Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan Famili.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri.

4. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
(Maslow, 1990). 1ansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal
ini terlihat dalam berfiikir dan bertindak dalam sehari - hari (Murray dan
Zentner, 1970).
2. MASALAH KEPERAWATAN SESUAI DENGAN KASUS KELOLAAN
A. Konsep Stroke
a. Definisi
Stroke adalah kehilangan fungsi otak diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah kebagian otak, biasanya merupakan penyakit serebrovaskular
selama beberapa tahun. Stroke merupakan sindrom klinis akibat gangguan
pembuluh darah otak, timbul mendadak dan biasanya mengenai penderita
usia 45-80 tahun, umumnya laki-laki sedikit lebih sering terkena dari pada
perempuan (Dayan,2013).
Stroke merupakan penyakit yang terjadi karena tergangguanya
peredaran darah otak yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
sehingga mengakibatkan kelumpuhan bahkan kematian pada penderita
stroke, stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke hemoragik dan non
hemoragik (Batticaca,2013).
Menurut Word Health Organization (WHO) dalam muttaqin (2011)
stroke didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah diotak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinik baik lokal maupun global yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih yang dapat menyebabkan kematian.

b. Etiologi
Menurut Price & Wilson, (2012) stroke biasanya diakibatkan oleh salah
satu dari empat kejadian dibawah ini, yaitu :
a) Trombosis, yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis, yang adalah
penyebab paling umum dari stroke. Secara umum, trombosis tidak
terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia,
atau paresthesia pada setengah tubuh dapat mendahului paralisis berat
pada beberapa jam atau hari.
b) Embolisme Serebral, yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa
ke otak dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya menyumbat arteri
serebral tengah atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral.
c) Iskemia, yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama
karena konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
d) Hemoragi serebral, yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien
dengan perdarahan dan hemoragi mengalami penurunan nyata pada
tingkat kesadaran dan dapat menjadi stupor atau tidak responsif. Akibat
dari keempat kejadian di atas maka terjadi penghentian suplai darah ke
otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen fungsi
otak dalam gerakan, berfikir, memori, bicara, atau sensasi.

c. Manifestasi Klinik
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat) ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala
sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya (Muttaqin, 2008).
1) Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atauhemiplegia).
2) Lumpuh pada salah satu sisi wajah “ Bell ‘sPalsy”.
3) Tonus otot lemah ataukaku.
4) Gangguan lapang pandang “HomonimusHemianopsia”.
5) Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia
atau disafhasia: bicara defeksif/kehilanganbicara).
6) Gangguanpersepsi.
7) Gangguan statusmental.

d. Komplikasi
Stroke hemoragik dapat menyebabkan
a. Infark Serebri
b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
c. Fistula caroticocavernosum
d. Epistaksis
(Rahajuningsih,2009)
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
a) Menurunkan kerusakan iskemikcerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan
otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa
diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan
sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan
aliran darah yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia
(irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
b) Mengendalikan hipertensi dan menurunkanTIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan, pemberian dexamethason.
c) Pengobatan
Antikoagulan :Heparin untuk menurunkan kecederungan
perdarahan pada faseakut

Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa


trombolitik/emobolik.
Diuretika : untuk menurunkan edemaserebral
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran
darahotak.Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga
menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskular yang luas.Tindakan ini dilakukan dengan anestesi
umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik
dapat dipertahankan.
d) Menempatkan klien dengan posisi yang tepat, harus diubah setiap 2 jam
sekali dan dilakukan latihan-latihan gerakpasif.
Sumber (Muttaqin, 2008)

f. Patofisiologi
Oksigen sangat penting untuk otak, jika terjadi hipoksia seperti yang
terjadi pada stroke, di otak akan mengalami perubahan metabolik, kematian
sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit
(AHA, 2015). Pembuluh darah yang paling sering terkena adalah arteri
serebral dan arteri karotis interna yang ada di leher (Gideon, 2012). Adanya
gangguan pada peredaran darah otak dapat mengakibatkan cedera pada otak
melalui beberapa mekanisme, yaitu :
b. Penebalan dinding pembuluh darah (arteri serebral) yang menimbulkan
penyembitan sehingga aliran darah tidak adekuat yang selanjutnya akan
terjadi iskemik.
c. Pecahnya dinding pembulh darah yang menyebabkan hemoragi.
d. Pembesaran satu atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
e. Edema serebral yang merupakan pengumpulan cairan pada ruang
interstitial jaringan otak (Smeltzer dan Bare, 2010).
Pathway

Faktor pencetus: hipertensi, DM, penyakit jantung, gaya hidup yang tidak
baik, kolesterol yang meningkat daam darah

Lemak yang sudah nekrotik


Penimbunan lemak/kolesterol meningkat dalam darah dan berdegenerasi

Aneurisma Peningkatan tekanan sistemik Infiltasi limfosit (trombus)

Pembuluh darah menjadi


Tekanan vaskuler meningkat Pembuluh darah menjadi kaku
pecah

Penurunan suplai darah O2 ke Proses metabolisme dalam otak


Hematoma serebral
otak terganggu

Penurunan kesadaran Penurunan suplai darah & Kompresi jaringan otak


ke jantung menurun

Ketidak efektifan Penyempitan pembuluh


Seluler Terjadi iskemik
perfusi jaringan darah
hipoksia miokard

Kontraktilitas menurun Nyeri Akut Aliran pembuluh darah lamb

Frekuensi kinerja Merangsang kerja Eritrosit bergumpal


jantung menurun hipotalamus
(bradikardi)
Endotil rusak
Penurunan Edema serebral,
curah jantung peningkatan TIK/
Cairan plasma hilang
MAP

Kegagalan menggerakan
Penekanan saraf pernafasan, respon
anggota tubuh
pernafasan terganggu (pola nafas,
irama nafas, kedalaman)
f. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan suplai oksigen dan darah keotak
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan saraf
saluran nafas
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi
jantung
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
5) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
g. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Perencanaan Rasional

Tujuan/Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)


1. Ketidakefektifan perfusi NOC NIC 1. Mengetahui keadaan umum klien
jaringan serebral Tissue perfusion : cerebral Edema Serebral yang bisa menuju pada
Definisi : Setelah dilakukan tindakan Management perkembangan klien.
Rentan mengalami keperawatan diharapkan tidak terjadi (Manajemen edema 2. Mempermudah jalan napas klien
penurunan sirkulasi jaringan penurunan sirkulasi jaringan otak serebral) 3. Memaksimalkan jalan nafas klien
otak yang dapat dengan kriteria hasil : 1. Monitor tingkat 4. Mengetahui perbedaan apakah ada
mengganggu kesehatan. No Indikator A T kesadaran klien perbedaan tanda-tanda vital
Faktor Resiko : 1. Tekanan 2. Berikan O2 sesuai 5. Mengetahui saturasi oksigen klien
1. Masa tromboplastin intracranial/ MAP 6. Pemberian analgetik dapat
kebutuhan
parsial abnormal 2. Tekanan darah mengurangi rasa nyeri pada klien.
sistolik 3. Posisikan klien (posisi
2. Masa protombin
3. Tekanan darah had up)
abnormal
diastolik 4. Monitor tanda-tanda
3. Ateroklerosis aerotik 4. Penurunan tingkat vital
4. Diseksi arteri kesdaran 5. Monitor saturasi
5. Fibrilasi atrium Skala indikator : oksigen
6. Miksoma atrium 1. Berat
6. Kolaborasi dengan tim
7. Tumor otak 2. Cukup berat
medis
8. Stenosis karotid 3. Sedang
9. Aneurisme serebri 4. Ringan
10. Koagulopati (mis : 5. Tidak ada
anemia sel sabit)
11. Kardiomiopati
dilatasi
12. Koagulasi
intravascular
diseminata
13. Embolisme
14. Trauma kepala
15. Hiperkolestrolemia
16. Hipertensi
17. Endokarditis infeksi
18. Stenosis mitral
19. Neoplasma otak
20. Sindrom sick sinus
2. Ketidakefektifan pola NOC : NIC :
nafas Respiratory Status : Ventilation Airway Management 1. Untuk membuka jalan nafas klien
Definisi : Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi pasien bila klien mengalami kesulitan
Inspirasi dan/ ekspirasi yang keperawatan diharapkan pola nafas perlunya pemasangan bernafas
tidak memberi ventilasi efektif dengan kriteria hasil : alat jalan nafas buatan 2. Untuk mengeluarkan secret bila
adekuat.
2. Keluarkan sekret terdapat secret agar mempermudah
No Indikator A T
Batasan Karakteristik : 1. Frekuensi
dengan batuk atau jalan nafas
1. Bradipnea pernafasan suction 3. Mengetahui adakah suara nafas
2. Dispnea 2. Irama pernafasan 3. Auskultasi suara tambahan
3. Fase ekspirasi 3. Suara nafas nafas, catat adanya 4. Mengatur asupan cairan untuk
tambahan suara tambahan mengoptimalkan keseimbangan
memanjang
4. TTV dalam rentang 4. Atur intake untuk
4. Oropnea
5. Penggunaan otot normal cairan mengoptimalkan pada tubuh klien
bantu pernafasan keseimbangan 5. Mengetahui keadaan status
6. Pernafasan bibir Skala indikator : 5. Monitor respirasi dan pernapasan klien dalam rentang
7. Pernafasan cuping 1. Berat status O2 normal
hidung 2. Cukup berat
8. Pola nafas abnormal 3. Sedang Terapi Oksigen
4. Ringan 1. Bersihkan
(mis : frekuensi,
5. Tidak ada mulut, hidung dan secret
irama, kedalaman) 1. Mempermudah jalan nafas klien
trakea
9. Takipnea 2. Untuk mempertahankan jalan
2. Pertahankan
jalan nafas yang paten nafas yang paten
Faktor Yang 3. Posisi yang nyaman akan
Berhubungan : 3. Pertahankan
1. Ansietas posisi pasien mempermudah jalan pernafasan
2. Hiperventilasi 4. Monitor klien
3. Keletihan otot adanya kecemasan 4. Berikan ketenangan atau
pernafasan kenyamanan agar klien tidak
4. Nyeri cemas pada saat pemasangan
5. Obesitas alat-alat oksigenisasi
6. Posisi tubuh yang
menhambat ekspansi
paru

3. Penurunan curah jantung NOC NIC


Definisi :     Cardiac Pump effectiveness       Vital Sign Monitoring 1. Mengetahui keadaan umum klien
Ketidakadekuatan darah Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TD, nadi, suhu, yang bisa menuju pada
yang dipompa oleh jantung keperawatan diharapkan curah dan RR perkembangan kesehatan klien
untuk memenuhi kebutuhan jantung klien normal dengan kriteria 2. Mencatat adanya 2. Agar tekanan darah slalu dalam
metabolik tubuh. hasil : frekuensi tekanan darah pantauan
Batasan Karakteristik : No Indikator A T
3. Monitor TD, nadi, RR, 3. Mengetahui adakah perbedaan
Perubahan Frekuensi 1. TTV dalam rentang
Irama Jantung normal sebelum, selama, dan tanda-tanda vital
1. Aritmia 2. Penurunan tingkat setelah aktivitas 4. Mengetahui adakah suara suara
2. Bradikardi, kesadaran 4. Monitor frekuensi dan nafas tambahan pada klien
Takikardi irama pernapasan
3. Perubahan EKG Skala indikator :
1. Berat
4. Palpitasi Cardiac Care
2. Cukup berat
Perubahan Preload 1. Mengetahui nyeri PQRST klien
1. Penurunan tekanan 3. Sedang
1. Mengevaluasi adanya 2. Mengetahui adakah disritmia pada
vena central (central 4. Ringan
nyeri dada (intensitas, jantung klien
venous pressure, 5. Tidak ada
lokasi, durasi) 3. Mengetahui adakah tanda dan
CVP) 2. Mencatat adanya gejala penurunan cardiac output
2. Peneurunan tekanan disritmia jantung 4. Mengetahui keadaan pernapasan
arteri paru 3. Mencatat adanya tanda klien yang menandakan terjadinya
(pulmonary artery dan gejala penurunan gagal jantung
wedge pressure, cardiac putput 5. Mengetahui masukan/keluaran
PAWP) 4. Monitor status cairan dalam tubuh klien
3. Edema, Keletihan pernapasan yang 6. Agar tekanan darah slalu dalam
4. Peningkatan CVP menandakan gagal pantauan
5. Peningkatan PAWP jantung 7. Karna stres dapat memicu tekanan
6. Distensi vena jugular 5. Monitor balance cairan darah meningkat.
7. Murmur
8. Peningkatan berat 6. Monitor adanya
badan perubahan tekanan
Perubahan Afterload darah
1. Kulit Lembab 7. Anjurkan untuk
2. Penurunan nadi menurunkan stress
perifer
3. Penurunan resistansi
vascular paru
(pulmunary vascular
resistence, PVR)
4. Penurunan resistansi
vaskular sistemik
(sistemik vascular
resistence , SVR)
5. Dipsnea
6. Peningkatan PVR
7. Peningkatan SVR
8. Oliguria
9. Pengisian kapiler
memanjang
10. Perubahan warna
kulit
11. Variasi pada
pembacaan tekanan
darah
Perubahan kontraktilitas
1. Batuk, Crackle
2. Penurunan indeks
jantung
3. Penurunan fraksi
ejeksi
4. Ortopnea
5. Dispnea paroksismal
nocturnal
6. Penurunan LVSWI
(left ventricular
stroke work index)
7. Penurunan stroke
volume index (SVI)
8. Bunyi S3, Bunyi S4

Faktor Yang
Berhubungan :
1. Perubahan afterload
2. Perubahan
kontraktilitas
3. Perubahan frekuensi
jantung
4. Perubahan preload
5. Perubahan irama
6. Perubahan volume
7. Sekuncup

4. Defisit perawatan diri NOC NIC


Definisi :      Self Care Deficit Hygiene Self-Care Assistance: 1. Untuk mengetahui aktivitas
hambatan kemampuan untuk setelah dilakukan tindakan Bathing / Hygiene perawatan diri klien
melakukan atau keperawatan diharapkan kebersihan 1. Pertimbangkan budaya 2. Untuk memepertimbangkan usia
menyeIesaikan mandi / klien terjaga dengan kriteria hasil : pasien ketika klien dalam perawatan diri
aktivitas perawatan diri 1. Mempertahankan mempromosikan
untuk diri sendiri . kebersihan mulut 3. Mengetahui junlah san jenis
aktivitas perawatan diri bantuan yang dibutuhkan klien
Batasan 2. Mengeramas rambut
karakterstik :·          3. Memperhatikan kuku
2. Pertimbangkan usia 4. Memberikantempat kamar mandi
1. Ketidakmampuan untuk jari tangan pasien ketika pada klien
mengakses kamar mandi 4. Mempertahankan mempromosikan 5. Untuk menyediakan lingkungan
2. Ketidakmampuan kebersihan tubuh aktivitas perawatan diri yang terapeutik dengan
mengeringkan tubuh 3. Menentukan jumlah dan memastikan hangat, santai,
3. Ketidakmampuan jenis bantuan yang pengalaman pribadi, dan personal
Skala indikator :
mengambil dibutuhkan
1. Sangat terganggu
perlengkapan mandi 4. Tempat handuk, sabun,
2. Banyak terganggu
4. Ketidakmampuan deodoran, alat
3. Cukup terganggu
menjangkau sumber air pencukur, dan aksesoris
4. Sedikit terganggu
5. Ketidakmampuan lainnya yang
5. Tidak tergangguu
mengatur air mandi dibutuhkan di samping
6. Ketidakmampuan tempat tidur atau di
membasuh tubuh kamar mandi
5. Menyediakan
Faktor Yang lingkungan yang
Berhubungan : terapeutik dengan
1. Gangguan kognitif
memastikan hangat,
2. Penurunan motivasi
santai, pengalaman
3. Kendala lingkungan
pribadi, dan personal
4. Ketidakmampuan
merasakan bagian tubuh
5. Ketidakmampuan
merasakan hubungan
spasial
6. Gangguan
muskoloskeletal
7. Gangguan neuro
muscular
8. Nyeri
9. Gangguan persepsi
10. Ansietas berat
5. Nyeri akut NOC NIC
Definisi : Pain Control Pain Management 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri
Pengalaman sensori dan Setelah dilakukan tindakan 1. Melakukan pengkajian klien PQRST, untuk mengetahui
emosional tidak keperawatan selama ...x... jam nyeri secara tingkat kenyamanan yang di
menyenangkan yang muncul diharapkan nyeri klien dapat teratasi komprehensif termasuk rasakan oleh klien
akibat kerusakan jaringan dengan kriteria hasil :
lokasi, karakteristik, 2. Untuk mengalihkan perhatian
actual atau potensial atau No Indikator A T
yang digambarkan sebagai 1. Mengenali kapan
durasi, frekuensi, klien dari rasa nyeri, untuk
kerusakan yang tiba-tiba nyeri terjadi kualitas dan faktor mengetahui apakah nyeri yang
atau lambat dari intensitas 2. Melaporkan nyeri presitipitasi dirasakan klien berpengaruh
ringan hingga berat dengan yang terkontrol 2. Kontrol lingkungan terhadap yang lainnya
akhir yang dapat diantisifasi 3. Menggunakan
yang dapat 3. Untuk mengurangi faktor yang
oleh atau di prediksi. tindakan
Batasan Karakteristik : pengurangan nyeri mempengaruhi nyeri dapat memperburuk nyeri yang di
1. Diaphoresis tanpa analgesik 3. Ajarkan teknik relaksasi rasakan klien
2. Dilatasi pupil 4. Menggunakan nafas dalam 4. Untuk mengurangi tingkat
3. Eksfresi wajah nyeri analgesik yang 4. Ajarkan prinsip dari kenyamanan yang di rasakan klien
direkomendasikan manajemen nyeri 5. Untuk mengetahui TTV dalam
(mis : mata kurang
5. Menggambarkan
bercahaya, tampak 5. Monitor TTV rentang normal
faktor nyeri
kacau, gerakan mata 6. Pastikan klien menerima 6. Pemberian analgetik dapat
terletak pada satu focus, Indikator : pemberian analgetik mengurangi rasa nyeri klien
meringis) 1. Tidak pernah ditunjukkan Kolaborasi dengan tim
4. Focus pada diri sendiri 2. Jarang ditunjukkan medis dalam pemberian
3. Kadang-kadang ditunjukkan obat
5. Mengeksfresikan
perilaku nyeri (mis : 4. Sering ditunjukkan
gelisah, merengek, 5. Selalu ditunjukkan
menangis, waspada)
6. Perilaku distraksi
7. Perubahan pada
parameter fisiologis (mis
: tekanan darah,
frekuensi jantung,
frekuensi pernafasan,
saturasi oksigen)
8. Perubahan posisi untuk
mengindari nyeri
9. Perubahan selera makan
10. Sikap melindungi area
nyeri

Faktor Yang
Berhubungan :
1. Agen cidera biologis
(mis : infeksi, iskemia,
neoplasma)
2. Agen cidera fisik ( mis :
abses, amputasi, luka
bakar, terpotong,
prosedur bedah, trauma)
3. Agen cidera kimiawi
(mis : luka bakar,
kapsaisin)
DAFTAR PUSTAKA

Dayanti, 2013, Komplikasi Stroke Hemoragik, Diakses 20 Juni 2018, Dari


http://id.shvoong.com/medicine-and-health/neurology/1993243-stroke/

Muttaqin, Arif, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan


GangguanSistem Persarafan, Jakarta: Salemba Medika

Muttaqin,2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan


Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
Nanda International. (2015). Diagnosa Keperawatan : definisi dan klasifikasi
2015-2017 (10th ed.). Jakarta: EGC.
NANDA, 2015-2017, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, USA:
Philadelphia

Pertiwi, Nurul, 2011, Stroke Hemoragik dengan Faktor Resiko Hipertensi,


Diakses 27 Desember 2018, Dari http://www.fkumyecase.net/wiki/index.
php?page=STRO KE+HEMORAGIK

Price, Sylvia Anderson. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses


Penyakit. Ed.6. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai