Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. S DENGAN “HIPERKOLESTEROL”


DI DUSUN NGADIMULYO DESA BULUREJO
KECAMATAN PURWOHARJO KABUPATEN BANYUWANGI
TAHUN 2022

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gerontik Profesi Ners.


Diampuh Oleh Ns. Ahmad Yanuar F,.M.Kep

DISUSUN OLEH:

NUARY ALIEF THERIA


(2021.04.195)

PROGRAM STUDY PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
memperatahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Proses penuaan adalah
siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi
organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan
penyakit. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia terjadi perubahan dalam
struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ dengan bertambahnya umur, fungsi
fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif (penuaan). Sehingga Lansia
rentan terkena infeksi penyakit menular akibat masalah degeneratif menurunkan daya
tahan tubuh seperti Tuberkulosis, Diare, Pneumonia dan Hepatitis. Selain itu penyakit
tidak menular banyak muncul pada usia lanjut diantaranya Hipertensi, Stroke, Diabetes
Melitus , Hiperkolesterol, Radang Sendi dan Asam Urat.
Hiperkolesterol adalah suatu keadaan kadar kolesterol serum darah yang
meningkat melebihi batas normal. Kolesterol merupakan salah satu jenis zat yang
dihasilkan oleh metabolisme tubuh untuk membangun jaringan,sel dan hormon.
Kolesterol tidak bisa larut sehingga bergabung dengan protein dan membentuk
lipoprotein. Di dalam serum darah terdapat kolesterol Low density lipoprotein (LDL) dan
High density lipoprotein (HDL). Jenis lemak Low density lipoprotein (LDL) dan High
density lipoprotein (HDL) Jenis (LDL) yang lain adalah Trigliserida yang juga
dihasilkan oleh lemak, Trigliserida akan menghasilkan energi yang berasal dari
karbohidrat (Hendarsyah, Kurniawaty, & Mustofa, 2013). Sebesar 80 persen dari
kolesterol di dalam darah diproduksi oleh tubuh sendiri sisanya dari luar tubuh (zat
makanan) untuk bermacam-macam fungsi di dalam tubuh, antara lain membentuk
dinding sel (Mamat, 2010). Kolesterol dibawa melalui aliran darah dalam dua komponen
protein, yaitu lipoprotein berdensitas rendah Low Density Lipoprotein (LDL) dan
lipopretin berdensitas tinggi high densitylipoprotein (HDL). Ukuran ( LDL) lebih besar
dari ukuran (HDL), karena (LDL) memiliki ukuran partikel lebih besar sehingga
memungkinkan lebih mudah (LDL) tersangkut di lapisan dinding arteri (Waani, Tiho, &
Kaligis, 2016).
1.2 Tujuan
1. Tujuan umum:
Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik mampu menerapkan asuhan
keperawatan pada lansia yang mempunyai masalah kesehatan sesuai tugas dan
perkembangan lansia.
2. Tujuan khusus :
Setelah menyelesaikan belajar klinik mampu:
a. Mengidentifikasi data yang sesuai dengan masalah kesehatan lansia
b. Merumuskan diagnosa keperawatan lansia sesuai dengan masalah kesehatan
keluarga
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan diagnosa keperawatan
d. Melaksanakan tindakan sesuai rencana yang telah ditentukan
e. Mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan lansia
1.3 Manfaat
1. Bagi penulis
Dapat memberikan solusi cara mengatasi hiperkolesetrol dengan cara non
farmakologis (tidak dengan obat).
2. Bagi intitusi pendidikan
Dapat dijadikan sebagai bahan pustaka tentang asuhan keperawatan gerontik
dengan hiperkolesterol.
3. Bagi profesi
Dapat dijadikan bahan pustaka dalam memberikan asuhan keperawatan gerontik
dengan hiperkolesterol.
4. Pasien/ keluarga
Dapat memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang asuhan
keperawatan gerontik dengan hiperkolesterol.
5. Masyarakat
Diharapkan masyarakat ikut berperan aktif dalam program penurunan kadar
kolesterol yang terlalu tinggi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP LANSIA

1. Definisi
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang
telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau
proses penuaan. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan
tahapantahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan
semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah,
pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya.
Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan
dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada
umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya
akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan
berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010).
2. Batasan Lansia
Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World
Health Organitation (WHO) lansia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun
Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2013)
pengelompokkan lansia menjadi:
a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut
dini (usia 60-64 tahun)
c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65
tahun)
3. Karakteristik Lansia
Beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui
keberadaan masalah kesehatan lansia adalah:
a. Jenis kelamin
Lansia lebih banyak pada wanita. Terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah
kesehatan yang berbeda antara lansia laki-laki dan perempuan. Misalnya lansia
laki-laki sibuk dengan hipertropi prostat, maka perempuan mungkin menghadapi
osteoporosis.
b. Status perkawinan
Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda atau duda akan
mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis.
c. Living arrangement:
Misalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama instri, anak atau
kekuarga lainnya.
d. Kondisi kesehatan
1) Kondisi umum: Kemampuan umum untuk tidak tergantung kepada orang lain
dalam kegiatan sehari-hari seperti mandi, buang air besar dan kecil.
2) Frekuensi sakit: Frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi tidak
produktif lagi bahkan mulai tergantung kepada orang lain.
e. Keadaan ekonomi
1) Sumber pendapatan resmi: Pensiunan ditambah sumber pendapatan lain kalau
masih bisa aktif.
2) Sumber pendapatan keluarga: Ada bahkan tidaknya bantuan keuangan dari anak
atau keluarga lainnya atau bahkan masih ada anggota keluarga yang tergantung
padanya.
3) kemampuan pendapatan: Lansia memerlukan biaya yang lebih tinggi, sementara
pendapatan semakin menurun. Status ekonomi sangat terancam, sehinga cukup
beralasan untuk melakukann berbagai perubahan besar dalam kehidupan,
menentukan kondisi hidup yang dengan perubahan status ekonomi dan kondisi
fisik. (Depkes, 2013).
4. Proses Menua
Proses menua tidak selalu mengakibatkan ketergantungan dan
ketidakmampuan, sebagaian besar lansia tetap mandiri secara fungsional walaupun
menderita penyakit kronis. Aspek fisik dan psikososial pada proses penuaan memiliki
keterkaitan yang erat, lansia erat kaitannya dengan kemampuan merespon stres,
pengalaman kehilangan berkali kali dan perubahan fisik normal pada penuaan
menempatkan mereka pada risiko untuk terkena penyakit dan burukanya fungsional,
walaupun interaksi antar faktor ini bisa menjadi berat, tetapi tidak semua tanda dan
gejala tersebut tampak. (Perry & Potter, 2015).
a. Teori Menua
(Aging) merupakan proses yang harus terjadi secara umum pada seluruh
spesies secara progresif seiring waktu yang menghasilkan perubahan yang
menyebabkan disfungsi organ dan menyebabkan kegagalan suatu organ atau sistem
tubuh tertentu.Beberapa teori penuaan menurut (Fatmah, 2010) antara lain di
jelaskan dalam beberapa paragraf berikut ini:
1) Teori System organ dan Teori kekebalan tubuh
Teori system organ didasarkan atas dugaan adanya hambatan dari organ
tertentu dalam tubuh yang akan menyebabkan terjadinya proses penuaan.Organ
tersebut adalah system endokrin dan system imun. Pada prosesnya penuaan,
kelenjar timus mengecil dan menurunkan fungsi imun. Penurunan system imun
menimbulkan peningkatan usia berhubung dengan peningkatan insidensi
penyakit sedangkan teori kekebalan tubuh memandang proses penuaan terjadi
akibat adanya penurunan system secara bertahap, sehingga tubuh tidak dapat
mempertahankan diri terhadap luka, penyakit, sel mutan, ataupun sel asing.
2) Teori Adaptasi stress, Teori Psikososial dan Teori Kontinuitas.
Teori adaptasi stress menjelaskan proses menua sebagai akibat adaptasi
terhadap stres. Stres dapat berasal dari dalam maupun dari luar, juga dapat
bersifat fisik, psikologik maupun sosial.
Teori Psikososial mengatakan bahwa semakin lanjut usia seseorang,
maka ia semakin lebih memperhatikan dirinya dan arti hidupnya dan kurang
memperhatikan peristiwa atau isu-isu yang terjadi.
Terori Kontiunitas adalah teori antara Gabungan antara teori pelepasan
ikatan dan teori aktivitas. Perubahan diri lansia di pengaruhi oleh tipe
kepribadiannya. Seseorang yang belum sukses, pada usia lanjut akan tetap
berinteraksi dengan lingkungan serta tetap memelihara identitas dan kekuatan
egonya karena memiliki tipe kepribadian yang aktif dalam kegiatan sosial.
3) Teori Sosiologik, Teori pelepasan ikatan (disengnagement theory) dan Teori
Aktivitas Teori
Perubahan social atau teori sosiologik yang menerangkan menurunnya
sumber daya dan meningkatkan ketergantungan, mengakibatkan keadaan sosial
yang tidak merata dan menurunya sistem penunjang sosial.
Menurut teori pelepasan ikatan (disengnagement theory) menjelaskan
bahwa pada usia lanjut terjadi penurunan partisipasi ke dalam masyarakat
karena terjadi proses pelepasan ikatan atau penarikan diri secara pelan pelan dari
kehidupan sosial.
Sedangkan Teori Aktivitas berlawanan dengan teori pelepasan ikatan,
menurut teori aktivitas ini menjelaskan bahwa lansia yang sukses adalah yang
aktif dan ikut dalam banyak kegiatan sosial. Jika seseorang sebelumnya sangat
aktif, maka pada usia lanjut ia akan tetap memelihara keaktifan seperti peran
dalam keluarga dan masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial keagamaan,
karena ia tetap merasa dirinya berarti dan puas di hari tuanya.
Dalam perspektif Teori penuaan yang di tinjau dari sudut biologis
terdapat beberapa teori yaitu:
a) Teori Error Catastrophe, Teori pesan yang berlebihan (redundant message)
dan Teori Teori imunologi Kesalahan susunan asam amino dalam protein
tubuh mempengaruhi sifat khusus enzim untuk sintesis protein, sehingga
terjadi kerusakan sel dan mempercepat kematian sel. Menurut Teori pesan
yang berlebihan (redundant message) manusia memiliki DNA yang berisi
pesan yang berulang ulang atau berlebih lebihan yang menimbulkan penuaan.
b) Teori Teori imunologi menekankan bahwa lansia mengalami pengurangan
kemampuan mengenali diri sendiri dan sel lasing atau sel pengganggu,
sehingga tubuh tidak dapat membedakan sel sel normal dan abnormal dan
akibatnya antibody menyerang kedua jenis sel tersebut sehingga muncul
penyakit penyakit degeneratif (Fatmah, 2010).
5. Permasalahan yang Terjadi pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut
usia, antara lain: (Setiabudhi,2011)
a. Permasalahan umum:
1) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
3) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
4) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut
usia.
5) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia.
b. Permasalahan khusus:
1) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,
mental maupun sosial.
2) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
3) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
4) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
5) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
6) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia.
6. Perubahan pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak
hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah,
2011).
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena
hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama
terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut.
Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan
kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai berikut:
Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai pendukung utama
kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan
menjadi bentangan yang tidak teratur.
4) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi dan akhirnya
permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago untuk
regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif,
konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
5) Tulang
Berkurangnya kepadatan tualng setelah di obserfasi adalah bagian dari penuaan
fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan nyeri,
deformitas dan fraktur.
6) Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan jumlah dan
ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada
otot mengakibatkan efek negatif.
7) Sendi
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia
mengalami penuaan elastisitas.
8) Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, vertikel kiri mengalami hipertropi dan kemampuan
peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan
penumpukan lipofusin dan klasifikasi Sa nude dan jaringan konduksi berubah
menjadi jaringan ikat.
9) Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap,
tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang
rugi paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,
kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan
kemampuan peregangan toraks berkurang.
10) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi
sebagai kemunduran fungsi yang nyata :
a) Kehilangan gigi,
b) Indra pengecap menurun,
c) Rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun),
d) Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah
11) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh
ginjal.
12) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif
pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
13) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan
uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
a) Perubahan Kognitif
(1) Memory (Daya ingat, Ingatan)
(2) IQ (Intellegent Quocient)
(3) Kemampuan Belajar (Learning)
(4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
(5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
(6) Pengambilan Keputusan (Decission Making)
(7) Kebijaksanaan (Wisdom)
(8) Kinerja (Performance)
(9) Motivasi
b. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
(1) Pertama- tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
(2) Kesehatan umum
(3) Tingkat pendidikan
(4) Keturunan (hereditas)
(5) Lingkungan
(6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
(7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
(8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili.
(9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri.
c. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia
makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir
dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 2011).

2.2 KONSEP PENYAKIT HIPERKOLESTEROL


1. Definisi
Koletserol adalah salah satu komponen dalam membentuk lemak. Didalam
lemak terdapat berbagai macam komponen yaitu seperti zat trigliserida, fosfolipid,
asam lemak bebas, dan juga kolesterol. Secara umum, kolesterol berfungsi untuk
membangun dinding didalam sel (membran sel) didalam tubuh. Bukan hanya itu saja,
kolesterol juga berperan penting dalam memproduksi hormon seks, vitamin D, serta
berperan penting dalam menajalankan fungsi saraf dan otak (Mumpuni & Wulandari,
2011). Menurut Stoppard (2010) kelosterol adalah suatu zat lemak yang dibuat
didalam hati dan lemak jenuh dalam makanan. Jika terlalu tinggi kadar kolesterol
dalam darah maka akan semakin meningkat faktor resiko terjadinya penyakit arteri
koroner.
Hiperkolesterol adalah suatu keadaan dimana kadar kolesterol dalam darah
meningkat terutama kadar Low Density Lipoprotein (LDL) yang melebihi batas
normal. Low Density Lipoprotein (LDL) bertugas untuk mengirimkan kolesterol ke
dalam jaringan-jaringan tubuh. Bila kadar kolesterol (LDL) tinggi maka akan terjadi
penyumbatan pada dinding bagian dalam pembuluh darah (atherosklerosis) (Mumpuni
& Ari, 2011).
2. Klasifikasi Hiperkolesterol
a. Hiperkolesterol Primer
Hiperkolesterol primer adalah suatu penyakit herediter yang menyebabkan
seseorang mewarisi kelainan gen pembentuk reseptor lipoprotein berdensitas
rendah pada permukaan membran sel tubuh. Bila reseptor ini tidak ada, hati tidak
dapat mengabsorpsi lipoprotein berdensitas baik atau lipoprotein berdensitas
rendah. Tanpa adanya absorpsi tersebut, mesin kolesterol di sel hati menjadi tidak
terkontrol dan terus membentuk kolesterol baru. Hati tidak lagi memberi respons
terhadap inhibisi umpan balik dari jumlah kolesterol plasma yang terlalu besar.
Akibatnya jumlah lipoprotein berdensitas sangat rendah yang dilepaskan oleh hati
ke dalam plasma menjadi sangat meningkat. Pasien dengan hiperkolesterol yang
parah memiliki konsentrasi kolesterol darah sebesar 600 sampai 1000 mg/dl, yaitu
empat sampai enam kali nilai normal. Banyak pasien seperti ini yang meninggal
sebelum usia 20, karena infark miokardium atau gejala sisa penyumbatan
atherosklerosis di seluruh pembuluh darah tubuh (Evania, 2018).
b. Hiperkolesterol Sekunder
Hiperkolesterol sekunder disebabkan oleh kebiasaan diet lemak jenuh,
kurangnya aktifitas fisik, obesitas, konsumsi alkohol, serta sindrom nefrotik
(Evania, 2018).
Tabel 1. Klasifikasi LDL, Total, dan Kolesterol HDL

LDL (Kolesterol Jahat)


<100 Optimal
101-129 Mendekati Optimal
130-159 Batas Normal tertinggi
160-189 Tinggi
>190 Sangat Tinggi
HDL (Kolesterol Baik)
< 40 Rendah
> 60 Tinggi
Total Cholesterol (TC)
< 200 Yang diperlukan
201-239 Batas Normal tertinggi
> 240 Tinggi
3. Etiologi
Penyebab hiperkolesterol secara umum adalah:
a. Pola diet
Mengkonsumsi terlalu banyak makanan yang mengandung lemak jenuh dapat
menyebabkan hiperkolesterol. Biasanya, lemak jenuh terkandung dalam makanan
yang berasal dari produk olahan hewani seperti sapi, babi, susu, telur, mentega, dan
keju (Sari, 2014).
b. Berat badan Kelebihan
Berat badan dapat menaikkan kadar trigliserida dan menurunkan HDL dalam darah
(Sari, 2014).
c. Tingkat Aktivitas
Kekurangan gerak fisik dapat meningkatkan kadar LDL atau kolestrol jahat serta
menurunkan kadar HDL atau kelosterol baik. Kolesterol LDL adalah kolesterol
jahat karena melekat pada dinding arteri dan bisa menyebabkan sumbatan pada
pembuluh darah (Sari, 2014).
d. Kondisi Kesehatan Secara Keseluruhan
Bagi penderita hiperkolesterol akan lebih beresiko mengalami Penyakit Jantung
Koroner (PJK). Serta seseorang dengan penyakit tertentu seperti Diabetes Melitus
dapat menyebabkan kolesterol menjadi tinggi yang disebabkan oleh penumpukan
lemak jahat di dalam darah (Sari, 2014).
e. Merokok
Merokok dapat menyebabkan turunnya kadar kolesterol baik dalam darah, tidak
hanya perokok aktif saja perokok pasifpun dapat mengalami hal yang sama (Sari,
2014).
f. Alkohol
Kebiasaan minum alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan kadar koleterol
total dan trigliserida. Serta alkohol dapat memperberat kerja hati dalam melakukan
metabolisme (Evania, 2018).
g. Usia dan Jenis Kelamin
Semakin bertambahnya usia manusia, semakin meningkat pula kadar kolesterol
darahnya. Wanita sebelum menopause mempunyai kadar kolesterol yang lebih
rendah dibandingkan pria dengan usia yang sama. Namun setelah menopause,
kadar kolesterol pada wanita cenderung meningkat (Evania, 2018).
h. Stres Kondisi Sters atau keadaann yang tidak mengenakkan akan meningkatkan
kolesterol dalam darah (Evania, 2018).
4. Patofisiologi
Kolesterol adalah komponen lemak darah, yang tidak dibutuhkan dalam
makanan, karena dalam jumlah cukup telah disintesis oleh tubuh. Kolesterol terdapat
dalam makanan dan tubuh terutama sebagai kolesterol bebas atau sebagai ester
dengan asam lemak. Kolesterol yang dibutuhkan secara normal diproduksi sendiri
dalam jumlah yang tepat. Namun kolesterol juga dapat meningkat jika sering
mengonsumsi makanan dengan kadar lemak hewan tinggi (otak sapi, daging merah,
seafood, kuning telur, keju, dll) atau makanan cepat saji (Sudikno, 2010). Kolesterol
yang tinggi merupakan atherogenic (penyebab terbentuknya atherosclerosis).
Kolesterol lipoprotein berkerapatan rendah low density lipoprotein (LDL) sering
disebut sebagai kolesterol “jahat”. Lama-kelamaan kolesterol ini bersama bahan lain
menumpuk di pembuluh darah dan menyebabkan plak. Plak ini disebut dengan
atherosklerosis yang dapat menyebabkan penyumbatan yang berakibat terjadinya
serangan jantung dan stroke. Sebaliknya, kolesterol lipoprotein berkerapatan tinggi
high density lipoprotein (HDL) sering disebut sebagai kolesterol “baik” karena
mambantu membersihkan kolesterol dari pembuluh darah. Jika kadar kolesterol jenuh
(LDL) lebih banyak akan mengakibatkan hiperkolesterol (Sari, 2014).
Hiperkolesterol dapat menyerang siapa saja, tidak mengenal usia dan tidak
mengenal perbedaan berat badan. Selain pola makan yang tidak sehat, kolesterol
tinggi juga dapat disebabkan oleh faktor keturunan, kelebihan berat badan, kurangnya
aktivitas fisik, kurangnya olahraga, merokok, dan mengonsumsi alkohol secara
berlebihan. Kondisi dan penyakit tertentu seperti diabetes mellitus, penyakit ginjal,
penyakit liver, dan underactive thyroid gland yang disebut dengan hypothyroidism
juga dapat memicu terjadinya hiperkolesterol. Berbeda dengan penyakit lain yang
biasanya dengan mudah dikenali gejalanya,tidak demikian dengan hiperkolesterol.
Bahkan penderita bisa tidak merasakan adanya gejala penyakit sama sekali. Seringkali
penderita mengetahui jika setelah dinyatakan menderita Penyakit Jantung Koroner
(PJK) dan stroke. Namun pada sebagian orang dapat mengenali gejalanya saat
penderita merasakan sakit kepala dan pegalpegal sebagai gejala awal. Kolesterol
merupakan zat di dalam tubuh yang berguna untuk membantu pembentukan dinding
sel, garam empedu, hormon, dan vitamin D serta sebagai penghasil energi (Mumpuni
& Ari, 2011).
5. Manifestasi Klinis
Menurut (Evania, 2018) Kelebihan kolesterol tidak menimbulkan keluhan
sama sekali. Bahkan seseorang yang kadar kolesterolnya 3-4 kali lipat dari kadar
normal tidak merasakan keluhan apapun. Kadar kolesterol yang tinggi ini akan
merusak dinding pembuluh darah, sehingga dapat memicu timbulnya berbagai
penyakit, baik yang mengenai jantung seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK),
maupun otak seperti stroke. Umumnya seseorang baru mengetahui dirinya mengidap
kelebihan kolesterol ketika melakukan check up darah di laborat, atau ketika dirinya
sudah terserang stroke atau Penyakit Jantung Koroner (PJK). Gejala yang umum pada
penderita hiperkolesterol adalah gejala seperti kekurangan oksigen yang disebabkan
karena adanya penyumbatan lemak dalam darah sehingga aliran oksigen dalam darah
menjadi terhambat dan dan ditandai dengan rasa pusing, mual, dan mata seperti
enggan dibuka (Mumpuni & Ari, 2011).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosa suatu penyakit dan memperoleh hasil pemeriksaan yang akurat karena
setelah melakukan pemeriksaan kadar kolesterol pasien dapat merubahan pola dan
gaya hidup sehat, untuk menghindari makanan yang mengandung kolesterol tinggi
(Widada, Martiningsik, & Carolina, 2016).
7. Penanganan Umum Hiperkolesterol
Tingginya kadar kolesterol dalam darah akan menyebabkan kerusakan stuktur
pembuluh darah mulai dari penempelan lemak pada dinding pembuluh darah arteri
kemudian dilanjutkan dengan kondisi menyempitnya lumen pembuluh darah, serta
dinding yang rapuh dan tidak elastis (athrosklerosis). Hal tersebut ditandai dengan
adanya tekanan darah tinggi, pusing dan pegal, biasanya seseorang akan meminum
obat untuk menurunkan kadar kolesterol yang sudah diresepkan dari dokter (Harjana,
2011).
Selain penggunaan obat untuk mengatasi problem kolesterol yang tinggi dalam
darah darah, sekarang banyak orang yang menggunakan bahan-bahan alami untuk
menurunkan kadar kolestrol darah seperti jus belimbing wuluh, buah mentimun,
salak, ekstrak atau rebusan daun sirih merah, ekstrak bawang putih, kecambah,
kacang kedelai, rebusan daun katu, dan undur-undur yang sudah dipercaya dari jaman
dahulu (Harjana, 2011).
8. Penatalaksanaan Keperawatan
Fungsi perawatan kesehatan sangat penting dalam membentuk keluarga yang
sehat, perawat mempunyai peran penting dalam mewujudkan masyarakat yang sehat
(Erwina & Yeni, 2018).
Menurut (Evania, 2018) penatalaksanaan hiperkolesteroldapat dilakukan
dengan menjaga kadar kolesterol total agar tetap berada di bawah angka 200 mg/dL,
baikkan kadar kolesterol LDL tidak melebihi angka 100 mg/dL. Hiperkolesterol yang
utama terdiri dari dua macam yaitu nonfarmakologi dan farmakologi (obatobatan).
Terapi farmakologi biasanya diberikan jika kadar kolesterol saat diperiksa sudah
tinggi sehingga perlu penggunaan obatobatan yang dapat menurukan kadar kolesterol
darah. Penatalaksanaan hiperkolesterol bertujuan untuk menjaga kadar kolesterol total
<200 mg/dL dan kadar kolesterol LDL <100 mg/dL.
a. Non farmakologi
1) Pengendalian Berat Badan
Kelebihan bobot badan (overweight) atau obesitas dapat menimbulkan tingginya
kadar kolesterol darah. Pengendalian berat badan dapat dilakukan dengan
membatasi asupan kalori, terutamamakanan yang tinggi lemak jenuh (Evania,
2018).
2) Aktivitas fisik
Aktivitas fisik dapat menaikkan kadar HDL, mengurangi kadar LDL
dantrigliserida, menurunkan tekanan darah, dan memperbaiki sensitivitas
insulin. Aktivitas fisik dengan intensitas baik dianjurkan untuk setiap orang
dewasa. Contoh aktivitas fisik intensitas baik yaitu jalan cepat selama 30-40
menit (Erwinanto et al., 2017).
3) Pengaturan Makanan
Asupan yang dianjurkan mempertahankan kadar kolesterol dan lemak dikenal
dikenal dengan diet dyslipidemia. Secara umum, diet dyslipidemia dibedakan
menjadi dua tahap dengan prinsip pembatasan asupan lemak khususnya lemak
jenuh dan kolesterol dari makanan. Selain itu, dalam pengaturan makanan harus
memperhatikan 3 J yaitu jenis, jumlah, dan jadwal. Prinsip 3J secara umum
berlaku untuk semua jenis penyakit. Bagi penderita hiperkolesterol dianjurkan
dalam sehari mengkonsumsi makanan yang harus disesuaikan dengan kadar
kolesterol, lipoprotein serta ada tidaknya penyakit penyerta lain seperti jantung
dan diabetes (Evania, 2018).
4) Berhenti merokok
Merokok bisa mengurangi kadar kolesterol baik (HDL) dan meningkatkan kadar
kolesterol jahat (LDL), merokok menyebabkan bertambahnya kadar karbon
monoksida di dalam darah, sehingga meningkatkan resiko terjadinya cedera
pada lapisan dinding arteri. Merokok meningkatkan kecenderungan darah untuk
membentuk bekuan, sehingga meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri
perifer, penyakit arteri coroner, stroke dan penyubatan pada arteri.
Menghentikan merokok dapat meningkatkan konsentrasi kolesterol HDL
sebesar 5-10% (Erwinanto et al., 2017).
b. Farmakologis
Terdapat beberapa golongan obat, antara lain :
1) Resin Penukar Anion
Kolestiramin dan kolestipol adalah resin penukar anion yang digunakan dalam
penatalaksanaan hiperkolesterolemia. Obat-obat tersebut bekerja dengan cara
mengikat asamempedu didalam lumen usus dan mencegah reabsorbsi.
2) Kelompok klofibrat
Klofibrat (turunan asam ariloksibutirat) dan beberapa analognya (bezafibral,
siprofibral, finofibrat, gemfibrozil) dapat dianggap sebagai hipolipidemik
berspektrum luas. Klofibrat dan beberapa analognya digunakan dalam
pengobatan hyperlipidemia tipe II maupun IV yang efek utamanya berupa
gangguan pada saluran pencernaan.
3) Statin
Statin menghambat secara kompetitif enzim HMG CoAreductase, yakni enzim
pada sintesis kolesterol,terutama dalam hati. Obat-obat ini lebih efektif
dibandingkanresin penukar anion untuk menurunkan lemak jahat (LDL) tetapi
kurang efektif dibandingkan kelompok klofibrat dalam menurunkan
trigliseridadan meningkatkan lemak baik (HDL). Contoh jenis obat:
Atorvastatin, Fluvastatin, Pravastatin, Simvastatin, Lovastatin
4) Kelompok Asam Nikotinat
Asam nikotinat (niasin) merupakan vitamin larut air yang mampu menurunkan
kadar trigliserida dan kolesterol plasma. Mekanisme kerjanya melalui hambatan
mobilisasi lemak serta hambatan sintesis Very Low Density Lipoprotein
(VLDL) dalam hati dan lebih lanjut kolesterol (LDL). Selain itu, asam nikotinat
juga meningkatkan lemak baik (HDL).
5) Omega 3
Minyak ikan yang kaya akan trigliserida laut omega 3, bermanfaat dalam
pengobatan hipertrigliseridemia berat.
9. Pathway
Faktor pencetus:
Makanan berlemak, rokok, obesitas, kurang olah raga, usia

Kolesterol dimetabolisme hati

Kolesterol berlebih menyebabkan gangguan proses metabolisme

Kolesterol menumpuk dihati

Kolesterol tidak dapat diangkat seutuhnya oleh lipoprotein menuju ke hati dari
aliran darah ke seluruh tubuh
Penumpukan kolesterol di pembuluh darah

Plak kolesterol

Hiperkolesterolemia

Penumpukan lemak di arteri koroner

Gangguan metabolisme Nyeri Akut


Kurang informasi
tentang penyakit Intoleransi Aktivitas

Defisit
Pengetahuan
2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengumpulan data dan identitas didapatkan dari sumber klien (primer) maupun keluarga
(sekunder) dengan menggunakan 13 domain NANDA-I meliputi:
1. Health Promotion Meliputi: kesadaran kesehatan dan manajemen kesehatan tentang
hiperkolesterol.
2. Nutrition Meliputi: perbandingan antara intake sebelum dan sesudah menderita
hiperkolesterol.
3. Elimination Meliputi: frekuensi buang air besar dan buang air kecil sebelum dan
sesudah menderita hiperkolesterol. Menjelaskan karakteristik buang air besar dan
buang air kecil tersebut.
4. Activity Rest Meliputi: jam tidur sebelum dan sesudah menderita hiperkolesterol.
5. Perception/cognition Meliputi: cara pandang klien tentang hiperkolesterol ,apakah
klien memiliki pemahaman khusus tenteng hiperkolesterol.
6. Self perception Meliputi: apakah klien merasa cemas/ takut tentang penyakit
hiperkolesterol.
7. Role perception Meliputi: hubungan klien dengan perawat yang membantu dalam
menurunkan hiperkolesterol.
8. Sexuality Meliputi: gangguan atau kelainan seksualitas.
9. Coping/ Stress Tolerance Meliputi: bagaimana cara klien mengatasi stressor dalam
penyakit yang dideritanya.
10. Life Principles Meliputi: apakah klien tetap menjalankan sholat/ ibadah yang lain
selama perawatan, apa prinsip hidup yang dimiliki klien.
11. Safety/ Protection Meliputi: apakah klien merasa nyaman dengan proses perawatan,
bagaimana penampilan psikologis klien seperti tenang, bingung.
12. Growt/ Development Meliputi: apakah ada kenaikan/ penurunan berat badan sebelum
dan sesudah menderita hiperkolesterol. Pemeriksaan fisik mulai dari pengukuran
tanda vital sebagai berikut; tanda-tanda vital terjadi peningkatan tekanan darah, suhu
tubuh, dan disertai ada atau tidak ada peningkatan nadi, pernapasan. Pada penderita
hiperkolesterol yang tidak diimbangi dengan diet dan aktivitas fisik kemungkinan
besar akan terjadi atherosklerosis yang akan menjadikan beban berat pada kerja
jantung. Jika kerja jantung meningkat maka frekuensi/ irama jantung menjadi tidak
teratur dan muncul diagnosa resiko penurunan curah jantung, jantung tidak akan
bekerja dengan normal sehingga dalam pengangkutan O2 menuju otak menjadi
terganggu sehingga muncul diagnosa nyeri akut dan pola nafas tidak efektif.
13. Masalah keperawatan yang muncul:
Menurut NANDA-I (2018): a) Nyeri akut b) Resiko penurunan curah jantung c)
Hambatan rasa nyaman d) Intoleransi aktivitas.
2.4 Diagnosa keperawatan
1. Nyeri Akut (D.0077) b/d Penumpukan Lemak di Arteri Koroner
2. Defisit Pengetahuan Tentang (Hiperkolesterol) (D.0111) b/d Kurang Informasi
tentang Penyakit
3. Intoleransi Aktivitas (D.0056) b/d Gangguan Metabolisme
2.5 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Luaran Intervensi
1 Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066, SLKI Hal.145) Manajemen Nyeri (I.08238, SIKI Hal. 201-
b/d Penumpukan A.Definisi : Pengalaman sensorik atau emosionat yang 202)
Lemak di Arteri berkaltan deangan kenusakan jaringan aktual atau A. Definisi
Koroner fungsional, dendan onset mendadak alau lambat dan, Mengidentifikasi dan mengelola
ditandai dengan klien berintensitas tingan hingga berat dan konstan. pengalaman sensorik atau emosional yang
mengeluh nyeri dan B. Ekspetasi : Menurun berkaitan dengan kerusakan jaringan atau
berat didaerah tengkuk C. Kriteria hasil fungsional dengan onset mendadak atau
dan jari tangan. Indikator IR-ER lambat dan berintensitas ringan hingga
Kemampuan menuntaskan 1 2 3 4 5 berat dan konstan.
aktivitas B. Tindakan
Keluhan nyeri 1 2 3 4 5 Observasi
Meringis 1 2 3 4 5 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Sikap protektif 1 2 3 4 5 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Gelisah 1 2 3 4 5 nyeri
Kesulitan tidur 1 2 3 4 5 2. Identifikasi skala nyeri
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
Pola napas 1 2 3 4 5 4. Identifikasi faktor yang memperberat
Tekanan darah 1 2 3 4 5 dan memperingan nyeri
Keterangan : 5. Identifikasi pengetahuan dan
Menurun : 1 keyaninan tentang nyeri
Cukup menurun : 2 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
Sedang : 3 respon nyeri
Cukup meningkat : 4 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
Meningkat : 5 kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
11. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
12. Fasilitasi Istirahat dan tidur
13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
14. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
16. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
17. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
18. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
2 Defisit Pengetahuan Tingkat Pengetahuan (L.12111) Edukasi Kesehatan (I.12383)
Tentang A.Definisi : Kecukupan informasi kognitif yang berkaitan A. Definisi
(Hiperkolesterol) dengan topik tertentu Mengajarkan pengelolaan faktor resiko
(D.0111) b/d Kurang B. Ekspetasi : Meningkat penyakit dan perilaku hidup bersih dan
Informasi tentang C. Kriteria hasil tertata sehat
Penyakit Indikator IR-ER B. Tindakan
Perilaku sesuai anjuran 1 2 3 4 5 Observasi
Kemampuan menjelaskan 1 2 3 4 5 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
pengetahuan sesuai topik menerima informasi
Keterangan : 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
Menurun : 1 meningkatkan dan menurunkan
Cukup menurun : 2 motivasi perilaku hidup bersih dan
Sedang : 3 sehat
Cukup meningkat : 4 Terapeutik
Meningkat : 5 3. Sediakan materi dan media pendidikan
Indikator IR-ER kesehatan
Pertanyaan tentang masalah 1 2 3 4 5 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
yang dihadapi kesepakatan
Persepsi yang keliru 1 2 3 4 5 5. Berikan kesempatan untuk bertanya
terhadap masalah Edukasi
Menjalani pemeriksaan 1 2 3 4 5 6. Jelaskan faktor resiko yang dapat
yang tidak tepat mempengaruhi kesehatan
Perilaku 1 2 3 4 5 7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan
Keterangan : sehat
Menurun : 5 8. Ajarkan strategi yang dapat digunakan
Cukup menurun : 4 untuk meningkatkan perilaku hidup
Sedang : 3 bersih dan sehat
Cukup meningkat : 2
Meningkat : 1
3 Intoleransi Aktivitas Toleransi Aktivitas (L.05047, SLKI Hal.148) Terapi Aktivitas (SIKI I.05186)
(D.0056) b/d A.Definisi : Respon fisiologi terhadap aktivitas yang A. Definisi
Gangguan membutuhkan tenaga Menggunakan aktivitas fisik, kognitif,
B. Ekspetasi : Meningkat sosial dan spiritual tentu untuk
Metabolisme
C. Kriteria hasil memberlikan keterlibatan, frekuensi, atau
Indikator IR-ER durasi aktivitas individu atau kelompok.
Keluhan lelah 1 2 3 4 5 B. Tindakan
Perasaan lelah 1 2 3 4 5 Observasi
Aritmia saat aktivitas 1 2 3 4 5 1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
Aritmia setelah aktivitas 1 2 3 4 5 2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi
Keterangan : dalam aktivitas tertentu
Meningkat : 1 3. Idenfitikasi sumber daya untuk
Cukup meningkat : 2 aktivitas yang diinginkan
Sedang : 3 4. Identifikasi strategi meningkatkan
Cukup menurun : 4 partisipasi dalam aktivitas
Menurun : 5 5. Identifikasi makna aktivitas rutin
(misal bekerja) dan waktu luang
Indikator IR-ER 6. Monitor respon emosional, fisik, sosial
Tekanan darah 1 2 3 4 5 dan spiritual terhadap aktivitas
Frekuensi napas 1 2 3 4 5 Terapeutik
Keterangan 7. Fasilitasi fokus pada kemampuan,
Memburuk : 1 bukan defisit yang dialami
Cukup memburuk : 2 8. Sepakati komitmen untuk
Sedang : 3 menningkatkan frekuensi dan rentang
Cukup membaik : 4 aktivitas
Membaik : 5 9. Fasilitasi memilih aktivitas dan
tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik,
biologis dan sosial
10. Koordinasikan pemilihan aktivitas
sesuai usia
11. Fasilitasi dan transportasi untuk
menghadiri aktivitas jika sesuai
12. Fasilitasi aktivitas pasien dan keluarga
dalam menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
13. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (misal
ambulasi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
14. Fasilitasi aktivitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu, energi
atau gerak
15. Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk
pasien hiperaktif
16. Tingkatkan aktivitas fisik untuk
memelihara berat badan, jika sesuai
17. Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
18. Fasilitasi aktivitas dengan komponen
memori implisit dan emosional (misal
kegiatan keagamaan khusus) untuk
pasien demensia, jika sesuai
19. Libatkan dalam permainan kelompok
yang tidak kompetitif, terstruktur dan
aktif
20. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika
perlu
21. Fasilitasi pengembangan motivasi dan
penguatan diri
22. Fasilitasi pasien dan keluarga
memantau kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
23. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas
sehari-hari
24. Berikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
25. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
26. Ajarkan cara melakukan aktivitas fisik
yang dipililh
27. Anjurkan melakukan aktivitas fisik,
sosial, spiritual dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan kesehatan
28. Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok atau terapi, jika sesuai
29. Anjurkan keluarga untuk memberi
penguatan positif atas partisipasi dalma
aktivitas
Kolaborasi
30. Kolaborasi dengan terapi okupasi
dalam merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika sesuai
31. Rujuk pada pusat atau program
aktivitas komunitas, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, M. (2017). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, 13(1), 7.


https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449

Ekawati, A. A. (2014). Gangguan metabolisme. Gangguan Metabolisme, 1–17.

Erwinanto, Santoso, A., Putranto, J. N. eko, Pradana, T., Sukmawan, R., Suryawan, R., …
Kasiman, S. (2017). Panduan Tata Laksana Dislipidemia 2017

Heather, H., & Shigemi, K. (2018). Diagnosis Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi (Jakarta:
E).

Iva, T., Djoko, W., & Dian, H. (2009). Pengaruh Pemberiann Diet Tinggi Karbohidrat
Dibandingkan Diet Tinggi Lemak Terhadap Kadar Trigliserida dan HDL Darah.
Pengaruh Pemberiann Diet Tinggi Karbohidrat Dibandingkan Diet Tinggi Lemak
Terhadap Kadar Trigliserida Dan HDL Darah, 22(8), 80–89.

Mamat. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kadar Kolesterol HDL di Indonesia
(Analisis Data Sekunder IFLS 2007/2008). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kadar Kolesterol HDL Di Indonesia (Analisis Data Sekunder IFLS 2007/2008).

Mumpuni, dr yekti, & Ari, W. (2011). Cara Jitu Mengatasi Kolesterol (A. Maria, Ed.). C.V
ANDI OFFSET.

Pranadiva, mardana I. kadek riyandi, & Tjahya, A. (2009). Penilaian nyeri. Academia, 133–163.
Retrieved from http://www.academia.edu/download/49499859/pemeriksan-dan-
penilaiannyeri.pdf

Sari, D. K. (2014). Tanda gejala dan bahaya hiperkolesterolemia. Tanda Gejala Dan Bahaya
Hiperkolesterolemia, (1988), 1–8.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). DPP
PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st ed.). DPP
PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). DPP
PPNI

Anda mungkin juga menyukai