Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN


GASTROENTERITIS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah

DI SUSUN OLEH :
JAJANG NUGRAHA., S.Kep
NIM : 20149012020

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
YPIB MAJALENGKA
2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN
GASTROENTERITIS

A. Definisi dan Anatomi Fisiologi


1. Definisi
Gastroentritis merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang
tidak normal atau tidak seperti biasanya.Perubahan yang terjadi berupa
perubahan peningkatan volume, keenceran, dan frekuensi dengan atau
tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/ hari dan pada neonatus lebih
dari 4 kali/ hari. (A. Aziz Hidayat, 2018).
Selain itu menurut Sudoyo Aru, Gastroenteritis atau diare adalah
buang air besar (defikasi) dengan tinja berbentuk cair/setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari pada biasanya
lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Penularan diare karena infeksi
melalui makan/minum yang terkontaminasi pathogen yang berasal/hewan
atau muntahan penderita dan juga melalui udara atau melalui aktivitas
seksual kontak oral/general atau melalui aktivitas seksual kontak
oral/genetal atau aral-anal.(Sudoyo Aru,dll 2017).
Dapat disimpulkan Gastroentritis merupakan inflamasi lambung
dan usus yang disebabkan oleh bakteri, usus, dan pathogen, yang ditandai
dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3
kali/sehari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair).

2. Anatomi Fisiologi

2
Sistem pencernaan meliputi mulut, kerongkongan, esophagus,
lambung, dan usus, Makanan yang masuk kedalam tubuh kita melalui
beberapa tahap, yaitu ingesti; dimana intake makanan masuk ke dalam
tubuh kita melalui proses memasukan makanan ke dalam mulut,
pengunyahan dan menelan; digesti dimana terjadi perubahan fisik dan
kimia zat makanan untuk dapat di absorbsi.Absorbsi dimana partikel zat
makanan dari saluran cerna ke dalam aliran darah dan pembuluh limfe.
Setelah tahap digesti dan absobsi dilalui,molekul-molekul kecil siap di
gunakan oleh tubuh kita. Beberapa dari molekul molekul kecil tersebut di
gunakan untuk alergi, yang lainnya seperti asam amino di gunakan untuk
membangun, memperbaiki dan memproduksi sel. Bahan-bahan yang
tidak dapat di digesti dan di absorbsi akan di eliminasi oleh tubuh.
Sistem pencernaan terbagi atas organ utama dan organ aksesoris
atau tambahan. Organ utama sistem pencernaan terdiri atas rongga mulut
yang di dalamnya terdapat palatum, pipi dan bibir, lidah gigi, kelenjar
ludah, faring, esofagus (kerongkongan), lambung (gaster), duodenum
(usus halus), jejenunum, ileum, kolon yang terdiri atas kolon asenden

3
(naik), transversum (horizontal) dan desenden (menurun) dan rektum.
Sedangkan organ aksesorisnya terdiri atas kelenjar kelenjar ludah
(glandula saliva), dimana terdapat kelenjar parotis, kelenjar sublingualis
dan kelenjar submandibularis. Organ aksesoris lain yaitu hati/hepar dan
pancreas.

B. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2009) penyebab terjadinya gastroenteritis ada 5
faktor, yaitu :
1. Faktor Infeksi adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama gastroentritis pada infeksi internal,
meliputi :
a. Infeksi bakteri
Vibrio, E Coli, Samonela, Shigella, Campylobachter, yersinia,
aeromonas dan sebagainya.
b. Infeksi virus
Ento (virus echo), coxsackie, poliomytis, adenovirus, rotavirus,
astovirus, dan lain-lain.
c. Infeksi parasit
Cacing, protozoo, dan jamur
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat meliputi air di sakarida (intoleransi lactora,
maltose, dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, friktosa, dan
gluktosa), pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi
laktosa. Laktosa merupakan karbohidrat utama dari susu (susu sapi
mengandung 50 mg laktosa perliter). Maka pada bayi dam balita diare
intoleransi laktosa mendaat perhatian khusus. Penyababnya karena
pada bayi pembentukan enzim lipase yang berfungsi memecah laktosa
belum sempurna, sehingga menyababkan bayi diare, dan lipase akan
berfungsi optimal saat berusia 4-6 bulan. Kondisi ini biasanya terjadi
pada usia bayi 1-2 bulan dan tidak menyababkan berat badannya turun.
Selain itu malabsorbsi lemak dan protein.

4
3. Faktor Makanan
Makanan basi beracun dan alergi makanan.
4. Faktor Kebersihan
Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak
mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau
sebelum mengkonsumsi makanan.
5. Faktor Psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan gastoentritis karena dapat
merangsang peningkatan peristaltic usus.

C. Klasifikasi
Menurut Sunato gastroentritis dapat diklasifikasikan mejadi tiga, yaitu :
(Sunato,2017)
1. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua
golongan :
a. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri
basiler, dan Enterotolitis nektrotikans.
b. Diare non spesifik : diare dietetis.
2. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
a. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang
ditimbulkan oleh bakteri, virus dan parasit.
b. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus,
misalnya: diare karena bronkhitis.
3. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat
mendadak, berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5
hari. Hanya 25% sampai 30% pasien yang berakhir melebihi waktu
1 minggu dan hanya 5 sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari.
b. Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi
Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di
Palembang, disetujui bahwa definisi diare kronik ádalah diare yang
berlangsung 2 minggu atau lebih. (sunato,2009).

5
D. Patofisologi
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak
dampak yang terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran
toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan
dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit
dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel
epitel, penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat
menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami
invasi sistemik. Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus
(Rotavirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin
(Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya),
parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium).Beberapa mikroorganisme
patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin
atau sitotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus
pada Gastroenteritis akut.Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral
dari satu penderita ke yang lainnya.Beberapa kasus ditemui penyebaran
patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare.
Gangguan moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan
hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan
elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis
Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output
berlebih), hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.(Sudoyo Aru,2009).

6
E. Pathway

7
F. Gejala Klinis
Menurut Kliegman tanda gejala gastroenteritis, yaitu : (Kliegman,2010)
1. Secara umun :
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
b. Terdapat tanda gejala dehidrasi : turgor kuit jelek (elastisitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering.
c. Demam
d. Nafsu makan berkurang
e. Mual dan muntah
f. Anoreksia
g. Lemah
h. Pucat
i. Nyeri abdomen
j. Perih di ulu hati
k. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat Menurun
atau tidak adanya pengeluaran urine.
Bila penderita telah banyak kehilangan banyak cairan elektrolit, maka
gejala dehidrasi tampak. Menurut Nelson (2015), ada 3 tingkatan
dehidrasi, yaitu:
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik
turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada
keadaan syok, ubun-ubun dan mata cekung, minum normal, kencing
normal.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik
turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan
dalam.gelisah, sangat haus, pernafasan agak cepat, ubun-ubun dan mata
cekung, kencing sedikit dan minum normal.
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik
seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran

8
menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis, denyut
jantung cepat, nadi lemah, tekanan darah turun, warna urine pucat,
pernafasan cepat dan dalam, turgor sangat jelek, ubun-ubun dan mata
cekung sekali, dan tidak mau minum. Atau yang dikatakan dehidrasi
bila:
1. Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 2-5% atau rata-rata
25ml/kgBB.
2. Dehidrasi sedang: kehilangan cairan 5-10% atau rata-rata
75ml/kgBB.
3. Dehidrasi berat: kehilangan cairan 10-15% atau rata-rata
125ml/kgBB.

G. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan psikologis :
keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai
koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.
2. Pemeriksaan sistematik :
Inspeksi : mata cekung, membrane mukosa kering,berat badan
menurun,anuskemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen.
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.
Auskultasi : terdengarnya bising usus.(Hudack&Gallo,2017).

H. Pemeriksaan Penunjang/Diangnostik
1. Pemeriksaan Tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis.
b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
c. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2. Pemeriksaan Darah

9
a. pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium,
Kalsium, dan Fosfor) dalam serum untuk menentukan
keseimbangan asama basa.
b. Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.

3. Intubasi Duodenum (Doudenal Intubation).


Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan
kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

I. Terapi/Tindakan Penanganan
1. Terapi Famakologi
a. Obat-obatan Antiemetik
Untuk mengatasi muntah
b. Obat-obatan anti diare
Pengeluaran feces yang berlebihan dapat diberikan obat-obat anti
diare serta dapat diberikan oralit.
c. Pemberian air minum
Pemberian air minum yang mengandung natrium cukup memadai
untuk mengatasi ketidakseimbangan yang terjadi.
d. Pemberian cairan intravena
Pada kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian
cairan intravena. Larutan garam isotonik (0,9%) merupakan
cairan infus terpilih untuk kasus-kasus dengan kadar natrium
mendekati normal, karena akan menambah volume plasma.
Segera setelah pasien mencapai normotensi, separuh dari larutan
garam normal (0,45%) diberikan untuk menyediakan air bagi sel-
sel dan membantu pembuangan produk-produk sisa metabolisme.
e. Pemberian bolus cairan IV
Pemberian bolus cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan,
untuk mengetahui apakah aliran kemih akan meningkat, yang
menunjukkan fungsi ginjal normal.
2. Terapi Non Farmakalogi

10
Penanganan penderita gastroenteritis secara non farmakologi antara
lain:
1) Pemberian Makanan.
2) Makanan yang diberikan pada penderita gastroenteritis adalah
makanan yang mudah dicerna seperti makanan setengah padat
(bubur). Pada bayi dapat diberikan susu (ASI atau susu
formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak
tidak jenuh). Air susu ibu (ASI) mempunyai khasiat preventif
secara imunologi dengan adanya antibodi dari zat-zat lain yang
dikandungnya.
3) Menjaga kebersihan lingkungan disekitar tempat penderita.
4) Selalu membiasakan untuk mencuci tangan dengan bersih.
 
J. Komplikasi
Menurut Kliegman ada 8 komplikasi gastroenteritis, yaitu :
(kliegman,2017)
1. Demam
2. Dehidrasi
3. Hipokalemia
4. Hipokalsemia
5. Ilues peristaltic
6. Hiponatremi
7. Syok hipovalemik
8. Asidosis

K. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data, dan
penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,
observasi, pemeriksaan fisik.
1) Indentitas Klien
2) Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama

11
b. Riwayat kesehatan / penyakit sekarang
c. Riwayat kesehatan / penyakit dahulu
d. Riwayat kesehatan / penyakit keluarga
3) Pemeriksaan Fisik
4) Pemeriksaan penunjang

L. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan yang
berlebihan.
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah.
3. Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen.
4. Resiko gangguan integritas kulit
(Nanda,2018)

12
M. Intervensi
No Dx . Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Defisit volume NOC : NIC :
cairan 1. Fluid balance Fluid Monitoring
berhubungan 2. Hydration 1. Kaji status dehidrasi : mata, 1. Menunjukan kehilangan cairan
dengan output 3. Nutritional Status : Food turgor kulit dan membran berlebih atau dehidrasi
cairan yang and Fluid Intake mukosa. 2. Memberikan informasi tentang
berlebih. kriteria hasil: 2. Kaji pemasukan dan pengeluaran keseimbangan cairan, fungsi
1. Tekanan darah, nadi, cairan ginjal dan kontrol penyakit usus
suhu tubuh dalam juga merupakan pedoman untuk
batas normal pengganti cairan
2. Tidak ada tanda tanda 3. Untuk menentukan kebutuhan
dehidrasi, Elastisitas 3. Monitor hasil lab yang sesuai penggantian dan keefektifan
turgor kulit baik, dengan retensi cairan (elektrolit, terapi
membran mukosa Hb, Ph, dan Albumin)
lembab, tidak ada rasa 4. Monitor Tanda-tanda Vital 4. Dapat membantu mengevaluasi
haus yang berlebihan pernyataan verbal dan
3. Jumlah dan irama keefektifan intervensi
pernapasan dalam 5. Kolaborasi dengan tim medis 5. Untuk memperbaiki ketidak
batas normal dalam pemberian obat anti diare seimbangan cairan / elektrolit

13
4. Elektrolit, Hb, Hmt dan antibiotik
dalam batas normal
5. Intake oral dan
intravena adekuat
2 Ketidakseimbang NOC : NIC :
an nutrisi kurang 1. Nutritional status: Nutrition Management
dari kebutuhan Adequacy of nutrient. 1. Kaji adanya alergi makanan 1. Mencegah terjadinya komplikasi
tubuh 2. Nutritional Status : food akibat pemberian nutrisi
berhubungan and Fluid Intake. 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 2. Membantu kebutuhan nutrisi
dengan mual, 3. Weight Control menentukan jumlah kalori dan pasien dalam perubahan
muntah Kreteria hasil : nutrisi yang dibutuhkan pasien pencernaan dan fungsi usus
1. Mual, muntah 3. Yakinkan diet yang dimakan 3. Makanan rendah serat
berkurang/tidak ada rendah serat mengistirahatkan sistem
2. Nafsu makan meningkat pencernaan yang sedang
3. Diet dihabiskan bermasalah
4. Turgor kulit elastis 4. Untuk mengetahui terjadinya
4. Monitor adanya penurunan BB
penurunan BB dan mengetahui
dan gula darah
tingkat perubahan
5. Untuk mengetahui adanya
5. Monitor turgor kulit tanda-tanda dehidrasi dan

14
mencegah syok hipovolemik
6. Mual dan muntah
6. Monitor mual dan muntah mempengaruhi pemenuhan
nutrisi
7. Memantau keseimbangan
asupan nutrisi
7. Monitor intake nuntrisi
8. Mencegah terjadinya dehidrasi

8. Anjurkan klien untuk banyak


9. Menjaga keseimbangan cairan
minum
tubuh
9. Pertahankan terapi IV line
3 Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan 1. Pain Level Pain Management
dengan distensi 2. pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Untuk menentukan intervensi
abdomen. 3. comfort level komprehensif termasuk lokasi, yang cocok dan untuk mencapai
Kriteria hasil: karakteristik, durasi, frekuensi, keefektifan dari terapi yang
1. Mampu mengontrol kualitas dan faktor presipitasi diberikan
nyeri (tahu penyebab 2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Mengetahui skala nyeri
nyeri, mampu ketidaknyamanan
menggunakan tehnik 3. Ajarkan tentang teknik non 3. Tindakan ini memungkinkan
nonfarmakologi untuk farmakologi: napas dala, klien untuk mendapatkan rasa

15
mengurangi nyeri, relaksasi, distraksi, kompres kontrol terhadap nyeri
mencari bantuan) hangat/ dingin
4. Membantu mengurangi rasa
2. Melaporkan bahwa nyeri 4. Berikan analgetik untuk
nyeri dengan menekan pusat
berkurang dengan mengurangi nyeri
nyeri.
menggunakan
manajemen nyeri 5. Monitor vital sign sebelum dan
5. Perubahan vital sign merupakan
3. Mampu mengenali nyeri sesudah pemberian analgesik
salah satu indikator dari
(skala, intensitas, pertama kali
terjadinya proses infeksi dalam
frekuensi dan tanda
tubuh
nyeri)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
5. Tanda vital dalam
rentang normal

16
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul, 2018, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:


Salemba Medika.

Aru W, Sudoyo. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.

Ngastiyah. 2016. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.

Behrman., Kliegman. & Arvin. 2015. Nelson Ilmu Kesehatan Anak( edisi: 15, vol
2). Jakarta : EGC. 854 – 856.

Nelson WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab.
Jakarta: EGC, 20015: (1): 561-3.

Hudak & Gallo, 2017.Keperawatan Kritis, edisi X. Jakarta: EGC.

Nanda International. 2018. Nursing Diagnoses: Definition & classification 2017-


2018, Jakarta: Buku Kedokteran EGC

17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Anda mungkin juga menyukai