GASTROENTERITRIS
DISUSUN OLEH :
AZZAHRA RAMADHANIA
P27220020055
B. Manifestasi Klinis
Menurut Sodikin (2011), Beberapa tanda dan gejala yang terjadi pada
kasus gastroenteritis, antara lain :
1. Bayi atau anak menjadi cengeng, rewel, gelisah
2. Suhu badan meningkat
3. Nafsu makan berkurang atau tidak ada
4. Timbul diare
5. Feses makin cair, mungkin mengandung darah dan atau lendir
6. Warna feses berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur
empedu.
7. Muntah baik sebelum maupun sesudah diare
8. Terdapat gejala dan tanda dehidrasi : ubun-ubun besar cekung pada
bayi, tonus otot dan turgor kulit berkurang, selaputlendir pada mulut
dan bibir terlihat kering
9. Berat badan menurun
10. Pucat, lemah
C. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin (2011) dan Suriadi (2010), penyebab dari
gastroenteritis sangat beragam, antara lain sebagai berikut :
1. Faktor infeksi :
a. Infeksi berbagai macam bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi
makanan maupun air minum (enteropathogenic, escherichia coli,
salmonella, shigella, V. Cholera, dan clostridium).
b. Infeksi berbagai macam virus :enterovirus, echoviruses, adenovirus,
dan rotavirus. Penyebab diare terbanyak pada anak adalah virus
Rotavirus.
c. Jamur : Kandida
d. Parasit (giardia clamblia, amebiasis, crytosporidium dan cyclospora)
2. Faktor non infeksi/ bukan infeksi :
a. Alergi makanan, misal susu, protein
b. Gangguan metabolik atau malabsorbsi : penyakit
c. Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan
d. Obat-obatan : Antibiotik, Laksatif, Quinidine, Kolinergik, dan Sorbital.
e. Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis
f. Emosional atau stress
g. Obstruksi usus
D. Faktor Resiko
Faktor risiko terjadinya gastroenteritis menurut Kemenkes RI (2011), adalah:
1. Faktor perilaku yang meliputi:
a. Tidak memberikan ASI/air susu ibu selama 6 bulan (ASI eksklusif)
dan memberikan MP ASI/makanan pendamping terlalu dini akan
mempercepat bayi kontak terhadap kuman.
b. Penyimpanan makanan tidak higienis.
c. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena diare
karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu.
d. Tidak menerapkan kebiasaan cuci tangan menggunakan sabun sebelum
memberi ASI/makan, setelah buang air besar (BAB) dan setelah
membersihkan BAB anak.
2. Faktor lingkungan antara lain:
a. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk.
b. Kurangnya ketersediaan mandi cuci kakus (MCK), ketersediaan air
bersih yang tidak memadai.
Selain faktor risiko tersebut ada beberapa faktor dari penderita yang dapat
meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: penyakit imunodefisiensi
atau imunosupresi, penderita campak serta kurang gizi/malnutrisi terutama anak
gizi buruk.
E. Klasifikasi
Menurut Sodikin (2011) klasifikasi gastroenteritis dengan manifestasi diare:
1. Diare akut (gastroenteritis)
Diare akut adalah diare yang secara mendadak terjadi pada bayi dan anak
yang sebelumnya sehat. Diare berlangsung kurang dari 14 hari. Penyebab
diare akut pada anak-anak adalah rotavirus, Escherichia coli
enterotoksigenik, Crytosporidium, Campylobacter jejuni dan Shigella.
2. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang pada mulanya bersifat akut tetapi
berlangsung lebih dari 14 hari. Diare persisten tidak disebabkan oleh
penyebab mikroba tunggal, E. Coli enteoaggregatife, Shigella, dan
Cryptosporidium, mungkin penyebab lain berperan lebih besar.
3. Disentri
Disentri adalah diare yang disertai darah dalam feses. Penyebab utama
disentri akut yaitu Shigella dan penyebab lain adalah Campylobacter
jejuni.
F. Patofisiologis
Patofisiologi gastroenteritis terjadi melalui 2 mekanisme antara lain yaitu
akibat kerusakan pada vili usus yang menyebabkan malabsorbsi dan diare osmotik
serta pelepasan toksin yang berikatan dengan reseptor enterosit spesifik dan
menyebabkan pelepasan ion klorida ke lumen intestinal sehingga menyebabkan
diare sekretorik.
1. Gastroenteritis Akibat Virus
Transmisi gastroenteritis umumnya terjadi melalui rute fekal-oral dari
makanan dan air yang terkontaminasi. Beberapa virus, seperti norovirus, dapat
ditularkan melalui jalur udara. Manifestasi klinis berhubungan dengan infeksi
usus, tetapi mekanisme yang tepat dari terjadinya diare masih belum jelas.
Studi yang paling banyak dilakukan yaitu pada rotavirus. Rotavirus
melekat dan memasuki enterosit dewasa di ujung vili usus halus. Virus ini
menyebabkan perubahan struktural pada mukosa usus halus, termasuk
pemendekan vili dan infiltrasi sel inflamasi mononuklear di lamina propria.
Infeksi rotavirus menyebabkan gangguan pencernaan karbohidrat, dan
akumulasinya di lumen usus, serta malabsorbsi nutrisi dan penghambatan
reabsorpsi air secara bersamaan, dapat menyebabkan komponen malabsorbsi
diare.
Rotavirus mensekresi suatu enterotoksin yaitu NSP4, yang menyebabkan
aktivasi mekanisme sekretori dari Ca2+ yang dependen terhadap Cl-.
Mobilisasi kalsium intraseluler kalsium akibat ekspresi NSP4 endogen
maupun eksogen dapat menyebabkan sekresi klorida secara transien.
G. Pathway
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin & Kumala Sari (2011) pemeriksaan penunjang pada
penyakit gastroenteritis, yaitu:
1. Pemeriksaan darah rutin, digunakan untuk mendeteksi kadar berat jenis
plasma dan adanya kelainan pada peningkatan kadar leukosit.
2. Pemeriksaan elektrolit, terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan
fosfat.
3. Pemeriksaaan analisa gas darah, untuk mengidentifikasi gangguan
keseimbangan asam basa dalam darah.
4. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin, digunakan untuk
mengetahui faal ginjal.
5. Pemeriksaan enzim, untuk menilai keterlibatan rotavirus dengan ELISA (
Enzyme-linked Immunosorbent Assay).
6. Pemeriksaan feses, untuk mendeteksi agen penyebab.
7. Pemeriksaan endoskopi walaupun jarang dilakukan, dengan
sigmoidoskopi dapat mendeteksi penyakit kolitis pseudomembran.
I. Penatalaksanaan
Menurut Arif Mansjoer (2007), penatalaksanaan diare akut akibat infeksi
terdiri atas :
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan, Empat hal penting yang
perlu diperhatikan adalah :
a. Jenis cairan
b. Jumlah cairan
c. Jalan masuk atau cara pemberian cairan
d. Jadwal pemberian cairan
2. Identifikasi penyebab diare akut karena infeksi
3. Terapi simtomatik
J. Komplikasi
Menurut Maryunani (2010) sebagai akibat dari gastroenteritis akan terjadi
beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam
tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia jaringan.
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria atau anuria) dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglekemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering
pada anak yang sebelumnya telah menderita Kekurangan Kalori Protein
(KKP). Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan atau glikogen
dalam hati dan adanya gangguan metabolik glukosa. Gejala hipoglikemia akan
muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40% pada bayi dan 50%
pada anak anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan
oleh makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah
yang bertambah hebat, walaupun susu diteruskan sering diberikan dengan
pengeluaran tetapi susu yang encer ini diberikan terlalu lama serta karena
adanya peningkatan peristaltik usus, makanan yang diberikan sering tidak
dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi syok hipovolemik, akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan kesadaran menurun, perdarahan otak dan klien akan
meninggal bila tidak segera diatasi.
K. Pencegahan
Kegiatan pencegahan penyakit gastroenteritis dengan diare yang benar dan
efektif yang dapat dilakukan menurut Kemenkes RI (2015) dalam Buku Saku
LINTAS Diare adalah :
1. Berikan ASI selama 6 bulan (ASI eksklusif) dan teruskan sampai 2 tahun.
2. Memberikan makanan pendamping ASI/MP ASI sesuai dengan umur
anak.
3. Gunakan air bersih yang cukup, memberikan air minum yang sudah
direbus sampai mendidih.
4. Mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir terutama sebelum makan,
sesudah buang air besar, sesudah menceboki anak, sebelum menyiapkan
makanan dan sebelum menyusui.
5. Buang air besar dan tinja anak dijamban.
6. Berikan imunisasi campak.
M. Hospitalisasi
1. Pengertian
Hosptalisasi pada anak merupakan suatu keadaan krisis yang terjadi pada
anak. Hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan berencana maupun
darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal atau dirawat dirumah sakit.
Kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak, orang tua, maupun
keluarga (Saprianto 2019). Selain itu, anak mempunyai sejumlah keterbatasan
dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian
yang sifatnya menekan (Saprianto 2019).
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengencam ketika anak
menjalani hospitalisasi karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan
perasaan tidak aman (Utami 2014). Anak yang mempunyai pengalaman
hospitalisasi sebelumnya akan memiliki kecemasan yang lebih rendah
dibandingkan dengan anak yang belum memiliki pengalaman sama sekali
(Hulinggi et al. 2018). Anak yang memiliki pengalaman tidak menyenangkan
selama dirawat di rumah sakit sebelumnya akan membuat anak takut dan
trauma. Sebaliknya apabila pengalaman anak di rawat di Rumah Sakit
mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan maka akan lebih
kooperatif (Saputro and Intan Fazrin 2017).
Hospitaisasi pada anak dapat meningkatkan stress bagi anak dan keluarga,
tetapi hal tersebut dapat membantu anak dan orang tua lebih dekat secara
emosional (Merdekawati 2018). Hospitalisasi merupakan sebuah pengalaman
yang tidak menyenangkan dan dianggap mengancam, sehingga menjadi
pengalaman buruk bagi setiap orang yang pernah mengalaminya. Selama
proses tersebut, anak dapat mengalami berabagai pengalaman traumatic
seperti: ketakutan saat melihat perawat, ketakutan saat melihat obat-obatan,
dan ketakutan saat ingin mulai berinteraksi dengan orang baru disekitarnya
(Supartini, 2012).
2. Faktor-faktor Hospitalisasi
Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress ketika anak saat
menjalani hospitalisasi yaitu: Faktor lingkungan rumah sakit, faktor berpisah
dengan orang yang sangat berarti, faktor kurangnya informasi, faktor
kehilangan kebebasan dan kemandirian, faktor pengalaman yang berkaitan
dengan pelayanan kesehatan, faktor perilaku atau interaksi dengan petugas
rumah sakit (Hulinggi et al. 2018). Faktor lain yang mempengaruhi stress
akibat hospitalisasi adalah cemas akibat perpisahan, respon cemas akibat
perisahan oleh anak ada 3 bagian yaitu: Tahap protes, tahap ini biasanya anak
melakukan protes dengan cara menangis, menjerit, menendang, atau
memanggil ibunya. Tahap putus asa, tahap ini anak mengalami ketegangan,
lebih pendiam, tidak berkomunikasi, putus asa, sedih, dan apatis. Tahap
keintiman kembali, tahap ini merupakan tahap penerimaan kembali oleh anak
dengan orang yang baru dikenal (Kudus et al. 2017).
3. Dampak Hospitalisasi
Dampak yang sering terjadi pada anak dengan hospitalisasi adalah stress.
Stress seringkali dialami anak dengan hospitalisasi, tress yang dirasakan anak
merupakan suatu dampak yang dapat menimbulkan kecemasan terutama pada
anak yang mengalami hospitalisasi (Noviati, Imas, and Anisa 2018). Stress
anak dengan hospitalisasi meningkatkan rasa cemas yang berlebihan pada
anak dan orang tua. Gangguan perkembangan juga merupakan dampak negatif
lain yang terjadi akibat hospitalisasi, semakin sering anak menjalani
hospitalisasi akan semakin beresiko tinggi mengalami gangguan pada
perkembangan motorik anak (Utami 2014). Stress yang dialami anak dengan
hospitalisasi mempengaruhi tingkat kesembuhan pada anak. Anak yang
mengalami stress akan mengalami gangguan perkembangan (Noviati et al.
2018).
Stress terdiri dari keadaan emosional, dengan komponen psikologis, social
dan fisiologis yang dapat mempengaruhi individu pada setiap tahap
perkembangannya (Vageriya, 2019). Stress yang dialami anak mempengaruhi
tingkat kesembuhan anak saat dirumah sakit. Stress yang dirasakan seorang
anak dapat memberikan efek negatif dalam perkembangan hidup anak.
Perubahan yang terjadi dapat dapat berupa psikis atau fisik. (Dian, 2008).
Perubahan secara fisikyang terjadi pada anak dengan hospitalisasi yaitu reaksi
negatif yang akan dikeluarkan anak adalah seperti menendang-nendang,
berteriak dan perlawanan sampai tingkat diperlukan pengendalian fisik oleh
beberapa orang (Langthasa, Yeluri, Jain, & Munshi, 2012).
N. Konsep DDST
1. Definisi
Menurut IDAI (2010) DDST II merupakan salah satu alat skrining
perkembangan, membantu tenaga kesehatan untuk mengetahui sedini mungkin
penyimpangan perkembangan yang terjadi pada anak sejak lahir sampai
berumur 6 tahun.
2. Manfaat
Menurut Suwariyah (2013) manfaat pemeriksaan DDST:
a. Mengetahui tahap perkembangan yang dicapai anak
b. Menilai perkembangan anak sesuai usia
c. Menemukan adanya keterlambatan perkembangan anak sedini
mungkin
d. Meningkatkan kesadaran orangtua atau pengasuh agar menciptakan
kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan anak.
3. Tujuan
Menurut Adriana ( 2011) Denver II dapat digunakanuntuk berbagai tujuan
sebagai berikut:
a. Menilai tingkat perkembangan anak sesuai dengan usianya
b. Menilai tingkat perkembangan anak yang tampak sehat
c. Menilai tingkat perkembangan anak yang tidak menunjukan gejala
kemungkinan adanya kelainan perkembangan
d. Memastikan anak yang diduga mengalami kelainan perkembangan
e. Memantau anak yang berisiko mengalami kelainan perkembangan
4. Prinsip
Menurut Suwariyah (2013) prinsip dalam melakukan pemeriksaan DDST
yaitu:
a. Bertahap dan berkelanjutan
b. Dimulai dari tahap perkembangan yang telah dicapai anak
c. Alat bantu sederhana, tidak berbahaya, mudah didapat
d. Suasana dibuat menyenangkan, bervariasi dan tidak membosankan
e. Dilakukan dengan wajar, tanpa paksaan, tidak menghukum, tidak
membentak anak ketika tidak mau melakukan kegiatan yang ada dalam
tugas perkembangan.
f. Anak diberi pujian jika anak berhasil melakukan tugas perkembangan.
7. Langkah Pelaksanaan
Menurut IDAI (2010) bahwa langkah pelaksaan pemeriksaan DDST:
a. Sapa orang tua atau pengasuh dan anak dengan ramah
b. Beri penjelasan kepada orang tua atau pengasuh bahwa tes ini bukan
tes IQ melainkan tes untuk melihat perkembangan anak
c. Komunikasi yang baik dengan anak
d. Tarik garis umur dari atas kebawah dan cantumkan tanggal
pemeriksaan pada ujung atas garis umur
e. Lakukan tugas perkembangan untuk tiap sektor perkembangan dimulai
dari sektor yang paling mudah dan dimulai dengan tugas
perkembangan yang terletak di sebelah kiri garis umur
f. Beri skor penilaian
g. Selama tes perkembangan, amati perilaku anak. Apakah ada perilaku
yang khas, bandingkan dengan anak lainnya. Bila ada perilaku yang
khas tanyakan kepada orang tua atau pengasuh, apakah perilaku
tersebut merupakan perilaku sehari-hari. Bila tes perkembangan
dilakukan sewaktu anak sakit, merasa lapar, dll dapat memberikan
perilaku yang menghambat tes perkembangan.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Hidayat (2012), pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses
keperawatan, kemudian dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar dari
pasien, untuk informasi yang diharapkan dari pasien. Pengkajian yang dilakukan
pada anak yang mengalami diare adalah sebagai berikut:
1. Identitas Klien
Pada klien mengenai nama/inisial, umur, tanggal lahir, jenis kelamin,
agama alamat, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis. Pada
penanggung jawab mengenai nama orang tua, pekerjaan orang tua,
pendidikan orang tua, umur, suku bangsa dan alamat.
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB cair
< 4 kali (diare tanpa dehidrasi), BAB cair 4-10 kali (dehidrasi
ringan/sedang) dan BAB cair > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare
berlangsung < 14 hari maka diare akut, sementara apabila berlangsung
selama 14 hari atau lebih adalah diare persisten (Nursalam, 2008).
3. Riwayat Penyakit Sekarang (Muttaqin & Kumala Sari, 2011)
a. P (presipitasi)
Faktor apa yang diketahui pasien/keluarga yang memungkinkan
menjadi penyebab terjadinya gastroenteritis (diare)?
b. Q (Kualitas, kuantitas)
1) Berapa kali pasien BAB sebelum mendapat intervensi
keperawatan?
2) Bagaimana bentuk feses BAB? Apakah encer, cair, bercampur
lendir atau darah?
3) Apakah disertai adanya gangguan gastrointestinal (mual, muntah,
anoreksia, nyeri abdomen)?
c. R (Regio)
Keluhan berlokasi pada seluruh abdomen.
d. S (Skala)
Pada diare, skala bervariasi tergantung kecepatan onset.
e. T (Waktu, onset)
1) Berapa lama keluhan awal terjadi?
2) Apakah akut/mendadak?
3) Durasi dan kecepatan gejala awal terjadi diare?
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat
menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak
dijamin kebersihannya yang disajikan kepada anak. Riwayat keluarga
melakukan perjalanan ke daerah tropis (Nursalam, 2008).
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
a. Tidak ASI eksklusif, memberikan MP-ASI terlalu dini.
b. Menggunakan botol susu yang tidak higienis.
c. Penyimpanan makanan yang tidak higienis.
d. Kurang gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk.
e. Anak menderita penyakit imunodefisiensi atau
imunosupresi dan penderita campak.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2
tahun biasanya adalah panas, kejang, batuk, pilek dan yang terjadi
sebelumnya, selama atau setelah diare. Informasi ini diperlukan untuk
melihat tanda dan gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti
otitis media akut, bronkopneumonia, tonsilitis, faringitis dan
ensefalitis.
b. Adanya riwayat alergi terhadap obat-obatan atau makanan, makan
makanan basi, karena faktor ini merupakan salah satu kemungkinan
penyebab diare.
c. Pada riwayat imunisasi kemungkinan anak tidak dapat imunisasi
campak. Diare lebih sering terjadi pada anak dengan campak atau yang
baru menderita campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh pada pasien. Selain imunisasi campak,
anak juga harus mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi
BCG, imunisasi DPT dan imunisasi polio (Nursalam, 2008).
5. Riwayat Psikososial
Lingkungan yang kotor dan kumuh serta higiene dan sanitasi yang buruk
dapat memudahkan anak terkena kuman penyebab diare. Pencemaran air
di rumah juga dapat menjadi penyebaran kuman diare jika tempat
penyimpanan tidak tertutup (Sodikin, 2011).
6. Pola Kesehatan Sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Dikaji riwayat pemberian makanan dan minuman sebelum mengalami
diare, meliputi:
1) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan.
2) Pemberian susu formula.
3) Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja,
menggunakan botol susu.
4) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus
dan minum biasa. Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa
haus ingin minum banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak
malas minum atau tidak bias minum (Nursalam, 2008).
b. Pola Tidur
Pada bayi dan anak yang mengalami diare, kebutuhan istirahat dapat
terganggu karena frekuensi diare yang berlebihan, sehingga menjadi
nangis dan rewel.
c. Personal Hygiene
Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang
feses atau sebelum makan dapat menjadi penyebaran kuman penyebab
diare (Sodikin, 2011).
d. Pola Aktivitas/Bermain
Bayi dan anak yang mengalami nampak lemah dan gelisah sehingga
perlu bantuan sekunder untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
e. Pola Eliminasi
Pada BAK perlu dikaji untuk output terhadap kehilangan cairan lewat
urin. Pada diare tanpa dehidrasi urin normal, pada dehidrasi ringan
atau sedang urin sedikit gelap, pada dehidrasi berat urin tidak ada
dalam waktu 6 jam. Pada BAB terdapat feses makin cair, mungkin
mengandung lendir dan atau darah serta warna feses berubah kehijau-
hijauan karena bercampur empedu (Sodikin, 2011).
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Tanda-Tanda Vital (Sodikin, 2011)
a) Tekanan Darah
menurut macam dehidrasi berdasarkan kadar Na dalam
plasma darah, dibagi menjadi: Dehidrasi hipotonik (<131
mEq/L): sangat rendah Dehidrasi isotonik (131-150 mEq/L):
rendah, Dehidrasi hipertonik (>150 mEq/L): rendah
b) Nadi
Diare tanpa dehidrasi: normal (120x/menit) Diare dehidrasi
ringan atau sedang: cepat Diare dehidrasi berat: cepat sekali
c) Respirasi
Diare tanpa dehidrasi: biasa
Diare dehidrasi ringan atau sedang: agak cepat
Diare dehidrasi berat: kusmaul (cepat dan dalam)
d) Suhu: suhu badan mungkin meningkat
2) Kesadaran: (Kemenkes RI, 2009)
a) Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar
b) Diare dehidrasi ringan atau sedang: rewel, gelisah
c) Diare dehidrasi berat: letargis atau tidak sadar
3) Berat badan
Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang mengalami
diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat
badan, sebagai berikut:
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient (D.0019)
2. Diare b.d malabsorbsi (D.0020)
3. Hipertermia b.d Agen pirogenik (D.0130)
4. Kekurangan volume cairan b.d cairan yang keluar banyak (D.0023)
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d kulit di sekitar anus lecet dan iritasi
(D.0139)
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan atau
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi
dimulai dan ditujukan pada perawat untuk membantu klien dalam mencapai
tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2008).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir proses keperawatan didasarkan
pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan
keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang telah
ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu (Nursalam, 2015). Evaluasi
keperawatan pada pasien gastroenteritis dengan masalah keperawatan risiko.
DAFTAR PUSTAKA
Bonita, Nio. 2019. KTI “Asuhan Keperawatan pada An.A dengan Prioritas
Masalah Kebutuhan Dasar Cairan dan Elektrolit : Gastroenteritis di
RS. Dr. Pringadi Medan”. Online. Diakses, tanggal 5 april 2022 pukul
18.30 WIB.
Indah, Rosi, dkk. 2020. Laporan Kasus “Diagnosa dan Penatalaksanaan Diare
Persisten dengan Gizi Buruk dan Anemia”. Online. Diakses, tanggal 5
April 2022 pukul 20.30 WIB.
Maulia, Indrie. 2019. KTI “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak dengan
Gastroenteritis di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra”. Online.
Diakses, tanggal 5 April 2022 pukul 18.47 WIB.
Siti, Maftuhah. 2020. Naskah Publikasi Ilmiah “Asuhan Keperawatan Pada
An.R dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Gastroenteritis di Ruang
Mina RS PKU Muhammadiyah Surakarta”. Online. Diakses, tanggal
5 April 2022 pukul 18.35 WIB.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.