Anda di halaman 1dari 9

A.

DEFINISI
Diare adalah gangguan fungsi penyerapan dan sekresi dari saluran pencernaan,
dipengaruhi oleh fungsi kolon dan dapat diidentifikasikan dari perubahan jumlah,
konsistensi, frekuensi, dan warna dari tinja. Diare adalah gangguan buang air besar/BAB
ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai
dengan darah dan atau lender (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Diare merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di
seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia dapat terserang. Diare
menjadi salah satu penyebab utama mordibitas dan mortalitas pada anak di negara
berkembang. Di negara berkembang, anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali
kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare
per tahun hampir 15- 20% waktu hidup dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008).
Penyakit diare di Indonesia masih menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan dan
kematian terutama pada balita. Diperkirakan lebih dari 1,3 miliar serangan dan 3,2 juta
kematian per tahun pada balita disebabkan oleh diare. Setiap anak mengalami episode
serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun dan lebih dari 80% kematian terjadi pada
anak berusia kurang dari dua tahun (Widoyono, 2005).

B. ETIOLOGI
Diare bukanlah penyakit yang dengan sendirinya, biasanya ada yang
menjadi pemivu terjadinya diare. Secara umum, berikut ini beberapa
penyebab/etiologi diare yaitu :
a. I n f e k s   b a k t e r i , v i r u s a t a u   p a r a s i t .
b. Alergi terhadap makanan atau obat tertentu terutama antibiotic.
c. I n f e k s i o l e h b a k t e r i a t a u v i r u s y a n g m e n y e r t a i p e n y a k i t l a i n
s e p e r t i : campak, infeksi telinga, infeksi tenggorokan, malaria, dll.
d. P e m a n i s   b u a t a n .
e. P a d a b a y i s a a t d i k e n a l k a n M P A S I s e r i n g k a l i m e m i l i k i e f e k
sampingdiare karena perut kaget dengan makanan dan minuman
y a n g b a r u dikenal.
f. M i k r o o r g a n i s m e
Istilah diare dibagi menjadi berbagai macam bentuk diantaranya :
a. D i a r e a k u t : :   ≤ 2   m i n g g u
b. Diare persisten : ≥ 2 minggu
c. Disentri : diare disertai darah dengan ataupun tanpa lender
d. Cholera : diare dimana tinjanya terdapat bakteri cholera

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala diare antara lain:
a. Buang air besar terus menerus disertai dengan rasa mulas yang berkepanjangan
b. Tinja yang encer dengan frekuensi 4x atau lebih dalam sehari.
c. P e g a l p a d a p u n g g u n g , d a n p e r u t s e r i n g b e r b u n y i .
d. Mengalami dehidrasi ( kekurangan cairan tubuh ).
e. Diare yang disebabkan oleh virus dapat menimbulkan mual dan muntah
f. Badan lesu atau lemah
g. Demam
h. Tidak nafsu makan
i. Darah dan lendir dalam kotoran

D. PATOFISIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai berikut: 1)
Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik; 2) sekresi cairan dan
elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; 3) malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi
lemak; 4) Defek sistem pertukaran anion atau transpot elektrolit aktif di enterosit; 5)
Motilitas dan waktu transit usus abnormal; 6) gangguan permeabilitas usus; 7) Inflamasi
dinding usus, disebut diare inflamatorik; 8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi
(Setiawan, 2006).
Diare osmotik disebabkan karena meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari
usus halus yang dikarenakan oleh obat-obatan atau zat kimia yang yang hiperosmotik,
malabsorbsi umum dan defek dalam absorbsi mukosa usus misal pada defisiensi
disararidase, malabsorbsi glukosa atau galaktosa (Sudoyo, 2006).
Diare sekretorik disebabkan karena meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari
usus, menurunnya absorbsi. Yang khas pada diare tipe sekretorik secara klinis ditemukan
diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Penyebab dari diare ini antara lain karena
efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Eschersia colli (Setiawan, 2006).
Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada
gangguan pembentukan atau produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran
bilier hati (Ellen et al,. 2007).
Defek sistem pertukaran anion/transpor elektrolit aktif di enterosit; diare tipe ini
disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA+ K + ATP ase di enterosit
dan diabsorbsi Na+ dan air yang abnormal (Ellen et al,. 2007).
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas
dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus
halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes melitus, pasca vagotomi,
hipertiroid (Elain et all., 2008).
Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang
abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus
(Setiawan, 2006). Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan
adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus
yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorbsi air-
elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau
noninfeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Chron) . (Setiawan, 2006)
Diare infeksi; infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare.
Dilihat dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif (tidak merusak
mukosa) dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena
toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik
adalah kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholera atau eltor merupakan
protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosin
monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion
klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme
absorbsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu
keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion, kalium) dapat
dikompensasi oleh meningginya absorbsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan
ion bikarbonat, klorida. kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa
yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus (Setiawan, 2006).

E. FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terhadap penyakit diare antara
lain :
1. Faktor penjamu (host)
Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap
organisme yang menimbulkan diare. Faktor-faktor tersebut adalah lingkungan,
internal traktus gastrointestinal seperti keasaman lambung, motilitas usus,imunitas
dan mikrofilaria normal di usus (Setiawan, 2006).
Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella sp terbukti dapat
menyebabkan serangan infeksi lebih berat dan menyebabkan peningkatan kepekaan
terhadap infeksi V. cholerae. Keasaman lambung diperlukan sebagai barier terhadap
kuman enteropatogen. Penurunan keasaman lambung terbukti dapat meningkatkan
infeksi yang disebabkan oleh Salmonella sp, Shigella sp, G. Lamblia dan beberapa
jenis cacing (Setiawan, 2006).
Peristaltik usus yang normal merupakan mekanisme yang penting untuk menjaga
flora normal usus. Pada keadaan hipomotilitas usus karena obat-obatan, kelainan
anatomi (divertikel, fistula) atau akibat komplikasi diabetes melitus dan skleroderma,
akan memperpanjang masa diare dan gejala penyakit karena terdapat penurunan
absorbsi air dan elektrolit serta mengurangi kecepatan eliminasi sumber infeksi
dengan akibat akan terjadi peningkatan pertumbuhan kuman (Setiawan, 2006).
Respon imun seluler dan humoral sangat berperan untuk melindungi tubuh
terhadap kuman enteroparogen. Pada penderita AIDS dapat terjangkit diare karena
pada penderita ini terjadi imunosupresi mukosa usus dan penekanan mekanisme
pertahanan usus. Peranan imunitas dibuktikan pula dengan didapatkannya frekuensi
penderita giardiasis yang lebih tinggi pada mereka yang kekurangan IgA (Setiawan,
2006; Joan et al., 1998; Smith et al,. 1993).

2. Faktor kausal (agent)


Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain: daya penetrasi yang
dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi
sekresi cairan diusus halus serta daya lekat kuman. Kuman-kuman tersebut dapat
membentuk koloni yang menginduksi koloni yang menginduksi diare (Setiawan,
2006).
Mikroorganisme yang menyebabkan diare biasanya melalui jalur fekal oral,
terutama karena :
 Menelan makanan/minuman yang terkontaminasi
 Kontak dengan tangan yang terkontaminasi
Beberapa faktor yang berhubungan dengan bertambahnya penularan kuman entero
patogen usus adalah :
 Tidak tersedianya fasilitas penyediaan air bersih secara memeadai
 Sumber air tercemar feces.
 Pembuangan feces yang tidak higienis.
 Kebersihan perorangan dan lingkungan yang buruk.
 Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya.
Mikroorganisme penyebab diare akut di indonesia terutama karena bakteri, virus, dan
parasit (Setiawan, 2006).
 Bakteri
Ditinjau dari kelainan usus, diare karena bakteri dibagi atas dua golongan adalah :
a. Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)
Mikroorganisme yang tidak merusak mukosa usus seperto V. Cholerae eltor,
Enterotoxigenic, E. Colli (ETEC), C.perfringens dan S. Aureus (Setiawan,
2006; Soemarsono 1996; Irawan, 1993; Santoso ,1992).
b. Bakteri enteroinvasif Bakteri merusak mukosa usus seperti Enteroinvansive E
colli (EIEC), Salmonella sp, Shigella sp, Yersinia sp, C.Perfringens (tipe C)
(Setiawan,2006).

 Virus
Mengenai virus penyebab diare sampai saat ini mekanismenya masih belum pasti.
Percobaan binatang menunjukan bahwa terhadap kerusakan sel epitel mukosa
walaupun hanya superficial akibat masuknya virus kedalam sel. Virus (misalnya
rotavirus) tidak menyebabkan peningkatan aktifitas adenil siklase. Infeksi rotavirus
menyebabkan kerusakan berupa bercak-bercak pada sel epitel usus halus bagian
proksimal yang menyebabkan bertambahnya sekresi cairan kedalam lumen usus, selain
itu terjadi pula kerusakan enzim-enzim disakarida yang menyebabkan intoleransi
laktosa yang akhirnya akan memperlama diare. Penyembuhan terjadi bila permukaan
mukosa telah regenerasi (Setiawan,2006; Triadmodjo, 1993; Sunoto, 1990).
 Parasit
Amoeba akan memp.roduksi enzim fosfoglikomutase dan lisozim yang
mengakibatkan kerusakan sampai nekrosis dan ulkus pada dinding usus. Antara
mukosa usus dan ulkus masih normal, berbeda dengan ulkus karena disentri basiler,
dimana antara mukosa dan ulkus ikut meradang. Ulkus tersebut menimbulkan
perdarahan. Kerusakan intestinal ini menimbulkan rangsangan neurohumoral yang
menyebabkan pengeluaran sekret dan timbul diare. G. Lamblia dan Cryptosporidium
dapat menyebabkan diare (Triadmodjo, 1993; Sunoto,1990)
F. ASSESSMENT
Asesmen gizi dikelompokkan dalam 5 aspek yaitu anamnesis riwayat gizi, data
biokimia, pengukuran antropometri, pemeriksaan fisik klinis dan riwayat personal. Serta
penetapan status gizi anak berdasarkan WHO Antro 2005.
1. Anamnesis riwayat gizi
Anamnesis riwayat gizi meliputi asupan makanan termasuk komposisi, pola
makan, diet saat ini dan data lain yang terkait. Selain itu diperlukan data kepedulian
pasien terhadap gizi dan kesehatan, aktivitas fisik dan olahraga dan ketersediaan
makanan di lingkungan klien.
Gambaran asupan makan dapat digali melalui anamnesis kualitatif dan kuantitatif.
Anamnesis riwayat gizi secara kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran
kebiasaan makan/ pola makan sehari berdasarkan frekuensi penggunaan bahan
makanan. Anamnesis riwayat gizi secara kuantitatif dilakukan untuk mendapatkan
gambaran asupan gizi sehari melalui recall makanan 24 jam dengan alat bantu food
model. Kemudian dilakukan analisis zat gizi yang merujuk kepada daftar makanan
penukar, atau daftar komposisi bahan makanan. Riwayat gizi kuantitatif
diterjemahkan ke dalam jumlah bahan makanan dan komposisi zat gizi.
2. Biokimia
Data biokimia meliputi hasil pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan yang
berkaitan dengan status gizi, status metabolik dan gambaran fungsi organ yang
berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi. Pengambilan kesimpulan dari data
laboratorium terkait masalah gizi yang harus selaras dengan data asesmen gizi lainnya
seperti riwayat gizi yang lengkap, termasuk penggunaan suplemen, pemeriksaan fisik
dan sebagainya. Disamping itu proses penyakit, tindakan pengobatan, prosedur dan
status hidrasi dan status dehidrasi (cairan) dapat mempengaruhi perubahan kimiawi
darah dan urin, sehingga ini perlu menjadi pertimbangan.
3. Antropometri
Antropometri merupakan pengukuran fisik pada individu. Antropometri dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain pengukuran tinggi badan (TB), berat
badan (BB). Pada kondisi tinggi pada digunakan panjang badan (PB). Pengukuran
lain seperti lingkar lengan atas (LILA), tebal lipatan kulit (skinfold), lingkar kepala ,
lingkar dada, lingkar pinggang, lingkar pinggul dapat dilakukan sesuai kebutuhan.
Penilaian status gizi dilakukan dengan membandingkan beberapa ukuran tersebut
diatas misalnya indeks masa tubuh (IMT) yaitu rasio BB terhadap TB.
Parameter antropometri yang penting untuk melakukan evaluasi status gizi pada
anak adalah pertumbuhan. Pertumbuhan ini dapat digambarkan melalui pengukuran
antropometri seperti berat badan, panjang atau tinggi badan, lingkar kepala dan
beberapa pengukuran yang lain. Hasil pengukuran ini kemudian dibandingkan dengan
standar. Berat badan pasien sebaiknya dicatat pada saat pasien masuk rawat inap dan
dilakukan pengukuran berat badan secara periodik selama pasien dirawat setiap 7
hari.
4. Pemeriksaan fisik/ klinis
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang
berkaitan dengan gengguan gizi atau dapat menimbulkan masalah gizi. Pemeriksaan
fisik terkait gizi merupakan kombinasi dan tanda-tanda vital dan antropometri yang
dapat dikumpulkan dari catatan medik pasien serta wawancara. Contoh beberapa
pemeriksaan fisik terkait gizi yaitu edema, asites, kondisi gigi geligi, massa otot yang
hilang, lemak tubuh yang menumpuk dan lain-lain.
5. Riwayat Personal
Data riwayat personal meliputi 4 area yaitu riwayat obat-obatan atau asupan
suplemen yang biasa dikonsumsi, sosial budaya, riwayat penyakit, data umum pasien.
6. Status Gizi
Untuk menentukan status gizi anak dapat dihitung dengan rumus Z-Score BB/U,
TB/U atau PB/U, BB/PB atau BB/TB dan IMT/U. Rumus Z-Score = (Nilai
pengukuran - Nilai median baku rujukan)/ nilai simpangan baku rujukan. Berdasarkan
Indeks BB/U untuk anak berusia 0-60 bulan status gizi anak dapat dikategorikan
dalam status gizi buruk, kurang, baik dan lebih. Berdasarkan Indeks PB/U atau TB/U
untuk anak berusia 0-60 bulan status gizi anak dapat dikategorikan dalam status gizi
sangat pendek, pendek, normal dan tinggi. Berdasarkan Indeks BB/PB atau BB/TB
untuk anak berusia 0-60 bulan status gizi anak dapat dikategorikan dalam status gizi
sangat kurus, kurus, normal dan gemuk. Berdasarkan Indeks IMT/U untuk anak
berusia 0-60 bulan status gizi anak dapat dikategorikan dalam status gizi sangat
kurus, kurus, normal dan gemuk.

G. DIAGNOSA GIZI
Mencari pola dan hubungan antara data yang terkumpul dengan kemungkinan
penyebabnya. Kemudian memilah masalah gizi yang spesifik dan menyatakan masalah
gizi secara singkat dan jelas menggunakan terminologi yang ada.
Penulisan diagnosis gizi terstruktur dengan konsep PES yaitu problem, etiologi
dan sign/ symptoms. Diagnosis dikelompokkan menjadi 3 domain, yaitu :
1. Domain asupan adalah masalah aktual yang berhubungan dengan asupan energi, zat
gizi, cairan, substansi bioaktif dari makanan yang melalui oral maupun parenteral dan
enteral.
2. Domain klinis adalah masalah gizi yang berkaitan dengan kondisi medis atau
fisik/fungsi organ.
3. Domain perilaku/ lingkungan adalah maslah gizi yang berkaitan dengan pengetahuan
perilaku/ kepercayaan, lingkungan fisik dan akses keamanan makanan.

H. INTERVENSI
Terdapat 2 komponen intervensi gizi yaitu perencanaan intervensi dan implementasi.
1. Perencanaan intervensi
Intervensi gizi dibuat merujuk pada diagnosis gizi yang ditegagkkan. Tetapkan
tujuan dan prioritas intervensi berdasarkan masalah gizinya (problem), rancanagan
strategi intervensi berdasarkan penyebab masalahnya (etiologi) atau bila penyebab
tidak dapat diintervensi maka strategi intervensi ditujukan untuk mengurangi gejala/
tanda (sign & symptom). Tentukan pula jadwal dan frekuensi asuhan Output dari
intervensi ini adalah tujuan yang terukur, preskripsi siet dan strategi pelaksanaan
(implementasi)
Perencanaan intervensi meliputi penetapan tujuan intervensi dan preskripsi diet.
Penetapan tujuan intervensi adalah penetapan tujuan harus dapat diukur, dicapai dan
ditentukan waktunya. Preskripsi diet secara singkat mengambarkan rekomendasi
mengenai kebutuhan energi dan zat gizi indivuidual, jenit diet, bentuk makanan,
komposisi zat gizi dan frekuensi makan.
Komponen- komponen dalam preskripsi diet yaitu :
a. Perhitungan kebutuhan zat gizi Penentuan kebutuhan zat gizi yang diberikan
kepada pasien/ klien atas dasar diagnosis gizi, kondisi pasien dan jenis
penyakitnya.
b. Jenis diet Pada umumnya pasien masuk ke ruang rawat inap sudah dibuat
permintaan makanan berdasarkan pesanan/ preskripsi diet awal dari dokter/ dokter
penanggung jawab pasien. Ahli gizi bersama dengan tim atau secara mandiri akan
menetapkan jenis diet berdasarkan diagnosis gizi. Bila jenis diet yang ditentukan
sesuai dengan preskripsi diet maka diet tersebut diteruskan dengan dilengkapi
dengan rancangan diet. Bila diet tidak sesuai akan dilakukan usulan perubahan
jenis diet dengan mendiskusikannya lebih dahulu bersama dokter penanggung
jawab.
c. Modifikasi diet Modisfikasi diet merupakan peubahan dari diet definitif ke model
diet yang lain. Pengubahan dapat berupa perubahan dalam konsistensi,
meningkatkan/ menurunkan nilai energi, menambah/ mengurangi jenis bahan
makanan atau zat gizi yang dikonsumsi, membatasi jenis atau kandungan
makanan tertensu, menyesuaikan komposisi zat gizi (protein, lemak, KH, cairan
dan zat gizi lain), mengubah jumlah, frekuensi makanan dan rute makanan.
Makanan di rumah sakit umumnya berbentuk makanan biasa, lunak, saring dan
cair.
d. Jadwal pemberian diet Jadwal pemberian diet/ makanan dituliskan sesuai dengan
pola makan yang ada.
e. Jalur makan Jalur makanan yang diberikan dapat melalui oral, pipa/tube atau
parenteral.
2. Implementasi intervensi
Implementasi adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana ahli gizi
melaksanakan dan mengkomunikasikan rencana asuhan kepada pasien dan tenaga
kesehatan atau tenaga lain yang terkait. Suatu intervensi gizi harus menggambarkan
dengan jelas : “apa, dimana, kapan, dan bagaimana” intervensi itu dilakukan.
Kegiatan ini juga termasuk pengumpulan data kembali, dimana data tersebut dapat
menunjukkan respon pasien dan perlu atau tidaknya modifikasi intervensi gizi. Untuk
kepentingan dokumentasi dan persepsi yang sama, intervensi dikelompokkan menjadi
4 domain yaitu pemeberian makanan atau zat gizi, edukasi gizi, konseling gizi dan
koordinasi pelayanan gizi. Setiap kelompok mempuntyai terminologi masing-masing.

I. MONITORING DAN EVALUASI


Kegiatan monitoring dan evaluasi gizi dilakukan untuk mengetahui respon psien/
klien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya.
Tiga langkah keguatan monitoring dan evaluasi gizi, yaitu :
1. Monitoring perkembangan yaitu kegiatan mengamati perembangan kondisi pasien/
klien yang bertujuan utnuk melihat hasil yang terjadi sesuai dengan yang diharapkan
oleh klien maupun tim. Kegiatan yang berkaitan dengan monitor perkembangan
antara lain :
a. Mengecek pemahaman dan ketaatan diet pasien/ klien.
b. Mengecek asupan pasien/klien
c. Menentukan apakah intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan rencana/
preskripsi diet.
d. Menentukan apakah status gizi pasien/ klien tetap atau berubah.
e. Mengidentifikasi hasil lain yang positif maupun negatif.
f. Mengumpulkan informasi yang menunjukkan alasan tidak adanya perkembangan
dari kondisi pasien/ klien.
2. Mengukur hasil kegiatan yaitu mengukur perkembangan/ perubahan yang terjdi
respon terhadap intervensi gizi. Parameter yang harus diukur berdasarkan tanda dan
gejala dari diagnosis gizi.
3. Evaluasi hasil Berdasarkan ketiga tahapan kegiatan di atas akan didapatkan 4 jenis
hasil, yaitu :
a. Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat pemahaman, perilaku,
akses dan kemampuan yang mungking mempunyai pengaruh pada asupan
makanan dan zat gizi.
b. Dampak asupan makanan dan zat gizi merupakan asupan makanan dan atau zat
gizi dari berbagai sumber, misalnya makanan, minuman, suplemen, dan melalui
rute oral, pipa tube maupun parenteral.
c. Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi yaitu pengukuran yang
terkait dengan antropometri, biokimia dan parameter pemeriksaan fisik/klinis.
d. Dampak terhadap pasien/klien terhadap intervensi gizi yang diberikan pada
kualitas hisupnya.

REFERENSI :
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/5394/3/BAB%20II%20Tinjauan
%20Pustaka.pdf

Setiawan B, Diare akut karena infeksi, Dalam: Sudoyo A, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi IV. Jakarta. Departemen IPD FK UI Juni 2006.
Triadmodjo. Pola Kuman Penyebab Diare Akut Pada Neonatus dan Anak. Dalam :
Cermin Dunia Kedokteran. 1993.

Anda mungkin juga menyukai