Oleh:
NIM. 2114901121
FAKULTAS KESEHATAN
DENPASAR
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
DENGAN RHEUMATOID ARTHRITIS
1. Konsep Lansia
a Definisi Lansia
Menurut World Health Organization (WHO), lansia merupakan
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Secara umum
seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas.
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu
proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh
untuk beradaptasi dengan stress lingkungan.
Menurut Nugroho, 2021 lansia merupakan seseorang apabila
berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Penuaan
adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan
secara terus-manerus, dan berkesinambungan (Depkes RI, 2011).
b Batasan Lansia
Batas-batasan usia lansia menurut para ahli (Alpin, 2016) meliputi:
1) Menurut undang-undang no 13 tahun 1998 dalam bab I pasal 1 ayat
2 yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai 60
tahun ke atas”
2) Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), batasan lanjut usia
meliputi:
a) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai
59 tahun
b) Lanjut usia (elderly) antara 60-74 tahun
c) Lanjut usia tua (Old) antara 75-90 tahun
d) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
3) Menurut Jos Masdani (2002) terdapat 4 fase yaitu:
a) 1. Fase inventus 25-40 tahun
b) 2. Fase virilities 40-45 tshun
c) 3. Fase presenium 55-65 tahun
d) 4. Fase senium 65 sampai tutup usia
4) Menurut Koesoemato Soetyonegoro (2002). Masa lanjut usia
(getriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun, Masa lanjut usia itu
sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur yaitu:
a) Young old (70-75 tahun)
b) Old (75-80 tahun)
c) Very old (>80 tahun)
c Ciri-ciri Lansia
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut:
1) Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi
yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat
proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih
lama terjadi.
2) Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang
kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan
pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi
ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
3) Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia
sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar
tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial
di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak
memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
4) Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.
Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari
lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang
rendah.
d Teori Proses Penuaan
Menurut Azizah (2011:8-9), teori penuaan secara umum dapat
dibedakan menjadi dua yaitu teori penuaan secara biologi dan teori
penuaan psikososial.
a. Teori Biologi
1) Teori seluler
Kemampuan sel hanya mampu membelah dalam jumlah tertentu
dan kebanyakan sel-sel tubuh “diprogram untuk membelah 50
kali”. Jika sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di
laboratorium lalu diobservasi, jumlah sel-sel yang akan
membelah akan terlihat lebih sedikit. Hal ini akan memberikan
beberapa pengertian terhadap proses penuaan biologis dan
menunjukan bahwa pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi
untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, sesuai dengan
berkurangnya umur. Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf,
sistem muskoloskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ
sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena
rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko
mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang
sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki
diri.
2) Teori protein (Kolagen dan Elastisin)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya
pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan
dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam
jaringan tersebut. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan
kartilago, dan elastisin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan
bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda.
Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastisin pada
kulit kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal,
seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini dapat lebih mudah
dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang
kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga
terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatannya pada sistem
muskuloskeletal.
3) Teori menua akibat metabolisme
Pengurangan intake kalori akan menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori
tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu
atau beberapa proses metabolisme.
4) Teori akibat radikal bebas
Radikal bebas (RB) dapat terbentuk dialam bebas, dan di dalam
tubuh fagosit (pecah), dan sebagai produk sampingan didalam
rantai pernafasan didalam mitokondria. Untuk organisasi
aerobik, radikal bebas terbentuk pada waktu respirasi (aerob)
didalam mitokondria karena 90% oksigen yang diambil tubuh
termasuk didalam mitokondria. RB bersifat merusak, karena
sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein,
dan asam lemak tak jenuh. Walaupun telah ada sistem
penangkal, namun sebagian RB tetap lolos, bahkan makin lanjut
usia makin banyak RB terbentuk sehingga proses pengerusakan
terus terjadi, kerusakan organel sel semakin banyak akhirnya sel
mati.
b. Teori Psikologi
1) Aktivitas atau Kegiatan (activity theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara
keaktifannya setelah lanjut usia sense of integrity yang dibangun
dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini
menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka
yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran
optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari usia
lanjut. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan
individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke usia lanjut.
2) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut
usia. Identitas pada lansia yang sudah mantap memudahkan
dalam memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan
diri dengan masalah dimasyarakat, keluarga dan hubungan
interpersonal. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang
terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh
tipe personality yang dimilikinya.
3) Teori pembebasan (disengagement theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan
kemunduran individu dengan individu lainnya. Teori ini
menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan
ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga terjadi kehilangan
ganda.
e Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Proses Menua
1. Hereditas atau ketuaan genetic
2. Nutrisi atau makanan
3. Status kesehatan
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. Stress
f Perubahan Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan
secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada
diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan,
sosial dan sexual (Azizah dan Lilik M, 2011).
1) Perubahan fisik
a) Sistem indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran)
oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas 60 tahun.
b) Sistem integument
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering
dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi
tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula
sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat
pada kulit dikenal dengan liver spot
c) Sistem muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan
penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan
sendi. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang,
kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada
persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga
permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk
regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung
kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendiaan
menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya
kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari penuaan
fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih
lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot:
perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek
negatif. Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti
tendon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
d) Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa
jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena
perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh
penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan
konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
e) Sistem respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah
untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang
mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan
sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan
kemampuan peregangan toraks berkurang.
f) Pencernaan dan matabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti
penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata
karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar
menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin
mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan
berkurangnya aliran darah.
g) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.
Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju
filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal
h) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi
yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
i) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya
ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis
masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur.
2) Perubahan kognitif
a) Memori (Daya ingat, Ingatan)
b) IQ (Intellegent Quotient)
c) Kemampuan Belajar (Learning)
d) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
e) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
f) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
g) Kebijaksanaan (Wisdom)
h) Kinerja (Performance)
i) Motivasi
3) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
a) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan
h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan keluarga
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
4) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal
ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.
5) Perubahan psikososial
a) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti
menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama pendengaran.
b) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah
rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya
gangguan fisik dan kesehatan.
c) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong,
lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut
menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan
karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.
d) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas
umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif
kompulsif, gangguangangguan tersebut merupakan kelanjutan
dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat
penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala
penghentian mendadak dari suatu obat.
e) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham
(curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-
barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada
lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan
sosial.
f) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan yang mana lansia menunjukkan penampilan
perilaku sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau
karena lansia bermain-main dengan feses dan urin nya, sering
menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah
dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.
g Tugas Perkembangan Lansia
Dalam perkembangan masa lansia juga memiliki tugas
perkembangan yang harus dilaksanakan oleh para individu yang
menginjak usia lansia. Berikut tujuh tugas perkembangan selama hidup
yang harus dilaksanakan oleh lansia, yaitu (Hurlock, 1980 dalam
Ramdani, 2015).
1) Penyesuaian terhadap penurunan kemampuan fisik dan psikis
2) Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan
3) Menemukan makna kehidupan
4) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
5) Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga
6) Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia
7) Menerima dirinya sebagai seorang lansia.
2. Tinjauan Kasus
a Pengertian
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti
sendi, dan “itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti
radang pada sendi. Sedangkan Rheumatoid Arthritis adalah suatu
penyakit autoimun dimana persendian (biasanya tangan dan kaki)
mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Gordon,
2002 dalam Febriana,2015).
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik
atau penyakit autoimun dimana rheumatoid arthritis ini memiliki
karakteristik terjadinya kerusakan pada tulang sendi, ankilosis dan
deformitas. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit
jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas (Lukman &
Nurna Ningsih, 2013).
b Etiologi
Penyebab pasti RA tidak diketahui, diperkirakan merupakan
kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem
reproduksi. Faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikoplasma dan virus. Berikut beberapa faktor yang diduga menjadi
penyebab rhematoid arthritis meliputi:
1) Genetik
Beberapa penelitian melaporkan terjadinya RA sangat terkait dengan
faktor genetik.
2) Usia dan jenis kelamin
Insidensi lebih banyak dialami oleh wanita dibanding pria dengan
rasio 2:1 hingga 3:1. Perbedaan diasumsikan karena pengaruh dari
hormon, namun data ini masih dalam penelitian. Wanita memiliki
hormon estrogen sehingga dapat memicu sistem imun. Rheumatoid
arthritis terjadi pada usia ± 50 tahun.
3) Infeksi
Infeksi dapat memicu rheumatoid arthritis pada host yang mudah
terinfeksi secara genetik. Ada beberapa teori penyebab rheumatoid
arthritis antara lain infeksi streptokokus hemolitikus dan
streptokokus non-hemolitikus, endokrin, autoimun, metabolik dan
faktor genetik serta faktor pemicu lainnya. Rheumatoid arthritis
diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini
bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin disebabkan
oleh virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang
menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi
penderita
4) Lingkungan
Faktor lingkungan dan gaya hidup juga dapat memicu rheumatoid
arthritis seperti merokok, kebiasaan minum susu, dan aktivitas fisik.
c Patofisiologi
Rheumatoid arthritis sering disebut radang selaput sinovial.
Penyebab dari rheumatoid arthritis masih belum jelas. Pada penderita
rheumatoid arthritis suatu antigen penyebab artritis reumatoid yang
berada pada membran sinovial, akan diproses oleh antigen presenting
cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A,
sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekskresi determinan
HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses akan
dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR
yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk suatu
kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan
interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag
selanjutnya akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut
akan mengekskresi reseptor interleukin-2 (IL-2) pada permukaan CD4+.
IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor
spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya
mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan
berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut.
Selain IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai
limfokin lain seperti gamma-interferon, tumor necrosis factor b (TNF-b),
interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-macrophage
colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang
bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas
fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk
memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-
1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang
dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara
bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan
mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan
komponennkomplemen C5a. Komponen komplemen C5a merupakan
faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga
dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke
arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial
menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada artritis
reumatoid adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran
sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran
sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh
pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien,
prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin) yang
akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas
dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu
radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan
sendi.
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan
dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan
IL-1 dan TNF-b. Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan
terhenti bila antigen penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan
tersebut. Akan tetapi pada artritis reumatoid, antigen atau komponen
antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga
proses destruksi sendi akan berlangsung terus. Tidak terhentinya
destruksi persendian pada artritis reumatoid kemungkinan juga
disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah
suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-
90% pasien artritis reumatoid. Faktor reumatoid akan berikatan dengan
komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses
peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga
menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan
terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta
aktivasi jalur asam arakidonat.
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat
pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang
merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis artritis
reumatoid. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel
fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel
radang. Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan
pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai
kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan.
Pada penderita rheumatoid arthritis sinovium menjadi sangat tebal
dan terasa seperti pembengkakan di sekitar sendi dan tendon. Sinovium
berproliferasi ke dalam lipatan, lipatan ini kemudian disusupi oleh
berbagai sel inflamasi diantaranya polimorf yang transit melalui jaringan
ke dalam sel sendi, limfosit dan plasma sel. Lapisan sel sinovium
menjadi menebal dan hiperplastik, kejadian ini adalah tanda proliferasi
vaskuler awal rheumatoid arthritis. Peningkatan permeabilitas pembuluh
darah dan lapisan sinovial menyebabkan efusi sendi yang mengandung
limfosit dan polimorf yang hampir mati (Kumar and Clark, 2009).
Sinovium hiperplastik menyebar dari daerah sendi ke permukaan
tulang rawan. Penyebaran ini menyebabkan kerusakan pada sinovium,
dan tulang rawan mengalami peradangan, kejadian ini menghalangi
masuknya gizi ke dalam sendi sehingga tulang rawan menjadi menipis.
Fibroblast dari sinovium berkembang biak dan tumbuh di sepanjang
pembuluh darah antara margin sinovial dan rongga tulang epifis dan
merusak tulang (Kumar and Clark, 2009).
Proses awalnya, antigen (bakteri, mikroplasma atau virus)
menginfeksi sendi. Akibatnya terjadi kerusakan lapisan sendi yaitu pada
membran sinovial dan terjadi peradangan yang berlangsung terus-
menerus. Peradangan ini akan menyebar ke tulang rawan kapsul fibroma
ligament tendon. Kemudian terjadi penimbunan sel darah putih dan
pembentukan pada jaringan parut sehingga membran sinovium menjadi
hiperatropi dan menebal. Terjadinya hiperatropi dan penebalan ini
menyebabkan aliran darah yang masuk ke dalam sendi menjadi
terhambat. Keadaan seperti ini akan mengakibatkan terjadinya nekrosis
(rusaknya jaringan sendi), nyeri hebat dan deformitas (perubahan bentuk)
(Dipiro et al., 2008).
Sendi yang paling sering terkena rheumatoid arthritis adalah sendi
tangan, pergelangan tangan dan kaki. Selain itu, siku, bahu, pinggung,
lutut dan pergelangan kaki mungkin terlibat. Peradangan kronis dengan
kurangnya program latihan yang memadai bisa berpengaruh pada
hilangnya rentang gerak, atrofi otot, kelemahan dan deformitas.
Keterlibatan tangan dan pergelangan tangan adalah umum pada pasien
rheumatoid arthritis. Keterlibatan tangan dimanifestasikan dengan nyeri,
pembengkakan, ketidakstabilan, dan atrofi dalam fase kronis. Kesulitan
fungsional ditandai dengan berkurangnya gerakan motorik halus.
Lama proses artritis reumatoid berbeda setiap orang. Hal ini
ditandai dengan adanya serangan dan tidak ada serangan. Sejumlah orang
akan sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi,
sedangkan orang yang memiliki faktor reumatoid (seroposotif), maka
kondisi yang dialaminya akan menjadi kronis yang progresif. (Asikin,
2013)
d Manifestasi Klinis
Pada penderita saat mengalami serangan biasanya ditemukan gejala
klinis yaitu (Asikin, 2013):
1) Nyeri persendian disertai kaku terutama pada pagi hari. Kekakuan
berlangsung sekitar 30 menit dan dapat berlanjut sampai berjam-jam
dalam sehari.
2) Muncul pembengkakan, warna kemerahan, lemah dan rasa panas yang
berangsur-angsur.
3) Peradangan sendi yang kronik dapat muncul erosi pada pinggir tulang
dan dapat dilihat dengan penyinaran X-ray.
4) Pembengkakan sendi yang meluas dan simetris.
5) Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah bera dengan pelan-pelan
sejalan dengan bertambahnya nyeri.
6) Sendi besar
kemungkinan juga dapat terserang yang disertai penurunan
kemampuan fleksi atau ekstensi.
7) Perubahan gaya berjalan
Hampir semua pasien osteoartritis pergelangan kaki, tumit, lutut
berkembang menjadi pincang. Gangguan bejalan merupakan ancaman
besar
e Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Pemeriksaan penunjang pada pasien rheumatoid arthritis menurut
(Asikin, 2013):
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Laju endap darah meningkat
b) Protein c-reaktif meningkat
c) Terjadi anemia dan leukositosis
d) Tes serologi faktor reumatoid positif (80% penderita)
2) Aspirasi cairan sinovial Menunjukkan adanya proses inflamasi
(jumlah sel darah putih >2000 µL). Pemeriksaan cairan sendi meliputi
pewarnaan garam, pemeriksaan jumlah sel darah, kultur, gambaran
makroskopis.
3) Pemeriksaan radiologi Menunjukkan adanya pembengkakan jaringan
lunak, erosi sendi, dan osteoporosis tulang yang berdekatan
f Penatalaksanaan Medis
Tujuan dari pengobatan rheumatoid arthritis tidak hanya mengontrol
gejala penyakit, tetapi juga penekanan aktivitas penyakit untuk mencegah
kerusakan permanen (Nikolaus, 2012). Ada beberapa penatalaksaan
medis (Asikin, 2013) meliputi:
1) Pengobatan farmakologi
a) Anti-inflamasi nonstreroid (OAINS)
OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat
inflamasi yang sering dijumpai.
b) Disease-modifying antirheumatic drug (DMARD)
Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARDs) memiliki
potensi untuk mengurangi kerusakan pada sendi,
mempertahankan integritas dan fungsi sendi dan pada akhirnya
mengurangi biaya perawatan dan meningkatkan produktivitas
pasien rheumatoid arthritis.
c) Kortikosteroid
d) Terapi biologi
2) Pengobatan non-farmakologi
a) Istirahat
b) Latihan fisik
c) Nutrisi: menjaga pola makan seperti: diet rendah purin
d) Konsumsi makanan yang tinggi protein dan vitamin
e) Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cidera
f) Kompres air es saat kaki bengkak dan kompres air hangat saat
nyeri
g) Kompres jahe hangat untuk mengurangi nyeri
3. Tinjauan Askep
a Pengkajian
1) Data Subjektif
1) Mengatakan nyeri ketika bergerak atau beraktivitas
2) Mengatakan nyeri seperti tertekan
3) Mengatakan kekakuan pada pagi hari, biasanya bilateral dan
simetris
4) Mengatakan terasa kebas
5) Mengatakan kesemutan pada tangan maupun kaki
6) Mengatakan hilangnya sensasi pada jari tangan
7) Mengatakan demam ringan menetap
8) Mengatakan lelah, anoreksia, dan berat badan menurun
2) Data Objektif
a) Tampak terdapat keterbatasan rentang gerak
b) Tampak atrofi otot
c) Tampak kesulitan untuk melakukan aktivitas perawatan pribadi
d) Tampak pembengkakan pada sendi
e) Tampak kemerahan pada sendi
f) Tampak perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
g) Klien tampak anemik
h) Tampak adanya deformitas disertai pembengkakan
i) Terjadi penurunan kekuatan otot
3) Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera fisik
b) Nyeri Kronis berhubungan dengan agens cedera fisik
c) Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan nyeri dan
penurunan kekuatan otot
d) Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi
tubuh
e) Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan
f) Defisien Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
b Rencana Perawatan
1) Nyeri Akut
a) Tujuan Dan Kriteria Evaluasi
NOC:
(1) Pain level
(2) Pain control
(3) Comfort level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x …
diharapkan nyeri klien berkurang dengan kriteria hasil:
(a) Tanda vital dalam rentang normal
S : 36,5-37,5˚C
N : 60-100 x/menit
TD : Sys (100-130 mmHg)/Dys (70-90 mmHg)
R : 16-20 x/menit
(b) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
(c) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyer
(d) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
(e) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
(f) Tidak mengalami gangguan tidur
b) Intervensi
NIC:
(1) Pantau vital sign
(2) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
(3) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
(4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
(5) Kurangi faktor pencetus atau meningkatkan nyeri
(misalnya: kecemasan, ketakutan, dan kurang pengetahuan)
(6) Ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti teknik nafas
dalam, distraksi, kompres hangat/dingin, terapi musik,
aromaterapi dll
(7) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
c) Rasional Tindakan
(1) Untuk mengetahui keadaan umum pasien dan penanganan
yang akan diberikan
(2) Untuk mengetahui derajat nyeri yang dialami pasien
(3) Mengetahui adanya perasaan tidak nyaman yang
mempengaruhi kondisi
(4) Rasional: Lingkungan yang tenang dan nyaman akan
menurunkan stimulus nyeri eksternal
(5) Pengetahuan tentang penyakit dan penyebab nyeri akan
membantu mengurangi nyeri dan dapat membantu
kepatuhan klien terhadap rencana terapiutik
(6) Teknik non farmakologi merupakan salah satu intervensi
keperawatan secara mandiri untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan oleh pasien.
(7) Analgetik dapat membantu dalam mengurangi intensitas
nyeri
2) Nyeri Kronis
a) Tujuan Dan Kriteria Evaluasi
NOC:
(1) Comfort level
(2) Pain control
(3) Pain level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. nyeri kronis
pasien berkurang dengan kriteria hasil:
(a) Tidak ada gangguan tidur
(b) Tidak ada gangguan konsentrasi
(c) Tidak ada gangguan hubungan interpersonal
(d) Tidak ada ekspresi menahan nyeri dan ungkapan secara
verbal
(e) Tidak ada tegangan otot
b) Intervensi
(1) Pantau vital sign
(2) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
(3) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
(4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
(5) Kurangi faktor pencetus atau meningkatkan nyeri
(misalnya: kecemasan, ketakutan, dan kurang pengetahuan)
(6) Ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti teknik nafas
dalam, distraksi, kompres hangat/dingin, terapi musik,
aromaterapi dll
(7) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
c) Rasional Tindakan
(1) Untuk mengetahui keadaan umum pasien dan penanganan
yang akan diberikan
(2) Untuk mengetahui derajat nyeri yang dialami pasien
(3) Mengetahui adanya perasaan tidak nyaman yang
mempengaruhi kondisi
(4) Rasional: Lingkungan yang tenang dan nyaman akan
menurunkan stimulus nyeri eksternal
(5) Pengetahuan tentang penyakit dan penyebab nyeri akan
membantu mengurangi nyeri dan dapat membantu
kepatuhan klien terhadap rencana terapiutik
(6) Teknik non farmakologi merupakan salah satu intervensi
keperawatan secara mandiri untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan oleh pasien.
(7) Analgetik dapat membantu dalam mengurangi intensitas
nyeri
3) Hambatan Mobilitas Fisik
a) Tujuan Dan Kriteria Evaluasi
NOC:
(1) Joint movement: active
(2) Mobility level
(3) Selfcare: ADLs
(4) Transfer performance
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien
mampu melakukan rentang gerak dan ambulasi secara perlahan
dengan kriteria hasil:
(a) Pasien meningkat dalam aktivitas fisik
(b) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
(c) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan berpindah
(d) Memperagakan penggunakaan alat bantu untuk
mobilisasi
b) Intervensi
NIC:
(1) Kaji tingkat mobilitas pasien
(2) Bantu pasien untuk melakukan rentang gerak aktif maupun
rentang gerak pasif pada sendi
(3) Bantu pasien melakukan ROM
(4) Anjurkan latihan ambulasi dengan alat bantu (misalnya:
tongkat, kursi roda, walker, kruk)
(5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik
lainnya.
c) Rasional Tindakan
(1) Mengetahui kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
(2) Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi dan
mencegah kontraktur
(3) Untuk mempertahankan fleksibelitas sendri sesuai dengan
kemampuan
(4) Membantu dalam peningkatan aktivitas dengan
menggunakan alat bantu
(5) Kemampuan mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan
dengan latihan fisik dari tim fisioterapi
4) Gangguan Citra Tubuh
a) Tujuan Dan Kriteria Evaluasi
NOC:
(1) Body Image
(2) Self Esteem
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. citra tubuh
positif dengan kriteria hasil:
(a) Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
(b) Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
(c) Mempertahankan interaksi sosial
b) Intervensi
NIC:
(1) Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap
tubuhnya
(2) Monitor frekuensi mengkritik dirinya
(3) Dorong klien mengungkapkan perasaannya
(4) Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan
prognosis penyakit
(5) Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil
c) Rasional Tindakan
(1) Untuk mengetahui respon klien terhadap tubuhnya
(2) Untuk mengetahuan tingkat klien dalam mengkritik dirinya
(3) Agar dapat mengeksplor perasaannya secara mendalam
(4) Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang kondisi
yang dialami
(5) Untuk meningkatkan dukungan kepada klien sehingga klien
dalam menerima tubuhnya
5) Defisit Perawatan Diri
a) Tujuan Dan Kriteria Evaluasi
NOC:
(1) Self care: Activity of Daily Living (ADLs)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. defisit
perawatan diri dapat teratasi dengan kriteria hasil:
(a) Pasien terbebas dari bau badan
(b) Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk
melakukan ADLs
(c) Dapat melakukan ADLs dengan bantuan
b) Intervensi
NIC:
(1) Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri
(2) Damping dalam melakukan perawatan diri samapi mandiri
(3) Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
(4) Bantu jika tidak mampu melakuan perawatan perawatan diri
(5) Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai
kemampuan
c) Rasional Tindakan
(1) Untuk mengetahui kebutuhan pasien
(2) Untuk membantu klien dalam melakukan perawatan diri
(3) Untuk mempermudah klien dalam melakukan perawatan
diri
(4) Untuk mengawasi pasien dalam melakukan perawatan diri
(5) Agar klien bisa melakukan perawatan diri secara mandiri
bertahap
6) Defisien Pengetahuan
a) Tujuan Dan Kriteria Evaluasi
NOC:
(1) Knowledge: disease process
(2) Knowledge: health behavior
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x … jam
diharapkan pengetahuan klien meningkat dengan kriteria hasil:
(a) Klien paham dengan penyakit yang dialami
(b) Klien mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
dengan benar
(c) Klien mampu menjelaskan kembali apa yang sudah
dijelaska oleh perawat
b) Intervensi
(1) Identifikasi tingkat pengetahuan klien tentang penyakit
(2) Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit yang
dialami klien
c) Rasional Tindakan
(1) Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang
penyakit yang dialami
(2) Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang penyakit
sehingga dapat melaksanakan penetalaksanaan dengan tepat
c Implementasi
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan. Dalam tahap ini
perawat harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan
perlindungan kepada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam
prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat
perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan
yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi.
d Evaluasi
Evaluasi adalah respon klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan. Dalam proses keperawatan berdasarkan masalah yang
muncul maka hal-hal yang di harapkan pada evaluasi adalah sebagai
berikut:
1) Nyeri klien berkurang
2) Nyeri kronis pasien berkurang
3) Mampu melakukan rentang gerak dan ambulasi secara perlahan
4) Citra tubuh positif
5) Defisit perawatan diri dapat teratasi
6) Pengetahuan klien meningkat
4. WOC
- Genetik
- Usia dan jenis
kelamin
- Infeksi RHEUMATOID
- Lingkungan ARTHRITIS
MK: Gangguan
Citra Tubuh
Otak Tendon & Ligamen
(Korteks somatosensorik) melemah
MK: Hambatan
Nyeri berulang Respon afektif Mobilitas Fisik
>3 bulan
Oleh:
NIM. 2114901121
FAKULTAS KESEHATAN
DENPASAR
2021/2022
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
PENGKAJIAN
Pengumpulan data dilaksanakan pada hari Senin, 18 Oktober 2021 pukul 11.00
WITA. Data diperoleh dengan cara wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik
I. IDENTITAS
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 79 tahun
Agama : Hindu
Status Perkawuinan : Belum Kawin
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat rumah : Mas, Ubud
II. KELUHAN UTAMA
Pasien mengeluh nyeri pada lutut kiri
III. RIWAYAT KESEHATAN
a Masalah kesehatan yang pernah dialami dan yang dirasakan saat ini
(yang dapat meningkatkan morbiditas bila kontak dengan COVID-19).
Klien mengatakan sering mengalami nyeri pada lutut kiri sejak 2 bulan
yang lalu. Keluarga mengatakan klien sempat dibawa ke Puskesmas
Ubud I oleh keluarganya untuk melakukan pemeriksaan dan dinyatakan
pasien mengalami Rheumatoid Arthritis. Pada saat pengkajian, klien
mengeluh nyeri pada lutut kiri, nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk
dengan skala nyeri 6 dari 10 yang diberikan, nyeri hilang timbul dan
paling sering muncul pada malam hari dan saat menggerakkan kaki.
Klien mengatakan sedikit mengalami kesulitan dalam berjalan, klien
mengatakan masih bisa melakukan aktivitas secara mandiri hanya saat
ingin berjalan kadang membutuhkan bantuan dari keluarga, klien
mengatakan tidak mengetahui terapi yang dilakukan, klien mengatakan
tidak mengetahui makanan yang tidak boleh dikonsumsi pada orang
dengan rematik. Klien nampak meringis kesakitan, klien nampak
gelisah, klien nampak memegang lutut bagian kiri, klien nampak
kesulitan menbggerakkan lutut bagian kiri, klien nampak tidak
seimbang saat berjalan, klien nampak kebingungan.
b Masalah kesehatan sebelumnya
Klien mengatakan sebelumnya pernah operasi katarak selain itu hanya
pernah mengalami sakit kepala, demam, batuk maupun pilek. Klien
mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang mengalami rheumatoid
arthritis. Menantu klien mempunyai riwayat hipertensi sejak 2 tahun
yang lalu.
Genogram
HT
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
: Tinggal serumah
: Perkawinan
: Keturunan
HT : Riwayat hipertensi
Penjelasan Genogram:
Ny. R adalah anak kedua dari 2 bersaudara. Orang tua Ny. R sudah
meninggal sejak lama, Sedangkan kakak Ny. R sudah meninggal 4
bulan yang lalu tidak dalam keadaan sakit. Ny. R belum menikah,
sehingga saat ini tinggal bersama anak, menantu dan cucu dari
kakaknya. Di dalam keluarga tinggal 10 orang anggota keluarga. Di
dalam keluarga Ny. R ada yang memiliki riwayat hipertensi, yaitu
menantu kedua.
IV. KEBIASAAN SEHARI-HARI
a Biologis
1. Pola makan
Klien mengatakan biasa makan biasanya 3x sehari dengan porsi
sedang. Makanan yang dikonsumsi yaitu nasi, lauk pauk, dan
sayuran dan dapat menghabiskan 1 porsi makanan setiap makan.
Klien mengatakan tidak memiliki makanan pantangan.
2. Pola minum
Klien mengatakan sering minum air mineral ±1 botol aqua besar
(1.500 ml) dan meminum kopi hitam pada pagi hari.
3. Pola tidur
Klien mengatakan dapat tidur dengan cukup, pada malam hari klien
biasanya tidur pukul 21.00 wita dan terbangun pukul 05.00 WITA.
Klien mengatakan siang hari sering tidur sekitar 1-2 jam/hari, akan
tetapi jamnya tidak menentu. Klien mengatakan tidak mengalami
keluhan dalam pola tidurnya.
4. Pola eliminasi (BAB/BAK)
Klien tidak mengalami gangguan eliminasi urine (BAK ± 10 x/hari),
warna urine kuning bau khas urine tidak terdapat darah pada urine.
BAB 1x/hari dengan konsistensi lembek, bau khas feses, tidak
terdapat darah dalam darah.
5. Aktivitas sehari-hari
Aktivitas (ADL) 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi ditempat tidur √
Mobilisasi berpindah √
Berias √
ROM √
Keterangan:
0 : Mandiri
1 : Membutuhkan alat bantu
2 : Membutuhkan pengawasan orang
3 : Membutuhkan bantuan orang lain
4 : Ketergantungan total
Jadi, dapat disimpulkan klien aktivitas (ADL) sehari harinya
sebagian besar dilakukan mandiri, hanya mobilisasi berpindah
membutuhkan bantuan orang lain.
6. Rekreasi
Klien mengatakan tidak pernah melakukan rekreasi. Klie biasa
menghabiskan waktu luangnya untuk berkumpul dengan keluarga di
rumah.
7. Indeks KATZ
Indek Keterangan
A Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK),
menggunakan pakaian,
pergi ke toilet, berpindah, dan mandi.
B Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
C Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
D Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi
yang lain.
E Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu
F Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah
dan satu fungsi
yang lain.
G Ketergantungan untuk enam fungsi tersebut
Lain-lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi
tidak dapat
diklasifikasi sebagai C, D, E, F dan G
Pemeriksaan Fisik
Tinjauan sistem
1. Keadaan umum : Sadar penuh
2. GCS : V5M6E4
3. Tingkat Kesadaran: Compos mentis
4. Suhu : 36,6˚c Nadi : 88x/menit
Tekanan darah : 120/70 mmHg RR : 20x/menit
Tinggi badan : 149 cm BB : 58kg
5. Kepala (rambut)
Inspeksi: Persebaran rambut merata, warna rambut hitam dan putih,
kulit kepala bersih, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, tidak
terdapat ketomber
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan.
6. Mata, telinga, hidung dan mulut
a Mata tampak simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, terdapat kekeruhan pada mata (pasien pernah operasi
katarak beberapa tahun yang lalu), tidak ada nyeri tekan
b Telinga nampak simetris, bersih, pendengaran sedikit berkurang,
tidak ada massa di dalam telinga
c Hidung nampak simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada sekret.
d Mukosa bibir tidak pucat, mukosa bibir kering, gigi sudah tidak
lengkap dan tidak terdapat labio palato skizis
7. Leher
Inspeksi: Tidak ada luka, tidak ada deviasi trakea, tidak ada distensi
vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Palpasi: Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
8. Dada dan punggung
Inspeksi: Bentuk dada simetris, tidak ada jejas, tidak ada lesi,
gerakan dada bebas, tidak ada retraksi otot dada, payudara
Nampak simetris.
Palpasi: Pengembangan dada simetris, vibrasi tactile premitus
simetris, tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat massa
Perkusi: Sonor
Auskultasi: Suara paru vesikuler, suara jantung S1 S2 regular
9. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi abdomen dan ascites, tidak terdapat
luka
Auskultasi: Peristaltik usus 16 x/menit
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan, idak ada hepatomegaly,
apendiksitis, distensi abdomen, ascites dan massa
Perkusi : Tympani
10. Ekstremitas atas dan bawah
Eketremitas atas:
- Pergerakan bebas
- CRT <2 detik
- Tidak ada luka dan sianosis
Eketremitas bawah:
- Pergerakan terganggu
- CRT <2 detik
- Tidak terdapat luka dan sianosis
- Nyeri tekan pada lutut sinistra
- Kekuatan otot:
555 555
222 555
11. Kulit
Kulit klien nampak berwarna kecoklatan (sawo mateng), tidak
terdapat luka, kulit nampak keriput.
12. Genitalia
Tidak terkaji dan tidak ada keluhan
e Keadaan lingkungan
Lingkungan area rumah pasien bersih dan nyaman.
V. INFORMASI/DATA PENUNJANG
Tidak ada informasi/data penunjang
ANALISA DATA
R: Lutut kiri
Permukaan tulang dan
S: Skala nyeri 6 dari 10
sendi tidak lagi licin
yang diberikan
T: Nyeri hilang timbul Tulang alami gesekan
dan paling sering muncul
pada malam hari dan saat Nyeri
menggerakkan kaki
DO:
- Klien nampak meringis
kesakitan
- Klien nampak gelisah,
klien nampak memegang
lutut bagian kiri
DS: Hambatan Mobilitas Fisik Proses menua
- Klien mengatakan sedikit
mengalami kesulitan Perubahan hormonal
dalam berjalan
- Klien mengatakan masih Peradangan pada
synovial
bisa melakukan aktivitas
secara mandiri hanya
Tendon dan ligament
saat ingin berjalan menjadi lemah
kadang membutuhkan Dislokasi sendi
bantuan dari keluarga.
Do: Pergerakan ekstremitas
terganggu
- Klien nampak kesulitan
menggerakkan kaki Hambatan Mobilitas
bagian kiri Fisik
R: Lutut kiri
S: Skala nyeri 6 dari 10 yang diberikan
T: Nyeri hilang timbul dan paling sering
muncul pada malam hari dan saat
menggerakkan kaki
O:
- Klien nampak meringis kesakitan
II 11.00 Menganjurkan latihan ambulasi - Klien memegang lutut bagian kiri
dengan alat bantu (misalnya:S:
tongkat, kursi roda, walker, kruk) - Klien dan keluarga nampak paham dengan (Aniaka)
penjelasan latihan ambulasi
- Keluarga klien mengatakan akan
membuatkan klien tongkat dari kayu
untuk membantu klien berjalan
O:
- Klien dan keluarga nampak paham dengan
penjelasan yang diberikan
- Keluarga klien nampak kooperatif dan
antusias dalam mengatasi masalah klien
III 16.00 Memberikan pendidikan kesehatan
tentang rheumatoid arthritis sertaS:
(Aniaka)
diet yang dianjurkan - Klien mengatakan akan mematuhi diet
yang sudah dijelaskan
- Klien sedikit memahami tentang penyakit
yang dialami
O:
- Klien mampu menyebutkan tanda dan
gejala rheumatoid arthritis
- Klien mampu menyebutkan diet untuk
rheumatoid arthritis
2 I Rabu, 20 Oktober Memberikan kompres jahe hangatS:
2021 pada lutut kiri klien - Klien mengatakan nyeri sedikit
10.00 berkurang (Aniaka)
- P: Rhematoid arthritis
Q: Seperti ditusuk-tusuk
R: Lutut kiri
S: Skala 5 dari 10 yang diberikan
T: Hilang timbul, nyeri sering muncul
pada saat menggerakkan kaki
O:
- Pasien nampak relaks
- Pasien nampak nyaman saat diberikan
kompres jahe hangat
555 555
222 555
555 555
222 555
A:
- Masalah teratasi
sebagian, tujuan 3 dan
4 tercapai
P:
Pertahankan dan tingkatkan
kondisi klien, lanjutkan
intervensi:
1. Bantu pasien untuk
melakukan rentang
gerak aktif maupun
rentang gerak pasif
3 Kamis, Defisien pengetahuan S:
21 berhubungan dengan kurang - Klien mengatakan
Oktober informasi ditandai dengan klien sudah mematuhi diet (Aniaka)
2021 mengatakan tidak mengetahui yang yang dianjurkan
13.00 terapi yang dilakukan, klien - Klien sedikit
mengatakan tidak mengetahui memahami tentang
makanan yang tidak boleh penyakit yang dialami
dikonsumsi pada orang dengan O:
rematik, Penilaian SPMSQ: Skor - Klien nampak sudah
5 (fungsi intelektual sedang), mulai paham tentang
klien nampak kebingungan penyakit rheumatoid
arthritis
- Klien nampak sudah
paham tentang diet
yang dianjurkan untuk
klien dengan
rheumatoid arthritis
- Klien nampak antusias
dalam mengubah pola
hidup khususnya diet
yang dilakukan
A:
- Masalah teratasi, tujuan
1,2 tercapai
P: Pertahankan kondisi klien
Lanjutkan intervensi:
1. Jelaskan secara detail
mengenai proses
penyakit, tanda dan
gejala serta pengobatan
penyakit rheumatoid
arthritis
2. Jelaskan kepada klien
cara mengatur diet untuk
rheumatoid arthritis
3. Berikan pendidikan
kesehatan mengenai
COVID-19
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing Akademik
Mahasiswa