Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN GASTROENTRITIS AKUT DI IGD


RSUD PASAMAN BARAT

NURHALMI, S.Kep

Perseptor Klinik Perseptor Akademik

(Ns.Winda Karmila,Skep) (...............................)

PROGRAM STUDY PROFESI NERS

STIKES NAN TONGGA

LUBUK ALUNG

2019/2020

1
GASTROENTRITIS

A. Definisi dan Anatomi Fisiologi


1. Definisi
Gastroentritis merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak
normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan
peningkatan volume, keenceran, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah,
seperti lebih dari 3 kali/ hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/ hari. (A. Aziz
Hidayat, 2008).
Selain itu menurut Sudoyo Aru Gastroenteritis atau diare adalah buang air besar
(defikasi) dengan tinja berbentuk cair/setengah cair (setengah padat), kandungan air
tinja lebih banyak dari pada biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Penularan diare karena infeksi melalui makan/minum yang terkontaminasi pathogen
yang berasal/hewan atau muntahan penderita dan juga melalui udara atau melalui
aktivitas seksual kontak oral/general atau melalui aktivitas seksual kontak
oral/genetal atau aral-anal.(Sudoyo Aru,dll 2009).
Dapat disimpulkan Gastroentritis merupakan inflamasi lambung dan usus yang
disebabkan oleh bakteri, usus, dan pathogen, yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/sehari) disertai perubahan konsistensi
tinja (menjadi cair).

2. Anatomi Fisiologi

2
Sistem pencernaan meliputi mulut, kerongkongan, esophagus, lambung,
dan usus. Makanan yang masuk kedalam tubuh kita melalui beberapa tahap, yaitu
ingesti; dimana intake makanan masuk ke dalam tubuh kita melalui proses
memasukan makanan ke dalam mulut, pengunyahan dan menelan; digesti dimana
terjadi perubahan fisik dan kimia zat makanan untuk dapat di absorbsi. Absorbsi
dimana partikel zat makanan dari saluran cerna ke dalam aliran darah dan
pembuluh limfe. Setelah tahap digesti dan absobsi dilalui,molekul-molekul kecil siap
di gunakan oleh tubuh kita. Beberapa dari molekul molekul kecil tersebut di
gunakan untuk alergi, yang lainnya seperti asam amino di gunakan untuk
membangun, memperbaiki dan memproduksi sel. Bahan-bahan yang tidak dapat di
digesti dan di absorbsi akan di eliminasi oleh tubuh.
Sistem pencernaan terbagi atas organ utama dan organ aksesoris atau
tambahan. Organ utama sistem pencernaan terdiri atas rongga mulut yang di
dalamnya terdapat palatum, pipi dan bibir, lidah gigi, kelenjar ludah, faring,
esofagus (kerongkongan), lambung (gaster), duodenum (usus halus), jejenunum,
ileum, kolon yang terdiri atas kolon asenden (naik), transversum (horizontal) dan
desenden (menurun) dan rektum. Sedangkan organ aksesorisnya terdiri atas
kelenjar kelenjar ludah (glandula saliva), dimana terdapat kelenjar parotis, kelenjar
sublingualis dan kelenjar submandibularis. Organ aksesoris lain yaitu hati/hepar
dan pancreas.

3
B. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2009) penyebab terjadinya gastroenteritis ada 5 faktor, yaitu :
1. Faktor Infeksi adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama gastroentritis pada infeksi internal, meliputi :
a. Infeksi bakteri
Vibrio, E Coli, Samonela, Shigella, Campylobachter, yersinia, aeromonas dan
sebagainya.
b. Infeksi virus
Ento (virus echo), coxsackie, poliomytis, adenovirus, rotavirus, astovirus, dan
lain-lain.
c. Infeksi parasit
Cacing, protozoo, dan jamur

2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat meliputi air di sakarida (intoleransi lactora, maltose, dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, friktosa, dan gluktosa), pada bayi
dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa. Laktosa merupakan
karbohidrat utama dari susu (susu sapi mengandung 50 mg laktosa perliter).
Maka pada bayi dam balita diare intoleransi laktosa mendaat perhatian khusus.
Penyababnya karena pada bayi pembentukan enzim lipase yang berfungsi
memecah laktosa belum sempurna, sehingga menyababkan bayi diare, dan
lipase akan berfungsi optimal saat berusia 4-6 bulan. Kondisi ini biasanya terjadi
pada usia bayi 1-2 bulan dan tidak menyababkan berat badannya turun. Selain
itu malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor Makanan
Makanan basi beracun dan alergi makanan.
4. Faktor Kebersihan
Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak mencuci
tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum
mengkonsumsi makanan.
5. Faktor Psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan gastoentritis karena dapat
merangsang peningkatan peristaltic usus.

4
C. Klasifikasi
Menurut Sunato gastroentritis dapat diklasifikasikan mejadi tiga, yaitu :
(Sunato,2009)
1. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan :
a. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan
Enterotolitis nektrotikans.
b. Diare non spesifik : diare dietetis.
2. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
a. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan
oleh bakteri, virus dan parasit.
b. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya:
diare karena bronkhitis.
3. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak,
berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25%
sampai 30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5
sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari.
b. Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi
Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang,
disetujui bahwa definisi diare kronik ádalah diare yang berlangsung 2 minggu
atau lebih. (sunato,2009).

D. Patofisologi
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang
terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat
dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam
basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propia serta
kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan
malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada
akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Penyebab gastroenteritis akut adalah
masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin
(Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia
Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan
infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana merusak sel-
sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan
Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa

5
kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan
osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air
dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan moltilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa
(Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output
berlebih), hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.(Sudoyo Aru,2009).

6
Pathway

7
E. Gejala Klinis
Menurut Kliegman tanda gejala gastroenteritis, yaitu : (Kliegman,2010)
1. Secara umun :
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
b. Terdapat tanda gejala dehidrasi : turgor kuit jelek (elastisitas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering.
c. Demam
d. Nafsu makan berkurang
e. Mual dan muntah
f. Anoreksia
g. Lemah
h. Pucat
i. Nyeri abdomen
j. Perih di ulu hati
k. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat Menurun atau tidak
adanya pengeluaran urine.
Bila penderita telah banyak kehilangan banyak cairan elektrolit, maka gejala
dehidrasi tampak. Menurut Nelson (2009), ada 3 tingkatan dehidrasi, yaitu:
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok, ubun-ubun
dan mata cekung, minum normal, kencing normal.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam. gelisah, sangat
haus, pernafasan agak cepat, ubun-ubun dan mata cekung, kencing sedikit dan
minum normal.
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti
tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis
sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis, denyut jantung cepat, nadi lemah,
tekanan darah turun, warna urine pucat, pernafasan cepat dan dalam, turgor
sangat jelek, ubun-ubun dan mata cekung sekali, dan tidak mau minum. Atau
yang dikatakan dehidrasi bila:
1. Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 2-5% atau rata-rata 25ml/kgBB.
2. Dehidrasi sedang: kehilangan cairan 5-10% atau rata-rata 75ml/kgBB.
3. Dehidrasi berat: kehilangan cairan 10-15% atau rata-rata 125ml/kgBB.

8
F. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan psikologis :
keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma,suhu
tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.
2. Pemeriksaan sistematik :
Inspeksi : mata cekung, membrane mukosa kering,berat badan menurun,anus
kemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen.
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.
Auskultasi : terdengarnya bising usus.(Hudack&Gallo,2007).

G. Pemeriksaan Penunjang/Diangnostik
1. Pemeriksaan Tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis.
b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest,
bila diduga terdapat intoleransi gula.
c. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2. Pemeriksaan Darah
a. pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium, dan
Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
b. Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
3. Intubasi Duodenum (Doudenal Intubation).

Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif,
terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

H. Terapi/Tindakan Penanganan
1. Terapi Famakologi
a. Obat-obatan Antiemetik
Untuk mengatasi muntah
b. Obat-obatan anti diare
Pengeluaran feces yang berlebihan dapat diberikan obat-obat anti diare
serta dapat diberikan oralit.
c. Pemberian air minum
Pemberian air minum yang mengandung natrium cukup memadai untuk
mengatasi ketidakseimbangan yang terjadi.
d. Pemberian cairan intravena

9
Pada kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian cairan
intravena. Larutan garam isotonik (0,9%) merupakan cairan infus terpilih
untuk kasus-kasus dengan kadar natrium mendekati normal, karena akan
menambah volume plasma. Segera setelah pasien mencapai normotensi,
separuh dari larutan garam normal (0,45%) diberikan untuk menyediakan air
bagi sel-sel dan membantu pembuangan produk-produk sisa metabolisme.
e. Pemberian bolus cairan IV
Pemberian bolus cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan, untuk
mengetahui apakah aliran kemih akan meningkat, yang menunjukkan fungsi
ginjal normal.
2. Terapi Non Farmakalogi
Penanganan penderita gastroenteritis secara non farmakologi antara lain:
b. Pemberian Makanan.
c. Makanan yang diberikan pada penderita gastroenteritis adalah makanan
yang mudah dicerna seperti makanan setengah padat (bubur). Pada bayi
dapat diberikan susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa
rendah dan asam lemak tidak jenuh). Air susu ibu (ASI) mempunyai khasiat
preventif secara imunologi dengan adanya antibodi dari zat-zat lain yang
dikandungnya.
d. Menjaga kebersihan lingkungan disekitar tempat penderita.
e. Selalu membiasakan untuk mencuci tangan dengan bersih.

I. Komplikasi
Menurut Kliegman ada 8 komplikasi gastroenteritis, yaitu : (kliegman,2010)
1. Demam
2. Dehidrasi
3. Hipokalemia
4. Hipokalsemia
5. Ilues peristaltic
6. Hiponatremi
7. Syok hipovalemik
8. Asidosis

10
J. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data, dan penentuan
masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi,
pemeriksaan fisik.
1. Indentitas Klien
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan / penyakit sekarang
c. Riwayat kesehatan / penyakit dahulu
d. Riwayat kesehatan / penyakit keluarga
e. Riwayat tumbuh kembang (usia 2 tahun)
3. Pemeriksaan Fisik
4. Pemeriksaan tumbuh kembang
5. Pemeriksaan penunjang

K. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual dan muntah.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit berhubungan dengan kehilangan
natrium dan klorida
5. Anoreksia berhubungan dengan metabolism oleh bakteri.(Nanda,2011)

L. Intervensi

No Dx . Tujuan/Kriteria hasil Intervensi


Keperawatan
1 Defisit volume NOC : NIC :
cairan 1. Fluid balance Fluid Monitoring
berhubungan 2. Hydration 1. Pertahankan catatan
dengan 3. Nutritional Status : Food and intake dan output yang
output cairan Fluid Intake akurat
yang kriteria hasil: 2. Monitor status hidrasi (
berlebihan. 1. Mempertahankan urine kelembaban membran
output sesuai dengan mukosa, nadi adekuat,

11
usia dan BB, BJ urine tekanan darah ortostatik
normal, ), jika diperlukan
2. Tekanan darah, nadi, 3. Monitor hasil lab yang
suhu tubuh dalam batas sesuai dengan retensi
normal cairan (BUN , Hmt ,
3. Tidak ada tanda tanda osmolalitas urin,
dehidrasi, Elastisitas albumin, total protein )
turgor kulit baik, 4. Monitor vital sign setiap
membran mukosa 15menit – 1 jam
lembab, tidak ada rasa 5. Kolaborasi pemberian
haus yang berlebihan cairan IV
4. Orientasi terhadap 6. Monitor status nutrisi
waktu dan tempat baik. 7. Berikan cairan ora
5. Jumlah dan irama 8. Berikan penggantian
pernapasan dalam batas nasogatrik sesuai output
normal (50 – 100cc/jam)
6. Elektrolit, Hb, Hmt dalam 9. Dorong keluarga untuk
batas normal membantu pasien
7. pH urin dalam batas makan
normal 10. Kolaborasi dokter jika
8. Intake oral dan intravena tanda cairan berlebih
adekuat muncul meburuk
11. Atur kemungkinan
tranfusi
12. Persiapan untuk
tranfusi
13. Pasang kateter jika
perlu
14. Monitor intake dan urin
output setiap 8 jam

2 Gangguan NOC : NIC :


kebutuhan 1. Nutritional status: Adequacy of Nutrition Management
nutrisi kurang nutrient. 1. Kaji adanya alergi
dari 2. Nutritional Status : food and makanan
kebutuhan Fluid Intake. 2. Kolaborasi dengan ahli

12
tubuh 3. Weight Control gizi untuk menentukan
berhubungan Kreteria hasil : jumlah kalori dan nutrisi
dengan mual 1. Mual, muntah berkurang/tidak yang dibutuhkan pasien
dan muntah ada 3. Yakinkan diet yang
2. Nafsu makan meningkat dimakan mengandung
3. Diet dihabiskan tinggi serat untuk

4. Turgor kulit elastis mencegah konstipasi


4. Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan harian.
5. Monitor adanya
penurunan BB dan gula
darah
6. Monitor lingkungan
selama makan
7. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
selama jam makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen makanan
seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan

13
yang adekuat dapat
dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi selama
makan
16. Anjurkan banyak minum
17. Pertahankan terapi IV line
3 Gangguan NOC : NIC :
rasa nyaman 1. Pain Level Pain Management
nyeri 2. pain control 1. Lakukan pengkajian
berhubungan 3. comfort level nyeri secara
dengan komprehensif termasuk
distensi lokasi, karakteristik,
abdomen. Kriteria hasil: durasi, frekuensi,
1. Mampu mengontrol nyeri kualitas dan faktor
(tahu penyebab nyeri, presipitasi
mampu menggunakan 2. Observasi reaksi
tehnik nonfarmakologi untuk nonverbal dari
mengurangi nyeri, mencari ketidaknyamanan
bantuan) 3. Bantu pasien dan
2. Melaporkan bahwa nyeri keluarga untuk mencari
berkurang dengan dan menemukan
menggunakan manajemen dukungan
nyeri 4. Kontrol lingkungan yang
2. Mampu mengenali nyeri dapat mempengaruhi
(skala, intensitas, frekuensi nyeri seperti suhu
dan tanda nyeri) ruangan, pencahayaan
3. Menyatakan rasa nyaman dan kebisingan
setelah nyeri berkurang 5. Kurangi faktor
4. Tanda vital dalam rentang presipitasi nyeri
normal 6. Kaji tipe dan sumber
5. Tidak mengalami nyeri untuk menentukan
gangguan tidur intervensi
7. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi: napas
dala, relaksasi, distraksi,

14
kompres hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
10. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali

15
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:


Salemba Medika.

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.

Ngastiyah. 2009. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.

Behrman., Kliegman. & Arvin. 2010. Nelson Ilmu Kesehatan Anak( edisi: 15, vol
2). Jakarta : EGC. 854 – 856.

Nelson WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab.
Jakarta: EGC, 2009 : (1): 561-3.

Hudak & Gallo, 2007. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta: EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai