Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH DIARE

Disusun oleh:

1. Fransisca Linggar Pratiwi (1061411038)


2. Lia Ulfa (1061411052)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI
SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3
kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Zein et al,
2004).
Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi masalah di Indonesia. Padahal berbagai
upaya penanganan, baik secara medik maupun upaya perubahan tingkah laku dengan
melakukan pendidikan kesehatan terus dilakukan. Namun upaya-upaya tersebut belum
memberikan hasil yang menggembirakan. Setiap tahun penyakit ini masih menduduki
peringkat atas, khususnya di daerah-daerah miskin.
Diare menyerang siapa saja tanpa kenal usia. Diare yang disertai gejala buang air
terus-menerus, muntah dan kejang perut kerap dianggap bisa sembuh dengan sendirinya,
tanpa perlu pertolongan medis. Memang diare jarang sekali yang berakibat kematian, tapi
bukan berarti bisa dianggap remeh. Penyakit yang juga populer dengan nama muntah berak
alias muntaber ini bisa dikatakan sebagai penyakit endemis di Indonesia, artinya terjadi
secara terus-menerus di semua daerah, baik di perkotaan maupun di pedesaan, khususnya di
daerah-daerah miskin. Di kawasan miskin tersebut umumnya penyakit diare dipahami bukan
sebagai penyakit klinis, sehingga cara penyembuhannya tidak melalui pengobatan medik
(Sunoto, 1987). Kesenjangan pemahaman semacam ini merupakan salah satu penyebab
penting yang berakibat pada lambatnya penurunan angka kematian akibat diare (Surya
Candra et al, 1990).
Kesenjangan pemahaman akan keadaan tubuh, dikarenakan bahwa masyarakat
mengembangkan pengertian sendiri tentang sehat dan sakit sesuai dengan pengalaman
hidupnya atau nilai-nilai yang diturunkan oleh generasi sebelumnya (Wolinsky, 1988).
Artinya, masyarakat lapisan bawah seringkali mendefinisikan dirinya sakit tergantung pada
persepsi dirinya akan penyakit tersebut. Mungkin, mereka mempersepsikan bahwa diare
merupakan penyakit yang serius bila penyakit tersebut telah mengganggu aktivitasnya dalam
mengerjakan pekerjaan pokoknya.
Berdasarkan WHO (World Health Organization) dan UNICEF terdapat 2 juta kasus
diare setiap tahun di dunia dan 1,9 juta anak dibawah umur 5 tahun meninggal karena diare
setiap tahun. Kasus ini biasanya terjadi pada negara berkembang dengan standar hidup yang
rendah dimana dehidrasi akibat diare menjadi penyebab kematian yang kedua pada anak
dibawah umur 5 tahun setelah pneumonia (WGO, 2012).
Diare secara umum terjadi karena meningkatnya sekresi dan menurunnya
resorpsi.Diare dibagi menjadi 2 yaitu diare akut dan diare kronik. Sebagian besar diare akut
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau parasit. Diare akut dapat menyebar dari satu orang
ke orang lain. Sedangkan diare kronik biasanya disebabkan oleh faktor bawaan dari pasien
yaitu kelainan mekanisme transport ion gastrointestinal, toxin, penyakit kronik atau
pemakaian antibiotik. Diare kronik tidak dapat menyebar dari satu orang ke orang lainnya
(Dipiro et al, 2008: 617).

BAB II
ISI

2.1 Definisi
Diare adalah Suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja , yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekwensi berak
lebih dari biasanya (3 kali atau lebih dalam 1 hari).
Diare seringkali disertai kejang perut dan muntah-muntah, diare disebut juga muntahber
(muntah berak) ,muntah menceret atau muntah bocor. Diare menyebabkan cairan tubuh
terkuras keluar melalui tinja. Jika tinja atau kotoran tersebut mengandung lendir dan darah,
penderita telah mengalami fase yang disebut disentri. Diare dapat terjadi dalam kadar yang
ringan maupun berat. Biasanya terjadi secara mendadak, bersifat akut, dan berlangsung dalam
waktu lama. Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai hal dan kadang diperlukan
pengobatan khusus. Namun sebagian besar diare dapat diobati sendiri di rumah, meskipun
kita tidak yakin penyebab yang menimbulkannya. Diare tak pernah pandang bulu, ia dapat
menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita, baik orang tua maupun muda. Diare
seringkali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta
menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh dua juta anak di dunia
setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu
penyebab kematian kedua terbesar pada balita.

2.2 Faktor pencetus diare

1. Tangan yang kotor


2. Makanan dan minuman yang terkontaminasi virus dan bakteri

3. Ditularkan oleh binatang peliharaan

4. Kontak langsung dengan feses atau material yang menyebabkan diare ( cara
membersihkan diri yang tidak benar setelah ke luar dari toilet)

2.3 Patofisiologi
Secara umum diare disebabkan oleh 2 hal yaitu gangguan pada proses absorpsi atau
sekresi. Mekanisme patofisiologis yang mengganggu keseimbangan air dan elektrolit
sehingga menyebabkan diare, yaitu:
1. Gangguan sekretorik
Diare sekretotik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorpsi yang berkurang
ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan
bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek,
atau laksatif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal
polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.
2. Gangguan osmotik
Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan
osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya
adalah malabsorpsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.
3. Gangguan eksudatif
Diare eksudatif (inflamasi) akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus
maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat
non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflammatory bowel disease (IBD) atau
akibat radiasi.
4. Motilitas
Motilitas usus merupakan faktor yang berperan penting dalam ketahanan lokal
mukosa usus. Hipomotilitas usus dan stasis dapat menyebabkan mikroba usus berkembang
biak secara berlebihan, yang kemudian dapat merusak mukosa usus dan menimbulkan
gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian akan terjadi diare. Selain itu, hipermotilitas
dapat memberikan efek langsung sebagai diare (Dipiro et al, 2008: 618).

2.4 Penyebab
Diare dapat disebabkan dari faktor lingkungan atau dari menu makanan. Faktor
lingkungan dapat menyebabkan anak terinfeksi bakteri atau virus penyebab diare. Makanan
yang tidak cocok atau belum dapat dicerna dan diterima dengan baik oleh anak dan
keracunan makanan juga dapat menyebabkan diare.
Berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan beberapa jenis diare sebagai berikut :
1. Diare akibat virus, misalnya influenza perut dan travelersdiarrhoea yang disebabkan
antara lain oleh rotavirus dan adenovirus. Virus melekat pada sel-sel mukosa usus yang
menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun dan sekresi air dan elektrolit
memegang peranan. Diare yang terjadi bertahan terus sampai beberapa hari sesudah virus
lenyap dengan sendirinya, biasanya dalam 3-6 hari.
2. Diare bakterial invasif (bersifat menyerbu) agak sering terjadi, tetapi mulai berkurang
berhubung semakin meningkatnya derajat hygiene masyarakat. Kuman pada keadaan
tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke dalam mukosa, dimana terjadi perbanyakan diri
sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan
menimbulkan gejala hebat, seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang. Selain
itu mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan mencret berdarah dan berlendir.
Penyebab terkenal dari pembentuk enterotoksin adalah bakteri E. coli spec,
Shigella,Salmonella, dan Campylobacter.
3. Diare parasiter akibat protozoa seperti Entamoeba histolytica dan Giardia lamblia yang
terutama terjadi di daerah (sub) tropis.
4. Akibat penyakit, misalnya colitis ulcerosa, p.Crohn, Irritable Bowel Syndrome (IBS),
kanker colon dan infeksi HIV.
5. Akibat obat, yaitu digoksin, kinidin, garam-Mg, dan lithium, sorbitol, beta blockers,
ACE-inhibitor,reserpin, sitostatika dan antibiotika berspektrum luas (ampisilin,
amoksisilin, sefalosporin, klindamisin, tetrasiklin).
6. Akibat keracunan makanan, keracunan makanan didefinisikan sebagai penyakit yang
bersifat infeksi atau toksis dan diperkirakan atau disebabkan makanan ata minuman yang
tercemar. Penyebab utamanya adalah tidak memadainya kebersihan pada waktu
pengolahan, penyimpanan, dan distribusi makanan atau minuman (Tan Hoan Tjay, 2007:
288-289).
Macam-macam bakteri dan parasit yang biasa menyerang perut :

1. E. Coli bacteria

2. Salmonella enteritidis bacteria

3. Compylobacter bacteria
4. Shigella bacteria

5. Giardo parasite

6. Cryptosporidium parasite

2.5 Gejala Penyakit Diare


Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih dalam
sehari, yang kadang disertai:
Muntah
Badan lesu atau lemah
Panas
Tidak nafsu makan
Darah dan lendir dalam kotoran
Rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh
infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah,
demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan.
Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejal-gejala
lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan
bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi.
Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya natrium dan
kalium), sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan irama jantung maupun
perdarahan otak.
Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi ringan hanya
menyebabkan bibir kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-ubun
menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan). Dehidrasi berat bisa
berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok (www.medicastore.com, 28/9/2013).

2.6. Masa Inkubasi


Masa dari masuknya kuman ke dalam tubuh sampai timbulnya gejala atau yang
disebut masa inkubasi bervariasi tergantung pada jenis kuman penyebabnya. Shigella
misalnya, memiliki masa inkubasi 16 sampai 72 jam, sedangkan masa inkubasi virus berkisar
antara 4 sampai 48 jam. Sedangakan parasit umumnya memiliki masa inkubasi yang lebih
panjang, seperti Giardia misalanya, memiliki masa inkubasi antara 1 sampai 3 minggu.

2.7. Lama Sakit


Berdasarkan lamanya, diare dibedakan menjadi diare akut dan diare kronik.
a. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14
hari. Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, virus maupun parasit.
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan atau demam, nyeri perut
atau kejang perut.
Berdasarkan proses patofisiologi enteric infection diare akut terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Inflamatory diarrhea (invasif)
Inflamatory diarrhea akibat proses invasi dan cytotoxin di kolon dengan manifestasi
sindroma Disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah (disebut juga
Bloodydiarrhea). Biasanya gejala klinis yang menyertai adalah keluhan abdominal seperti
mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda
dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau
darah, secara mikroskopis didapati leukosit polimorfonuklear. Mikroorganisme penyebab
seperti, E.histolytica, Shigella, Entero Invasive E.coli (EIEC),V.parahaemolitycus,
C.difficile, dan C.jejuni.
2. Non Inflamatory diarrhea (noninvasif)
Non Inflamatory diarrhea dengan kelainan yang ditemukan di usus halus bagian
proksimal, Proses diare adalah akibat adanya enterotoksin yang mengakibatkan diare cair
dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah, yang disebut dengan Watery diarrhea.
Keluhan abdominal biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda
dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak segera mendapat cairan pengganti.
Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mikroorganisme penyebab
seperti, V.cholerae, Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Salmonella (Ciesla and Guerrant,
2005).

b. Diare Kronik
Diare kronis didefinisikan sebagai penurunan konsistensi tinja selama lebih dari empat
minggu. Diare kronik ini dapat dibagi menjadi tiga kategori dasar yaitu berair, lemak
(malabsorpsi), dan inflamasi. Diare cair dapat dibagi menjadi osmotik, sekretorik, dan jenis
fungsional. Diare cair meliputi irritable bowel syndrome, yang merupakan penyebab paling
umum dari diare fungsional. Contoh lain dari diare cair adalah kolitis mikroskopik yang
merupakan diare sekretorik yang mempengaruhi orang tua. Laksatif merupakan obat yang
sering menginduksi terjadinya diare osmotik. Diare malabsorptiv ditandai oleh kelebihan
gasatau penurunan berat badan. Diare inflamasi, seperti kolitis ulserativa atau penyakit
Crohn, ditandai dengan darah dan nanah dalam feces dan tingkat Calprotectin tinja tinggi.
Bakteri invasif dan parasit juga dapat memicu terjadinya peradangan (Juckett Gregory, 2011).
2.8. Penularan
Penularan penyakit diare adalah kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung, seperti :
1. Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh
serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor
2. Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi sering memasukan
tangan/ mainan / apapun kedalam mulut. Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan
udara sampai beberapa hari.
3. Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar
4. Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih
5. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan
tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang
dipegang.

2.9 Diagnosa
Diagnosa diare ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Amati
konsistensi tinja dan frekuensi buang air besar. Pemeriksaan darah dapat dilakukan
untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah putih. Namun, untuk
mengetahui organisme penyebab diare, perlu dilakukan pembiakan contoh tinja.

Gambar 1. Diagnosa Klinik pada Pasien Diare Akut (WGO,2008)


2.10 Tujuan, Saran dan Strategi
a. Tujuan Terapi :
Jika terapi pencegahan gagal dan terjadi diare, tujuan terapinya adalah :
Mengontrol pola diet
Mencegah pengeluaran air dan elektrolit berlebihan serta gangguan asam basa
Meringankan gejala
Terapi penyebab yang bisa disembuhkan
Mengontrol gangguan sekunder yang menyebabkan diare
b. Sasaran Terapi :
Mencegah terjadinya dehidrasi
Mengurangi frekuensi BAB
Meningkatkan konsistensi feses
c. Strategi Terapi
Terapi pencegahan
Diare akibat virus dapat menular melalui kontak langsung dengan orang
terinfeksi. Menjaga higienitas dari makanan yang dikonsumsi, air, sanitasi dan
lingkungan dapat mencegah penularan diare akibat bakteri, parasit dan
protozoa. Jika diare merupakan penyebab sekunder akibat penyakit lain,
dibutuhkan pengaturan penyebab utama dari penyakit tersebut.
Terapi non farmakologi
Penderita diare disarankan tidak mengkonsumsi makanan padat dan produk
susu selama 24 jam. Untuk pasien dengan keluhan mulut kering dan muntah,
disarankan mengkonsumsi makanan halus, mudah dicerna, dan tidak banyak
sisa selama 24 jam. Pada pasien anak tetap berikan makanan dan cairan
pengganti.
Terapi farmakologi
1. Antimotilitas
Termasuk didalamnya golongan opioid dan turunannya yang berkerja
dengan jalan menunda transit intraluminal dan meningkatkan kapasitas
usus. Contoh obat yang termasuk dalamantimotilitas ini adalah
loperamide, difenoxilat, difenoxin dan paregoric (DiPiro, 2009).
a. Loperamide.
Loperamide lebih disarankan karena tidak memiliki sifat
ketergantungan. Loperamide memiliki struktur mirip dengan
haloperidol, tanpa aktivitas opiat yang cukup kuat yang menyebabkan
penghambatan motilitas kolon dan mempengaruhi pergerakan air dan
elektrolit melewati usus (Anderson, 2002).
Efek samping loperamide adalah kram perut, pusing, mengantuk, dan
reaksi kulit seperti urtikaria (Martin, 2009).
Dosis awal untuk diare akut adalah 4 mg diikuti 2 mg setelah BAB
selama 5 hari. Dosis biasa 6-8 mg sehari maksimal 16 mg sehari.
Anak dibawah 4 tahun tidak direkomendasikan. Untuk diare kronis
dosis awal 4-8 mg sehari dengan dosis terbagi
(http://reference.medscape.com/drug/imodium-k-pek-ii-loperamide-
342041).
b. Difenoxilat / atropin
Difenoxilat/atropin bekerja pada otot polos saluran usus dengan jalan
menghambat motilitas usus.
Efek samping difenoxilat adalah efek antikolinergik, mual, muntah,
mulut dan kulit kering (http://reference.medscape.com/drug/lomotil-
lonox-diphenoxylate-hcl-atropine-342039).
Dosis awal untuk orang dewasa adalah 2,5-5 mg tiga sampai empat
kali sehari, maksimal 20 mg/hari (DiPiro, 2009).
c. Difenoxin
Merupakan turunan dari difenoxilat yang memiliki mekanisme kerja
yang sama. Biasanya dikombinasikan dengan atropin untuk menvegah
efek samping yang terjadi (DiPiro, 2009).
Dosis awal untuk diare adalah 2 mg secara per oral kemudian
dilanjutkan 1 mg selama 3-4 hari dan digunakan jika perlu. Maksimal
8 mg/hari (http://reference.medscape.com/drug/motofen-difenoxin-
hcl-atropine-342038#0).
2. Adsorbent dan bulking agent
Adsorben seperti kaolin dan attapulgit bekerja dengan cara menyerap
toksin, obat dan cairan digestif. Bersifat non toksik, tetapi efektivitasnya
belum dibuktikan (Dipiro, 2009).
a. Attapulgit
Attapulgit terutama bekrja dengan jalan menyerap cairan didalam
usus dan mengurangi likuiditas dari tinja.
Efek samping yang terjadi adalah kembung, gangguan pencernaan,
sembelit, mual.
Dosis untuk diare adalah 1,2-1,5 gram diberikan secara per oral
(http://reference.medscape.com/drug/kaopectate-maximum-strength-
diasorb-attapulgite-342035#0).
3. Antisekretorik (obat-obat yang mengubah transpor cairan dan elektrolit)
Garam garam bismuth digunakan salah satunya untuk terapi diare.
Mekanisme kerjanya belum diketahui. Tetapi mekanisme yang mungkin
adalah efek perlindungan lokal pada pencernaan dan stimulasi
prostaglandin endogen (Anderson, 2002).
Percobaan dan observasi klinis menyatakan bahwa antiinflamasi non
steroid (NSAID) seperti aspirin dan indometasin efektif dalam
mengendalikan diare. Efek antidiare ini mungkin karena penghambatan
sintesis prostaglandin.Bismuth subsalisilat, digunakan untuk travelers
diarrhea, menurunkan sekresi cairan dalam usus, efeknya ini mungkin
karena komponen salisilatnya (Mycek J Mary, 2001).
4. Antibiotik
Ciprofloxacin digunakan sebagi profilaksis pada diare perjalanan, tetapi
hal tersebut sangat tidak dianjurkan. Antibiotik hanya diberikan untuk
terapi diare akibat infeksi bakteri seperti Campolybacter jejuni dan
Salmonella typhimurium (Anderson, 2002).

Diare

Riwayat Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Diare Akut Diare Kronik


(Kurang dari 3 hari) (Lebih dari 14 hari)

Tidak terjadi demam dan Terjadi demam atau gejala Kemungkinan penyebab:
gejala penyakit lain penyakit lain a. Infeksi usus
b. Penyakit inflamasi perut
c. Malabsorpsi
Terapi yang dilakukan : Periksa feses untuk
d. Tumorsekretorik hormon
a. Penggantian elektrolit WBC/RBC/ova dan parasit
e. Obat
b. Loperamide,
f. Gangguan motilitas
diphenoxylate atau Negatif Positif Pilihan yang tepat untuk
absorbent pemeriksaan diagnosa:
c. Diet a. Stool
culture/ova/parasit/
WBC/RBC/lemak
b. Sigmoidoscopy
c. Biopsi usus
Terapi gejala yang Gunakan
timbul antibiotik yang
tepat dan terapi
gejala

Tidak terdiagnosa, terapi gejala: Terdiagnosa


a. Rehidrasi Perawatan pada
b. Penghentian obat yang penyebab utamanya
dapat menginduksi diare
c. Mengatur diet
d. Loperamide atau absorben
Gambar 2. Algoritma terapi Diare menurut Pharmacotherapy A Pathophsyologic
Approach 7th edition (DiPiro, 2009).
Gambar 3. Obat Antidiare menurut Pharmacotherapy A Pathophsyologic Approach 7th
edition (DiPiro, 2009).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diare adalah buang air besar (defekasi) denganjumlah yang lebih banyak dari
biasanya (normal 100-200 ml perjam tinja), dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi. Penyalitm diare ditimbulkan oleh
makanan, miniman, virus dan bakteri, dan juga alkohol. Kuman penyakit diare ditularkan
melalui air dan makanan, tangan yang kotor, berak sebarang tempat dan botol susu yang
kurang bersih.
Diare terbagi dua berdasarkan mula dan lamanya yaitu; diare aku dan kronik.
Penyakit diare ditandai dengan adanya berak encer, biasanya 3x atau lebih dalam sehari,
disertai muntah, badan lesu dan lemah, tidak mau makan, panas. Bahaya dari pada diare itu
adalah banyaknya kehilangan cairan tubuh, dan menyebabkan kematian.
Usaha untuk mengatasi diare yaitu dengan cara memberi minuman, larutan Oralit,
biasanya juga larutan gula, garam (LGG). Yang harus diperhatikan dalam pemberian
makanan dan minuman pada penderita diare yaitu
Jangan dipuaskan, ,pemberian ASI, pemberian air sayur, buah bila penderita
menimbulkan gejala diare. Cara pencegahan penyakit diare yaitu dengan cara pemberian ASI,
makanan, pemakaian air bersih, berak pada tempatnya, kebersihan perorangan, kebersihan
makanan dan minuman.
Dengan melihat pembahasan dan mengetahui dampak dari pada diare tersebut, maka
kita harus dapat menyadari betapa pentingnya kebersihan dalam diri dan lingkunyan. Oleh
karena itu, kita berharap dengan adanya kesadaran, semua masyarakat mau bergotong royong
untuk membersihkan dan memelihara lingkunyam dengan baik. Mudah-mudahan harapan
kita semua untuk hidup bersih dapat diwujudkan bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, P.O., Knoben, J.E., Troutman, W.G. 2002. Handbook of clinical drug data.
10th edition.USA : The McGraw-Hill Companies, Inc.

Dipiro, Joseph T., Robert .L., Talbert, Gary C., Yee, Gary. R., Matzke, B.G., Wells,
Posey, L.M. 2009. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 7th Ed., New
York: McGraw-Hill.

Ciesla, W.P and Guerrant, R.L. 2005. Infectious Diarrhea, in Wilson, W.R and Sande,
M.A. Diagnosis and Treatment in Infectious Disease 1st edition. Publisher :
McGraw-Hill/Appleton and Lange.

Florczykowski., Band Storer., A. 2013. Gentamicin Dosing and Monitoring Challenges


in End-Stage Renal Disease. ISSN: 2167-1052 APDS, an open access journal.
Gregory Juckett., MD, MPH and Rupal Trivedi, MD. 2011. Evaluation of Chronic
Diarrhea.Am Fam Physician. Nov 15;84(10):1119-1126.

Herbert L. DuPont, M.D. The New England Journal of Medicine. Copyright 2009
Massachusetts Medical Society. All rights reserved.

Joyce LeFever Kee, M.S.N, R.N. 2008. Laboratory and Diagnostic Tests with Nursing
Implication 6th edition. Published by Pearson Education, Inc, publishing as
Prentice Hall.

Mansjoer, A. 2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Martin, J., Claase, L.A., Jordan, B., Macfarlane, C.R., Patterson, A.F., M.Ryan, R.S., S.
Wagle, S.M. 2009. British National Formulary 57th edition. London : BMJ Group
and RPS Publishing.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-Efek Sampinya Edisi VI. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

World Gastroenterology Organization. 2008. World Gastroenterology Organization


Global Guidelines Acute Diarrhea in adults and Children : a Global Perspective.

. 2012. World Gastroenterology Organization


Global Guidelines Acute Diarrhea in adults and Children : a Global Perspective.

http://reference.medscape.com/drug/imodium-k-pek-ii-loperamide-342041, diakses
tanggal 5 Oktober 2014.

http://reference.medscape.com/drug/lomotil-lonox-diphenoxylate-hcl-atropine-342039,
diakses tanggal 5 Oktober 2014.

http://reference.medscape.com/drug/motofen-difenoxin-hcl-atropine-342038#0, diakses
tanggal 5 Oktober 2014.

http://reference.medscape.com/drug/kaopectate-maximum-strength-diasorb-attapulgite-
342035#0, diakses tanggal 5 Oktober 2014.

http://reference.medscape.com/drug/kaopectate-pepto-bismol-bismuth-subsalicylate-
342037#0, diakses tanggal 6 Oktober 2014.

Anda mungkin juga menyukai