Anda di halaman 1dari 14

Makalah Penyakit Menular tentang Diare

1. Pengertian Diare
Menurut Depkes RI (2010), diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat
berupa air saja yang frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih dalam
sehari).

Menurut Widjaja (2008), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat
kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak.

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih
dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi
tinja dari penderita (Depkes RI, Kepmenkes RI tentang pedoman P2D, Jkt, 2008).

2. Penyebab Timbulnya Penyakit Diare


Menurut Depkes RI (2010), penyebab penyakit diare ditimbulkan oleh berbagai
faktor, antara lain:
 Makan tanpa cuci tangan dengan sabun
 Minum air mentah
 Makan makanan yang dihinggapi lalat
 Keracunan makanan
 Beberapa infeksi virus tetapi juga sering kali akibat dari racun Bakteri.
 Mengkonsumsi alkohol yang berlebihan, terutama dalam seseorang yang tidak
cukup makanan.

3. Penularan Kuman Penyakit Diare


Menurut Depkes RI (2010), penularan kuman penyakit diare ditimbulkan oleh
berbagai faktor, antara lain:
 Air dan makanan yang tercemar
 Tangan yang kotor
 Berak disembarang tempat
 Botol susu yang kurang bersih

4. Macam-macam penyakit diare


Menurut Depkes RI (2010), macam-macam penyakit diare terbagi 2 macam
berdasarkan mula dan lamanya, yaitu:
1) Diare akut
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam
beberapa jam sampai 7 atau 14 hari.
a. Etiologi
Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, yaitu: bakteri, parasit maupun
virus. Penyebab lain yang dapat menimbulkan diare akut adalah toksin dan obat,
nutrisi eteral diikuti puasa yang berlangsung lama, kemoterapi, impaksi tekal
(overflow diarrhea) atau berbagai kondisi lain.
b. Patogenesis
Diare akibat infeksi terutama ditularkan secara fekal oral. Hal ini disebabkan
masukan minuman atau makanan yang terkontaminasi tinja ditambah dengan ekresi
yang buruk, makanan yang tidak matang, bahkan yang disajikan tanpa dimasak.
Penularannya adalah transmisi orang ke orang melalui aeorosolisasi (Morwalk
Rotavirus), tangan yang terkontaminasi (Clostridium diffecile), atau melalui aktivitas
seksual.
Faktor penentu terjadinya diare akut adalah faktor penyebab (agent) dan faktor
penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan pertahanan tubuh terhadap
organisme, yaitu faktor daya tahan tubuh atau lingkungan lumen saluran cerna,
seperti: keasaman lambung, motilitas lambung, imunitas, juga mencakup lingkungan
mikroflora usus.
Faktor penyebab (agent) yang mempengaruhi patogenesis antara lain daya
penetrasi yang merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang
mempengaruhi sekresi cairan di usus, serta daya lekat kuman-kuman tersebut
membentuk koloni-koloni yang dapat menginduksi diare.
Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri terbagi dua, yaitu:
 Bakteri noninvasit (enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun tidak
merusak mukosa. Toksin meningkat kadar siklik AMP di dalam sel,
menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air,
ion karbonat, kation natrium, dam kalium.
 Bakteri enteroinvasif
Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi, dan
bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah.
Bakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah Enteroinvasive E. Coli (EIEC).
S. Paratyphi B, S. Typhimurium, S. enteriditis, S. choleraesuis, Shigela, Yersinia,
dan C. Pertringens tipe C. Penyebab diare lainnya seperti parasit menyebabkan
kerusakan, berupa: ulkus besar (E. histolytica), kerusakan vilia yang penting
untuk penyerapan air, elektrolit, dan zat makanan (G. Lambdia).

c. Manifestasi klinis
Secara klinis diare karena infeksi akut dibagi menjadi dua golongan yaitu :
 Koleriform, dengan diare yang terutama terdiri atas cairan saja.
 Disentriform, pada diare di dapat lendir kental dan kadang-kadang darah.

d. Penatalaksanaan
Pada orang dewasa, penatalaksanaan diare akut akibat infeksi, terdiri dari empat
hal penting yang perlu diperhatikan, adalah:
 Jenis cairan
Pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit. Diberikan cairan RL, bila tidak
tersedia dapat diberikan cairan NaCl isotonic ditambah satu ampul Na bikarbonat
7,5% 50 ml.
 Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang dikeluarkan.
Kehilangan cairan tubuh dapat dihitung dengan cara, yaitu:
Skor (15) x 10% x kg BB x 1 liter
 Jalan masuk atau cara pemberian cairan
Rute pemberian cairan pada orang dewasa dapat dipilih oral atau iv.
 Jadwal pemberian cairan
Jawdal pemberian cairan berdasarkan metode Daldiyono, diberikan pada 2 jam
pertama. Selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk
memperhitungkan kebutuhan cairan.

2) Diare kronik
Diare kronik ditetapkan berdasarkan kesepakatan, yaitu diare yang berlangsung
lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku bagi orang dewasa, sedangkan pada
bayi dan anak ditetapkan batas waktu dua minggu.
a. Etiologi
Diare kronik memiliki penyebab yang bervariasi dan tidak seluruhnya diketahui.

b. Patofisiologi
Proses terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok, yaitu konsistensi feses dan
motilitas usus, umumnya terjadi akibat pengaruh keduanya. Gangguan proses
mekanik dan ensimatik, disertai gangguan mukosa, akan mempengaruhi pertukaran
air dan elektrolit, sehingga mempengaruhi konsistensi feses yang terbentuk. Diare
kronik dibagi tiga, yaitu:
 Diare osmotic
Dijelaskan dengan adanya faktor malabsorpsi akobat adanya gangguan absorpsi
karbohidrat, lemak atau protein, dan tersering adanya malabsorpsi lemak.
 Diare sekretorik
Terdapat gangguan transpor akibat adanya perbedaan osmotik intralumen dengan
mukosa yang besar sehingga terjadi penarikan cairan dan elektrolit ke dalam
lumen usus dalam jumlah besar serta bentuk fesesnya akan seperti air.
 Diare inflamasi
Diare inflamasi adalah diare dengan kerusakan dan kematian enterosit disertai
peradangan serta fesesnya berdarah.

c. Penatalaksanaan
 Rehidrasi: oralit, cairan infus ( RL/NaCl).
 Antipasmodik: papaverin (3xsehari), mebeverine (3-4 tab/hari), propantelin
bromid (3x15 mg/hari).
 Obat anti diare
 Obat antimotilitas dan sekresi usus : Laperamid 4 mg per oral (dosis awal)
lalu tiap diare cair diberikan 2 mg dengan dosis maksimal 16 mg/hari,
difenoksilat 4x 5 mg (2 tab), dan kodein fosfat 15-60 mg tiap 6 jam.
 Obat anti diare yang mengeraskan tinja dan absorpsi zat toksin, yaitu: arang/
charcoal aktif 1-2 tab.

5. Tanda dan gejala Penyakit Diare


Menurut Depkes RI (2010), tanda dan gejala penyakit diare ditimbulkan oleh
berbagai faktor, antara lain:
a. Berak encer biasanya 3x atau lebih dalam sehari
b. Muntah
c. Badan lesu dan lemah
d. Tidak mau makan
e. Panas
6. Masa Inkubasi
Masa dari masuknya kuman ke dalam tubuh sampai timbulnya gejala atau yang
disebut masa inkubasi bervariasi tergantung pada jenis kuman penyebabnya. Shigella
memiliki masa inkubasi 16 sampai 72 jam, sedangkan masa inkubasi virus berkisar
antara 4 sampai 48 jam. Pada parasite umumnya memiliki masa inkubasi yang
lebih panjang, seperti: Giardia memiliki masa inkubasi antara 1 sampai 3 minggu.

7. Komplikasi pada Penyakit Diare


Diare dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Sebagian besar komplikasi
disebabkan oleh ketidakseimbangan cairan didalam tubuh. Komplikasi diare
diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Komplikasi Saluran Cerna
 Perforasi
Perforasi terjadi akibat vaskulitas atau ulkus transmural dan biasanya terjadi pada
anak dengan Kurang Energi Protein (KEP) berat, Angka kejadian perforasi kecil.
Pada penelitian di Bangladesh pada 173 kasus disentri yang diotopsi didapatkan
hanya 3 kasus yang mengalami perforasi. Diagnosis ditegakkan secara klinis dan
dibantu dengan pemeriksaan radiologis berdasarkan temuan udara bebas intra
peritoneal, serta ditemukannya tanda-tanda peritonitis.
 Megakolon toksik
Megakolon toksin biasanya terjadi pada pankolitis. Diduga toksin sehingga yang
besifat neurotoksik berperan penting dalam mempengaruhi motilitas usus, dimana
terjadi penurunan motilitas kolon yang berat diikuti oleh distensi usus yang
berat. Keadaan ini terjadi terutama disekitar ulkus transmural sehingga disebut
pulau mukosa. Distensi dan penurunan motilitas akan menyababkan tumbuh ganda
bakteri enteric, ballooning effect (mengembangnya usus sehingga seluruh lapisan
dinding menipis, terjadi penjepitan pembuluh darah yang menimbulkan anoksia,
melumpuhkan fungsi usus serta memperlemah bamer mechanism), sehingga
gabungan pankolitis dan megakolon pada megakolon toksik hampir selalu
menimbulkan gejala sepsis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dari
Bangladesh dilaporkan 3% dari penderita disentri yang meninggal dirumah sakit dan
diotopsi disertai dengan gejala obstruksi usus sehingga harus dipikirkan sebagai
diagnosis banding megakolon toksik.

b. Komplikasi Sistematik
 Hipoglikemia
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada shigellosis dibanding penyebab
disentri lain hipoglikemia sangat berperan dalam menimbulkan kematian
hipoglikemia terjadi karena gagalnya proses glukoneogenesis secara klasik
menifestasi klinis. Hipoglikemia adalah kaki tangan berkeringat dingin, tachikardi
dan letargik. Hipoglikemia berat dapat menimbulkan perubahan kesadaran dan
kejang. Tetapi gejala ini akan tersamar kalau diketemukan komplikasi lain jadi
pada tiap disentri dengan komplikasi harus diperiksa kadar glukosa darahnya.
Diagnosis ditegakkan melalui pengukuran kadar gula darah.
 Hiponatremia
Komplikasi ini juga banyak terjadi pada Shigellosis dibanding penyebab lain.
Hiponatremia muncul akibat gangguan reabsorpi natrium di usus, kematian pasien
dengan hipogelikemia sering dibanding hiponatremia. Manifesrasi klinis
hiponatrea adalah hipotonia dan apati, Kalau berat dapat menimbulkan kejang.
Tetapi gejala ini juga akan bersamar kalau diketemukan komplikasi lain, jadi
pada tiap disentri dengan komplikasi harus diperiksa kadar natrium darahnya.
Idealnya, sekaligus diperiksa juga kadar kalium darah.
 Sepsis
Komplikasi ini paling sering menyebabkan kematian dibandingkan
komplikasi lainnya data dari ICCDR menunjukkan 28,8 % dari 239 kasus kematian
akibat Shigellosis meninggal karena sepsis. Pengertian sepsis saat ini telah berubah,
dulu sepsis didefinisikan sebagai bakteriemia yang disertai gejala klinis. Sekarang
bakteriemia tidak lagi merupakan persyaratan diagnosis sepsis. Asalkan
Ditemukan manifestasi umum infeksi yang disertai gangguan fungsi organ multipel
sudah dianggap ada sepsis, gangguan fungsi organ multipel dapat ditimbulkan
mediator kimiawi, endotoksin, eksotoksin atau septikemianya sendiri manifestasi
umum/ganguan fungsi organ multipel ini dapat berupa hiperpireksi, cutis marmoratae
(akibat distensi kapiler), menggigil, gaduh gelisah, proteinuria dan lain sebagainya.
Yang paling menonjol terjadinya gangguan sirkulasi yang menimbulkan syok
septik. Gangguan fungsi organ multipel ini akan berlanjut menjadi gagal organ
multipel, syok menjadi ireversibel, Gagal organ multipel hampir selalu diikuti
kematian, Syok septik sangat sulit diobati, jadi untuk mencegah kematia kita
harus mengambil tindakan intensif pada tahap awal dimanabaru muncul tanda
umum infeksi yang berat dan gangguan fungsi organ belum menonjol.
Bakteriemia pada disentri dengan sepsis jarang yang disebabkan langsung oleh
shigella/kuman penyebab disentri lain, lebih banyak disebabkan invasi bakteri
enterik. Jadi dalam memilih antibiotik disamping memberikan antibiotik yang
dapat membunuh penyebab disentrinya, kita juga harus memberikan antibiotik yang
dapat mengatasi bakteri enterik yang berinvasi ini.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis gejala umum infeksi serta
gangguan fungsi organ multipel dibantu dengan temuan pemeriksaan penunjang
leukopenia atau leukositosis, disertai hitung jenis yang bergeser ke kiri adanya
granulasi toksi trombositepenia anemia dan CFP positif juga terjadi ganguan faktor
pembekuan: penurunan kadar protrombin fibrinogen, faktor VIII serta manifestasi
disseminated intravascular coagulation (DIC) dan bakteriemia.
 Kejang dan Ensephalopati
Kejang yang muncul pada disentri tentu saja dapat berupa kejang demam
sederhana (KDS), tetapi kejang dapat merupakan bagian dari ensefalopati,
dengan kumpulan gejala hiperpireksi penurunan kesadaran dan kejang yang dapat
membedakannya dengan KDS, ensefalopati muncul akibat toksin Shiga/ Sit diagnosis
ditegakkan berdasarkan temuan klinis.
 Sindrom Uremik Hemolitik
Sindrom ini ditandai dengan trias anemi hemolitik akibat mikroangiopati,
gagal ginjal akut dan trombositopeni. Anemia hemolitik akut ditandai dengan
ditemukannya fragmentosit pada sediaan hapus, Gagal ginjalakut ditandai oleh
oliguria perubahan kesadaran dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
Trombositopea dapat meninbulkangajala perdarahan spotan. Manifestasi perdarhan
juga daa disebabkan oleh mikroangiopati,yang dapat berlanjut menjadi
Dissemination Intravasculair Coagulation (DIC) kematian dapat disebabkan oleh
terjadinya gagal ginjalakut dan gagal jantung. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
temuan klinis serta pemeriksaan penunjang untuk memastikan adanya
trombositopenia, anemia hemolitik akut, serta peningkatan kadar ureum/
kreatinin. Pada keadaan yang berat bisa menyebabkan kematian karena gagal ginjal.
 Pneumonia
Komplikasi pneumoni bisa juga terjadi pada disentri terutama yang disebabkan
oleh Shigella. Dari laporan ICDDRB pada penderita yang meninggal karena
disentri, 32% ditemukan pneumoni setelah dilakukan otopsi diagnosis ditegakkan
sesuai standar yang berlaku.
 Kurang Energi Protein (KEP)
Disentri terutama karena shigella bisa menyebabkan gangguan gizi atau kurang
energi protein (KEP) pada anak yang belum nya gizinya baik hal ini bisa terjadi
karena masukkan yang kurang pemakaian kalori yang meningkat karena proses
radang dan hilang nutrein, khususnya protein selama diare dipihak lain kurang
energi protein (KEP) sendiri mempermudah terjadinya disentri. Desentri yang
terjadi selama atau sesudah menderita campak sangat cepat menimbulkan KEP.
Diagnosis ditegakkansesuai standar. Pengukuran berat badan serta kadar albumen
darah secara berkala dapat menggambarkan derajat progresi timbulnya Kurang Energi
Protein (KEP).
8. Pencegahan penyakit Diare
Tujuan pencegahan adalah untuk tercapainya penurunan angka kesakitan diare
dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sarana sanitasi. Salah satu
pencegahan yg dapat dilakukan adalah dengan perilaku hidup bersih dan sehat.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat, diantaranya
adalah:
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh
bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan.
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare.
Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya
lindung 4x lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai
dengan susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan
pertama kehidupan mempunyai resiko terkena diare 30x lebih besar.
b. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui fecal-oral,
kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk melalui makanan, minuman atau benda
yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau
tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat dapat
mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air bersih dan
melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan
di rumah.
c. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare.
d. Menggunakan Jamban
Penggunaan jamban sangat berdampak besar dalam penurunan resiko terhadap
penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus mebuat jamban dan
seluruh anggota keluarga harus buang air besar di jamban tersebut.
e. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. SPAL yang tidak
memenuhi syarat akan menimbulkan bau, menganggu estetika dan dapat menjadi
tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi
menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis
filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus
dibersihkan, agar limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak
sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.

9. Penatalaksanaan Penyakit Diare


Prinsip tatalaksana penderita diare adalah LINTAS Diare (Lima Langkah
Tuntaskan Diare), yang terdiri dari:
a. Oralit Osmolaritas Rendah
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan
memberikan oralit. Bila tidak tersedia, berikan lebih banyak cairan rumah tangga
yang mempunyai osmolaritas rendah yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur
dan air matang. Macam-macam cairan yang digunakan bergantung pada:
 Kebiasaan setempat dalam mengobati diare
 Tersedianya cairan/ sari makanan yang cocok
 Jangkauan pelayanan kesehatan
Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke
petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat
dan tepat dengan oralit.
b. Zinc
Dinegara berkembang, umumnya anak sudah mengalami defisiensi Zinc. Bila
anak diare kehilangan Zinc bersama dengan tinja menyebabkan defisiensi menjadi
lebih berat. Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih
dari 300 macam enzim dalam tubuh memerlukan Zinc sebagai kofaktornya,
termasuk enzim superoksida dismutase (Linder, 1999).
Enzim ini berfungsi untuk metabolisme radikal bebas superoksida sehingga
kadar radikal bebas ini dalam tubuh berkurang. Pada proses inflamasi, kadar
radikal bebas superoksida meningkat, sehingga dapat merusak berbagai jenis
jaringan, termasuk jaringan epitel dalam usus (Cousins et al, 2006).
Zinc juga berefek dalam menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide
Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan
hiperekskresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang
mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama sebagian besar kejadian diare.
Kerusakan morfologi epitel usus antara lain terjadi pada diare karena rotavirus yang
merupakan penyebab terbesar diare akut (Wapnir, 2000).
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya (Black,
2003).
Berdasarkan bukti ini semua anak dengan diare harus diberi Zinc segera saat
anak mengalami diare. Zinc diberikan pada setiap diare dengan dosis, untuk anak
berumur kurang dari 6 bulan diberikan 10 mg(½ tablet) Zinc per hari, sedangkan
untuk anak berumur lebih dari 6 bulan diberikan 1 tablet Zinc 20 mg. Pemberian
Zinc diteruskan sampai 10 hari, walaupun diare sudah membaik. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah kejadian diare selanjutnya selama 3 bulan kedepan.
Cara pemberian Zinc, yaitu: Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau
ASI.
c. Pemberian ASI/Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi
ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia
6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus
diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit demi sedikit tetapi sering.
Setelah berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan anak.
Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi, antibiotik tidak boleh digunakan
secara rutin karena kecilnya kejadian diare yang memerlukan (8,4%). Antibiotik
hanya bermanfaat pada anak dengan diare berdarah (sebagian besar karena
shigellosis), suspek kolera dan infeksi-infeksi di luar saluran pencernaan yang berat,
seperti: pneumonia. Walaupun demikian, pemberian antibiotic yang irasional masih
banyak ditemukan. Sebuah studi melaporkan bahwa 85% anak yang berkunjung ke
puskesmas di 5 provinsi di Indonesia menerima antibiotik (Dwiprahasto, 1998).
Obat-obatan anti diare tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status
gizi anak, bahkan sebagian menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat antiprotozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasit.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. 2002. Buku Kader Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga. Edisi XVII. Jakarta: Kerjasama Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Edisi Jilid 4. Jakarta: Media Aescalapius
FKUI.
Ngastiah, Setiawan. 1997. Buku keperawatan anak sakit. Jakarta: EGC.
Noer HMS, Waspdji S, Rachman AM, dkk. 2001. Buku aja Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 3. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare Edisi ketiga, Depkes RI, Direktorat Jenderal
PPM dan PL tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai